Sie sind auf Seite 1von 40

PENGARUH PENGGUNAAN PATI SAGU DAN

AREN (ALAMI DAN HMT) TERHADAP


KUALITAS TEKSTUR BAKSO SAPI

DANIEL OKTORATRIBUANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penggunaan
Pati Aren dan Sagu (Alami dan HMT) Terhadap Kualitas Tekstur Bakso Sapi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Daniel Oktoratribuana
NIM F24090122
ABSTRAK

Daniel Oktoratribuana. Pengaruh Penggunaan Pati Aren dan Sagu (Alami dan
HMT) Terhadap Kualitas Tekstur Bakso Sapi. Dibimbing oleh Dian Herawati dan
Dede R Adawiyah.

Bakso adalah makanan olahan yang berbahan dasar daging, pati, dan
beberapa bumbu sebagai penambah cita rasa. Pada penelitian ini pati yang
digunakan adalah pati aren dan pati sagu alami serta pati aren dan pati sagu yang
dimodifikasi dengan metode HMT (Heat Moisture Treatment) sebagai bahan
pengisi dari bakso. Modifikasi pati dengan metode HMT dapat mengubah
karakteristik fisik pati diantaranya adalah pergeseran suhu gelatinisasi, daya
kohesifitas, kemampuan kelarutanya, dan kekerasan gel yang dihasilkan. Masing-
masing jenis bakso dibuat berdasarkan konsentrasi pati yang digunakan yaitu
sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% pati dari total adonan. Analisis texture profile
dilakukan menggunakan instrument texture analyzer TA-XT2i dan secara
organoleptik (ISO 11036). Selain itu korelasi Pearson dilakukan untuk
menunjukkan hubungan dari kedua analisis tersebut. Parameter tekstur yang
diukur antara lain; hardness, cohesiveness, springiness, chewiness, dan
gumminess. Hasil analisis kedua uji menunjukkan jika bakso aren alami memiliki
tekstur yang paling baik dan disukai oleh panelis. Korelasi Pearson menunjukkan
jika terdapat korelasi antara nilai hardness, chewiness, dan gumminess dari
analisis texture analyzer dan organoleptik.

Kata kunci : Aren, Bakso, HMT, Pati

Meatballs are processed food made from meat, starch, and some seasoning
as a flavor enhancer. Research done to observe the effect of different starch being
used in ingredients to its organoleptic characrteristics. In this study, arenga starch
and sago starch were being used and compared with arenga starch and sago starch
modified by Heat Moisture Treatment (HMT) method as filler for meatballs.
Modified starch with HMT method can alter the physical characteristics, such as
starch gelatinization temperature shift, cohesiveness, solulability and hardness.
Each of these types of meatballs are distinguished by the use of starch
concentration of 5%, 10 %, 15 %, and 20 % of the total starch dough. Analysis
texture profile conducted using instrumental texture analyzer TA-XT2i and
organoleptic (ISO 11036). In addition, Pearson correlation was done to show the
relationship of these two analyzes. Texture parameters were measured, among
others; hardness, cohesiveness, springiness, chewiness, and gumminess. Both
analysis showed that meatballs made of Arenga native starch had the best texture
and was the most liked by the panelists. Pearson correlations showed a positive
relationship to the parameters of hardness, chewiness, and gumminess, while
springiness negatively related

Keywords: Arenga, HMT, Meatball, Starch, Sago


PENGARUH PENGGUNAAN PATI SAGU DAN
AREN (ALAMI DAN HMT) TERHADAP
KUALITAS TEKSTUR BAKSO SAPI

DANIEL OKTORATRIBUANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana teknologi pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karuniaNya karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Penggunaan Pati
Sagu dan Aren (Alami dan HMT) terhadap Kualitas Tekstur Bakso Sapi berhasil
diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai Desember
2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dian Herawati, STP, MSi dan Dr.
Dede R. Adawiyah, sebagai pembimbing yang telah memberikan dukungan,
bimbingan, masukan, serta motivasi yang luar biasa hingga karya tulis ini dapat
selesai dengan baik serta kepada Dr. Tjahja Muhandri, STP, M.ST sebagai dosen
penguji. Penghargaan juga penulis berikan untuk kedua orang tua, Bapak dan
Mamah yang juga telah memberikan dukungan moril maupun materil serta kasih
sayangnya sehingga menjadi motivasi tersendiri bagi penulis untuk semangat
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu memperlancar
jalannya penelitian. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih untuk Meyriska atas
dukungan dan semangatnya serta bantuannya dalam kelancaran penelitian ini,
kepada Jodi, Putra, Adri, Brata, Ocha, Joe, Suci, Dhika, dan teman-teman lainnya
yang tidak bisa disebutkan. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

Daniel Oktoratribuana
9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Kerja 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
1. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Hardness
Bakso Sapi 6
2. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Cohesiveness
Bakso Sapi 8
3. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Springiness
Bakso Sapi 10
4. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Chewiness
Bakso Sapi 12
5. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Gumminess
Bakso Sapi 13
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL

1. Formula bakso 3
2. Teknik mengukur parameter tekstur secara organoleptik 4
3. Parameter tekstur dan cara menentukannya 5
4. Batas-batas nilai koefisien korelasi 6

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan bakso 3


2 Kurva hasil texture analyzer 5
3 Perbandingan hardness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (texture analyzer) 7
4 Perbandingan hardness antar bakso masing-masing konsentrasi
(texture analyzer) 8
5 Perbandingan hardness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (organoleptik) 9
6 Perbandingan hardness antar bakso masing-masing konsentrasi
(organoleptik) 9
7 Perbandingan cohesiveness antar bakso berdasarkan jenis dan
perlakuan pati (texture analyzer) 10
8 Perbandingan cohesiveness antar bakso masing-masing konsentrasi
(texture analyzer) 11
9 Perbandingan cohesiveness antar bakso berdasarkan jenis dan
perlakuan pati (organoleptik) 11
10 Perbandingan cohesiveness antar bakso masing-masing konsentrasi
(organoleptik) 12
11 Perbandingan springiness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (texture analyzer) 12
12 Perbandingan springiness antar bakso masing-masing konsentrasi
(texture analyzer) 13
13 Perbandingan springiness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (organoleptik) 13
14 Perbandingan springiness antar bakso masing-masing konsentrasi
(organoleptik) 14
15 Perbandingan chewiness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (texture analyzer) 15
16 Perbandingan chewiness antar bakso masing-masing konsentrasi
(texture analyzer) 15
17 Perbandingan chewiness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (organoleptik) 16
18 Perbandingan chewiness antar bakso masing-masing konsentrasi
(organoleptik) 16
19 Perbandingan gumminess antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati (texture analyzer) 17
20 Perbandingan gumminess antar bakso masing-masing konsentrasi
(texture analyzer) 17
11

21 Perbandingan gumminess antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan


pati (organoleptik) 18
22 Perbandingan gumminess antar bakso masing-masing konesntrasi
(organoleptik) 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bagan alir kerja 21


2. Sheet organoleptik 22
3. Produk referensi 23
4. Data texture analyzer 23
5. Data uji organoleptik 25
6. Uji Pearson 27
12
1

PENDAHULUAN

Bakso adalah makanan olahan yang terbuat dari daging, tepung atau pati,
dan beberapa bumbu yang berfungsi untuk meningkatkan cita rasa. Berdasarkan
Dewan Standarisasi Indonesia (1995) bakso diartikan sebagai produk makanan
yang populer berbentuk bulatan atau bentuk lainnya yang diperoleh dari campuran
daging tidak kurang dari 50% dan pati atau serealia dengan atau tanpa bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Umumnya daging yang digunakan adalah
daging sapi segar (prerigor) yang digiling hingga halus tanpa proses pelayuan
terlebih dahulu. Penggunaan daging sapi dapat diganti dengan menggunakan ikan
ataupun daging ayam. Bahan pengisi bakso yang umum dipakai yaitu pati yang
berfungsi sebagai pengikat air. Jenis pati yang digunakan dapat berpengaruh pada
tekstur bakso yang dihasilkan. Saat ini sudah banyak bakso dijual di pasar
swalayan ataupun mall dalam bentuk makanan beku. Umumnya, bakso yang
dijual mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik bakso yang
digemari umumnya bakso yang kenyal dan kompak, namun dewasa ini banyak
bahan kimia yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tekstur bakso baik yang
merupakan bahan tambahan pangan ataupun yang bukan sebagai bahan tambahan
pangan.
Salah satu bahan tambahan pangan yang umum digunakan dalam
pembuatan bakso adalah sodium tripolifosfat (STTP). STTP berperan dalam
meningkatkan tekstur daging yang disebabkan karena kenaikan derajat keasaman
daging, kekuatan ion, dan disosiasi kompleks aktomiosin. Penambahan STTP
menghalangi turunnya kadar protein dan asam amino akibat reaksi hidrolisis,
meningkatkan daya cerna protein, serta mencegah oksidasi lemak daging (Yuanita
1997). Menurut Detienne dan Wiecker (1999) batas penggunaan alkali polifosfat
adalah sebesar 0.5%, namun banyak pedagang bakso menggunakan STTP secara
berlebih (>0.5%) agar tekstur bakso yang dihasilkan lebih baik (Felicia 2010).
Selain itu salah satu jenis pengenyal lainnya yang biasa disalahgunakan oleh
produsen bakso adalah boraks (Na2B4O7.10H2O) yang bukan merupakan bahan
tambahan pangan dan dilarang penggunaannya.
Sebagai bahan pengisi, penggunaan jenis pati dalam pembuatan bakso
sangat berpengaruh terhadap tekstur yang dihasilkan. Setiap pati memiliki
karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda dalam proses pengolahan pangan,
seperti agen penstabil, pengental, pengisi, dan pembentuk gel (Fennema, 1996).
Pada penelitian ini digunakan pati sagu (Metroxylon sago) dan pati aren (Arenga
pinnata) yang merupakan sumber pati yang melimpah di Indonesia. Salah satu
cara untuk meningkatkan sifat fungsional pati yaitu dengan metode HMT (Heat
Moisture Treatment). Pati yang termodifikasi HMT diharapkan dapat
meningkatkan kualitas tekstur dari bakso. Modifikasi pati dengan metode HMT
dilakukan secara fisik yang meilibatkan panas dan pengaturan kadar air.
Pemanasan yang dilakukan diatas suhu gelatinisasi pati yaitu 120oC dan kadar air
18-30%. Menurut Adawiyah (2012), pati sagu dan pati aren yang diberi perlakuan
secara HMT dapat meningkatkan suhu gelatinisasi dan menurunkan nilai entalpi
pati tersebut. Selain itu sifat tekstur pati sagu dan aren HMT berubah signifikan
dari pati sagu dan aren alami. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Herawati
(2009) membuktikan jika pati sagu termodifikasi HMT menghasilkan pati dengan
2

stabilitas panas dan kemampuan pembentuk gel yang lebih tinggi dibanding pati
sagu alami. Pada penelitian ini, konsentrasi pati yang digunakan sebagai bahan
pengisi bakso yaitu sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% dari total adonan bakso guna
mendapatkan komposisi bakso dengan tekstur yang baik. Selain itu, penggunaan
pati sagu dan pati aren (alami dan HMT) ditujukan untuk membandingkan tekstur
bakso sapi yang dihasilkan dan diharapkan dapat mengurangi penggunaan STTP
yang berlebih.

Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui karakteristik bakso sapi dengan
menggunakan bahan pengisi pati aren dan pati sagu (alami dan termodifikasi
HMT).

METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daging sapi,
pati sagu, pati aren, garam, Penyedap rasa, STTP, es, lada, air, dan bakso
komersial. Daging sapi diperoleh dari pasar anyar Bogor, Jawa Barat. Pati sagu
diperoleh dari industri kecil pengolahan pati di Bogor, Jawa Barat, sedangkan pati
aren diperoleh dari Sukabumi, Jawa Barat. Bakso pembanding yang digunakan
yaitu bakso yang dibuat dari 100% daging sapi. Untuk keperluan analisis
digunakan akuades.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain food processor,
panci, kompor, texture analyzer (TA-XT2i), penangas air, pisau, oven pengering
(Cascade, Amerika Serikat), autoclave, batang pengaduk, dan plastik HDPE.

Prosedur Kerja

Produksi Pati Sagu dan Aren Termodifikasi HMT dengan Autoclave


Tahap pertama produksi pati HMT menggunakan autoclave yaitu tahap
pencucian pati yang bertujuan agar diperoleh pati dengan pH yang netrancangan
acak lengkap. Setelah itu kadar air pati di atur hingga mencapai 20%. Cara
perhitungan jumlah air yang harus ditambahkan yaitu :

Jumlah air yang harus ditambahkan = BP2 - BP1


3

Keterangan
KA1 = Kadar air pati kondisi awal
KA2 = Kadar air pati yang diinginkan (%)
BP1 = Bobot pati kondisi awal (g)
BP2 = Bobot pati setelah mencapai KA2 (g)

Setelah itu pati didiamkan selama 1 jam. Pada tahap autoclaving, suhu yang
digunakan yaitu 120 oC dengan waktu 60 menit untuk pati sagu dan 90 menit
untuk pati aren. Tahap akhir yaitu pengeringan pada suhu 40-50 oC selama satu
malam.

Proses Pembuatan Bakso Dengan Pati Sagu Dan Aren


Proses pembuatan bakso pada penelitian ini hampir sama dengan proses
pembuatan bakso secara umum. Dalam penelitian ini pati yang digunakan terdiri
dari 4 jenis pati, yaitu pati sagu alami, pati sagu HMT, pati aren alami, pati aren
HMT. Masing-masing pati dibuat dengan 4 formula bakso, sehingga didapat 16
formula bakso. Alur proses pengolahan Bakso dapat dilihat pada diagram alir
berikut.

Daging sapi tanpa lemak


dan jaringan ikat

Daging digiling dalam Garam 5%, STTP


food processor 0,2%, Es 25%

Pencampuran dalam food Pati sagu / Pati aren


processor , 5 menit (5%, 10%, 15%,
20%), Lada 1%, MSG
2%
Pencetakan bakso, masukkan
dalam air panas 50-60oC, 10
menit

Perebusan dalam air 80oC,


10 menit

Bakso daging sapi

Gambar 1 Diagram alir pembuatan bakso


4

Tabel 1. Formula bakso sapi


Bahan-bahan Formula 1* Formula 2* Formula 3* Formula 4*
Pati 5% 10 15% 20%
Daging 61.8% 56.8% 51.8% 46.8%
Garam 5% 5% 5% 5%
STTP 0.2% 0.2% 0.2% 0.2%
Lada 1% 1% 1% 1%
MSG 2% 2% 2% 2%
Es 25% 25% 25% 25%
*Setiap formula dibuat masing-masing dengan menggunakan pati aren alami, pati
aren HMT, pati sagu alami, dan pati sagu HMT sehingga diperolah 16 formula
bakso.

Analisis Organoleptik, Texture Profile (ISO 11036)


Metode analisis organoleptik texture profile merupakan prosedur formal
yang digunakan untuk mengidentifikasi karateristik suatu sampel dengan cara
memisahkan atribut-atribut karakteristik setiap sampel dan menghitung
intensitasnya dengan memberikan skala-skala tertentu. Jenis skala yang digunakan
yaitu skala garis. Panjang garis yaitu 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya
1.25 cm di ujung kiri dan kanan. Tanda batas tersebut merupakan produk referensi
(Lampiran 2) yang digunakan untuk menentukan intensitas dari parameter yang
akan di ukur. Tanda batas kiri merupakan produk referensi dengan intesitas yang
rendah sedangkan tanda batas kanan dengan intensitas yang tinggi. Pada
penelitian ini atribut-atribut yang diukur yaitu hardness, cohesiveness,
springiness, chewiness, dan gumminess. Berikut tabel teknik untuk mengukur
masing-masing parameter.

Tabel 2 Teknik mengukur parameter tekstur secara organoleptik


Parameter Teknik
Letakkan sampel diantara gigi geraham dan rasakan gaya yang
Hardness dibutuhkan untuk menekan sampel
Letakkan sampel diantara gigi geraham, tekan dan rasakan
Cohesiveness perubahan bentuk sampel sebelum sampel hancur
Letakkan sampel diantara gigi geraham, beri tekanan terhadap
sampel secara parsial, rasakan kecepatan sampel untuk kembali
Springiness kebentuk semula
Chewiness Kunyah sampel hingga ukuran sampel mengecil dan siap ditelan
Letakkan sampel diantara lidah dan langit-langit mulut hingga
Gumminess sampel siap untuk ditelan

Pada tahap awal dilakukan pemilihan 10 orang panelis. Panelis merupakan


panelis terlatih yang memiliki gigi geraham yang rapi dan tidak berlubang.
Setelah itu dilakukan pelatihan dengan memperkenalkan karakteristik atribut-
atribut yang akan diukur dan mencoba menentukan nilai atribut-atribut yang
diukur dari suatu sampel makanan. Tahap akhir pelatihan dilakukan
pembandingan antara intensitas tekstur sampel bakso dengan produk referensi
yang akan digunakan. Produk referensi dapat dilihat pada (lampiran 3).
5

Texture Profile Analysis


Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan texture analyzer adalah
dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil
tekstur bahan pangan tersebut dapat diukur. Bakso dibuat dengan ukuran yang
seragam dengan ukuran 2.5 x 2.5 x 2.5 cm lalu dianalisis menggunakan Texture
analyzer TA-XT2i. Pada percobaan ini, digunakan probe silinder berdiameter 35
mm untuk kompresi bahan. Sampel ditekan dengan probe hingga tertekan dan
menghasilkan kurva yang menunjukkan profil tekstur bakso (gambar 2).
Penentuan nilai masing-masing karakteristik dari kurva dapat dilihat pada tabel 3.

Gambar 2 kurva texture profile analyzer yang diperoleh dari TA-XT2i

Tabel 3 Parameter tekstur dan cara menentukannya

Parameter Cara menentukan


Hardness Gaya maksimum yang diperoleh dari kurva pertama
Perbandingan antara luas kurva positif pada penekanan pertama
Cohesiveness dan kedua (A2/A1)
Perbandingan jarak yanag ditempuh selama penekanan pertama
Springiness dan penekanan kedua (L2/L1)
Chewiness Nilai gumminess dikalikan dengan springiness
Gumminess Nilai hardness dikalikan dengan cohesiveness

Kelima parameter di atas diukur dengan kondisi pengukuran untuk produk


daging seperti dijelaskan pada Huidobro et al. 2005 dengan kecepatan probe 2
mm/ detik sebelum kontak, kecepatan probe 2 mm/ detik selama kontak,
kecepatan probe 10 mm/ detik setelah kontak, jarak probe 30 mm sebelum kontak,
dan distance 50%.
6

Analisis Data
Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara 2 variabel (hasil analisis tekstur menggunakan texture analyzer dan
organoleptik). Asumsi dalam korelasi Pearson, data harus berdistribusi normal.
Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Jika angka korelasi
positif berarti hubungan bersifat searah. Searah artinya jika variabel bebas besar,
variabel tergantung semakin besar. Jika menghasilkan angka negatif berarti
hubungan bersifat tidak searah. Tidak searah artinya jika nilai variabel bebas
besar, variabel tergantung semakin kecil. angka korelasi berkisar antara -1 sampai
1. Batas-batas nilai koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Batas-batas nilai koefisien korelasi (Walpole, 1995)


Nilai koefisien Interpretasi
0.00 sampai 0.09 korelasi diabaikan
0.10 sampai 0.29 korelasi lemah
0.41 sampai 0.49 korelasi moderat
0.50 sampai 0.70 korelasi sedang
>0.70 korelasi kuat

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Hardness Bakso
Sapi
Hardness merupakan salah satu parameter yang penting dalam tekstur
makanan. Nilai hardness merupakan puncak tertinggi dari kurva hasil analisis
menggunakan texture analyzer. Hasil analisis hardness dengan menggunkan
texture analyzer dapat dilihat pada Gambar 3.

12000

10000

8000

6000
gf

4000

2000

0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 3 Perbandingan hardness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan pati
Hasil menggunakan texture analyzer
analisis menggunakan texture analyzer menunjukkan jika nilai
hardness hasil rata-rata dari empat konsentrasi pati (5%, 10%, 15%, dan 20%)
pada bakso aren alami lebih tinggi dibanding bakso aren HMT, hal serupa terjadi
pada bakso sagu alami yang memiliki nilai hardness lebih tinggi dari bakso sagu
7

HMT. Selain itu hasil data menunjukkan jika bakso aren alami memiliki nilai
hardness tertinggi dibanding bakso dengan formulasi lain. Kim dan Wiesenborn
(1996) menyatakan retrogadasi yang terjadi selama proses modifikasi HMT, dapat
menyebabkan berkurangnya amilosa pati. Ketika granula pati mengalami
pembengkakan diantara ikatan amilosa, hubungan antar ikatan amilosa menurun
selama retrogradasi. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya ketegasan gel pati,
dan berdampak terhadap menurunnya hardness produk (Shin, 2005). Bila
dibandingkan dengan nilai kontrol, nilai hardness dari bakso aren alami masih
lebih rendah dibanding bakso kontrol. Nilai hardness bakso aren alami yaitu
sebesar 5356.284 ± 2615.894 gf sedangkan bakso kontrol sebesar 8467.800 ±
1474.802 gf.
Sementara itu, jika dilihat dari masing-masing konsentrasi pati, penggunaan
pati yang semakin banyak dapat meningkatkan nilai kekerasan bakso. Huang et al.
(2005) menyatakan jika peningkatan kekerasan bakso berasal dari peningkatan
karbohidrat dalam bakso tersebut, sehingga penggunaan pati dengan konsentrasi
yang tinggi akan meningkatkan hardness pada bakso. Gambar 4 menunjukkan
pengaruh konsentrasi pati yang digunakan terhadap hardness bakso.
12000

10000

8000

6000
gf

4000

2000

0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 4 Perbandingan hardness antar bakso dari masing-masing konsentrasi


pati menggunakan texture analyzer

Dari gambar terlihat jika nilai hardness bakso semakin meningkat seiring
bertambahnya persentase pati yang digunakan. Nilai hardness bakso yang paling
mendekati kontrol adalah bakso dengan penggunaan pati sebesar 20% dari total
adonan bakso. Penggunaan pati yang lebih banyak dapat menghasilkan bakso
dengan hardness yang lebih tinggi.
Pengukuran nilai hardness dilakukan juga secara organoleptik.
Perbandingan hardness antar basko secara organoleptik dapat dilihat pada gambar
5.
8

8
7
6
5
skala 4
3
2
1
0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 5 Perbandingan hardness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan pati
secara organoleptik
Hasil organoleptik menunjukkan jika bakso aren alami memiliki nilai
hardness tertinggi, sedangkan bakso sagu alami memiliki nilai hardness terendah
(gambar 5). Panelis menilai bakso aren HMT memiliki nilai hardness yang paling
mendekati nilai hardness kontrol yaitu dengan skala sebesar 4.853 ± 2.672
berbanding 4.720 ± 2, sedangkan bakso sagu alami dan sagu HMT memiliki nilai
hardness yang lebih rendah dari kontrol. Selain itu, panelis menilai penggunaan
jumlah pati mempengaruhi nilai hardness bakso. Sama seperti hasil pengukuran
menggunakan texutre analyzer, analisis organoleptik juga menunjukkan jika
penggunaan pati yang semakin bertambah akan meningkatkan nilai hardness
bakso. Perbandingan nilai hardness antar konsentrasi pati terhadap bakso dapat
dilihat pada gambar 6.
10
9
8
7
6
skala

5
4
3
2
1
0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 6 Perbandingan hardness antar bakso dari masing-masing konsentrasi


pati menggunakan organoleptik
Hasil organoleptik menunjukkan jika bakso dengan penggunaan pati
sebanyak 15% menghasilkan bakso yang paling mendekati nilai hardness
kontrol. Sementara itu penggunaan pati sebanyak 20% memiliki hardness yang
lebih tinggi dari kontrol. Hasil tersebut menunjukkan jika terdapat perbedaan hasil
analisis antara pengukuran menggunakan texutre analyzer dan secara
organoleptik. Perbedaan ini dapat dikarenakan nilai subjektif dari masing-masing
panelis.
9

Uji pearson dilakukan untuk menunjujukkan adanya korelasi dari analisis


hardness menggunakan texture analyzer dan secara organoleptik. Hasil uji
pearson menunjukkan hasil yang positif, yaitu 0.594 dengan nilai signifikansi
0.000 yang menunjukkan jika terdapat hubungan positif antara pengukuran
hardness secara organoleptik dan menggunakan texture analyzer terdapat korelasi
sedang. Hal ini menunjukkan jika nilai hardness hasil analisis texture analyzer
semakin besar, maka nilai hardness dari analisis organoleptik pun semakin besar.

2. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Cohesiveness


Bakso Sapi
Cohesiveness merupakan daya penahanan yang dilakukan suatu bahan
terhadap deformasi sebelum hancur. Nilai cohesiveness dihitung dari luasan kurva
hasil analisis texture analyzer pada tekanan kedua (A2) dibagi dengan luasan
dibawah kurva pada tekanan pertama (A1). Hasil pengukuran cohesiveness
dengan menggunakan texture analyzer dapat dilihat pada gambar 7.
0,7

0,6

0,5

0,4
gf

0,3

0,2

0,1

0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 7 Perbandingan cohesiveness antar bakso berdasarkan jenis dan


perlakuan pati menggunakan texture analyzer
Gambar 7 menunjukkan jika bakso aren HMT memiliki nilai cohesiveness
tertinggi yaitu sebesar 0.559 ± 0.060 sedangkan bakso kontrol memiliki nilai
cohesiveness terendah yaitu 0.507 ± 0.033. Nilai cohesiveness dari bakso aren
alami, bakso sagu HMT, dan bakso sagu alami berturut-turut adalah 0.511 ±
0.029, 0.514± 0.030, dan 0.512 ± 0.037. Berdasarkan hasil tersebut, bakso aren
alami memiliki nilai cohesiveness yang paling mendekati dengan nilai
cohesiveness kontrol. Selain itu, terlihat jika nilai cohesiveness dari bakso dengan
bahan pengisi pati HMT lebih tinggi dibandingkan bakso dengan bahan pengisi
pati alaminya. Hasil penelitian oleh Adawiyah (2012) menyebutkan jika nilai
cohesiveness dari pati aren dan sagu alami lebih tinggi daripada pati aren dan sagu
HMT yang dikarenakan melemahnya ikatan internal dari pati HMT. Namun dari
hasil analisis tekstur menggunakan texture analyzer, nilai cohesiveness pada bakso
dengan pengisi pati HMT lebih tinggi dari pati alaminya. Hal ini kemungkinan
dikarenakan adanya perubahan bentuk granula pati setelah dimodifikasi HMT.
Herawati (2009) menyatakan jika pati sagu termodifikasi HMT memiliki ukuran
yang lebih besar dibanding pati alaminya. Hal ini dapat menyebabkan air yang
masuk kedalam granula dapat lebih banyak. Keberadaan air yang lebih banyak
dapat meningkatkan nilai cohesiveness produk sehingga dapat menahan tekanan
lebih kuat (Hattunisa RS, 2011).
10

Jika dilihat dari jumlah pati yang digunakan, banyaknya pati dapat
mempengaruhi cohesiveness dari bakso. Gambar 8 menunjukkan perbandingan
cohesiveness antar bakso berdasarkan jumlah pati yang digunakan.
0,7

0,6

0,5

0,4
gf

0,3

0,2

0,1

0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 8 Perbandingan cohesiveness antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati menggunakan texture analyzer
Gambar 8 menunjukkan jika penggunaan pati sebanyak 15% (0.513 ±
0.037) paling mendekati nilai cohesiveness kontrol (0.507 ± 0.033). Sementara itu
bakso dengan konsentrasi pati 20% memiliki nilai cohesiveness yang lebih rendah
dari kontrol, yaitu sebesar 0.495±0.026. Untuk nilai cohesiveness tertinggi,
dihasilkan dari bakso dengan penggunaan pati sebanyak 10% dengan nilai
cohesiveness sebesar 0.545 ± 0.021.
Selanjutnya, pengukuran dilakukan juga secara organoleptik. Berikut
gambar 9 hasil uji organoleptik untuk nilai cohesiveness bakso.

12

10

8
skala

0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol
Gambar 9 Perbandingan cohesiveness antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan
pati secara organoleptik
Hasil uji organoleptik memperlihatkan jika bakso sagu alami memiliki
cohesiveness yang paling mendekati kontrol. Nilai cohesiveness bakso sagu alami
berdasarkan uji organoleptik yaitu 5.196 ± 3.707 sedangkan bakso kontrol sebesar
6.520 ± 3.256. Bakso sagu HMT memiliki nilai cohesiveness terendah yaitu 3.135
± 2.058. Hasil tersebut berbeda dengan hasil pengukuran cohesiveness
menggunakan texture analyer . Nilai cohesiveness yang paling mendekati kontrol
dari pengukuran menggunakan texture analyzer adalah bakso aren alami,
sedangkan hasil uji organoleptik adalah bakso sagu alami. Perbedaan tersebut
11

dapat dikarenakan adanya penilaian subjektif dari panelis. Selanjutnya, dilihat dari
banyaknya penggunaan pati, panelis menilai jika penggunaan pati yang semakin
banyak akan meningkatkan cohesiveness bakso. Bakso dengan konsentrasi pati
sebanyak 20% memiliki cohesiveness sebesar 5.596 ± 2.708. Berikut
perbandingan cohesiveness antar bakso berdasarkan konsentrasi secara
organoleptik.
12

10

8
skala

0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 10 Perbandingan cohesiveness antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati secara organoleptik
Uji pearson dilakukan untuk melihat hubungan antara nilai cohesiveness
yang diukur menggunakan texture analyzer dan secara organoleptik. Hasil uji
pearson menunjukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -0.187 dengan signifikansi
0.306 yang berarti tidak ada hubungan dari keduanya (p>0.05).

3. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Springiness


Bakso Sapi
Pengukuran nilai springiness bertujuan untuk menentukan seberapa produk
dapat kembali ke kondisi awal setelah diberi tekanan pertama kali (Szczesniak,
(2002). Secara organoleptik nilai springiness diukur dengan meletakkan produk
pada gigi geraham dan dikompres secara parsial. Nilai springiness dengan
menggnakan texture analyzer dapat dilihat pada gambar 11.
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
gf

0,4
0,3
0,2
0,1
0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 11 Perbandingan springiness antar bakso berdasarkan jenis dan


perlakuan pati menggunakan texture analyzer
Gambar 11 menunjukkan jika bakso sagu alami memiliki nilai springiness
tertinggi yaitu 0.916 ± 0.029 gf. Nilai springiness bakso aren HMT, bakso aren
12

alami, bakso sagu HMT, dan kontrol berturut-turut adalah 0.914 ± 0.022 gf, 0.839
± 0.017 gf, 0.903 ± 0.018 gf, dan 0.912 ± 0.003 gf. Hasil tersebut menunjukkan
jika bakso aren HMT memiliki nilai springiness paling mendekati kontrol.
Penggunaan pati sagu sebagai bahan pengisi bakso terlihat memiliki nilai
springiness yang lebih tinggi dibandingkan bakso pati aren. Hal ini kemungkinan
dikarenakan adanya perbedaan kandungan air pada masing-masing pati. Putra et
al. (2011) menyatakan jika keberadaan air pada granula pati dapat meningkatkan
springiness bakso. Selain itu konsentrasi pati dapat mempengaruhi springiness
bakso. Berikut gambar 12 perbandingan nilai springiness antar bakso berdasarkan
konsentrasi pati yang digunakan.
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
gf

0,4
0,3
0,2
0,1
0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 12 Perbandingan springiness antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati menggunakan texture analyzer
Gambar 12 menunjukkan jika nilai springiness bakso mengalami
peningkatan pada penggunaan pati 5% hingga 10%, sedangkan nilai tersebut turun
pada konsentrasi 15% dan 20%. Bakso dengan konsentrasi pati 10% memiliki
nilai rata-rata springiness tertinggi yaitu sebesar 0.903 ± 0.041 gf dan paling
mendekati kontrol. Hal tersebut menunjukkan jika penggunaan pati sebanyak 10%
dapat menghasilkan bakso dengan springiness yang optimal. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Felicia (2010), yang menyatakan jika
formula bakso terbaik adalah bakso dengan bahan pengisi pati sebanyak 10% dari
total adonan bakso. Selanjutnya, dilakukan uji organoleptik sebagai pembanding.
Hasil uji organolpetik dapat dilihat pada gambar 13.
9
8
7
6
5
skala

4
3
2
1
0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 13 Perbandingan springiness antar berdasarkan jenis dan perlakuan pati


bakso secara organoleptik
13

Hasil uji organoleptik menunjukkan jika bakso sagu alami memiliki nilai
springiness yang paling mendekati kontrol. Nilai bakso sagu alami berdasarkan
uji organoleptik adalah 4.541 ± 2.977 sedangkan nilai kontrol adalah 4.530 ±
2.853. Sementara itu, hasil uji menunjukkan jika bakso aren HMT memiliki nilai
springiness tertinggi yaitu sebesar 5.078 ± 2.753 sedangkan bakso sagu HMT
memiliki nilai terendah yaitu 3.532 ± 2.451. Hasil ini berbeda dengan hasil
pengukuran springiness menggunakan texture analyzer, dimana bakso sagu alami
memiliki nilai springiness tertinggi dan bakso aren HMT paling mendekati
kontrol. Sama seperti pengukuran parameter tekstur sebelumnya, perbedaan ini
dikarenakan adanya penilaian subjektif dari panelis. Perbedaan hasil uji juga
terjadi jika dilihat dari rata-rata masing-masing konsentrasi pati yang digunakan.
Hasil uji organoleptik menununjukkan jika penggunaan pati dengan konsentrasi
yang semakin meningkat akan meningkatkan nilai springiness bakso. Nilai
springiness bakso dengan penggunaan pati sebanyak 5% memiliki nilai
springiness rata-rata terendah yaitu 3.085 ± 2.435, sedangkan penggunaan pati
sebanyak 20% memiliki nilai springiness rata-rata tertinggi yaitu 5.631 ± 2.324.
Gambar 14 menunjukkan hasil uji organoleptik dari masing-masing konsentrasi
bakso.
9
8
7
6
5
skala

4
3
2
1
0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 14 Perbandingan springiness antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati secara organoleptik
Pengujian untuk melihat adanya korelasi dari kedua metode analisis
dilakukan dengan uji Pearson. Hasil uji Pearson menunjukkan nilai yang negatif,
yaitu -0.355 dengan signifikansi 0.046 yang berarti ada korelasi moderat antara
nilai springiness yang diukur dengan texture analyzer dan secara organoleptik.
Hal ini menunjukkan jika nilai springiness hasil analisis menggunakan texture
analyzer semakin tinggi, maka nilai springiness hasil analisis organoleptik akan
semakin kecil.

4. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Chewiness


Bakso Sapi
Chewiness adalah energi yang dibutuhkan untuk mengunyah makanan
hingga makanan tersebut siap untuk ditelan. Caine et al. (2003) menyatakan jika
chewiness dipengaruhi oleh nilai kekerasan produk, semakin tinggi kekerasan
produk, maka nilai chewiness produk pun semakin tinggi. Besarnya nilai
14

chewiness yang diukur menggunakan texture analyzer dapat dilihat pada gambar
berikut.

6000

5000

4000

3000
gf

2000

1000

0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 15 Perbandingan chewinesss antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan


pati menggunakan texture analyzer

6000

5000

4000

3000
gf

2000

1000

0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 16 Perbandingan chewiness antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati menggunakan texture analyzer

Hasil analisis menunjukkan jika bakso aren HMT memiliki nilai chewiness
tertinggi yaitu sebesar 2371.988 ± 703.676 gf, sedangkan bakso sagu HMT
memiliki nilai chewiness terendah yaitu 1806.191 ± 854.738 gf. Dari gambar
terlihat jika nilai chewiness dari bakso berbahan pengisi pati aren (alami dan
HMT) lebih besar dibanding bakso yang berbahan pengisi pati sagu dan
penggunaan pati dengan konsentrasi yang semakin tinggi juga meningkatkan nilai
chewiness bakso. Nilai chewiness yang tinggi dapat menunjukkan kualitas tekstur
bakso yang baik (Felicia, 2010).
Selanjutnya dilakukan uji organoleptik sebagai pembanding. Berikut
gambar 17 dan gambar 18 hasil uji organoleptik untuk parameter chewiness.
15

9
8
7
6
5
skala 4
3
2
1
0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 17 Perbandingan chewinesss antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan


pati secara organoleptik

9
8
7
6
5
skala

4
3
2
1
0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 18 Perbandingan chewiness antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati secara organoleptik

Hasil uji organoleptik menunjukkan jika bakso dengan berbahan pengisi


pati aren memiliki nilai chewiness yang lebih tinggi. Hasil ini sama dengan hasil
pengukuran menggunakan texture Analyzer dimana bakso dengan berbahan
pengisi pati aren memiliki nilai chewiness yang lebih tinggi. Namun, menurut
panelis bakso pati aren alami memiliki nilai chewiness yang paling tinggi,
sedangkan chewiness tertinggi hasil analisis menggunakanTexture Analyzer
adalah bakso pati HMT. Berdasarkan konsentrasi pati yang digunakan, rata-rata
chewiness dari masing-masing bakso meningkat seiring bertambahnya pati yang
digunakan. Hal ini menunjukkan jika jumlah pati yang digunakan pada pembuatan
bakso sangat mempengaruhi chewiness bakso.
Untuk melihat korelasi dari pengukuran chewiness menggunakan texture
analyzer dan secara organoleptik,dilakukan uji pearson. Hasil uji pearson
menunjukkan nilai sebesar 0.549 dengan signifikansi 0.0001 yang berarti ada
hubungan positif dengan korelasi sedang antara pengukuran chewiness secara
organoleptik dan menggunakan texture analyzer. Hal ini menunjukkan jika nilai
chewiness hasil analisis texture analyzer semakin besar, maka nilai chewiness dari
analisis organoleptik pun semakin besar
16

5. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu dan Pati Aren Terhadap Gumminess


Bakso Sapi
Gumminess didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk
mengecilkan bahan makanan hingga siap ditelan (Szczesniak, 2002). Dari hasil
analisis tekstur menggunakan texture analyzer, bakso dengan bahan pengisi pati
aren memiliki nilai gumminess yang lebih besar dibanding bakso pati sagu baik
dengan perlakuan HMT maupun alami. Hal ini serupa seperti nilai hardness dan
chewiness bakso dimana bakso dengan pengisi pati aren memiliki nilai hardness
dan chewiness yang lebih tinggi dibanding bakso dengan pengisi pati sagu. Huang
et al. (2005) menyatakan jika nilai hardness berpengaruh terhadap nilai chewiness
dan gumminess suatu produk. Besarnya nilai gumminess rata-rata dari semua
formula konsentrasi bakso pati aren HMT yaitu 2593.993 gf dan bakso pati aren
alami yaitu 2713.852 gf, sedangkan besarnya gumminess untuk bakso pati sagu
HMT sebesar 2000.972 gf dan 2424.088 gf untuk bakso pati alami. Selain itu
Nilai gumminess bakso semakin besar seiring dengan bertambahnya konsentrasi
pati yang digunakan , hal ini dikarenakan nilai gumminess dipengaruhi oleh nilai
kekerasan produk. Penggunaan pati yang semakin banyak akan meningkatkan
nilai hardness bakso sehingga nilai gumminess bakso juga semakin tinggi. Nilai
gumminess dari masing-masing produk dan berdasarkan konsentrasi pati yang
digunakan bisa dilihat pada gambar 19 dan gambar 20
6000

5000

4000

3000
gf

2000

1000

0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 19 Perbandingan gumminess antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan


pati menggunakan texture analyzer

6000

5000

4000

3000
gf

2000

1000

0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 20 Perbandingan gumminess antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati menggunakan texture analyzer
17

Hasil serupa ditunjukkan juga oleh hasil uji organoleptik. Hasil uji
menunjukkan jika bakso berbahan pengisi pati aren memiliki nilai gumminess
yang lebih tinggi dibanding bakso berbahan pengisi pati sagu. Jika dibandingkan
dari masing-masing bahan pengisi, bakso pati aren alami memiliki gumminess
tertinggi sedangkan nilai gumminess terendah ditunjukkan oleh bakso pati sagu
alami. Seperti hasil pengukuran menggunakan Texture Analyzer, hasil uji
organoleptik juka menunjukkan jika konsentrasi pati yang digunakan untuk
membuat bakso dapat meningkatkan nilai gumminess bakso tersebut, dimana
bakso dengan konsentrasi pati 20% memiliki nilai gumminess tertinggi sedangkan
bakso dengan konsentrasi pati 5% memiliki nilai gumminess terendah. Nilai
gumminess dari hasil uji organoleptik dapat dilihat dari 21 dan gambar 22.
16
14
12
10
skala

8
6
4
2
0
Aren_HMT Aren_Native Sagu_HMT Sagu_Native Kontrol

Gambar 21 Perbandingan gumminess antar bakso berdasarkan jenis dan perlakuan


pati secara organoleptik
16
14
12
10
skala

8
6
4
2
0
5% 10% 15% 20% Kontrol

Gambar 22 Perbandingan gumminess antar bakso dari masing-masing


konsentrasi pati secara organoleptik
Hasil uj pearson menunjukkan nilai 0.498 dengan signifikansi sebesar
0.004 yang berarti terdapat hubungan positif dengan korelasi moderat antara nilai
gumminess yang diukur dengan menggunakan texture analyzer dan secara
organoleptik. Jika nilai gumminess dari pengukuran menggunakan texture
analyzer semakin besar, maka nilai gumminess dengan pengukuran secara
organoleptik pun semakin besar.
18

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Tekstur bakso sapi dipengaruhi oleh jenis pati, perlakuan pati, dan
konsentrasi pati. Berdasarkan hasil uji texture analyzer, bakso pati aren alami
memiliki nilai hardness dan gummines tertinggi, bakso pati aren HMT memiliki
nilai cohesiveness dan chewiness tertinggi, dan bakso sagu alami memiliki nilai
springiness tertinggi. Hasil uji organoleptik menunjukkan jika bakso aren alami
memiliki nilai hardness, chewiness, dan gumminess tertinggi, sedangkan bakso
aren HMT memiliki nilai cohesiveness dan springiness tertinggi. Sementara itu,
hasil analisis menggunakan texture analyzer dan uji organoleptik menunjukkan
jika konsentrasi pati yang digunakan dapat meningkatkan nilai hardness,
chewiness, dan gumminess bakso. Korelasi Pearson menunjukkan adanya korelasi
antara pemgukuran menggunakan texture analyzer dan uji organoleptik pada
parameter hardness, springiness, chewiness, dan gumminess.

Saran

Pengunaan pati sebagai bahan pengisi produk bakso berperan penting untuk
menghasilkan tekstur bakso yang baik. Perlu dilakukan karakterisasi pati yang
akan digunakan untuk proses pembuatan bakso dan menguji rancangan acak
lengkap bertahap untuk masing-masing faktor.
19

DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah DR. 2012 Effect heat moisture treatment on physical properties and
textural quality of food products from arenga and sago starch. [Final
Report]. NFRI-NARO. Japan.

Adawiyah DR, Sasaki T, Kohyama K. 2013. Characterization of arenga starch in


comparison with sago starch. Journal Of Carbohydrates Polymers Volume
92 (2306-2313).

Caine, W. R., J. L. Aalhus, D. R. Best, M. E. R. Dugan, and L. E. Jeremiah. 2003.


Relationship of texture profile analysis and Warner-Bratzler shear force
with sensory characteristics of beef rib steaks. Meat Sci. 64: 333-339.

Detienne NA dan Wiecker L. 1999. Sodium Chloride and Tripolyphosphate


Effects on Physical and Quality Characteristics of Injected Pork Loins.
J. of Food Science. 64(6): 1042–9.

Dewan Standarisasi Indonesia. 1995. Bakso Daging Sapi SNI 01-3947.


Standarisasi Nasional Jakarta Indonesia, Jakarta.

Fennema, O.R (ed). 1996.Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York.

Felicia. 2010. Penggunaan pati sagu termodifikasi dengan heat moisture treatment
(HMT) untuk meningkatkan kualitas tekstur bakso daging sapi. [skripsi].
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Hattunisa RS. 2011.Optimasi Proses Dehidrasi dan Formulasi Bahan Tambahan


Pangan pada Mi Jagung Instant dengan Metode Ekstrusi. [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture-Treatment


(HMT) dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. [tesis].
Program Studi Ilmu Pangan, IPB, Bogor.

Huang, S.C., C.Y. Shiau, T.E. Liu, C.L. Chu and D.F. Hwang. 2005. Effects of
rice bran on sensory and physic-chemical properties of emulsified pork
meatball. Mear Sci, 70: 613-619

Huidobro RF, Miguel E, Blázquez B and Onega E. 2005. A comparison between


two methods (Warner–Bratzler and texture profile analysis) for testing
either raw meat or cooked meat. J of Meat Sci 69(4) : 527–536.

Ibrahim I. 2002. Studi Pembuatan Kamaboko Ikan Belut (Monopterus albus)


dengan Berbagai Suhu Perebusan dan Konsentrasi Tepung Terigu. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB. Bogor
20

ISO 11036. 1994. Sensory analysis. Methodology. Texture profile.

Kim Y, Wiesenborn P 1996. Starch noodle quality as related to potato genotype.


J. Food Sci. 61:248-252.

Niba L.L., Bokanga, Jackson, Schlimme. 2002. Phycsicochemical Properties and


Srtarch Granular Characteristics of Flour from Various Manihot Esculenta
(Cassava) Genotypes. Journal of Food Science. Vol. 67, No.5. xidized
Barley and Corn Starches, Starch/ Starke Vol 60, 634-645

Putra AA, Huda N, and Ahmad R. 2011. Changes During Processing of Duck
Meatballs Using Different Fillers after the Preheating and Heating Process.
International Journal of Poultry Science 10 (1): 62-70, 2011

Shin S, Kim H, Ha H, Lee S, Moon T (2005). Effect of hydrothermal treatment


on formation and structurancangan acak lengkap characteristics of slowly
digestible non-pasted granular sweetpotato starch. Starch 57: 421-430.

Szczesniak AS. 2002. Texture is a sensory property. J of Food Quality and


Preference 13(2) : 215-225.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta : Gramedia

Yuanita L, Surodjo S, Wikandari P, 1997. Pengaruh Penggunaan Alkali Fosfat


Sebagai Pengganti Boraks Terhadap Kualitas Daging Olahan Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian IKIP Surabaya.
21

Lampiran

Lampiran 1 Bagan alir kerja


Pati aren dan sagu native

Pencucian

Pati aren dan sagu


Pati sagu dan aren native pH netral Pati sagu dan aren
tanpa perlakuan dengan perlakuan
HMT

Bakso

Analisis tekstur menggunakan Uji organoleptik


texture analyzer
22

Lampiran 2 Sheet uji organoleptik

Produk : Bakso
Nama : Tanggal :
Intruksi
1. Lakukan pencicipan sampel satu persatu dari kiri ke kanan
2. Evaluasi tingkat Hardness, cohesiveness, springiness, chewiness, dan
gumminess dari masing-masing sampel uji dengan sampel carier
3. Beri tanda berupa garis vertikal serta tuliskan diatas garis vertikal tersebut
nomor kode dari masing-masing sampel uji

Hardness
Putih telur wortel

Cohesiveness
raisin permen karet

Springiness
sosis frankfurter marsmallow

Chewiness

sosis frankfurter jelly gum

Gumminess

40% paste flour 60%paste flour


23

Lampiran 3 Produk referensi

No Parameter Popular term rating Produk Ukuran sampel


1 Hardness Soft 2 Putih telur 1.25 cm
Hard 7 Wortel 1.25 cm
2 Cohesiveness Low itensity 10 Raisin 1 buah
High intensity 15 Permen karet 1 buah
3 Springiness Low itensity 5 Sosis Frankfurter 1.25 cm
High intensity 9 Marsmallow 1 buah
4 Chewiness Low itensity 2 Sosis Frankfurter 1.25 cm
High intensity 5 Jelly gum 1 buah
5 Gumminess Low itensity 1 Pasta Pati 40% 1 sendok makan
High intensity 5 Pasta Pati 60% 1 sendok makan

Lampiran 4 Data Texture Analyzer

Lampiran 4a Hardness

Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N


Aren HMT 4803,438 1840,8552 8
Aren Native 5356,283 2615,8944 8
Sagu HMT 3818,138 1986,194 8
Sagu Native 4776,962 2063,2317 8
5% 2396,701 489,337 8
10% 3623,692 948,408 8
15% 5322,120 555,703 8
20% 7412,308 1465,925 8

Lampiran 4b Cohesiveness

Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N


Aren HMT 0,5593 0,05966 8
Aren Native 0,511 0,02855 8
Sagu HMT 0,5136 0,0297 8
Sagu Native 0,512 0,03686 8
5% 0,5431 0,06824 8
10% 0,5451 0,02125 8
15% 0,5129 0,02608 8
20% 0,4948 0,02609 8
24

Lampiran 4c Springiness

Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N


Aren HMT 0,9144 0,02165 8
Aren Native 0,8389 0,01713 8
Sagu HMT 0,903 0,01769 8
Sagu Native 0,9163 0,02925 8
5% 0,8966 0,05158 8
10% 0,9034 0,0416 8
15% 0,8936 0,03649 8
20% 0,8789 0,02105 8

Lampiran 4d Chewiness

Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N


Aren HMT 2371,987 703,676 8
Aren Native 2270,331 1124,801 8
Sagu HMT 1806,190 854,738 8
Sagu Native 2212,453 855,965 8
5% 1369,64 340,692 8
10% 2200,84 473,111 8
15% 3030,397 537,249 8
20% 3748,377 721,754 8

Lampiran 4e Gumminess
Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N
Aren HMT 2594,002 772,545 8
Aren Native 2713,852 1252,093 8
Sagu HMT 2000,971 984,515 8
Sagu Native 2424,087 943,431 8
5% 1305,582 310,449 8
10% 2045,124 482,938 8
15% 2746,907 293,133 8
20% 3635,299 743,172 8
25

Lampiran 5 Data Organoleptik


Lampiran 5a Hardness
Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N
Aren HMT 4,852 2,626 8
Aren Native 5,115 2,484 8
Sagu HMT 3,851 2,392 8
Sagu Native 3,62 2,529 8
5% 2,668 1,473 8
10% 3,702 2,167 8
15% 4,65 2,359 8
20% 6,417 2,571 8

Lampiran 5b Cohesiveness
Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N
Aren HMT 4,957 2,616 8
Aren Native 4,226 2,322 8
Sagu HMT 3,135 2,058 8
Sagu Native 5,196 3,707 8
5% 3,195 2,580 8
10% 4,01 2,667 8
15% 4,713 2,922 8
20% 5,596 2,708 8

Lampiran 5c Srpinginess
Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N
Aren HMT 5,078 2,753 8
Aren Native 4,678 2,363 8
Sagu HMT 3,532 2,451 8
Sagu Native 4,541 2,977 8
5% 3,085 2,435 8
10% 3,985 2,512 8
15% 5,130 2,772 8
20% 5,631 2,324 8
26

Lampiran 5d Chewiness
Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N
Aren HMT 4,481 2,579 8
Aren Native 4,808 2,440 8
Sagu HMT 3,37 2,426 8
Sagu Native 3,848 2,367 8
5% 2,871 2,306 8
10% 3,511 2,323 8
15% 4,563 2,391 8
20% 5,562 2,150 8

Lampiran 5e Gumminess
Jenis pati Konsentrasi Mean Std.dev N
Aren HMT 9,181 3,466 8
Aren Native 10,46 3,598 8
Sagu HMT 6,943 4,523 8
Sagu Native 6,311 4,142 8
5% 5,38 3,818 8
10% 7,513 4,239 8
15% 9,501 4,005 8
20% 10,506 3,111 8
27

Lampiran 6 Uji Pearson

Correlations
Hardness Cohesivenes Springeness Chewiness Gumminess
(Texture (Texture (Texture (Texture (Texture
analyzer) analyzer) analyzer) analyzer) analyzer)
Pearson
,594**
Correlation
Hardness
Sig. (2-
(organoleptik) 0
tailed)
N 32
Pearson
-0,187
Correlation
Cohesiveness
Sig. (2-
(organoleptik) 0,306
tailed)
N 32
Pearson
-,355*
Correlation
Springeness
Sig. (2-
(organoleptik) 0,046
tailed)
N 32
Pearson
,549**
Correlation
Chewiness
Sig. (2-
(organoleptik) 0,001
tailed)
N 32
Pearson
,498**
Correlation
Gumminess
Sig. (2-
(organoleptik) 0,004
tailed)
N 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, tanggal 23 Oktober 1991, dari pasangan Acep


Andy Mulya dan Enny Trisnawaty. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan SD di SDN Bhayangkari, jenjang
SMP di SMPN 5 Bogor (2006), jenjang SMA di SMAN 3 Bogor. Pada tahun
2009, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berpartisipasi dalam kegiatan
kampus, yaitu Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIX dan Indonesian Food Expo
sebagai panitia, serta menjadi pengisi acara diberbagai acara disekitar kampus.

Das könnte Ihnen auch gefallen