Sie sind auf Seite 1von 15

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih(Agus Tessy, 2001).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih(Enggram, Barbara, 1998). Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki
maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak, remaja, dweasa maupun umur
lanjut. Akan tetapi dari dua jenis kelamin tersebut ternyata wanita lebih sering terkena
dari pada pria dengan angka populasi umur kurang lebih 5-15%. Infeksi saluran kemih
pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama
scherichia coli : rtesiko dan beratnya meningkat dengan kondiisi seperti refluks
vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen
uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998). Infeksi traktus urinarius pada
pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga
pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum
pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi
traktus urinarius. Akibatnya UTI pada pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini
terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus
urinarius.
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus
urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan
hematogen. Secara asending yaitu:
a. masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi
dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki
sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi,
kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan
sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.

b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal secara hematogen yaitu: sering
terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi
struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu:
adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

2. ETIOLOGI
a. Faktor Resiko
1) Wanita lebih beresiko dibandingkan dengan pria.
2) Memiliki riwayat penyakit menular seksual
3) Kateterisasi
b. Faktor Predisposisi
1) Bakteri Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan
Staphylococcus saprophyticus.
2) Terganggunya glikosaminoglikan
3) Refluks uretrovesikal
4) Refluks ureterovesikal
5) Obstruksi aliran urin
c. Faktor Presipitasi
1) Hygiene buruk.
2) Cara membasuh alat kelamin yang salah
3) Sering menahan kencing

3. PATOFISIOLOGI
Wanita lebih beresiko dibandingkan dengan pria karena uretra pada wanita lebih pendek
dan memiliki jarak yang dekat dengan anus sehingga bakteri pathogen mudah masuk ke
uretra.
Infeksi menular seksual yang biasa menyebabkan ISK adalah infeksi herpes virus
genital ditularkan melalui hubungan seksual selama periode simptomatik maupun
asimptomatik saat virus dilepaskan oleh pasangannya. Pecahnya lesi dapat menyebabkan
peradangan meatus dan disuria. Vesikel dapat muncul pada mukosa uretra. Beberapa
genotip HVP telah diketahui dapat meningkatkan resiko keganasan. Kutil intra uretra dapat
menyebabkan sekret uretra, disuria, sekret yang berdarah, atau hematuria. Kutil yang
menyebar intrauretra dapat melibatkan kandung kemih dan ureter.
Diketahui bahwa pemasangan dower kateter merupakan salah satu sarana masuknya
agent atau mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh, untuk itu perlu dilakukan penggantian
kateter dan perawatan kateter. Selang kateter bagian luar (yang terhubung dengan kantong
urin) dalam keadaan terbuka dan bersentuhan dengan lingkungan luar. Bakteri pathogen
menempel pada selang bagian luar tersebut dan bakteri pathogen menjadikannya sebagai
jembatan masuk ke saluran perkemihan.
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus
urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat,
hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen.
a. Secara asending yaitu:
1) Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada
wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK
lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam
traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter).
2) Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
b. Secara hematogen yaitu:
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan
fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total
urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan
parut, dan lain-lain.

Glikosaminoglikan merupakan anti-lekat bakteri, sehingga bakteri tidak bisa melekat


pada dinding-dinding saluran perkemihan dan kandung kemih. Namun karena
glikosaminoglikan terganggu fungsinya oleh agen tertentu seperti siklamat, asparmat,
sakarin, dan metabolit triptopan maka glikosaminoglikan tidak menjadi anti-lekat yang
sempurna.
Refluks uretrovesikal merupakan aliran balik urin dari uretra ke kandung kemih. Ketika
mengejan vesika urinaria akan berkontraksi sehingga mendorong urin menuju uretra, namun
ketika selesai mengejan urin balik dari uretra ke vesika urinaria. Dengan baliknya urin ke
vesika urinaria, bakteri yang terdapat pada anterior uretra masuk ke dalam saluran kencing.
Refluks ureterovesikal merupakan aliran balik urin dari vesika urinaria atau kandung
kemih ke ureter. Hal ini biasanya terjadi akibat kelainan kongenital atau abnormalitas
ureteral yaitu rusaknya katup ureterovesikal, katup yang membatasi ureter dengan vesika
urinaria. Rusaknya katup tersebut mengakibatkan aliran balik urin yang terkontaminasi
bakteri pathogen ke ureter.
Obstruksi aliran urin yang terletak disebelah proksimal dari vesika urinaria dapat
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan pada pelvis ginjal dan ureter. Hal ini
mengakibatkan atrofi pada parenkim ginjal (hidronefrosis) yang disebabkan oleh jaringan
parut pada vesika urina ginjal dan uretra, batu ginjal, neoplasma, hipertrofi prostat.
Tersumbatnya aliran urin mengakibatkan bakteri pathogen berkembang biak di dalam
saluran kencing sehingga akan menginfeksi seluran kencing tersebut.
Kebersihan alat kelamin yang buruk mengakibatkan area tersebut lembab sehingga
bakteri pathogen berkembang biak disana. Tidak tertutup kemungkinan bakteri akan masuk
melalui meatus uretra dan naik ke saluran kemih bagian atas.
Cara membasuh alat kelamin dan anus yang salah pada saat buang air besar dapat
menyebabkan kontaminasi fekal pada traktus uretra. Mikroorganisme dari anus akan naik ke
uretra dan menginfeksi saluran-saluran urinaria. Cara membasuh yang benar adalah satu
arah dari atas ke bawah (dari kelamin ke anus), bukan dari anus naik ke kelamin atau bukan
dengan gerakan naik turun.
Saat seseorang menahan buang air kecil, maka kandung kemih akan melar atau
meregang, hal ini akan membuat pompa di kandung kemih tidak bisa berfungsi dengan baik
saat buang air kecil. Sehingga tak jarang banyak orang yang baru selesai buang air kecil, tak
lama kemudian akan timbul kembali rasa ingin pipis. Urine yang tersisa banyak di kandung
kemih membuat saluran tersebut mudah terkena infeksi. Tapi jika akibat menahan tersebut
membuat pompa kandung kemih memberikan tekanan yang tinggi, maka bisa
mengakibatkan kerusakan ginjal.

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada infeksi saluran kemih sangat bervariasi bahkan tidak
menimbukan gejala apapun. Pada infeksi saluran kemih bagian bawah (sistisis) mencakup:
a. Nyeri yang sering
b. Rasa panas ketika berkemih
c. Kadang-kadang disertai spasme pada kandung kemih dan area suprapubis
d. Hematuria
e. Nyeri punggung
f. Peningkatan frekuensi berkemih
g. Perasaan ingin berkemih
h. Adanya sel-sel darah putih dalam urin
i. Demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis
infeksi saluran kemih, antara lain :
1) Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah,
pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan
yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih
adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah
(midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril
pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara
pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain
karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica
urinaria.
Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut:
a) Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai
penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran
kemih.
b) Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan
paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5
leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat
dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin
.
Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :
(1) Infeksi tuberkulosis
(2) Urin terkontaminasi dengan antiseptik
(3) Urin terkontaminasi dengan leukosit vagina
(4) Nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik)
(5) Nefrolitiasis
(6) tumor uroepitelial
c) Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain:
(1) Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal.
(2) Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis
(3) Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut
(4) Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan
dengan proteinuria nefrotik.
d) Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.
e) Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran
kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.

2) Bakteriologis
a) Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau
pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang
minyak emersi.
b) Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis
ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
Tabel 3. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna
Pengambilan spesimen Jumlah koloni bakteri per ml urin
Aspirasi supra pubik > 100 cfu/ml dari 1 atau lebih
organisme patogen
Kateter > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme
patogen
Urine bag atau urin porsi tengah > 100.000 cfu/ml
Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa ISK pada anak-anak sudah dapat
ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang diambil
melalui kateter. Namun, Hoberman et al. menyatakan bahwa ditemukannya jumlah koloni
bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin masih diragukan, karena kemungkinan
terjadi kontaminasi dari luar, sehingga masih diperlukan biakan ulang, terutama bila anak
belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK.
b. Radiologis dan Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa
foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya,
misalnya ultrasonografi dan CT Scan.

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain:
a. Batu saluran kemih
b. Obstruksi saluran kemih
c. Sepsis
d. Infeksi kuman yang multisystem
e. Gangguan fungsi ginjal
Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang
adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal
ginjal kronik.
ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati akan
menyebabkan:
a. Pielonefritis
b. Bayi premature
c. Anemia
d. Pregnancy-induced hypertension
Selain itu ISK pada kehamilan juga menyebabkan:
a. Retardasi mental pada bayi,
b. Pertumbuhan bayi lambat
c. Cerebral palsy
d. Fetal death.

7. PROGNOSIS
Infeksi saluran kemih memang tidak nyaman, namun pengobatan biasanya berhasil,
simptom dapat hilang selama 1-2 hari setelah pengobatan dimulai, jika terdapat infeksi
ginjal juga, maka simptom akan hilang dalam waktu yang lebih lama.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
a. Pengkajian
Pengkajian focus yang biasa dilakukan untuk mengkaji keluhan pasien dengan ISK antara
lain:
1) Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan sistem tubuh.
2) Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
a) Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
b) Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3) Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
a) Bagaimana dengan pemasangan kateter?
b) Imobilisasi dalam waktu yang lama.
c) Apakah terjadi inkontinensia urine?
4) Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
a) Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi faktor predisposisi terjadinya ISK
pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
b) Adakah disuria?
c) Adakah urgensi?
d) Adakah darah sewaktu berkemih?
e) Adakah hesitancy?
f) Adakah bau urine yang menyengat?
g) Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
h) Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
i) Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas
j) Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5) Pengkajian psikologi pasien:
a) Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah
dilakukan?
b) Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya?

Analisa Data
Data Subyektif Data Obyektif Masalah
 Pasein mengatakan  Pasien terlihat meringis Nyeri
nyeri saat berkemih saat buang air kecil

 Pasien mengatakan  Pemeriksaan PQRST:


nyeri saat perkusi
panggul P:
Q:
R:
S:
T:
 Pasien mengatakan  Urin pasien berwarna Gangguan eliminasi
kencingnya tersendat- keruh, terdapat darah, urinarius
sendat purulent.

 Pasien mengatakan  Hasil pemeriksaan lab


sering ingin buang air
kecil, tapi urinnya tidak adanya bakteri pathogen
keluar

 Pasien me

 Pasien mengatakan  Suhu tubuh pasien Hipertermia


badannya panas meningkat 38-390C

 Pasien mengatakan  Mata pasien terlihat Insomnia


susuah tidur di malam lelah dan merah
hari
 Terdapat lingkar hitam
 Pasien mengatakan pada mata
hanya bisa tidur 2
sampai 3 jam / hari

 Pasien mengatakan
sering terbangun di
malam hari

 Pasien mengatakan tidak


bisa tidur siang

 Pasien mengatakan tidak  Pasien terlihat bingung Defisiensi pengetahuan


paham tentang ketika ditanya tentang
penyakitnya penyakitnya

 Pasien mengatakan tidak


tahu tentang pengobatan
penyakitnya

b. Diagnosa
Kemungkinan diagnosa yang muncul menurut NANDA 2009-2011.
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, fisik, zat kimia, dan psikologis.
2) Gangguan eliminasi urinarius berhubungan dengan obstruksi anatomik, infeksi saluran
kemih, penyebab multiple, gangguan sensorik-motorik.
3) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
4) Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik, nyeri.
5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi, salah interpretasi
informasi, tidak familier dengan sumber informasi.
c. Intervensi

Diagnosa Rencana Tujuan dan


No. Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Tujuan : Mandiri Mandiri
berhubungan Setelah dilakukan 1. Berikan tindakan 1. meningkatkan
dengan agen asuhan keperawatan nyaman, seperti pijatan relaksasi, menurunkan
cedera ...x 24 jam diharapkan punggung, lingkungan tegangan otot
biologis, fisik, masalah nyeri dapat istirahat
zatkimia, dan teratasi dengan kriteria 2. Bantu atau dorong 2. membantu
psikologis. hasil : penggunaan nafas mengarahkan kembali
1. Tidak nyeri waktu berfokus perhatian dan untuk
ditandai berkemih . relaksasi otot
dengan : 2. Tidak nyeri pada 3. Berikan perawatan 3. untuk mencegah
DS: perkusi panggul perineal kontaminasi uretra
 Pasein 4. Kateter memberikan
mengatakan 4. Jika dipasang kateter jalan bakteri untuk
nyeri saat indwelling, berikan memasuki kandung
berkemih perawatan kateter 2 kali kemih dan naik
 Pasien per hari kesaluran perkemihan.
mengatakan 5. membantu
nyeri saat 5. Catat lokasi, mengevaluasi tempat
perkusi lamanya intensitas obstruksi dan penyebab
panggul skala (1-10) nyeri
penyebaran nyeri.
6. Pantau haluaran 6. untuk
DO: urine terhadap mengidentifikasi
perubahan warna, bau indikasi kemajuan atau
 Pasien terlihat dan pola berkemih, penyimpangan dari
meringis saat masukan dan haluaran hasil yang diharapkan
buang air kecil setiap 8 jam dan pantau
 Pemeriksaan hasil urinalisis ulang
PQRST: Kolaborasi
P: Kolaborasi 1. Temuan- temuan ini
Q: 1. Konsul dokter bila: dapat memeberi tanda
R: sebelumnya kuning kerusakan jaringan
S: gading-urine kuning, lanjut dan perlu
T: jingga gelap, berkabut pemeriksaan luas
atau keruh. Plak
berkemih berubah,
sering berkemih
dengan jumlah sedikit,
perasaan ingin kencing,
menetes setelah
berkemih. Nyeri
menetap atau
bertambah sakit
2. Berikan analgesic 2. analgesic memblok
sesuai kebutuhan dan lintasan nyeri sehingga
evaluasi mengurangi nyeri
keberhasilannya

2. Gangguan Tujuan : Mandiri Mandiri


eliminasi Setelah dilakukan 1. Dorong 1. peningkatan hidrasi
urinarius asuhan keperawatan meningkatkan membilas bakteri.
berhubungan … x 24 jam pemasukan cairan 2. retensi urin dapat
dengan obstruksi diharapkan masalah 2. Kaji keluhan terjadi menyebabkan
anatomik, infeksi gangguan eliminasi kandung kemih distensi jaringan
saluran kemih, urinarius dapat penuh (kandung
penyebab teratasi dengan kemih/ginjal)
multiple, kriteria hasil : 3. akumulasi sisa
gangguan 1. Polaeliminasi 3. Observasi uremik dan ketidak
sensorik-motorik. membaik perubahan status seimbangan elektrolit
ditandai dengan : 2. tidak terjadi mental, perilaku dapat menjadi toksik
DS : tanda-tanda atau tingkat pada susunan saraf
 Pasien gangguan berkemih kesadaran pusat
mengatakan (urgensi, oliguri, 4. memberikan
kencingnya disuria) 4. Awasi informasi tentang
tersendat-sendat pemasukan dan fungsi ginjal dan
 Pasien pengeluaran adanya komplikasi
mengatakan karakteristik urin 5. untuk mencegah
sering ingin statis urin
buang air kecil,
tapi urinnya tidak 5. Kecuali Kolaborasi :
keluar dikontraindikasikan: 1. aamurin
ubah posisi pasien menghalangi
setiap dua jam tumbuhnya kuman.
Kolaborasi : Peningkatan masukan
DO : 1. Lakukan tindakan sari buah dapt
 Urin pasien untuk memelihara berpengaruh dalam
berwarna keruh, asam urin: pengobatan infeksi
terdapat darah, tingkatkan masukan saluran kemih Awasi
purulent. sari buah berry dan pemeriksaan
 Hasil berikan obat-obat laboratorium;
untuk meningkatkan elektrolit, BUN,
pemeriksaan lab
aamurin. kreatinin
adanya bakteri
pathogen
3. Hipertermia Tujuan : Mandiri Mandiri
berhubungan Setelah dilakukan 1. Jelaskan 2. pengetahuan yang
dengan proses asuhan keperawatan pada memadai memungkinkan
penyakit. ... x 24 jam keluarga klien dan keluarga
ditandai dengan diharapkan tindakan kooperatif terhadap tindakan
DS : masalahhipertermia perawatan keperawatan.
 Pasien pasien dapat teratasi yang akan 2. penurunan panas dapat
mengatakan dengan kriteria hasil : dilakukan. dilakukan dengan cara
badannya panas 1. konduksi melalui kompres.
Suhutubuhdalambatas 3. penurunan suhu dapat
normal (360C – 370C) dilkukan dengan teknik
2. Berikan evaporasi
DO :
kompres.
 Suhu tubuh 4. hidrasi cairan yang cukup
pasien dapat menurunkan suhu
meningkat 38- tubuh
390C 3. Anjurkan
kepada
pasien untuk Kolaborasi
memakai 1. antipiretik mengandung regimen
baju yang yang bekerja pada pusat
tipis dan pengatur suhu di
menyerap hipotalamus.
keringat
untuk klien
4. Anjurkan
kepada klien
untuk
minum lebih
banyak.

Kolaborasi
1.
Kolaborasi
dalam
pemberin
antipiretik

4. Insomnia Tujuan : Setelah Mandiri Mandiri


berhubungan dilakukan asuhan 1. Ajarkan teknik 1. mengajarkan
dengan keperawatan ... x 24 distraksi dan pasien menarik
ketidaknyamanan jam diharapkan relaksasi napas dalam
fisik, nyeri masalah insomnia dan
ditandai dengan pasien dapat teratasi mengalihkan
DS: dengan kriteria hasil : 2. Libatkan keluarga perhatian akan
 Pasien 1. Istirahat dan tidur untuk menemani membuat
mengatakan adekuat pasien mengobrol pasien lebih
susuah tidur di 2. Tidak terbangun atau pun pada saat rileks dan tidak
malam hari pada malam hari tidur memikirkan
 Pasien 3. Atur tata ruangan rasa nyerinya
mengatakan hanya agar senyaman
bisa tidur 2 sampai mungkin dan terjaga 2. agar pasien
3 jam / hari kebersihannya tidak merasa
 Pasien sendirian
mengatakan sering sehingga tidak
terbangun di terlalu
malam hari memikirkan
 Pasien penyakitnya
mengatakan tidak
bisa tidur siang 3.agar pasien
merasa nyaman
untuk
DO : beristirahat dan
 Mata pasien tidur.
terlihat lelah dan
merah
 Terdapat lingkar
hitam pada mata

5. Kurangnya Tujuan : Setelah Mandiri Mandiri


pengetahuan dilakukan asuhan 1. Kaji ulang proses 1. memberikan
tentang kondisi, keperawatan ... x 24 jam penyakit dan harapan pengetahuan
prognosis, dan diharapkan yang akan datanng dasar dimana
kebutuhan masalahkurang pasien dapat
pengobatan pengetahuan pasien 2. Berikan informasi membuat pilihan
berhubungan dapat teratasi dengan tentang: sumber beradasarkan
dengan kriteria hasil : infeksi, tindakan untuk informasi.
kurangnya 1. Menyatakan dan mencegah penyebaran, 2. pengetahuan
sumber mengerti tentang jelaskan pemberian apa yang
informasi kondisi, pemeriksaan antibiotic, diharapkan dapat
ditandai dengan diagnostic, rencana pemeriksaan mengurangi
DS: pengobatan, dan diagnostic: tujuan, ansietas dan,
 Pasien tindakan perawatan diri gambaran singkat, membantu
mengatakan preventif. persiapan yang mengembankan
tidak paham dibutuhkan sebelum kepatuhan klien
tentang pemeriksaan, terhadap rencan
penyakitnya perawatan sesudah terapetik.
 Pasien pemeriksaan
mengatakan 3. Pastikan pasien atau
tidak tahu orang terdekat telah 3. instruksi
menulis perjanjian verbal dapat
tentang
untuk perawatan lanjut dengan mudah
pengobatan dan instruksi tertulis dilupakan
penyakitnya untuk perawatan
sesudah pemeriksaan
DO : 4. Instruksikan pasien
 Pasien untuk menggunakan 4. Pasien sering
terlihat bingung obat yang diberikan menghentikan
ketika ditanya sebanyak kurang lebih obat mereka,
delapan gelas per hari jika tanda-tanda
tentang
khususnya sari buah penyakit mereda.
penyakitnya berry Cairan
menolong
membilas ginjal.
Asam piruvat
5. Berikan kesempatan dari sari buah
kepada pasien untuk berry membantu
mengekspresikan mempertahankan
perasaan dan masalah keadaan asam
tentang rencana urin dan
pengobatan. mencegah
pertumbuhan
bakteri
5. Untuk
mendeteksi
isyarat indikatif
kemungkinan
ketidak patuhan
dan membantu
mengembangkan
penerimaan
rencana
terapeutik
a. Pelaksanaan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. (Aziz,
2006).
b. Evaluasi
1) Nyeri teratasi
2) Tidak mengalami gangguan eliminsi urin, urin lancar tanpa tersendat
3) Suhu tubuh dalam rentang normal (360C – 370C)
4) Istirahat dan tidur adekuat
5) Klien mendapat pengetahuan baru dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Das könnte Ihnen auch gefallen