Sie sind auf Seite 1von 25

MINI-CEX

FISTULA PREAURICULAR

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Pendidikan Profesi Dokter


Stase Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher
RSUD Tidar Kota Magelang

Diajukan Kepada :
dr. M. Chrisma P, Msi.Med., Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Redhy Satya C. Arifin Nugroho
(20110310186) (20130310058)

SMF BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN DAN KEPALA LEHER


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. N
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Mungkid, Kab. Magelang
Tanggal pemeriksaan : 18 Mei 2018

B. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Benjolan di telinga kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Tidar Kota Magelang dengan keluhan adanya
benjolan di telinga sebelah kiri. Benjolan di telinga kiri muncul kurang lebih sejak 6
bulan yang lalu. Sekitar 1 bulan terakhir benjolan mulai terasa nyeri dan
mengeluarkan cairan seperti nanah. Pasien sudah periksa ke puskesmas setempat, di
puskesmas dilakukan penutupan luka kemudian diberikan antibiotik dan analgetik.
Namun setelah kurang lebih 1 minggu pasien mengaku tidak ada perubahan sehingga
memutuskan untuk berobat ke poli THT RSUD Tidar Kota Magelang. Saat ditanya
pasien mengaku tidak ada riwayat trauma maupun terkena luka sebelumnya. Setelah
di lakukan pemeriksaan di poli THT pasien dianjurkan untuk mondok untuk
penanganan lebih lanjut.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien menyangkal
riwayat hipertensi, penyakit jantung maupun DM.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal yang sama. HT (-), DM (-)
E. Riwayat Personal Sosial
Pasien dengan status ekonomi cukup
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital sign : TD: 110/80 mmHg
Nadi: 80x/menit
Suhu: 36 oC
d. Aktivitas : Normoaktif
e. Kooperativitas : Cukup
f. Status Gizi : Cukup
g. Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
h. Thoraks : Simetris, tidak ada retraksi.
i. Paru : SDV +/+
j. Jantung : S1/S2 reguler
k. Abdomen : Supel, nyeri tekan (-)
l. Kulit : Sianosis (-), ikterik (-)
m. Ekstremitas : Akral hangat, edem tungkai (-/-)

2. Status Lokalis (THT)


Telinga Dextra Sinistra
Tragus Nyeri tekan (-), edema Nyeri tekan (-), edema
(-) (-)
Aurikula Normotia, hematoma (- Edema(+), nyeri tarik
), nyeri tarik aurikula (-)
aurikula (+), pus(+),
hiperemis(+)
Liang Telinga Lapang, serumen (+), Lapang, serumen (+),
hiperemis (-), edema (-), hiperemis (-), edema (-),
otorhea (-) otorhea (-)
Membran Timpani Intak : retraksi (-), Intak : retraksi (-),
bulging (-), edema (-), bulging (-), edema (-),
cone of light (+) cone of light (+)

Hidung Dextra Sinistra


Bentuk Simetris Simetris
Mukosa Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Sekret - -
Cavum Nasi - -
Konka Inferior Hipertrofi Hipertrofi
Polip - -
Massa - -
Dischare - -
Septum Nasi Ditengah, tidak ada deviasi, perdarahan (-)

Tenggorokan Dextra Sinistra


Tonsil T1 T1
DPP Hiperemi (-)
Uvula Ditengah, hiperemi (-), edema (-), bentuk normal

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi
Lekosit 8.1 4.5-11 Ribu/ul
Eritrosit 4.9 4.50-6.5 Juta/ul
Hemoglobin 13.2 11.5-16.5 g/dl
Hematokrit 38.7 40-54 Vol%
Trombosit 300 150-450 Ribu/ul
MCV 78.8 76-96 Fl
MCH 26.9 27.5-32 Pg
MCHC 34.1 30-35 g/dl
CT 4’00” 1-10 Menit
BT 2’00” 2-7 menit
Hitung Jenis
Eosinofil% 1 1-6 %
Basofil% 0 0.0-1.0 %
Limfosit% 39 20-45 %
Monosit% 5 2-10 %
Neutrofil% 55 40-75 %
Kimia Klinik
GDS 95 70-140 mg/dL
Imunologi/Serologi
HBs Ag (Rapid) Negatif Negarif

E. DIAGNOSIS BANDING
-
F. DIAGNOSIS KERJA
Fistula Preauricular Sinistra
Abses Preauricular Sinistra
G. TERAPI
 Inf. Asering 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
 Inj. Dexametason 3x1 amp
 Program Operasi Fistulektomi
 Inj. Ketorolac 3x30 mg (Post OP)

H. EDUKASI

 Kompres hangat
 Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga.
 Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang, dengan
tujuan eradikasi kuman penyebab dapat tercapai, dan tidak sampai
menimbulkan resistensi serta komplikasi.
 Jika keluhan berulang, sehingga mengganggu aktivitas, pertimbangkan untuk
tindakan bedah.
 Pasien hendaknya kontrol ke dokter untuk dievaluasi.
BAB II
PENDAHULUAN

Fistula preaurikular terjadi ketika pembentukan daun telinga pada masa embrio.
Kelainan ini berupa gangguan embrional pada arkus brakial 1 dan 2. Fistula preaurikular
sering ditemukan pada suku bangsa di Asia dan Afrika, yang merupakan kelainan herediter
yang dominan.Fistula preaurikular juga biasa disebut sebagai sinus preaurikular atau pit
preaurikular.
Kelainan ini seringkali ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa lubang kecil yang
mengarah ke telinga luar, biasanya pada tepi anterior dari bagian ascending heliks. Kelainan
ini sering dilaporkan terjadi pada permukaan lateral crus heliks dan tepi posterosuperior dari
heliks, tragus atau lobulus. Secara anatomi, kelainan ini terletak pada lateral dan superior dari
nervus fasialis dan kelenjar parotis. Fistula dapat ditemukan didepan tragus atau di sekitarnya
dan seringkali mengalami infeksi. Pada keadaan tenang, tampak muara fistula berbentuk
bulat atau lonjong, berukuran seujung pensil. Dari muara fistula sering keluar sekret yang
berasal dari kelenjar sebasea.
Fistula preaurikular diturunkan secara autosomal dominan inkomplit. Kelainan ini
dapat muncul secara spontan. Fistula dapat terjadi secara bilateral, terjadi pada 25-50%
kasus. Pada kasus yang terjadi secara unilateral, preaurikular kiri lebih sering terkena.
Biasanya pasien datang karena terdapat obstruksi dan infeksi fistula, sehingga terjadi
pioderma atau selulitis fasial. Bila tidak ada keluhan, operasi tidak perlu dilakukan. Akan
tetapi apabila terdapat abses berulang dan pembentukan sekret kronis, maka perlu dilakukan
pengangkatan fistula seluruhnya, karena bila tidak bersih akan menyebabkan kekambuhan.
BAB III
PEMBAHASAN

Anatomi Telinga Luar


Secara garis besar telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam. Telinga luar dimulai dari daun telinga (aurikula), meatus akustikus
eksterna, hingga membran timpani. Telinga tengah meliputi cavum timpani yang didalamnya
terdapat ossikula auditorik. Telinga dalam terdiri dari labirin cochlea dan labirin vestibularis.

Gambar 1. Potongan coronal telinga. Telinga terbagi menjadi 3 bagian yaitu: (1) telinga luar
terdiri atas aurikula dan meatus akustikus eksterna, (2) telinga tengah yang terdiri dari cavum
timpani dan ossikula auditorik, dan (3) telinga dalam yang terdiri dari labirin cochlear dan
labirin vestibular.

Daun Telinga
Daun telinga terletak di kedua sisi kepala, merupakan lipatan kulit dengan dasarnya
terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang telinga bagian luar. Hanya cuping
telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi terdiri dari jaringan lemak
dan jaringan fibrosa.
Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang datar.Tepi daun
telinga yang melengkung disebut heliks. Pada bagian postero-superiornya terdapat tonjolan
kecil yang disebut tuberkulum telinga (Darwin tubercle). Pada bagian anterior heliks terdapat
lengkungan disebut antiheliks. Bagian superior antiheliks membentuk dua buah krura
antiheliks, dan bagian di kedua krura ini disebut fosa triangularis. Di atas kedua krura ini
terdapat fossa skafa.
Di depan antiheliks terdapat konka, yang terdiri atas bagian yaitu simba konka, yang
merupakan bagian antero superior konka yang ditutupi oleh crus helicis dan kavum konka
yang terletak dibawahnya berseberangan dengan konka dan dibawah crus helicis terdapat
tonjolan kecil berbentuk segi tiga tumpul yang disebut tragus. Bagian di seberang tragus dan
terletak pada batas bawah antiheliks disebut antitragus. Tragus dan antitragus dipisahkan oleh
celah intertragus. Lobulus merupakan bagian daun yang terletak dibawah antiheliks yang
tidak mempunyai tulang rawan dan terdiri dari jaringan ikat dan jaringan lemak. Di
permukaan posterior daun telinga terdapat juga tonjolan dan cekungan yang namanya sesuai
dengan anatomi yang membentuknya yaitu sulkus heliks, sulkus crus helicis, fossa antiheliks,
eminensia konka dan eminensia skafa.
Rangka tulang rawan daun telinga dibentuk oleh lempengan fibrokartilago elastik.
Tulang rawan tidak terbentuk pada lobulus dan bagian daun telinga diantara crus helicis dan
tulang rawan daun telinga ini ditutupi oleh kulit dan hubungkan dengan struktur di sekitarnya
oleh ligametum dan otot-otot. Tulang rawan daun telinga berhubungan dengan tulang rawan
liang telinga melalui bagian yang disebut isthmus pada permukaan posterior dimana
perlekatannya tidak terlalu erat karena ada lapisan lemak subdermis yang tipis. Kulit daun
telinga ditutupi oleh rambut-rambut halus yang mempunyai kelenjar sebasea pada
akarnya.Kelenjar ini banyak terdapat dikonka dan fossa skafa.
Ligamentum daun telinga terdiri dari ligamentum ekstrinsik dan ligamentum intrinsik.
Ligamentum ekstrinsik menghubungkan tulang rawan daun telinga dan tulang temporal.
Ligamentum intrinsik berukuran kecil dan menghubungkan bagian-bagian daun telinga satu
sama lain.
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah otot intrinsik. Otot
ekstrinsik terdiri m.aurikularis anterior, m.aurikularis superior dan m.aurikularis posterior.
Otot-otot ini menghubungkan daun telinga dengan tulang tengkorak dan kulit kepala. Otot-
otot ini bersifat rudimenter, tetapi pada beberapa orang tertentu ada yang masih mempunyai
kemampuan untuk menggerakan daun telinganya keatas dan kebawah dengan menggerakan
otot-otot ini. Otot intrinsik terdiri dari m.heliksis mayor, m.heliksis minor, m.tragikus,
m.antitragus, m.obliqus aurkularis dan m.transversus aurikularis. Otot-otot ini
menghubungkan bagian-bagian daun telinga.
Persarafan sensorik daun telinga ada yang berasal dari pleksus servikalis yaitu :
n.aurikularis magnus bersama dengan cabang kutaneus n.fasialis mempersarafi permukaan
posterior dan anterior dan bagian posterior. Nervus oksipitalis mempersarafi bagian atas
permukaan posterior daun telinga. Nervus aurikulotemporalis merupakan cabang
n.mandibularis memberikan persarafan daerah tragus, crus helicis dan bagian atas heliks.
Bentuk dari kulit, tulang rawan dan otot pada suatu keadaan tertentu dapatmenentukan
bentuk dan ukuran dari orifisium liang telinga bagian luar, serta menentukan sampai sejauh
mana serumen akan tertahan dalam liang telinga disamping itu mencegah air masuk kedalam
liang telinga.

Gambar 2. Auricula

Liang Telinga Luar


Liang telinga luar yang sering disebut meatus, merupakan suatu struktur berbentuk
“S“ yang panjangnya kira-kira 2,5 cm, membentang dari konka telinga sampai membran
timpani. Oleh karena kedudukan membran timpani miring menyebabkan liang telinga bagian
belakang atas lebih pendek kira-kira 6 mm dari dinding anterior inferior. Bagian lateral liang
telinga adalah tulang rawan meluas kira-kira ½ panjang liang telinga. Bagian tulang rawan
liang telinga luar sedikit mengarah keatas dan kebelakang dan bagian tulang sedikit kebawah
dan kedepan. Penarikan daun telinga kearah belakang atas luar, akan membuat liang telinga
cenderung lurus sehingga memungkinkan terlihatnya membran timpani pada kebanyakan
liang telinga. Dinding depan, dasar dan sebagian dinding belakang dari liang telinga dibentuk
oleh tulang rawan yang mana terbentuk penyempitan depan bawah, bila meluas kemedia.
Ujung sebelah dalam dari jalur ini melekat erat dengan permukaan luar yang kasar dari
bagian tulang liang telinga. Bagian superior dan posterior dibentuk oleh jaringan ikat padat
yang berlanjut dengan prosteum dari bagian tulang liang telinga.
Liang telinga bagian tulang rawan sangat lentur dan fleksibel sebagian akibat adanya
dua atau tiga celah tegak lurus dari santrorini pada dinding tulang rawan. Pada liang telinga
bagian tulang ada bagian daerah cembung yang bervariasi dari dinding anterior dan inferior
tepat dimedial persambungan antara bagian tulang dan disebut ishmus. Sesudah ishmus, dasar
liang telinga menurun tajam ke bawah dan kemudian menaik keatas kearah persambungan
pinggir inferior anulus timpanikus, membentuk lekukan yang disebut recensus tympanicus
inferior. Sudutyang dibentukdinding anterior dengan membran timpani juga memiliki
kepentingan klinis, dimana daerah ini dapat menjadi tempat penumpukan keratin atau
serumen yang nantinya dapat bertindak sebagai sumber infeksi. Hubungan antara liang
telinga dengan struktur sekelilingnnya juga mempunyai arti klinis yang penting. Dinding
anterior liang telinga kearah medial berdekatan dengan sendi temporomandibular dan ke
lateral dengan kelenjar parotis.
Dinding inferior liang telinga juga berhubungan erat dengan kelenjar parotis.
Dehisensis pada liang telinga bagian tulang rawan (fissure of Santorini) memungkinkan
infeksi meluas dari liang telinga luar kedalam parotis dan sebaliknya pada ujung medial
dinding superior liang telinga bagian tulang membentuk lempengan tulang berbentuk baji
yang disebut tepi timpani dari tulang temporal, yang mana memisahkan lumen liang telinga
dari epitimpani. Dinding superior liang telinga bagian tulang, disebelah medial terpisah dari
epitimpani oleh lempengan tulang baji kearah lateral suatu lempengan tulang lebih tebal
memisahkan liang telinga dari fossa kranii medial. Dinding posterior liang telinga bagian
tulang terpisah dari sel udara mastoid oleh suatu tulang tipis. Bentuk dari daun telinga dan
liang telinga luar menyebabkan benda asing serangga dan air sulit memasuki liang telinga
bagian tulang dan mencapai membran timpani. Orifisiumdan liang telinga luar yang kecil dari
tumpang tindih antara tragus dan antitragus merupakan garis pertahanan pertama terhadap
kontaminasi dari liang telinga dan trauma membran timpani. Garis pertahanan kedua
dibentuk oleh tumpukan massa serumen yang menolak air, yang mengisi sebagian liang
telinga bagian tulang rawan tepat dimedial orifisium liang telinga. Garis pertahanan ketiga
yaitu bagian tulang rawan dan bagian tulang liang telinga, hal ini karena dinding liang telinga
yang cembung. Penyempitan ini membuatserumen menumpuk atau benda asing sulit
memasuki lumen liang telinga bagian tulang dan membran timpani.

Kulit liang telinga


Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan lapisan kulit
pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang telinga merupakan
lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan luar membran timpani.
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada pars cartilagineus daripada pars osseus. Pada
liang telinga pars cartilagineus tebalnya 0,5 – 1 mm, terdiri dari lapisan epidermis dengan
papillanya, dermis dan subkutan yang melekat dengan perikondrium.
Lapisan kulit liang telinga pars osseus lebih tipis, tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak
mengandung papilla, melekat erat dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut
menjadi lapisan luar dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani dan
tulang. Kulit pada daerah ini tidak mengandung kelenjar dan rambut.
Epidermis dari liang telinga pars cartilagineus biasanya terdri dari 4 lapisan yaitu sel
basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.

Folikel-folikel Rambut

Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga, pendek dan
tersebar secara tidak teratur,tetapi tidak begitu banyak pada 2/3 liang telinga pars
cartilagineus. Pada liang telinga pars osseus, rambut-rambutnya halus dan kadang-kadang
terdapat kelenjar pada dinding posterior dan superior. Dinding luar folikel rambut dibentuk
oleh invaginasi epidermis yang menipis ketika mencapai dasar folikel, dinding sebelah dalam
folikel adalah rambut sendiri. Ruang potensial yang terbentuk disebut kanalis folikularis.
Kelenjar sebasea atau kelenjar lemak banyak terdapat pada liang telinga dan hampir
semuanya bermuara ke folikel rambut.

Kelenjar-Kelenjar Sebasea dan Apokrin


Kelenjar sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran
diameternya 0,5 -2,2 mm. Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang
rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut. Pada bagian luar liang telinga
bagian tulang rawan, kelenjar sebasea menjadi lebih kecil, berkurang jumlahnya dan lebih
jarang atau tidak ada sama sekali pada kulit liang telinga bagian tulang. Kelenjar sebasea
terletak secara berkelompok pada bagian superfisial kulit.
Umumnya, beberapa alveoli yang berdekatan terbuka dalam saluran ekskresi yang
pendek. Saluran-saluran ini dilapisi dengan epitel yang berlanjut menjadi sarung akar rambut
luar dan dengan lapisan basal epidermis bagian sekresi kelenjar-kelenjar sebasea berupa
alveoli yang bundar berdiameter 0,5 – 2,0 mm kearah sentral alveoli, sebagian kecil sel-sel
mengalami keratinisasi tetapi ukuran bertambah besar, menjadi polihidral dan secara bertahap
dan terisi butir-butir lemak. Lambat laun intinya mengkerut dan menghilang, dan sel-sel
pecah menjadi serpihan-serpihan lemak bercampur dengan sisi bertanduk. Campuran ini
merupakan sekresi berminyak dari kelenjar, lalu dieksresikan dalam kanalis folikularis dan
keluar kepermukaan kulit. Kelenjar apokrin terutama terletak pada dinding liang telinga
superior dan inferior. Kelenjar-kelenjar ini terletak pada sepertiga tengah dan bawah dari
kulit dan ukurannya berkisar 0 ,5-2,0 mm. Seperti kelenjar sebasea ,kelenjar apokrin
terbentuk dari lokal dari pembungkus luar akar folikel rambut.Kelenjar – kelenjarini dapat
dibagi kedalam 3 bagian , yaitu bagian sekresi, saluran sekresi didalam kulit dan saluran
terminal atau komponen saluran epidermal.
Bagian saluran yang melingkar adalah struktur tubular dimana jarang bercabang dan
terdiri dari lapisan epitel di sebelah dalam, lapisan mioepitel di tengah dan membran propria
di sebelah luar. Disekeliling tubular adalah jaringan ikat padat. Epitelnya berupa lapisan
tunggal bervariasi dari bentuk silinder hingga kuboidal sangat gepeng (pipih). Didalam
sitoplasma, biasanya terletak supranuklear terlihat sebagai granul lipoid dan pigmen dalam
ukuran yang bervariasi. Lapisan mioepitelium yang tebalnya satu lapis sel berbentuk pipih
dan mengandung otot polos membentuk pembungkus melingkari kelenjar, dan apabila
berkontraksi akan menekan lumen tubuli sehingga sekret akan keluar. Apabila sampai
dipermukaan epidermis, sekret ini sebagian masuk folikel rambut dan sebagian lagi
kepermukaan bebas liang telinga, secara perlahan-lahan akan mengering dan berbentuk
setengah padat dan berwarna menjadi lebih gelap. Saluran sekresi relatif panjang dan
berbelok-belok dan mempunyai diameter yang bervariasi, berbatas tegas dari bagian sekresi
kelenjar.

Pendarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari cabang arteri
temporalis superfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis eksterna. Permukaan anterior
telinga dan bagian luar liang telinga diperdarahi oleh cabang arteri aurikular anterior dari
arteri temporalis superfisial. Suatu cabang dari arteri aurikular posterior memperdarahi
permukaan posterior telinga. Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang dari arteri
ini. Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan permukaan luar membrana
timpani adalah oleh cabang aurikular dalam arteri maksilaris interna. Vena telinga bagian
anterior, posterior dan bagian dalam umumnya bermuara kevena jugularis eksterna dan vena
mastoid. Akan tetapi, beberapa vena telinga mengalir kedalam vena temporalis superfisial
dan vena aurikularis posterior.

Gambar 3. Vascularisasi Auricula

Beberapa cabang yang lebih kecil dari arteri-arteri dan vena-vena menembus jaringan
ikat padat yang menjembatani bagian yang kurang tulang rawannya. Sebagian cabang lainnya
melewati fissura Santorini pada dinding tulang rawan anterior dan jaringan ikat fibrosa yang
mempersatukan tulang rawan dengan bagian tulang liang telinga. Pembuluh-pembuluh ini
kemudian bercabang dan beranastomosis pada selaput membran liang telinga dan membentuk
jaringan vaskular kutaneus profunda, dibagian dalam perikondrium.
Sejumlah besar cabang-cabang arteri menaik tegak lurus ke papilla dermis kedalam
daerah cabang-cabang arteri dari lekukan kapiler. Lekukan-lekukan ini mengalir kedalam
pleksus venous dan selanjutnya kedalam jaringan venosus diatas perikondrum. Satu arteriol
tunggal memperdarahi tubulus sekretorius dan kebanyakan saluran kelenjar apokrin,
selanjutnya memisahkan diri menjadi kapiler yang sangat banyak, yang bergabung kedalam
dua atau lebih kumpalan venula.

Persarafan
Persarafan telinga luar bervariasi berupa gabungan antara saraf-saraf kutaneus dan
kranial. Nervus aurikulotemporalis berasal dari nervus mandibularis yang merupawkan
cabang dari nervus trigeminus (N.V) mempersarafi permukaan anterolateral permukaan
telinga, dinding anterior dan superior liang telinga, dan segmen depan membran
timpani.Permukaan posteromedial daun telinga dan lobulus dipersarafi oleh pleksus servikalis
nervus aurikularis mayor. Cabang aurikularis dari nervus fasialis (N.VII), glossofaringeus
(N.IX) dan vagus (N.X) menyebar kedaerah konka dan cabang-cabang saraf ini mempersarafi
dinding posterior dan inferior liang telinga dan segmen posterior dan inferior membran
timpani. Batang saraf utama pada jaringan subkutan beralan sejajar dengan permukaan kulit.
Cabang-cabang didalam dermis naik secara vertikal dari batang saraf subkutaneus tadi. Disini
saraf-saraf masuk diantara lilitan kelenar-kelenjar dan menyelimuti masing-masing tubulus
dengan sejumlah besar anastomosis. Serabut-serabut saraf tadi membentuk suatu jaringan
diatas struktur membrana propria dan pada beberapa daerah dapat menembus kelenjar-
kelenjar ekrin kecil. Masing-masing serabut membentuk jaringan berbentuk keranjang di
sekeliling folikel rambut.
Terdapat suatu pemikiran bahwa kelenjar apokrin dari aksila dan liang telinga luar
dapat dirangsang oleh adrenalin dan preparat yang menyerupainya yang diberi secara
sistemik atau melalui suntikan lokal. Sekresinya tidak diinduksi melalui penyuntikan
asetilkolin. Kolinesterase dijumpai disekeliling tubular kelenjar apokrin kulit liang telinga, ini
menunjukan bahwa saraf yang menginnervasinya tidak bersifat kolinergik. Temuan ini
menguatkan pemikiran bahwa inervasi kelenjar apokrin liang telinga adalah simpatomimetik.
Disini tidak ada bukti nyata akan pengaruh saraf terhadap sekresi kelenjar sebasea, walaupun
kenyataan bahwa serabut-serabut saraf tanpa myelin dapat terlihat disekeliling kelenjar.

Gambar 4. Persarafan Auricula


Sistim Limfatik

Pembuluh-pembuluh limfe berasal dari papilla dermis di sekeliling folikel rambut dan
kelenjar sebasea seperti anyaman berbentuk bintang menghubungkan lakuna. Pengaliran dari
pembuluh-pembuluh tersebut kedalam kelenjar pre dan post aurikular. Sistim limfe liang
telinga luar berhubungan erat dengan sistem limfe prosesus mastoideus dan kelenjar parotis.
Pada infeksi tertentu dari liang telinga kelenjar-kelenjar limfe yang berdekatan dengan liang
telinga menjadi membesar dan sistem limfatik bagian anterior dan superior liang telinga,
tragus dan kulitnya dekat daerah temporal bermuara kedalam kelenjar preaurikular yang
terletak diatas kelenjar parotis.
Saluran eferen kelenjar parotis menuju kelenjar servikal profunda bagian superior,
lalu dari lobulus, heliks dan dinding inferor liang telinga mengalir kedalam kelenjar infra
aurikular keinferior telinga dan posterior sudut rahang bawah.

Gambar 5. Sitem Limfatik Auricula

Definisi
Fistula preaurikular merupakan kelainan herediter yang dominan. Fistula dapat
ditemukan di depan tragus. Berbentuk bulat atau lonjong, dengan ukuran seujung pensil. Dari
muara fistula sering keluar sekret yang berasal dari kelenjar sebasea.
Etiologi
Fistula preaurikular terbentuk akibat gangguan penyatuan dan penutupan arkus
brakialis pertama dan kedua dari hillocks of His. Pada usia janin 4 minggu arkus brakialis
tampak di permukaan janin. Setelah minggu ke enam hyoid dan arkus mandibular menyatu
dan melintas di bawah kedudukan kanalis aurikularis eksterna, lalu kemudian menutup.
Daerah penyatuan terletak di leher pada region sub mandibular. Gangguan penutupan celah
tersebut menyebabkan fistula preaurikular kongenital, sehingga pada umumnya muara fistula
terletak pada crus helicis, sebagian yang lain meluas dari pinggir bawah heliks ke sudut
mulut. Fistula ini juga bisa terbuka ke atas pada lantai meatus akustikus eksternus dan di
bagian pinggir depan bawah dari otot sternokleidomastoideus pada daerah belakang sudut
rahang bawah.
Fistula ini sering menjadi infeksi dan bakteri yang menyebabkan infeksi ini adalah
Staphylococcus epidermidis (31%), Staphylococcus aureus (31%), Streptococcus viridians
(15%), Peptococcus species (15%), dan Proteus species (8%).

Epidemiologi
Dalam sebuah studi, insidensi fistula preaurikular di Amerika Serikat sekitar 0-0.9%
dan insidensinya di kota New York sekitar 0.23%. Di Taiwan, insidensinya sekitar1.6-2.5%;
di Skotlandia sekitar 0.06% dan di Hungaria sekitar 0.47%. Di beberapabagian Asia dan
Afrika, insidensinya sekitar 4-10%.Insidensi fistula preaurikular pada orang kulit putih adalah
0.0-0.6% andinsidensinya pada ras Amerika, Afrika dan Asia adalah 1-10%. Baik laki-laki
maupunperempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk menderita kelainan ini.
Fistulapreaurikular muncul pada masa antenatal dan terlihat pada saat lahir.

Patofisiologi
Selama embriogenesis, daun teliga (aurikula) muncul dari arkus brakial 1dan 2 pada
minggu keenam kehamilan. Arkus brakial adalah struktur mesoderm yangdibungkus oleh
ektoderm dan mengelilingi endoderm. Arkus-arkus ini terpisah satudengan lainnya oleh celah
brakial ektoderm kearah luar dan oleh kantong faringealendoderm kearah dalam. Arkus
brakial 1 dan 2 brakial masing-masing membetuk 3tonjolan (hillocks); struktur ini
disebuthillocks of His. Tiga hillocks muncul dari tepibawah arkus brakial 1 dan 3 lagi dari
batas atas arkus brakial kedua.Hillocks iniseharusnya bergabung selama beberapa minggu
kemudian pada masa embriogenesis.Fistula preaurikular terjadi sebagai akibat dari kegagalan
penggabungan tonjolan-tonjolan ini.
Gambar 6. Perubahan dalam perkembangan telinga pada masa embriogenik

Fistula preaurikular biasanya sempit, panjangnya bervariasi (biasanyapendek) dan


salurannya biasanya kecil. Fistula preaurikular biasanya ditemukan padalateral, superior dan
posterior dari nervus fasialis dan kelenjar parotis. Pada hampirsemua kasus, salurannya
terhubung ke perikondrium dari kartilago daun telinga.Salurannya dapat mengarah ke
kelenjar parotis.

Manifestasi Klinik
Kelainan ini biasanya asimptomatik. Penderita dengan fistula preaurikular kongenital
pada umumnya datang ke dokter setelah terjadi obstruksi dan infeksi fistel ini baik infeksi
yang pertama ataupun infeksi yang berulang dengan keluhan-keluhan rasa sakit dan bengkak
di depan telinga serta demam. Penyebab infeksi tersering adalah manipulasi penderita
terhadap muara fistula karena timbulnya rasa gatal atau keluarnya sekret. Sekret yang tidak
dapat dikeluarkan juga merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri sehingga
akan timbul suatu infeksi dan selanjutnya menjadi abses. Dapat pula terjadi pioderma atau
selulitis fasial.
Gambar 7. Fistula Preaurikular

Gambar 8. Fistula Preaurikular


Diagnosis
 Anamnesis
Kebanyakan orang dengan kelainan ini biasanya asimptomatik. Hanya sepertiga orang
menyadari adanya kelainan ini. Dalam sebuah studi terhadap 31 pasien, suatu lesi menjadi
jelas, sekitar 9,2 tahun (rata-rata) sebelum mereka mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien fistula preaurikular datang dengan drainase kronik yang intermitten
berupa material purulen dari tempatnya yang terbuka. Drainase fistula ini menjadi mudah
mengalami infeksi. Sekali mengalami infeksi, fistula ini sering berkembang menjadi
eksaserbasi akut yang rekuren. Pasien mungkin datang dengan selulitis fasial atau ulserasi
yang berlokasi pada bagian depan telinga. Ulserasi ini sering diobati tanpa mengetahui
sumber primernya dan fistula preaurikular menjadi tidak ketahuan. Perkembangan dari
adanya infeksi, lesinya mungkin dapat berkembang menjadi jaringan skar.

 Pemeriksaan Fisik
Fistula preaurikular biasanya muncul sebagai sebuah celah kecil dekat tepi anterior heliks
bagian ascending. Jika fistula ini mengalami infeksi yang aktif dapat ditemukan adanya
tanda-tanda radang yang biasanya disertai pengeluaran sekret, dan dapat meninggalkan gejala
sisa berupa jaringan parut (scarring). Pada pemeriksaan fIsik dapat pula ditemukan fistula
branchiogenik dan atau penurunan pendengaran.
Choi et al, pada tahun 2007, mencatat bahwa apa yang dikenal sebagai fistula
preaurikular dapat terjadi di area postaurikula. Fistula terjadi pada area postaurikula
memperlihatkan angka kekambuhan yang rendah setelah operasi (0%) daripada area
preaurikular (2.2%).

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah kultur pus yang berasal dari
fistula. Pemeriksaan kultur ini digunakan mengetahui jenis mikroorganisme penyebab infeksi
pada saluran fistula, sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang sesuai.

 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk mengetahui bentuk dari saluran fistula.
Fistulografi digunakan untuk melihat bentuk dan sejauh mana saluran fistula ini. Sedangkan
ultrasonograpi dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara saluran fistula dengan
arteri temporal superfsial, krus anterior heliks, dan tragus.
 Gambaran Histologis
Pada pemeriksaan makroskopis, fistula preaurikular terdiri dari struktur tubular yang
sederhana atau gambaran melingkar memiliki dinding yang tipis dan berkilau, atau putih dan
menebal. Saluran fistula dapat melingkar atau dapat berliku-liku, dan lumennya berisi debris.
Fistula preaurikular sering penuh dengan keratin dan dikelilingi oleh jaringan ikat longgar.
Secara mikroskopis, duktus dari fistula dikelilingi oleh epitel squamous berlapis dan
mengandung banyak kista sepanjang salurannya. Jaringan ikat yang mengelilingi duktus
dapat mengandung folikel rambut; kelenjar sebasea dan kelenjar keringat; dan jaringan
inflamasi, diantaranya limfosit, sel plasma dan leukosit polimorfonuklear.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fistula preaurikular kongenital ini tidak diperlukan kecuali
pencegahan terjadinya infeksi yaitu menghindari manipulasi dan membersihkan muara dari
sumbatan dengan alkohol atau cairan antiseptik lainnya secara rutin. Pada kasus dengan
infeksi biasanya dapat diberikan antibiotik dan kompres hangat.
Pembedahan fistula adalah dengan diseksi dan eksisi komplit dari fistula dan
salurannya, hanya dilakukan pada infeksi yang berulang oleh karena sulitnya mengeluarkan
fistula secara lengkap. Kesukaran pembedahan disebabkan oleh adanya percabangan fistula
sehingga sulit untuk menentukan luas keseluruhan saluran tersebut. Selama eksisi
pembedahan, harus diingat bahwa salurannya dapat berkelok-kelok dengan cabang-
cabangnya di subkutaneus. Diseksi sampai ke periosteum dari tulang temporal biasanya
dibutuhkan, dan semua cabang-cabang dari salurannya harus diangkat untuk mencegah
infeksi yang berulang. Pengangkatan yang tidak lengkap menimbulkan sinus yang
mengeluarkan cairan sehingga membutuhkan pengangkatan yang lebih sulit dan lebih radikal.
Untuk membantu pembedahan dapat disuntikkan larutan methylen blue ke dalam saluran
sebelum operasi sehingga jaringan yang berwarna bisa digunakan sebagai petunjuk panjang
dan luasnya fistula. Harus diketahui bahwa zat warna tersebut mungkin tidak memasuki
seluruh cabang-cabang yang lebih kecil sehingga diperlukan ketelitian selama diseksi untuk
mencari saluran-saluran kecil yang tidak berwarna.
Gambar 9. Eksisi Fistula Preaurikular.

Cara lain adalah dengan fistulografi, yaitu dengan cara memasukkan zat kontras ke
dalam muara fistula, lalu dilakukan pemeriksaan radiologik. Pada pemeriksaan fistulografi
tidak dapat menggambarkan jalur traktus yang sebenarnya karena infeksi yang berulang
menimbulkan tersumbatnya traktus oleh jaringan fibrosis. Pembedahan dilakukan apabila
inflamasi sudah sembuh.

Sewaktu pembedahan eksisi komplit harus diingat bahwa bahaya terkenanya kelenjar
parotis atau saraf fasialis. Keduanya harus benar-benar diidentifikasi. Pada beberapa
penderita kelainan ini, salurannya dapat berjalan di medial atau lateral dari saraf fasialis, oleh
karena itu saraf fasialis harus dikenali pada waktu diseksi. Atau juga salurannya sering
berjalan di antara cabang saraf fasialis dan harus di eksplorasi dengan sangat hati-hati
sewaktu pembedahan. Sebelum melakukan pembedahan, sangat penting untuk mengetahui
letak anatomi perjalanan saraf fasialis, terutama setelah keluar dari foramen stilomastoideus.
Gambar 10. Eksisi Fistula Preaurikular Tipe II.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari fistula preaurikular adalah:
 Karsinoma sel basal
Karsinoma sel basal adalah keganasan yang berasal dari sel pluripotensial pada
lapisan basal dari epidermis atau folikel. Faktor resiko yang paling sering menyebabkan basal
sel karsinoma adalah paparan sinar matahari. Daerah Predileksi pada daerah kepala dan leher.
Gambaran lesi biasanya muncul sebagai papul berwarna merah atau pinkyang perlahan
membesar.

Gambar 11. papul berwarna merah muda translusen disertai telangiektasis dan erosi krusta.
 Kista inklusi epidermal
Kista inklusi epidermal adalah kista kutaneus yang paling sering terjadi. Kista ini
dapat terjadi di badan, dan paling sering terjadi di wajah, kepala, leher, dan punggung. Kista
inklusi epidermal berasal dari proliferasi dari sel epidermal. Gambaran umum kista inklusi
epidermal berupa benjolan berwarna kekuningan, berbentuk nodul dengan berbagai ukuran.
Dan memiliki pori di bagian sentralnya.

Gambar 12. Kista epidermoid yang besar dengan punctum prominen.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada fistula preaurikular adalah :
1. Pasien dapat mengalami infeksi pada salurannya dengan pembentukan abses.
2. Infeksi dan ulserasi dapat terjadi pada bagian yang jauh dari tempat yang terbuka.
3. Kekambuhan postoperasi merupakan komplikasi dari ekstirpasi saluran fistula.
Beberapa faktor yang berkontribusi untuk terjadinya kekambuhan setelah operasi
adalah usaha pengangkatan sebelumnya pada saat dioperasi, operasi dengan menggunakan
anestesi lokal, pengangkatan yang tidak sempurna dari saluran fistula, infeksi yang aktif pada
saat operasi, drainase abses sebelum operasi, kurangnya gambaran yang jelas dari traktus
ketika dilakukan operasi, kegagalan mengangkat kartilago aurikula pada dasar fistula,
kegagalan untuk mengidentifikasi nervus fasialis karena letaknya yangdekat dengan fistula.

Prognosis
Fistula preaurikular umumnya memilikiprognosis yang baik. Jika fistula preaurikular
ini ditangani dengan tepat maka hasilnya akan memuaskan dan kecil kemungkinan untuk
residif.
BAB IV
KESIMPULAN

Fistula preaurikular merupakan kelainan herediter yang dominan. Fistula dapat


ditemukan di depan tragus. Berbentuk bulat atau lonjong, dengan ukuran seujung pensil.
Fistula ini sering menjadi infeksi dan bakteri yang menyebabkan infeksi ini adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians, Peptococcus
species, dan Proteus species.
Kelainan ini biasanya asimptomatik. Penderita dengan fistula preaurikularpada
umumnya datang ke dokter setelah terjadi obstruksi dan infeksi fistel ini baik infeksi yang
pertama ataupun infeksi yang berulang dengan keluhan-keluhan rasa sakit dan bengkak di
depan telinga, demamdisertai pengeluaran sekret, dan dapat meninggalkan gejala sisa berupa
jaringan parut (scarring).
Penatalaksanaan fistula preaurikulartidak diperlukan kecuali pencegahan terjadinya
infeksi yaitu menghindari manipulasi dan membersihkan muara dari sumbatan dengan
alkohol atau cairan antiseptik lainnya secara rutin. Pada kasus dengan infeksi biasanya dapat
diberikan antibiotik dan kompres hangat.
Pembedahan fistula adalah dengan diseksi dan eksisi komplit dari fistula dan
salurannya, hanya dilakukan pada infeksi yang berulang oleh karena sulitnya mengeluarkan
fistula secara lengkap. Fistula preaurikular umumnya memiliki prognosis yang baik
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardhiah A. Fistula Preaurikular Kongenital. Majalah kedokteran nusantara (serial


online).2005. Desember.( cited 2014 April 30th): volume 38/hal.328-332. Available
from URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15598/1/mkn-des2005-
%20%2810%29.pdf
2. Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. Dalam Soepardi EA, Iskandarb N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai penerbit FK UI; 2007.hal.57.
3. ScheinfeldNS. Preauricular Sinuses. 2010 (cited 2014 April 30th); Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1118768-overview
4. Voll M, Wesker K. Ear and vestibular apparatus.In: Voll M, Wesker K. Atlas of
Anatomy Head and Neuroanatomy. Stuttgart : Thieme publishing group; 2007.p.140-3
5. Weerda H. Abnormalities. In: Weerda H. Surgery of the Auricle. Stutgart : Thieme
publishing group; 2007.p.106-117
6. Ostrower ST. Preauricular Cysts, Pits, and Fissures. 2010 (cited 2014 April 30th);
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/845288-overview
7. Bluestone CD, RosenfeldRM. Preauricular Pit or Fistula. In: Bluestone CD,
RosenfeldRM.Surgical Atlas of Pediatric Otolaryngology. Ontario : BC decker inc;
2002.p.502-3
8. Skandalakis LJ, Skandalakis JE, Skandalakis PN. Brakial Cleft sinuses and cyst. In:
Skandalakis LJ, Skandalakis JE, Skandalakis PN. Surgical Anatomy and Technique A
Pocket Manual. 3rd edition. New york : Springer science; 2009.p.47-51
9. Ramsey ML. Basal Cell Carcinoma. 2010 (cited 2014April30th); Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1100003-overview
10. Hanson LJ. Epidermal Inclusion Cyst. 2010 (cited 2014April30th); Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1061582-overview

Das könnte Ihnen auch gefallen