Sie sind auf Seite 1von 30

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal
yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam
kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh
gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

2. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney
Disease (CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan
cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih
baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara
dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai
stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara
umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam
diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality
Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73
m2 )
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG <
15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

3. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
h. Nefropati obstruktif
 Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
 Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

4. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,
yang semakin memperburuk status uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi
ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain
itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

5. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna
kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D
abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
6. Patways CKD / Gagal Ginjal :
7. TANDA DAN GEJALA
a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan
jumlah retikulosit normal.
2) Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
b. Kelainan Saluran cerna
1) Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
3) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
c. Kelainan mata
d. Kardiovaskuler :
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction Rub Pericardial
e. Kelainan kulit
1) Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
2) Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea
di bawah kulit.
3) Kulit mudah memar
4) Kulit kering dan bersisik
5) rambut tipis dan kasar
e. Neuropsikiatri
f. Kelainan selaput serosa
g. Neurologi :
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan Perilaku
h. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut
pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi
metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat
defisiensi sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan
kelainan lainnya
MANIFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20
mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
 Hiperkalemia
 Retensi atau pembuangan Natrium
 Hipermagnesia
 Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


 Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
 Protein silinder
 Hilangnya libido, amenore, impotensi dan
sterilitas

Kardiovaskular  Hipertensi
 Retinopati dan enselopati hipertensif
 Beban sirkulasi berlebihan
 Edema
 Gagal jantung kongestif
 Perikarditis (friction rub)
 Disritmia
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea
 Edema paru
 Pneumonitis

Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan


 Hemolisis
 Kecenderungan perdarahan
 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit  Pucat, pigmentasi


 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah
patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru
yang berkaitan dengan kehilangan protein)
 Pruritus
 “kristal” uremik
 kulit kering
 memar

Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan


penurunan BB
 Nafas berbau amoniak
 Rasa kecap logam, mulut kering
 Stomatitis, parotitid
 Gastritis, enteritis
 Perdarahan saluran cerna
 Diare

Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular  Mudah lelah


 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental
 Konsentrasi buruk
 Apati
 Letargi/gelisah, insomnia
 Kekacauan mental
 Koma
 Otot berkedut, asteriksis, kejang
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
 Perubahan sensorik pada ekstremitas –
parestesi
 Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan  Hiperfosfatemia, hipokalsemia


rangka  Hiperparatiroidisme sekunder
 Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-
paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
2) Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
3) Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,
misalnya: infark miokard.
b. Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic
renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari
bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat
tanpa indikasi medis yang kuat.
b) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hIperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c) Terapi alleviative gejala asotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia.
7) Terapi setiap infeksi.
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan
serum K+ (hiperkalemia ) :
a) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5
mg/hari.
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau
sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan
20 mEq/L.
2) Anemia
a) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor).
Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per
kg BB.
b) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan
hemodialisis atau peritoneal dialisis.
c) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi
pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia,
tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif
,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
 HCT < atau sama dengan 20 %
 Hb < atau sama dengan 7 mg5
 Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum
anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
 Hemosiderosis
 Supresi sumsum tulang
 Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
 Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
 Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting
untuk rencana transplantasi ginjal.
3) Kelainan Kulit
a) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
 Bersifat subyektif
 Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis,
keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
 Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
 Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
 Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6
mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
 Pemberian obat
o Diphenhidramine 25-50 P.O
o Hidroxyzine 10 mg P.O
b) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan
fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan
dialisis.
4) Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
a) HD reguler.
b) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
c) Operasi sub total paratiroidektomi.
5) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum
dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi
keduanya. Program terapinya meliputi :
a) Restriksi garam dapur.
b) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
c) Obat-obat antihipertensi.
c. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal
(Suwitra, 2006).
1) Dialisis yang meliputi :
a) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi
terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah :
 Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien
GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya
pulih.
 Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan
hemodialisa apabila terdapat indikasi:
1. Hiperkalemia > 17 mg/lt
2. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien
uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >
100 mg %
5. Kelebihan cairan
6. Mual dan muntah hebat
7. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
8. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
9. Sindrom kelebihan air
10. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN)
> 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg% atau >
90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi
Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit
dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi
tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
b) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi
untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Sukandar, 2006).
2) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
b. Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
c. Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan
terjadi koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert  sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon  kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
tdk bersespon thd nyeri
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi
saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan
3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
b. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan
sepsis
c. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
d. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
b. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
4. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru,  Respiratory Status : Gas Airway Management
hipertensi pulmonal, exchange a. Buka jalan nafas,
penurunan perifer yang  Respiratory Status : guanakan teknik
mengakibatkan asidosis ventilation chin lift atau jaw
laktat dan penurunan  Vital Sign Status thrust bila perlu
curah jantung. Kriteria Hasil : b. Posisikan pasien

 Mendemonstrasikan untuk
Definisi : Kelebihan peningkatan ventilasi dan memaksimalkan
atau kekurangan dalam oksigenasi yang adekuat ventilasi
oksigenasi dan atau  Memelihara kebersihan c. Identifikasi pasien
pengeluaran paru paru dan bebas dari perlunya
karbondioksida di tanda tanda distress pemasangan alat
dalam membran kapiler pernafasan jalan nafas buatan
alveoli  Mendemonstrasikan batuk d. Pasang mayo bila

efektif dan suara nafas perlu


Batasan karakteristik yang bersih, tidak ada e. Lakukan fisioterapi
 Gangguan sianosis dan dyspneu dada jika perlu
penglihatan (mampu mengeluarkan f. Keluarkan sekret
 Penurunan CO2 sputum, mampu bernafas dengan batuk atau
 Takikardi dengan mudah, tidak ada suction

 Hiperkapnia pursed lips) g. Auskultasi suara

 Keletihan nafas, catat adanya


 Tanda tanda vital dalam
 Somnolen suara tambahan
rentang normal
h. Lakukan suction
 Iritabilitas
pada mayo
 Hypoxia
i. Berika
 Kebingungan
bronkodilator bial
 Dyspnoe
perlu
 nasal faring j. Barikan pelembab
 AGD Normal udara
 Sianosis k. Atur intake untuk

 warna kulit cairan

abnormal (pucat, mengoptimalkan

kehitaman) keseimbangan.

 Hipoksemia l. Monitor respirasi

 Hiperkarbia dan status O2

 sakit kepala ketika


Respiratory
bangun
Monitoring
 frekuensi dan
a. Monitor rata – rata,
kedalaman nafas
kedalaman, irama
abnormal
dan usaha respirasi
Faktor faktor yang
b. Catat pergerakan
berhubungan :
dada,amati
- ketidakseimbangan
kesimetrisan,
perfusi ventilasi
penggunaan otot
- perubahan
tambahan, retraksi
membran kapiler-
otot
alveolar
supraclavicular dan
intercostal
c. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola nafas
: bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan
otot diagfragma (
gerakan paradoksis
)
g. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
h. Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
i. Uskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

2 Penurunan curah NOC : NIC :


jantung b/d respon  Cardiac Pump Cardiac Care
fisiologis otot jantung, effectiveness a. Evaluasi adanya
peningkatan frekuensi,  Circulation Status nyeri dada (
dilatasi, hipertrofi atau  Vital Sign Status intensitas,lokasi,
peningkatan isi Kriteria Hasil: durasi)
sekuncup  Tanda Vital dalam rentang b. Catat adanya

normal (Tekanan darah, disritmia jantung

Nadi, respirasi) c. Catat adanya tanda


 Dapat mentoleransi dan gejala
aktivitas, tidak ada penurunan cardiac
kelelahan putput
 Tidak ada edema paru, d. Monitor status
perifer, dan tidak ada kardiovaskuler
asites e. Monitor status
 Tidak ada penurunan pernafasan yang
kesadaran menandakan gagal
jantung
f. Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
g. Monitor balance
cairan
h. Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
i. Monitor respon
pasien terhadap
efek pengobatan
antiaritmia
j. Atur periode
latihan dan
istirahat untuk
menghindari
kelelahan
k. Monitor toleransi
aktivitas pasien
l. Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
m. Anjurkan untuk
menurunkan stress

3 Kelebihan volume NOC : NIC :


cairan b/d berkurangnya  Electrolit and acid base Fluid management
curah jantung, retensi balance a. Timbang
cairan dan natrium oleh  Fluid balance popok/pembalut
ginjal, hipoperfusi ke Kriteria Hasil: jika diperlukan
jaringan perifer dan  Terbebas dari edema, b. Pertahankan
hipertensi pulmonal efusi, anaskara catatan intake dan
Definisi : Retensi cairan  Bunyi nafas bersih, tidak output yang akurat
isotomik meningkat ada dyspneu/ortopneu c. Pasang urin kateter
Batasan karakteristik :  Terbebas dari distensi jika diperlukan
- Berat badan vena jugularis, reflek d. Monitor hasil lAb
meningkat pada hepatojugular (+) yang sesuai dengan
waktu yang singkat  Memelihara tekanan vena retensi cairan
- Asupan berlebihan sentral, tekanan kapiler (BUN , Hmt ,
dibanding output paru, output jantung dan osmolalitas urin )
- Tekanan darah vital sign dalam batas e. Monitor status
berubah, tekanan normal hemodinamik
arteri pulmonalis termasuk CVP,
 Terbebas dari kelelahan,
berubah, MAP, PAP, dan
kecemasan atau
peningkatan CVP PCWP
kebingungan
- Distensi vena f. Monitor vital sign
 Menjelaskanindikator
jugularis g. Monitor indikasi
kelebihan cairan
- Perubahan pada retensi / kelebihan
pola nafas, cairan (cracles,
dyspnoe/sesak CVP , edema,
nafas, orthopnoe, distensi vena leher,
suara nafas asites)
abnormal (Rales h. Kaji lokasi dan
atau crakles), luas edema
kongestikemacetan i. Monitor masukan
paru, pleural makanan / cairan
effusion dan hitung intake
- Hb dan hematokrit kalori harian
menurun, j. Monitor status
perubahan nutrisi
elektrolit, k. Berikan diuretik
khususnya sesuai interuksi
perubahan berat l. Batasi masukan
jenis cairan pada
- Suara jantung SIII keadaan
- Reflek hiponatrermi dilusi
hepatojugular dengan serum Na <
positif 130 mEq/l
- Oliguria, azotemia m. Kolaborasi dokter
- Perubahan status jika tanda cairan
mental, berlebih muncul
kegelisahan, memburuk
kecemasan Fluid Monitoring
Faktor-faktor yang a. Tentukan riwayat
berhubungan : jumlah dan tipe
- Mekanisme intake cairan dan
pengaturan eliminaSi
melemah b. Tentukan
- Asupan cairan kemungkinan
berlebihan faktor resiko dari
- Asupan natrium ketidak
berlebihan seimbangan cairan
(Hipertermia,
terapi diuretik,
kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesis,
disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat
badan
d. Monitor serum dan
elektrolit urine
e. Monitor serum dan
osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR,
dan RR
g. Monitor tekanan
darah orthostatik
dan perubahan
irama jantung
h. Monitor parameter
hemodinamik
infasif
i. Catat secara akutar
intake dan output
j. Monitor adanya
distensi leher,
rinchi, eodem
perifer dan
penambahan BB
k. Monitor tanda dan
gejala dari odema
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler
Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Das könnte Ihnen auch gefallen