Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PVM. Sunaryo
Ada sejumlah prinsip CBSA untuk siswa dan untuk guru yang perlu diperhitungkan
dalam setiap proses pembelajaran. Prinsip-prinsip CBSA untuk siswa meliputi:
keberanian mewujudkan minat, keinginan, dan gagasan; keberanian untuk ikut serta
mempersiapkan pelajaran; kemauan dan kreativitas dalam menyelesaikan kegiatan
belajar; adanya rasa aman dan bebas untuk melakukan kegiatan belajar; dan adanya
rasa ingin tahu. Sedang prinsip-prinsip CBSA untuk guru meliputi: pemberian
kesempatan kepada siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar, sementara itu
guru berperan sebagai sumber belajar, motivator, dan fasilitator; pemberian
dorongan untuk kreatif; pemberian layanan berdasakan perbedaan individual;
penggunaan berbagai sumber belajar; pemberian umpan balik terhadap hasil
belajar; dan penilaian hasil belajar dengan berbagai cara (Benny Karyadi, 1993).
Dari latar belakang teoritis dan kondisi yang ada, untuk memberikan masukan
dalam upaya peningkatan keefektifan pembelajaran IPA, maka terdapat lima hal
pokok yang akan dibahas, yaitu:
Penelitian dilakukan pada tanggal 21 April – 8 Mei 1999 di Kodya Tegal dengan
melibatkan 51 guru kelas 4, 5, dan 6. Data dikumpulkan melalui observasi dengan
menggunakan instrumen "Lembar Observasi". Data diolah dengan menggunakan
analisis deskriptif (Hadi, S. 1970).
DESKRIPSI KBM
Gaya mengajar guru sangat individual. Bertolak dari pengertian gaya sebagai suatu
cara atau teknik tertentu yang digunakan seseorang untuk mengerjakan,
menciptakan, atau menampilkan sesuatu (A Merriam Webster, 1985), menunjukkan
gaya mengajar di sini adalah prosedur yang dipilih guru untuk menyelesaikan tugas
mengajarnya. Pemilihan prosedur ini pertama-tama dipengaruhi oleh motivasi kerja
guru, terutama komponen kepercayaan diri akan kemampuannya melaksanakan
tugas dan komponen reaksi emosional atas pelaksanaan tugas tersebut (Pintrich,
1990). Pemilihan prosedur mengajar yang dianggap paling cocok ini juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terpadu, seperti tujuan pembelajaran,
kemampuan siswa, kemahiran kerja guru dalam menerapkan metode mengajar, dan
ketersediaan fasilitas dan waktu belajar. Sesuai dengan karakteristik masing-masing
guru dan berbagai faktor lainnya yang mempengaruhi pemilihan prosedur mengajar
tersebut, penampilan mengajar antara guru yang satu dengan yang lainnya berbeda,
walaupun mereka menggunakan metode dan peralatan yang sama.
Dari berbagai kegiatan siswa dan kegiatan guru dalam proses pembelajaran di atas,
keaktifan siswa dan keaktifan guru sesuai dengan prinsip-prinsip CBSA dapat
diidentifikasi dan kadar masing-masing keaktifan dapat diperhitungkan. Kadar
keaktifan siswa dan kadar keaktifan guru masing-masing ditetapkan berdasarkan
jumlah skor pemunculan seluruh indikator variabel keaktifan siswa (untuk kadar
keaktifan siswa) dan keaktifan guru (untuk kadar keaktifan guru) dengan
menggunakan skala penilaian 1-10. Nilai dideskripsikan secara kualitatif seperti
nilai rapor sekolah.
Secara umum, kadar keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA cukup tinggi, dengan
Ms = 6,373. Dengan SDM = 0,239 dan T.K. = 0,95 diestimasikan Mp = 5,905-6,841
(hampir cukup-cukup). Penyebaran nilai keaktifan siswa dari yang tertinggi ke
yang terendah: 10,00 (4%), 9,29 (2%), 8,57 (8%), 7,86 (10%), 7,14 (22%), 6,43
(16%), 5,71 (6%), 5,00 (16%), 4,29 (10%), 3,57 (6%), dan 2,86 (2%).
Kadar keaktifan siswa pada kelas-kelas yang diobservasi tidak merata, ada yang
istimewa (nilai 10) dan ada yang buruk (nilai 2,86); 38% di bawah cukup (nilai
5,71 ke bawah). Kadar keaktifan siswa yang di bawah cukup ini terjadi karena
beberapa sebab, seperti kebiasaan siswa belajar, semangat belajar, dan ketersediaan
fasilitas belajar. Ada siswa yang terbiasa belajar dengan menghafalkan materi,
kurang terangsang untuk menganalisis, memprediksi, dan memecahkan masalah
(Wardani, 2000). Hal ini terjadi karena guru cenderung mendominasi kelas dengan
menjelaskan materi terus-menerus. Semangat siswa untuk bersekolah (terutama di
pinggiran kota) belum tinggi dan guru belum berhasil mengubahnya. Jam masuk
sekolah lebih siang dan pulangnya lebih cepat serta banyak siswa sering tidak
masuk karena siswa membantu orang tua mencari nafkah (banyak orang tua bekerja
sebagai petani kecil/buruh tani, buruh pabrik, dan nelayan). Rendahnya semangat
bersekolah ini mempengaruhi daya kritis dan kreativitas siswa dalam belajar.
Akhirnya, banyak SD (terutama di pinggiran kota) tidak memiliki alat
peraga/media dan bahan-bahan untuk percobaaan IPA yang memadai. Pengadaan
dana untuk penyediaan fasilitas cukup sulit. Ketersediaan alat peraga/media dan
bahan-bahan untuk percobaan mutlak diperlukan untuk mengaktifkan siswa karena
taraf berpikir siswa (terutama pada kelas rendah) masih pada taraf operasi konkrit.
DESKRIPSI KEAKTIFAN SISWA
Secara umum, kadar keaktifan guru dalam pembelajaran IPA hampir cukup, dengan
Ms = 5,848. dengan SDM = 0,194 dan T.K. = 0,95 diestimasikan Mp = 5,468-6,228
(hampir cukup-cukup). Penyebaran nilai kadar keaktifan guru: 8,13 (2%), 7,50
(14%), 6,88 (24%), 6,25 (14%), 5,63 (12%), 5,00 (14%), 4,38 (8%), 3,75 (8%),
3,13 (14%), dan 2,50 (2%).
Bila dilihat secara keseluruhan, kadar keaktifan guru yang hanya hampir cukup
tentu kurang menggembirakan. Bila dilihat dari masing-masing proses
pembelajaran, 46% mendapatkan nilai hampir cukup ke bawah (5,63-2,50), jumlah
yang tidak kecil. Hal ini terjadi karena profesionalisme dan komitmen kerja guru
yang rendah. Dari guru yang diobservasi, masih 24% yang berpendidikan
SPG/sederajat, sementara lainnya Diploma II (65%), sarjana muda (2%), dan
sarjana (8%). Tidak sedikit kepala sekolah dan pengawas TK/SD yang mengeluh
bahwa banyak lulusan Diploma II tidak berbeda dengan lulusan SPG dalam
mengajar, setelah mereka berusaha mengajar sebaik-baiknya waktu diuji praktik
mengajar dan mendengarkan pesan Kepala Kandepdiknas Kecamatan supaya
penampilan mengajar yang baik diteruskan di SD dalam tugas sehari-hari. Tidak
sedikit guru yang tidak membuat rencana pembelajaran yang baik untuk pedoman
mengajarnya. Dalam mengajar guru kurang mengembangkan kemampuan siswa
untuk memecahkan masalah, guru cenderung memberikan materi untuk dihafalkan,
dan ada pula guru yang tidak menguasai materi yang diajarkan. Komitmen kerja
guru yang rendah dapat dilihat dari rendahnya kedisiplinan kerja guru, banyak guru
yang mengajar dengan santai. Mereka berorientasi pada kepentingan diri sendiri,
yaitu mengajar demi gaji bukan untuk kepentingan siswa.
Dari hasil-hasil penelitian yang diperoleh, secara umum dapat dikatakan bahwa
penerapan prinsip-prinsip CBSA dalam meningkatkan keefektifan proses
pembelajaran IPA di Kodya Tegal belum efektif karena masih ada kejanggalan-
kejanggalan dalam penerapan metode mengajar, nilai kadar keaktifan siswa dan
keaktifan guru masih belum memuaskan, serta sejumlah indikator variabel
keaktifan siswa dan keaktifan guru yang potensial untuk mengembangkan
keterampilan berpikir yang tinggi masih kurang mendapatkan perhatian guru.
Secara lebih rinci sesuai dengan hal-hal pokok yang dibahas, kesimpulan di atas
dapat dijelaskan seperti dibawah ini.
1. Secara umum guru telah mampu memilih metode mengajar yang sesuai
dengan karakteristik dan tujuan pengajaran IPA, yaitu metode percobaan
(54,90%) dan demonstrasi (31,37%); namun dalam pelaksanaannya masih
muncul kejanggalan-kejanggalan. Kejanggalan-kejanggalan yang dimaksud
terletak pada dominasi guru dalam melaksanakan percobaan dan
demonstrasi, sementara siswa masih kurang terlibat di dalamnya;
penggunaan lembar kerja (LK) sebagai lembar soal latihan bahkan tes
(evaluasi), bukan sebagai panduan belajar melalui melakukan
percobaan/demonstrasi; penggunaan alat peraga/media yang kurang
memadai; dan kesimpulan-kesimpulan dibuat guru, siswa tinggal meniru.
2. Tingkat keaktifan siswa dalam penerapan prinsip-prinsip CBSA baru cukup,
belum memuaskan.
3. Semua variabel keaktifan siswa yang dikaji muncul, namun persentase
kemunculan indikator-indikatornya rendah dan bervariasi. Indikator-
indikator penting yang menunjukkan keterampilan berpikir kurang
mendapatkan perhatian, seperti pembuatan contoh dan model berdasarkan
konsep yang telah dikuasai, penyampaian pendapat/keinginan (terutama
secara individual), pembuatan kesimpulan dari contoh/gejala/peristiwa,
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan konsep atau
rumus yang dipelajari.
4. Tingkat keaktifan guru dalam menerapkan prinsip-prinsip CBSA hampir
cukup.
5. Semua variabel keaktifan guru yang dikaji muncul, namun persentase
kemunculan indikator-indikatornya rendah dan bervariasi. Indikator-
indikator yang potensial menopang keaktifan berpikir siswa kurang
mendapatkan perhatian, seperti: dorongan membuat model baru dan
pengembangan materi, penggunaan berbagai sumber belajar, pemberian
bimbingan individual, pemberian umpan balik hasil kerja/evaluasi dan
pengadaan evaluasi (baru 54,90%, hampir seluruhnya dengan tes).
Dari kesimpulan hasil penelitian di atas dan sesuai dengan maksud diadakannya
penelitian; peneliti memberikan beberapa saran untuk guru, supervisor, dosen/tutor
dan peneliti.
DAFTAR RUJUKAN
Eggen, P.D., & Kauchak, D.P. 1988. Strategies for Teachers: Teaching Content
and Thinking Skills (2nd ed.). New Yersey 07632: Prentice Hall.
Hadi, S. 1970. Statistik Psikologi dan Pendidikan (Jilid II). Jogjakarta: Jajasan
Penerbitan Fakultas Pschologi U.G.M.
Joni Raka, T. 1980. Strategi Belajar Mengajar: Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta:
Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Karyadi, B. 1993. Pengembangan Cara Belajar Siswa Aktif. Dalam Ibrahim, R., &
Benny Karyadi (eds.). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara D-II dan
Pendidikan Kependudukan.
Wardani, I.G.A.K. 2000. Guru sebagai pekerja profesional: Satu renungan tentang
sosok guru abad 21 serta implikasinya bagi Universitas Terbuka. Jurnal
Pendidikan 1 (1). 28-45.
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)
DALAM MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PROSES PEMBELAJARAN
IPA DI SD DI KODYA TEGAL
PVM. Sunaryo
Ada sejumlah prinsip CBSA untuk siswa dan untuk guru yang perlu
diperhitungkan dalam setiap proses pembelajaran. Prinsip-prinsip CBSA
untuk siswa meliputi: keberanian mewujudkan minat, keinginan, dan
gagasan; keberanian untuk ikut serta mempersiapkan pelajaran; kemauan
dan kreativitas dalam menyelesaikan kegiatan belajar; adanya rasa aman dan
bebas untuk melakukan kegiatan belajar; dan adanya rasa ingin tahu. Sedang
prinsip-prinsip CBSA untuk guru meliputi: pemberian kesempatan kepada
siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar, sementara itu guru
berperan sebagai sumber belajar, motivator, dan fasilitator; pemberian
dorongan untuk kreatif; pemberian layanan berdasakan perbedaan
individual; penggunaan berbagai sumber belajar; pemberian umpan balik
terhadap hasil belajar; dan penilaian hasil belajar dengan berbagai cara
(Benny Karyadi, 1993).
Dari latar belakang teoritis dan kondisi yang ada, untuk memberikan
masukan dalam upaya peningkatan keefektifan pembelajaran IPA, maka
terdapat lima hal pokok yang akan dibahas, yaitu:
DESKRIPSI KBM
Gaya mengajar guru sangat individual. Bertolak dari pengertian gaya sebagai
suatu cara atau teknik tertentu yang digunakan seseorang untuk
mengerjakan, menciptakan, atau menampilkan sesuatu (A Merriam Webster,
1985), menunjukkan gaya mengajar di sini adalah prosedur yang dipilih guru
untuk menyelesaikan tugas mengajarnya. Pemilihan prosedur ini pertama-
tama dipengaruhi oleh motivasi kerja guru, terutama komponen kepercayaan
diri akan kemampuannya melaksanakan tugas dan komponen reaksi
emosional atas pelaksanaan tugas tersebut (Pintrich, 1990). Pemilihan
prosedur mengajar yang dianggap paling cocok ini juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang terpadu, seperti tujuan pembelajaran, kemampuan
siswa, kemahiran kerja guru dalam menerapkan metode mengajar, dan
ketersediaan fasilitas dan waktu belajar. Sesuai dengan karakteristik masing-
masing guru dan berbagai faktor lainnya yang mempengaruhi pemilihan
prosedur mengajar tersebut, penampilan mengajar antara guru yang satu
dengan yang lainnya berbeda, walaupun mereka menggunakan metode dan
peralatan yang sama.
Dari berbagai kegiatan siswa dan kegiatan guru dalam proses pembelajaran
di atas, keaktifan siswa dan keaktifan guru sesuai dengan prinsip-prinsip
CBSA dapat diidentifikasi dan kadar masing-masing keaktifan dapat
diperhitungkan. Kadar keaktifan siswa dan kadar keaktifan guru masing-
masing ditetapkan berdasarkan jumlah skor pemunculan seluruh indikator
variabel keaktifan siswa (untuk kadar keaktifan siswa) dan keaktifan guru
(untuk kadar keaktifan guru) dengan menggunakan skala penilaian 1-10.
Nilai dideskripsikan secara kualitatif seperti nilai rapor sekolah.
Secara umum, kadar keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA cukup tinggi,
dengan Ms = 6,373. Dengan SDM = 0,239 dan T.K. = 0,95 diestimasikan Mp =
5,905-6,841 (hampir cukup-cukup). Penyebaran nilai keaktifan siswa dari
yang tertinggi ke yang terendah: 10,00 (4%), 9,29 (2%), 8,57 (8%), 7,86
(10%), 7,14 (22%), 6,43 (16%), 5,71 (6%), 5,00 (16%), 4,29 (10%), 3,57 (6%),
dan 2,86 (2%).
Kadar keaktifan siswa pada kelas-kelas yang diobservasi tidak merata, ada
yang istimewa (nilai 10) dan ada yang buruk (nilai 2,86); 38% di bawah cukup
(nilai 5,71 ke bawah). Kadar keaktifan siswa yang di bawah cukup ini terjadi
karena beberapa sebab, seperti kebiasaan siswa belajar, semangat belajar,
dan ketersediaan fasilitas belajar. Ada siswa yang terbiasa belajar dengan
menghafalkan materi, kurang terangsang untuk menganalisis, memprediksi,
dan memecahkan masalah (Wardani, 2000). Hal ini terjadi karena guru
cenderung mendominasi kelas dengan menjelaskan materi terus-menerus.
Semangat siswa untuk bersekolah (terutama di pinggiran kota) belum tinggi
dan guru belum berhasil mengubahnya. Jam masuk sekolah lebih siang dan
pulangnya lebih cepat serta banyak siswa sering tidak masuk karena siswa
membantu orang tua mencari nafkah (banyak orang tua bekerja sebagai
petani kecil/buruh tani, buruh pabrik, dan nelayan). Rendahnya semangat
bersekolah ini mempengaruhi daya kritis dan kreativitas siswa dalam belajar.
Akhirnya, banyak SD (terutama di pinggiran kota) tidak memiliki alat
peraga/media dan bahan-bahan untuk percobaaan IPA yang memadai.
Pengadaan dana untuk penyediaan fasilitas cukup sulit. Ketersediaan alat
peraga/media dan bahan-bahan untuk percobaan mutlak diperlukan untuk
mengaktifkan siswa karena taraf berpikir siswa (terutama pada kelas rendah)
masih pada taraf operasi konkrit.
Secara umum, kadar keaktifan guru dalam pembelajaran IPA hampir cukup,
dengan Ms = 5,848. dengan SDM = 0,194 dan T.K. = 0,95 diestimasikan Mp =
5,468-6,228 (hampir cukup-cukup). Penyebaran nilai kadar keaktifan guru:
8,13 (2%), 7,50 (14%), 6,88 (24%), 6,25 (14%), 5,63 (12%), 5,00 (14%), 4,38
(8%), 3,75 (8%), 3,13 (14%), dan 2,50 (2%).
Bila dilihat secara keseluruhan, kadar keaktifan guru yang hanya hampir
cukup tentu kurang menggembirakan. Bila dilihat dari masing-masing proses
pembelajaran, 46% mendapatkan nilai hampir cukup ke bawah (5,63-2,50),
jumlah yang tidak kecil. Hal ini terjadi karena profesionalisme dan komitmen
kerja guru yang rendah. Dari guru yang diobservasi, masih 24% yang
berpendidikan SPG/sederajat, sementara lainnya Diploma II (65%), sarjana
muda (2%), dan sarjana (8%). Tidak sedikit kepala sekolah dan pengawas
TK/SD yang mengeluh bahwa banyak lulusan Diploma II tidak berbeda
dengan lulusan SPG dalam mengajar, setelah mereka berusaha mengajar
sebaik-baiknya waktu diuji praktik mengajar dan mendengarkan pesan
Kepala Kandepdiknas Kecamatan supaya penampilan mengajar yang baik
diteruskan di SD dalam tugas sehari-hari. Tidak sedikit guru yang tidak
membuat rencana pembelajaran yang baik untuk pedoman mengajarnya.
Dalam mengajar guru kurang mengembangkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah, guru cenderung memberikan materi untuk dihafalkan,
dan ada pula guru yang tidak menguasai materi yang diajarkan. Komitmen
kerja guru yang rendah dapat dilihat dari rendahnya kedisiplinan kerja guru,
banyak guru yang mengajar dengan santai. Mereka berorientasi pada
kepentingan diri sendiri, yaitu mengajar demi gaji bukan untuk kepentingan
siswa.
Secara lebih rinci sesuai dengan hal-hal pokok yang dibahas, kesimpulan di
atas dapat dijelaskan seperti dibawah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Eggen, P.D., & Kauchak, D.P. 1988. Strategies for Teachers: Teaching
Content and Thinking Skills (2nd ed.). New Yersey 07632: Prentice Hall.