Sie sind auf Seite 1von 14

JOURNAL READING

Antithyroid Drug Therapy for Graves Disease and Implication for


Rucurrance

Disusun oleh :
Nursahara Harahap 1608320190
Imas Putri Munthe 1608320189
Dini Lestari 1608320170
Khoirun Nisa Barus 1608320163

Dibimbing oleh:
Dr. Zulkhairi, Sp.PD, KGEH, FINASIM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS BHAYANGKARA TK.II MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN

2018

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala
berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal reading dengan judul
“Antithyroid Drug Therapy for Graves Disease and Implication for Rucurrance “ ini dengan
baik.
Penulis sadar untuk menulis ini tidak dapat dilakukan dengan sendiri, maka itu
penulis telah melibatkan beberapa orang lain untuk membantu, mendukung, dan memberikan
saran yang sangat berharga bagi penulis.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak memperoleh bimbingan, saran,
dukungan dari berbagai pihak dan arahan serta dorongan semangat sehingga jurnal rading ini
dapat diselesaikan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Zulkhairi, Sp.PD, KGEH, FINASIM, MARS sebagai
pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis mengucapkan
terima kasih.

Penulis berharap semoga laporan kasus ini menjadi sumbangsih kepada ilmu
pengetahuan khususnya dalam ilmu kedokteran dan dapat diterima serta memberikan
informasi kepada masyarakat umum.

Medan, 1 Maret 2018

Penulis

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

Abstrak

Pendahuluan

Strategi pengobatan ATD dan resiko kekambuhan

Faktor yang mempengaruhi untuk kekambuhan pada pasien GD

Pilihan pengobatan untuk kekambuhan pasien GD setelah pemberhentian ATD

Kesimpulan

Kritisi jurnal

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
Review Article

Terapi Obat Antithyroid untuk Penyakit Graves’ dan Implikasi untuk Berulang

Abstrak

Graves ' Disease (GD) adalah penyebab paling umum dari hipertiroid di seluruh dunia. Pilihan terapi
saat ini untuk GD termasuk obat antitiroid (ATD), yodium radioaktif, dan tiroidektomi. Pengobatan
ATD umumnya diterima dengan baik oleh pasien dan dokter karena beberapa keuntungan termasuk
normalisasi fungsi tiroid dalam waktu singkat, tidak menyebabkan hipotiroidisme, dan memperbaiki
gangguan kekebalan tubuh serta menghindari paparan radiasi dan prosedur invasif.Namun, tingkat
kekambuhan yang relatif tinggi merupakan perhatian utama untuk pengobatan ATD, yang dikaitkan
dengan beberapa faktor yang mempengaruhi seperti karakteristik klinis, strategi pengobatan, dan
faktor genetik dan lingkungan. Dari sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi tersebut, beberapa
dapat dimodifikasi namun ada juga yang tidak dapat dimodifikasi. Resiko kekambuhan dapat
dikurangi dengan menyesuaikan faktor yang dapat dimodifikasi sebanyak mungkin. Titrasi rejimen
selama 12 - 18 bulan adalah strategi optimal ATD. Pemberian levothyroxine setelah keberhasilan
pengobatan ATD tidak dianjurkan. Penambahan obat imunosupresif mungkin bisa membantu untuk
menurunkan tingkat kekambuhan pasien GD setelah pemberhentian ATD, sedangkan studi lebih
lanjut diperlukan untuk mengatasi keamanan dan keampuhan.Makalah ini mengkaji pengetahuan saat
pengobatan ATD dan terutama difokuskan pada faktor yang mempengaruhi kekambuhan pada pasien
GD dengan pengobatan ATD.

1. Pendahuluan

Graves ' Disease (GD) merupakan penyakit autoimun pada organ spesifik yang ditandai
dengan kelebihan produksi hormon tiroid pada sel folikel tiroid yang dihasilkan oleh
stimulasi hormon (TSH) antibodi reseptorthyroid-stimulating (TRAb). Hal ini adalah
penyebab paling umum dari hipertiroid di seluruh dunia. Pilihan terapi saat ini untuk GD
adalah Antithyroid Drug (ATD) , yodium radioaktif, dan tiroidektomi. Pengobatan ATD
memiliki banyak keuntungan, termasuk normalisasi fungsi tiroid dalam waktu singkat, tidak
menyebabkan hipotiroidisme, dan memperbaiki gangguan kekebalan tubuh serta menghindari
paparan radiasi dan prosedur invasif, sehingga umumnya diterima dengan baik oleh pasien
dan dokter. Namun, tingkat kekambuhan dipengaruhi oleh adanya perbedaan strategi
pengobatan, karakteristik klinis, dan faktor lingkungan dan genetik.

2. Strategi Pengobatan ATD dan Resiko Kekambuhan


2.1 Pemilihan Obat
ATD yang umum digunakan adalah methimazole dan propylthiouracil. Karbimazol
adalah ATD lain yang tersedia di beberapa daerah. Karbimazol memberikan efek
farmakologisnya dengan mengkonversi ke methimazole, sehingga memiliki efek
yang sama dengan methimazole. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
i
methimazole memiliki efek keampuhan lebih baik dan pemulihan kembali eutiroid
jauh lebih cepat dari pada propylthiouracil, tetapi tingkat kekambuhan setelah
pemberhentian sebanding antara kedua obat ini pada pasien GD. Efek samping dari
ATD umumnya ringan seperti ruam, pruritus, metallic taste, arthralgia, dan
kerusakan hati.Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa ruam lebih umum
dengan pengobatan methimazole, sedangkan efek samping dominan dari
propylthiouracil adalah kerusakan hati. Pengobatan ATD juga memiliki beberapa
efek samping seperti agranulositosis dan hepatotoksisitas berat. Methimazole
memiliki durasi kerja yang lebih panjang dan memiliki lebih sedikit efek samping
dibandingkan dengan propylthiouracil. Dengan demikian, methimazole
direkomendasikan sebagai obat pilihan untuk pasien GD oleh pedoman ATA
kecuali untuk wanita hamil selama trimester pertama.
2.2 Rejimen Pengobatan
Ada dua rejimen dari ATD yaitu titrasi-blok dan block-replacement rejimen.
Titrasi-blok rejimen yaitu dosis ATD dititrasi dari dosis awal dengan dosis
terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid, dan rejimen block-replacement
dimulai dengan dosis standar ATD dan penambahan levothyroxine. Dosis awal
ATD tergantung pada beratnya hipertiroid. Pasien dengan hipertiroidisme ringan
mulai dengan methimazole 10 – 15 mg perhari, sedangkan 20 - 40mg setiap hari
diberikan kepada pasien dengan hipertiroidisme berat. Sebuah meta-analisis terbaru
dari Cochrane menunjukkan bahwa kedua rejimen memiliki tingkat kekambuhan
yang sama, tetapi block-replacement rejimen menyebabkan relatif lebih banyak
efek samping.
2.3 Durasi Pengobatan
Durasi pengobatan ATD juga berdampak pada risiko kekambuhan pasien GD.
Sekitar 20 tahun yang lalu, sebagian besar pasien GD dilakukan pengobatan
dengan ATD selama 6 bulan. Baru-baru ini, semakin banyak bukti telah
menunjukkan bahwa pengobatan ATD selama 12 - 18 bulan mengarah ke
prognosis yang lebih baik dari pada pengobatan 6 bulan. Hasil dari meta-analisis
ini menunjukkan bahwa pemberian 12 bulan rejimen titrasi memiliki tingkat
kekambuhan lebih rendah dari pada rejimen 6 bulan, tetapi memperpanjang
pengobatan lebih 18 bulan tidak memberikan manfaat lebih banyak. Selain itu,
mengingat tingkat kekambuhan tinggi setelah penghentian obat, beberapa studi

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
bahkan menganjurkan pengobatan terus menerus dengan ATD dosis rendah untuk
pasien GD. Mereka mengusulkan bahwa perawatan jangka panjang dosis rendah
ATD memiliki efek lebih kuat untuk mencegah kekambuhan. Namun, karena cek
darah berselang dan biaya medis yang lebih tinggi selama pemeliharaan ATD
jangka panjang, rejimen titrasi selama 12 - 18 bulan masih dianggap sebagai
strategi optimal ATD.
2.4 Pemberian levothyroxine setelah Pengobatan ATD.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa levothyroxine tidak mencegah
kekambuhan hipertiroidisme pada pasien GD setelah pengobatan ATD. Penelitian
bahkan mengamati bahwa pemberian levothyroxine setelah pengobatan ATD
dikaitkan dengan peningkatan risiko kekambuhan pasien GD. Dengan demikian,
pemberian levothyroxine setelah pengobatan ATD tidak dianjurkan.
2.5 Penggunaan Obat imunosupresif untuk Standard Pengobatan ATD.
Obat-obat imunosupresif pada pasien GD yaitu kortikosteroid dan obat
noncorticosteroid. Sebuah meta-analisis ini menunjukkan penurunan resiko
kekambuhan ketika obat imunosupresif ditambahkan ke standar pengobatan ATD
pada pasien GD. Dalam meta-analisis, tingkat kekambuhan keseluruhan pada
pasien GD menerima penambahan obat imunosupresif adalah 23,5%, yang
signifikan lebih rendah dari 59,1% pada pasien GD yang hanya diobati dengan
ATD. Namun terdapat pertimbangan yaitu studi menangani pengobatan
imunosupresif untuk GD selalu kecil, single-center , dan dengan kualitas rendah
sampai sedang dan berisiko tinggi bias. Selain itu efek samping obat imunosupresif
tidak boleh diabaikan. Efek samping kortikosteroid termasuk kelainan tulang,
gangguan metabolisme, dan atrofi otot, dan rituximab dikaitkan dengan
leukopenia, ruam, infeksi ringan, menggigil, dan demam.

3. Faktor yang mempengaruhi untuk Kekambuhan pada pasien GD

3.1 Kondisi umum


Insiden GD meningkat seiring bertambahnya usia dan kemudian stabil setelah
usia 30 tahun. Hal ini dikarenakan pasien GD yang lebih muda memiliki
gangguan kekebalan tubuh yang lebih parah. Studi sebelumnya menunjukkan
bahwa pasien yang lebih muda memiliki respon yang relatif sedikit untuk ATD
dan sering memiliki prognosis yang buruk dan risiko kekambuhan lebih tinggi.
Sebuah penelitian menemukan bahwa pasien GD lebih muda dari 40 tahun
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
i
memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi dibandingkan pasien yang lebih tua.
Wanita memiliki insiden yang lebih tinggi menderita GD daripada laki-laki.
Alasan untuk perbedaan insiden gender tidak jelas dan mungkin terkait dengan
berbagai hormon seks. Estrogen mempengaruhi fungsi sel-B dan mengatur sistem
kekebalan tubuh. Pada pasien GD, tingkat estradiol meningkat terkait dengan
positif dari TRAb. Meskipun kejadian GD lebih tinggi pada wanita, tetapi pada
laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk kambuh setelah pemberhentian ATD.
Resiko tinggi kekambuhan pada pasien GD laki-laki mungkin terkait dengan
ukuran gondok lebih besar dan latar belakang genetik. Beberapa studi
menunjukkan bahwa perokok memiliki risiko kekambuhan lebih tinggi
dibandingkan bukan perokok pada pasien GD setelah pemberhentian ATD.

3.2 Parameter biokimia


Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kadar serum T3 dan rasio FT3 / FT4
pada awal GD mempengaruhi hasil pengobatan ATD pada pasien GD. Pasien
dengan hipertiroidisme ringan dapat mencapai remisi setelah hanya pengobatan
dengan beta blocker. Namun, pasien dengan kadar serum T3 lebih tinggi dan rasio
FT3 / FT4 memiliki risiko kekambuhan yang relatif lebih tinggi, sehingga mereka
sering membutuhkan dosis awal yang lebih tinggi dan durasi pengobatan yang
lebih lama. Selain itu, rasio T3 / T4 tinggi selama pemberhentian ATD juga
memprediksi risiko kekambuhan lebih tinggi pada pasien GD. Durasi terapi harus
berkepanjangan pada pasien dengan rasio T3 tinggi/ T4 bahkan setelah 12 - 18
bulan pengobatan ATD.

3.3 Parameter kekebalan tubuh


Tingkat TRAb lebih tinggi mengisyaratkan gangguan kekebalan tubuh yang
parah. Pasien dengan tingkat TRAb yang lebih tinggi pada saat diagnosis GD
memiliki peningkatan risiko kekambuhan yang signifikan, sementara pasien
TRAb-negatif sering memiliki prognosis yang lebih baik dan rentan terhadap
remisi jangka panjang. Risiko kekambuhan lebih tinggi pada pasien GD TRAb-
positif pada saat penarikan obat.
GD dan Hashimoto's tiroiditis adalah dua penyakit autoimun utama penyakit
tiroid. Studi epidemiologi sebelumnya menunjukkan bahwa GD dapat bersamaan

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
dengan Hashimoto's tiroiditis. Autoantibodi peroksidase(TPOAb) dan / atau
antibodi tiroglobulin (TgAb) adalah tanda utama dari Hashimoto's tiroiditis.
Beberapa studi telah mengevaluasi hubungan antara positif dari TgAb / TPOAb
dan risiko kekambuhan pada pasien GD.

3.4 Ukuran gondok.


Ukuran gondok yang besar merupakan manifestasi klinis utama pasien GD.
Pasien GD dengan penurunan ukuran gondok yang signifikan setelah pengobatan
ATD cenderung memiliki tingkat kesembuhan yang lebih tinggi. Studi ini
menunjukkan bahwa ukuran gondok membesar pada saat diagnosis GD dan
pemberhentian obat dikaitkan dengan risiko kekambuhan lebih tinggi.

3.5 Graves' Orbitopathy.


Graves' orbitopathy terdapat sekitar 30% dari pasien dengan diagnosis GD.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pasien dengan Graves'
orbitopathy memiliki risiko kekambuhan lebih tinggi dari GD setelah
pemberhentian ATD. Sebuah studi oleh Eckstein et al bahkan menemukan bahwa
tingkat remisi pasien GD dengan Graves' orbitopathy berat hanya 7%. Bahkan
dengan tingkat kekambuhan lebih tinggi, pengobatan ATD masih merupakan
pilihan terapi untuk pasien GD dengan Graves ' orbitopathy karena hasil yang
lebih baik untuk Graves' orbitopathy, yang mungkin terkait dengan status eutiroid
stabil dan penurunan tingkat TRAb. Studi terbaru menunjukkan bahwa dosis
rendah yang berkepanjangan pengobatan ATD berkontribusi untuk hasil yang
lebih baik pada pasien GD dengan Graves' orbitopathy.
3.6 Faktor genetik.
Faktor genetik berperan dalam patogenesis GD. Studi terbaru menemukan
bahwa kedua sitotoksik faktor 4 (T-limfosit terkait CTLA4) rs231775 dan
polimorfisme rs231779 dikaitkan dengan kekambuhan pada pasien GD setelah
pemberhentian ATD di Asia. Pada pasien Kaukasia dengan GD, risiko
kekambuhan setelah pemberhentian ATD dilaporkan berhubungan dengan
polimorfisme HLA DQA2, HLA DRB1 * 03, dan HLA DQB1 * 02. Daerah HLA
berisi beberapa gen respon imun dan polimorfisme HLA ini mungkin
mempengaruhi hasil pasien GD dengan mengatur sistem kekebalan tubuh. Selain

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
itu, beberapa studi juga menjelajahi hubungan antara risiko kekambuhan dan
polimorfisme, termasuk T393C SNP gen Galphas ( GNAS1), CD40 (rs745307,
rs11569309, dan rs3765457), dan E33SNP dari tiroglobulin ( Tg) (Tg E33SNP)
pada pasien GD setelah pemberhentian ATD.
3.7 Faktor lingkungan.
Stres adalah salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kekambuhan
pasien GD setelah pengobatan ATD. Sebuah penelitian di Jepang menunjukkan
bahwa gempa 2004 dikaitkan dengan kambuhnya GD pada pasien. Dalam sebuah
studi prospektif yang mengevaluasi risiko kekambuhan GD pada pasien, total skor
stres pada peristiwa besar kehidupan adalah signifikan jauh lebih tinggi pada
kelompok kekambuhan dibandingkan kelompok remisi. Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa pasien GD dengan gangguan kejiwaan seperti depresi dan
hypochondriasis memiliki risiko kekambuhan lebih tinggi dibandingkan pasien
GD tanpa gangguan tersebut. Dengan demikian, mengurangi stres sebanyak
mungkin adalah cara penting untuk meningkatkan prognosis pasien GD dengan
pengobatan ATD.
Asupan yodium adalah faktor lain lingkungan. Yodium merupakan substrat
utama untuk sintesis hormon tiroid. Dalam thyrocytes, peningkatan kadar yodium
dipromosikan degradasi ATD dan mengurangi penyerapan ATD. Beberapa studi
sebelumnya menunjukkan bahwa suplementasi yodium tinggi meningkatkan
kekambuhan dari GD. Pemberian dosis farmakologis yodium menyebabkan
timbulnya hipertiroidisme pada pasien GD eutiroid setelah pemberhentian ATD.
Namun, penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan pada
daerah cukup yodium tidak lebih tinggi daripada daerah yang rendah yodium pada
pasien GD setelah pemberhentian ATD. Dalam sebuah studi Korea baru-baru ini,
yodium berlebihan tidak di mempengaruhi hasil dari GD. Studi tersebut
menunjukkan bahwa pembatasan diet yodium mungkin tidak diperlukan untuk
pasien GD setelah pemberhentian ATD. Selain itu, penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa perubahan diet dari rendah yodium sampai asupan yodium
tinggi meningkatkan tingkat kekambuhan pada pasien GD setelah pengobatan
ATD.
Selain itu, kadar vitamin D dan selenium mempengaruhi hasil pasien GD
setelah pengobatan ATD. Vitamin D telah ditunjukkan sebagai modulator imun.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
Sebuah studi hewan menunjukkan bahwa vitamin D diatur TSH reseptor imunisasi
di BALB/c pada tikus. Dan vitamin D analog juga menunjukkan efek
penghambatan di dalam respon inflamasi pada sel tiroid manusia dan sel T.
Pengobatan ATD menyebabkan penurunan lebih besar dalam TRAb pada pasien
GD dengan kadar vitamin D yang normal dibandingkan dengan pada pasien GD
dengan penurunan kadar vitamin D. Selenium merupakan elemen komponen lain
dari fungsi tiroid. Sebagai komponen dasar glutathione peroxidase dan
selenodeiodinaseiodothyronine, defisiensi selenium mungkin berdampak pada
konversi T4 ke T3dan produksi radikal bebas. Hubungan antara pasokan selenium
yang tidak memadai dan GD telah ditemukan oleh banyak penelitian. Selain itu,
penurunan kadar selenium serum juga berhubungan dengan gangguan kekebalan
tubuh yang parah dan kejadian Graves' orbitopathy. Tingkat selenium serum
tinggi juga terbukti berhubungan dengan tingkat remisi lebih tinggi pada pasien
GD.

4. Pilihan Pengobatan untuk kekambuhan Pasien GD Setelah Pemberhentian ATD

Kebanyakan dokter akan merekomendasikan yodium radioaktif atau tiroidektomi


untuk pasien GD berulang. Namun, beberapa studi terbaru menemukan bahwa
dibandingkan dengan yodium radioaktif atau tiroidektomi, dosis rendah pengobatan
ATD yang berkepanjangan bila dipertahankan dapat mempertahankan keadaan
eutiroid yang stabil dan meminimalkan risiko efek samping. Sebuah studi klinis
prospektif baru-baru ini menunjukkan bahwa pengobatan ATD mencapai tingkat
kesembuhan yang lebih tinggi pada pasien GD berulang, dan dosis obat penghentian
jauh lebih rendah dari methimazole (2,5 mg qod) meningkatkan tingkat remisi
permanen. Dalam penelitian terbaru, selama jangka panjang tindak lanjut (hingga 7
tahun), pengobatan dosis rendah berkepanjangan methimazole aman dan efektif dan
dengan komplikasi yang lebih sedikit dan mengurangi biaya pada pasien GD
berulang. Hal ini juga memberikan kontribusi untuk hasil yang lebih baik dari Graves'
orbitopathy dan frekuensi yang lebih rendah dari disfungsi tiroid dibandingkan
yodium radioaktif. Dengan demikian, lama-dosis rendah pengobatan methimazole
mungkin menjadi alternatif yang baik untuk pasien GD berulang yang menolak
yodium radioaktif atau tiroidektomi.

5. Kesimpulan
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
i
Kekambuhan pada pasien GD dengan pengobatan ATD dikaitkan dengan beberapa di
faktor yang berpengaruh seperti karakteristik klinis, strategi pengobatan, dan faktor
genetik dan lingkungan. Dari sejumlah faktor tersebut yang mempengaruhi, beberapa
dapat dimodifikasi namun ada juga yang tidak dapat dimodifikasi. Resiko
kekambuhan dapat dikurangi dengan menyesuaikan faktor yang mampu dimodifikasi
sebanyak mungkin. Jika evaluasi kekambuhan berdasarkan faktor yang tidak dapat
dimodifikasi sangat menunjukkan risiko tinggi kekambuhan, pengobatan definitif
seperti yodium radioaktif atau tiroidektomi dianggap sebagai pendekatan terapi yang
tepat. Namun, pengobatan jangka panjang dosis rendah methimazole mungkin
menjadi alternatif yang baik untuk pasien GD dengan risiko kekambuhan tinggi
karena keamanan dan keampuhan. Penambahan obat imunosupresif mungkin bisa
membantu untuk menurunkan tingkat kekambuhan pasien GD setelah pemberhentian
ATD, sedangkan studi lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi keamanan dan
keampuhan. Studi prospektif lebih lanjut skala besar juga dibutuhkan untuk
mengamati apakah pemberian vitamin D dan selenium dapat membawa manfaat.

Konflik kepentingan
Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
CRITICAL APPRAISAL WORKSHEET
REVIEW ARTICLE
Critical Appraisal Worksheet : Review Article (Reviews)
PICO
 P (Patient) :-
 I (Intervention) :-
 C (Comparison) : penggunaan ATD (methymazole, PTU, karbimazole),
penggunaan imunosupressan dan faktor resiko yang mempengaruhi
 O (Outcome) :
● methimazole memiliki efek keampuhan lebih baik dan
pemulihan kembali eutiroid jauh lebih cepat,
● tingkat kekambuhan pada pasien GD menerima penambahan
obat imunosupresif lebih rendah
● faktor resiko yang mempengaruhi kekambuhan yaitu usia
muda, laki-laki, perokok, kadar T3/T4 yang tinggi, pembesaran
kelenjar gondok, grave orbitopathy, sitotoksik faktor 4 (T-
limfosit terkait CTLA4) rs231775 dan polimorfisme rs231779,
dan stres.

SCREENING
 Does the study question Ya, ulasan ini sesuai dengan
match your question ? pertanyaan saya mengenai terapi
ATD dan implikasi untuk
kekambuhan
 Was the study design
appropriate ?
 Is it unlikely that important -
relevant studies were missed

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara


i
?
 Was the validitas of included Tidak, validitas tidak dicantumkan
studies appraises? pada ulasan ini atau validitas tidak
diikut sertakan.
 Were assement of studies -
reproducible ?
 Were result similar from Ya, sesuai dengan beberapa studi
study to study ? lain.
RESULT
 Kekambuhan pada pasien GD dengan pengobatan ATD dikaitkan
dengan beberapa di faktor yang berpengaruh seperti karakteristik
klinis, strategi pengobatan, dan faktor genetik dan lingkungan.
 Dari sejumlah faktor tersebut yang mempengaruhi, beberapa dapat
dimodifikasi namun ada juga yang tidak dapat dimodifikasi.
 Pengobatan jangka panjang dosis rendah methimazole menjadi
alternatif yang baik untuk pasien GD dengan risiko kekambuhan
tinggi karena keamanan dan keampuhan.
 Penambahan obat imunosupresif mungkin bisa membantu untuk
menurunkan tingkat kekambuhan pasien GD setelah
pemberhentian ATD
 Studi prospektif lebih lanjut skala besar juga dibutuhkan untuk
mengamati apakah pemberian vitamin D dan selenium dapat
membawa manfaat.
APPLY
Can the result be applied to Ya, bisa.
my patient (care) ?
Were all clinically important Ya, bukti klinis yang dijelaskan
outcomes considered ? pada ulasan ini dapat
dipertimbangkan untuk
mengurangi tingkat kekambuhan
pada pasien GD.
Are the benefits worth the Tidak diketahui pembiayaan pada
harms and costs ? revies article ini.
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
i
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
i

Das könnte Ihnen auch gefallen