Sie sind auf Seite 1von 5

PERAWATAN

Dasar penata-laksanaan fraktur wajah bagian tengah adalah imobilisasi atau

mempertahankan posisi bagian fraktur antara struktur superior yang utuh dengan

mandibula di bagian inferior. Hal tersebut dicapai dengan melakukan fiksasi skeletal

eksternal dan Internal biasanya dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular.

Menempatkan fragmen atau unit fraktur ke posisi yang benar dengan mandibula yang

utuh akan mengarahkan frakmen ke anteroposterior (koronal) dan mediolateral

(sagital) sehingga hanya hubungan superior/inferior yang masih harus diperbaiki.

Karena penempatan ke superior yang berlebihan hampir tidak mungkin, maka

dilakukan usaha untuk imobilisasi unit-unit fraktur setinggi mungkin. Deformitas sisa

yang terjadi pada fraktur wajah bagian tengah meliputi wajah yang tampak iebih

panjang dan dish face. Wajah yang panjang bisa djhindari dengan melakukan reposisi

superior yang baik. Dish face diakibatkan karena beberapa fragmen fraktur bergeser

ke posterior atau posterior canting dari aspek superior segmen fraktur pada waktu

imobilisasi. Komplikasi ini sulit dihindari dan perlu dilakukan koreksi sekunder.

a. Fiksasi skeletal internal

Fiksasi skeletal internal dilakukan dengan melekatkan kawat suspend (baja

tahan karat ukuran 0,018 atau 0,2 inchi, 0,45 atau 0,5 mm) pada titik tertentu di

tulang bagian superior. Bagian yang paling sering adalah aperture, piriformis, spina

nasalis, tonjolan malar, arcus zygomaticus dan prosesus zygomaticus ossis frontalis.

Dengan perkecualian pengawatan sirkumzigomatik yang ditempatkan dengan

menggunakan teknik awl atau jarum lurus ganda, penempatan alat ini memerlukan
diseksi dan pembuatan lubang pada tulang. Fiksasi kraniomaksilar terdiri atas

perlekatan kawat suspensi pada maksila (atau pada alat), sedangkan perlekatan

terhadap mandibula disebut fiksasi kraniomandibular. Apabila mandibula utuh, atau

karena perawatan bisa stabil, maka fiksasi kraniomandibular Iebih dianjurkan

dibanding kraniomaksilar, karena pendekatan ini merupakan perlekatan terbaik untuk

mempertahankan posisi komponen maksila yang mengalami fraktur.

b. Fiksasi skeletal eksternal

Fiksasi skeletal eksternal tergantung penggunaan headcap yang terbuat dari

gips atau frame halo. Headcap dipasang dengan tempat untuk perlekatan kawat sus-

pensi (heavy welding rods bekerja dengan baik). Alat halo ditempatkan menempel

kranium dengan menggunakan sekrup yang menembus lembaran tulang kor-tikal

sebelah hiar. Kedua alat tersebut mempunyai manfaat yang nyata: memungkinkan

perlekatan kawat suspensi dalam arah anterosuperior, yang tidak bisa dicapai dengan

fiksasi eksternal, yang dapat mem-bantu dalam menangani kasus komplikasi dish

face. Peralatan ini juga diperlengkapi dengan sistem untuk aktivasi dengan

menggunakan elastik. Tekanan aktif yang diperlukan untuk mereduksi impaksi atau

fraktur yang sudah lama terjadinya bisa dicapai dengan menggunakan kawat yang

mcnyilang pipi ke alat maksilar,

yang diaktifkan dengan elastik. Baik headcap maupun halo tidak nyaman, dan sukar

ditoleransi oleh pasien.


c. Reduksi terbuka

Peranan reduksi terbuka pada penanganan fraktur wajah bagian tengah

tidaklah sebesar pada fraktur mandibular. Pengawatan transoseus pada tempat di

mana terjadi pemisahan sutura mengarahkan frakmen fraktur dengan tepat pada satu

atau lebih dataran, tetapi jarang memberikan stabilisasi atau imobilisasi yang baik,

yang sangat diperlukan. Pelat tulang (pelat adaptasi) pada fraktur maksilar tertentu

kadang-kadang diindikasikan pada keadaan khusus yang memerlukan ostesintcsis,

misalnya keadaan yang secara umum merupakan kontraindikasi atau tidak dapat

mentoleransi fiksasi mandibular

Penanganan fraktur le fort I

1. Fraktur le fort I

Dirawat dengan menggunakan arch bar/alat maksila dan mandibula, fiksasi

maksilomandibula, dan suspensi kraniomandibular yang didapatkan dari pengawatan

sirkum zigomatik. Apabila segmen frakttur mengalami impaksi, maka dilakukan

pengungkitan. Untuk itu diperlukan tekanan yang besar, baik secara langsung

menggunakan tang pengungkit, atau secara langsung menggunakan tang pengungkit,

atau secara tidak langsung dengan mengunakan tekanana pada alat gigi rahang atas

(splint/arch bar). Tahapan yang paling kritis adalah reduksi fraktur maksila dengan

jalan mendorong (dengan jari) mandibula ke arah superior ( tekanan balik akan terjadi

di daerah dahi) sebelum dilakukan pengawatan dengan kawat suspensi. Kawat

suspensi secara tidak langsung dilekat pada alat mandibular (splint/arch bar) dengan
menggunakan kawat skunder. Apabila tidak berhasil mendapatkan suspensi pada

fraktur le fort I maka bisa terjadi hilangnya freeway space, atau cacat kosmetik yaitu

wajah panjang, atau keduanya.

2. Fraktur le fort II

Penatalaksanaan fraktur le fort II atau piramida serupa dengan le fort I.

Perbedaan yang mendasar adalah perlu dilakukan juga perawatan fraktur nasal dan

dasar orbita. Fraktur nasal biasanya direduksi dengan teknik tertutup (close reduction)

menggunakan molding digital dan splinting.

3. Fraktur le fort III

Fraktur le fort III, craniofasial disjunction, dirawat dengan menggunakan arch bar/

alat lain, fiksasi maksilomandibular, pengawatan langsung bilateral, atau pemasangan

plat pada sutura zigomatikofrontalis dan suspensi kraniomandibular pada prosessus

zigomatikus ossis frontalis. Seperti pada fraktur le fort I, gaya ke arah superior yang
mengenai mandibula pada waktu memasang kawat fiksasi merupakan persyaratan

yang penting (kritis) untuk keberhasilan perawatan. Apabila kawat suspensi dari

alat/pesawat maksilar atau mandibular (fiksasi ekstraskeletal) dilekatkan pada

headcap atau pesawat halo, diperlukan pula reduksi manual terhadap elemn fraktur.

Jangka waktu untuk imobilisasi fraktur le fort bervariasi4-8 minggu, tergantung sifat

fraktur dan kondisi pasien. Rontgen pasca-reduksi dan pasca-imobilisasi diperlukan

untuk semua fraktur wajah bagian tengah, seperti halnya pada fraktur mandibular.

Das könnte Ihnen auch gefallen