Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
INTRODUCTION : Large-diameter logs with high quality that are used for materials of plywood
getting less from natural forest. This situation makes production of plywood decreased. The
solution for this matter is use small-diameter logs from community forests and forest plantations.
Small-diameter logs usually contains high portion of juvenile wood. Density and strength of juvenile
wood are lower than mature wood. This research aims to determine the basic properties of plywood
made from small diameter log.
MATERIALS AND METHOD: This research is used two spesies of wood consists of Sungkai and
Sengon, with Urea Formaldehyde (UF) adhesive, Melamine Formaldehyde (MF) adhesive, and
Phenol Formaldehyde (PF) adhesive. This plywood formed by three layers of veneer. The veneer
thickness was 1 mm for face and back, and 2 mm for core. Plywood was applied by hot pressing
for 5 minutes at at 110°C for UF, 120°C for MF, 130°C for PF with testing based on JAS 232:2003.
RESULTS : The physical properties of plywood which made from Sengon and Sungkai SDL are
entered into JAS 232 : 2003. The average of moisture content ranged between 9.27% - 13.78%,
the average for density ranged between 0.47 g/cm3 – 0.68 g/cm3. The mechanical properties of
plywood which made from Sengon and Sungkai are entered into JAS 232 : 2003. The average for
shear strength ranged between 8.86 kg/cm3 – 23.2 kg/cm3. The requires a minimum value of JAS
232:2003 for strength is 8.4 kg/cm3. The average for wood failure ranged between 70.08% - 100%.
Result of the research shows that small diameter log of Sengon and Sungkai can be used to
produce plywood for interior applications.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah log kayu sengon dan
kayu sungkai dengan menggunakan tiga jenis perekat yaitu perekat urea
formaldehida, melamin formaldehida dan fenol formaldehida. Kayu lapis dibuat
dengan ukuran 30 cm x 30 cm dan terdiri dari tiga lapis. Ketebalan vinir face dan
back adalah 1 mm dan untuk vinir core ketebalannya 2 mm. pengempaan panas
dilakukan selama 5 menit dengan tekanan kempa panas sebesar 10 kg/cm2 dan
dengan suhu UF 110 °C, MF 120 °C dan PF 130 °C.
Nilai kadar air kayu lapis yang terbuat dari jenis kayu berdiameter kecil
sudah memenuhi standar JAS 232:2003. Nilai kadar air rata-rata kayu lapis
berkisar antara 9.27% hingga 13.78%, Nilai kerapatan kayu lapis berisar antara
0.47 g/cm³ hingga 0.68 g/cm³. Sifat mekanis kayu lapis dari jenis sengon dan
sungkai semuanya memenuhi standar JAS 232 : 2003 dengan nilai keteguhan
rekat rata-rata berkisar antara 8.86 kg/cm³ hingga 23.2 kg/cm³. Standar JAS 232 :
2003 mensyaratkan nilai minimum keteguhan rekat sebesar 8,4 kg/cm³. nilai rata-
rata persen kerusakan kayu adalah 70.08 % hingga 100%. Berdasarkan dari hasil
pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kayu bulat berdiameter
kecil dapat digunakan untuk produksi kayu lapis penggunaan umum.
Kata kunci: kayu berdiameter kecil, kayu lapis, perekat UF, MF dan PF.
KARAKTERISTIK KAYU LAPIS DARI JENIS KAYU
BERDIAMETER KECIL (SMALL DIAMETER LOG)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Mengetahui:
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
\
RIWAYAT HIDUP
Puji Syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala curahan
rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Atas segala bantuan
dari semua pihak, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan, bantuan, saran dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS. dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.
selaku dosen penguji dan pimpinan sidang yang telah melengkapi
kesempurnaan skripsi.
3. Bapak Ahmad Sy, Mama Dede T , Wini R serta semua saudara dan sanak
famili atas motivasi, dukungan dan rasa sayang yang tak henti-hentinya
kepada penulis.
4. Aa yessi atas kasih sayang, kesabaran, motivasi dan doa yang telah
diberikan.
5. Laboran yang telah membantu selama penelitian : Pak Abdullah, Mas Ikin,
Mas Irvan, Mbak Esti.
6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Hasil Hutan (Ka Syifa, Ana,
Rima, Jucy, Desy, Esi, Linda, Inggit, Nita, Irma, Nia, Rospita, Ria, Ferry
dan yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu) atas
kebersamaannya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Karakteristik Kayu Lapis dari Jenis Kayu
Berdiameter Kecil (Small Diameter Log).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun
penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 30
LAMPIRAN ....................................................................................................... 34
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
kesesuaian antara produk kayu lapis kayu berdiameter kecil dengan standar kayu
lapis. Salah satu kayu bulat berdiameter kecil yang dapat dimanfaatkan untuk
bahan baku kayu lapis adalah kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.)
Nielsen) dan kayu sungkai (Peronema canescens Jack.).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berbentuk sederhana. Diameter pori pada batas lingkaran tumbuh rata-rata 262
mikron dan di antara lingkaran tumbuh 170 mikron dan berjumlah 7,7 mm².
Kayu sungkai mempunyai berat jenis rata-rata sebesar 0,63 (0,52-0,73).
Kayu ini termasuk kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu ini sangat cocok
digunakan untuk rangka atap karena ringan dan cukup kuat. Selain daripada itu
digunakan juga untuk tiang rumah dan jembatan. Kayu ini mempunyai gambar
yang menarik berupa garis-garis indah sehingga baik digunakan untuk vinir
mewah. Perekatan vinir dengan urea formaldehida menghasilkan kayu lapis yang
memenuhi persyaratan standar Jepang (Martawijaya et al. 1981).
2.5 Vinir
Kayu lapis terbuat dari vinir-vinir kayu yang direkatkan dengan perekat.
Vinir merupakan lembaran kayu tipis dengan ketebalan antara 0,24 mm sampai
6,00 mm yang diperoleh dengan cara menyayat atau mengupas kayu bulat (log).
Vinir bisa membuat permukaan produk kayu menjadi lebih menarik dan dapat
meningkatkan kekuatan (Baldwin 1994).
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa ada tiga metode pengupasan vinir,
yaitu:
1. Rotary Cutting: kayu dikupas berlawanan dengan mata pisau. Pisau akan
memotong atau mengupas kayu setebal vinir yang dikehendaki. Mengerjakan
dengan cara ini akan menghasilkan vinir yang lebar dan dapat digulung dengan
alat penggulung. Selanjutnya dipotong menurut standar ukuran. Vinir hasil
pengupasan dengan mesin rotary biasanya dipergunakan dalam pembuatan kayu
lapis tipe ordinary.
2. Slicing: Pisau bergerak horizontal (maju dan mundur) dan ada juga yang
bergerak vertikal (naik turun). Dengan cara ini akan didapatkan vinir yang lebih
banyak dan pola corak yang baik pula. Vinir yang dihasilkan biasanya
dipergunakan untuk tipe kayu lapis mewah (fancy plywood).
3. Sawing: Metode ini merupakan metode lama dan sekarang sudah jarang
digunakan. Vinir yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi (tidak ada “loose” dan
“tight”) serta digunakan untuk produk-produk khusus seperti alat musik.
A. Urea Formaldehida
Perekat urea formaldehida adalah perekat yang dibentuk dari reaksi
polimerisasi antara urea dengan formaldehida (Rowell 2005). Menurut Ruhendi et
al. (2007) Perekat UF merupakan hasil kondensasi dari urea dan formaldehida
dengan perbandingan molar 1: (1,5-2), sedangkan Pizzi (1994) mengemukakan
bahwa UF resin adalah perekat yang sangat penting dan banyak digunakan
dibandingkan dengan perekat amino resin. Resin UF merupakan hasil kondensasi
polimer dari reaksi formaldehida dengan urea.
UF tersedia dalam bentuk cair atau serbuk. Resin ini mengeras pada suhu
95-130ºC. UF tidak cocok dipakai untuk eksterior, namun kinerjanya dapat
diperbaiki dengan penambahan MF atau resorsinol formaldehida sekitar 10-20%
(Tsoumis 1991). Rowell (2005) menyatakan bahwa perekat urea formaldehida
adalah jenis perekat yang tahan terhadap pengaruh kelembaban tetapi tidak tahan
terhadap pengaruh cuaca luar, sehingga perekat ini banyak digunakan untuk
pemakaian di dalam ruangan.
Keuntungan dari perekat UF adalah larut dalam air sehingga dalam
pembuatannya dapat dalam jumlah yang banyak dan relatif murah, dapat
dicampur perekat melamin formaldehida agar kualitas perekatnya lebih baik, tidak
mudah terbakar, sifat termal yang baik, berwarna putih sehingga tidak
memberikan warna gelap pada waktu penggunaannya dan mudah beradaptasi
8
B. Melamin Formaldehida
Melamin adalah bahan kimia berupa kristal berwarna putih yang
kelarutannya sangat rendah dalam air, alkohol atau pelarut umum lainnya.
Melamin dapat larut dalam formalin yang dihangatkan dan membentuk polimer
yang bersifat resin dengan cara dipanaskan dan kondisinya agak basa (Ruhendi et
al. 2007). Pizzi (1994) mengemukakan bahwa MF adalah salah satu jenis perekat
yang banyak digunakan untuk panel eksterior dan untuk menyiapkan lapisan
permukaan yang biasa disebut paper laminates dan overlays. Karakteristik yang
membedakan perekat MF dan UF adalah perekat MF sangat tahan terhadap air.
Tsoumis (1991) menyatakan perekat sintetis jenis ini biasanya tersedia
dipasaran dalam bentuk serbuk yang larut dalam air dan sulit untuk penyimpanan di
gudang. Suhu pengerasan bervariasi dari sekitar 50-100°C. Perbandingan antara
melamin dan formaldehida adalah 1: (1,5-3,5), pH antara 8-9, dan temperaturnya
mendekati titik didih larutan tersebut. Apabila pH dalam reaksinya dibawah enam
maka polimer yang tidak larut akan terbentuk dengan cepat.
Kelebihan perekat MF adalah perekatnya berwarna putih sehingga hasil
perekatannya tidak menghasilkan warna yang gelap, tahan terhadap kelembaban
dan mikroorganisme. Kelemahan dari perekat MF adalah daya ikat perekat yang
lemah dan dapat menumpulkan pisau yang dipakai untuk memotong produk yang
terbuat dari perekat MF (Tsoumis 1991). Menurut Ruhendi et al. (2007) kelebihan
MF adalah cukup tahan terhadap air panas, yakni dapat direbus dalam air selama
tiga jam, stabilitas terhadap panasnya tinggi, dapat mengeras pada suhu yang
9
C. Fenol Formaldehida
Fenol formaldehida merupakan hasil kondensasi formaldehida dengan
monohidrik fenol, termasuk fenol itu sendiri, kresol dan xylenol. PF ini dapat
dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting dan novolak yang
bersifat thermoplastic (Ruhendi et al. 2007).
Menurut Tsoumis (1991) perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar
yaitu : cairan (berwarna merah gelap), serbuk atau film. PF bentuk serbuk lebih
tahan lama jika disimpan dalam jangka waktu lama. Suhu untuk pengerasan
perekat PF sekitar 115-150°C. Kelebihan perekat PF ialah memiliki kekuatan dan
daya tahan perekatannya yang tinggi, perekatannya tahan terhadap air dingin dan
panas. PF tidak diserang oleh jamur, serangga dan bahan kimia dan PF sangat
tahan terhadap suhu tinggi, sedangkan kelemahan perekat PF ialah membutuhkan
perawatan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis perekat resin sintetik lain,
menyebabkan iritasi pada kulit jika tidak menggunakan pelindung kulit serta
formulasi tertentu menghasilkan bau yang tidak menyenangkan bahkan setelah
pengerasan.
Menurut Ruhendi et al. (2007) kelebihan PF yaitu tahan terhadap
perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap
bakteri, jamur, rayap dan mikroorganisme serta tahan terhadap bahan kimia,
seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan PF yaitu memberikan
warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat UF atau perekat
lainnya serta garis perekatan yang relatif tebal dan mudah patah.
sel kayu disebut air bebas (free water), sedangkan air yang terdapat di dalam
dinding sel dinamakan air terikat (bound water) ( Haygreen and Bowyer 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
membuat kayu bulat menjadi silindris dan membuang bagian vinir awal yang
tidak dapat digunakan. Log dikupas dengan ketebalan 2 mm untuk bagian core
dan 1 mm untuk bagian face dan back. Kayu lapis yang akan dibuat memiliki
ketebalan 4 mm. Setelah dikupas, vinir dikeringkan dengan mesin hot press dan
oven pada suhu 100±3ºC. Setelah dikeringkan, Vinir dipotong hingga berukuran
30 cm x 30 cm untuk pembuatan kayu lapis skala laboratorium.
3.3.3 Pembuatan Kayu lapis
Setelah dilakukan proses pengeringan, vinir didiamkan selama 5 menit
pada suhu ruangan untuk menghindari terjadinya penyerapan perekat yang terlalu
banyak (boros) apabila vinir terlalu panas dan kering. Bagian core disusun dengan
bagian face dan back. Bagian core dilaburkan perekat sesuai dengan berat labur
masing-masing tipe perekat (Tabel 1).
3.3.3.1 Pelaburan Perekat
Berat labur yang digunakan untuk perekat UF dan MF adalah 32 g/ft² .
Ukuran vinir 30 cm x 30 cm, maka kebutuhan perekat untuk UF dan MF sebanyak
31 g/kayu lapis, sedangkan untuk perekat PF berat labur yang digunakan adalah
34 g/ft², maka kebutuhan perekat PF sebanyak 32.9 g/kayu lapis. Metode
pelaburan yang dilakukan adalah single spread yaitu perekat dilaburkan hanya
pada bagian vinir core.
Tabel 1 Glue Spread (berat labur) berdasaran tipe perekat
Ketebalan Core Glue Spread (g/ft2)
Jenis
(mm) UF PF MF
Sengon 1,5 – 2,0 28 – 32 30 – 34 28 – 32
Sungkai 1,5 – 2,0 28 – 32 30 – 34 28 – 32
Sumber : Technical Data PT Pamolite Adhesive Industry
A B
30 cm
Keterangan:
B,C = Keteguhan rekat dan Kerusakan Kayu (2.5 cm x 8.14 cm )
A = Kadar air dan Kerapatan (7,5 cm x 7,5 cm)
Keterangan:
𝜌 = Kerapatan (g/cm³)
m = Massa contoh uji (g)
v = Volume contoh uji (cm³)
15
Keterangan :
KGT = Nilai keteguhan geser tarik (kg/mm2)
B = Beban tarik (kg)
p = Panjang bidang geser (mm)
l = Lebar bidang geser (mm)
2.5 cm
4 cm
Berikut adalah diagram alir proses pembuatan sampai pengujian kayu lapis
(prosedur penelitian).
Persiapan Log
Pemotongan Log
Pengupasan Log
Vinir
Pengeringan
Vinir
Pemotongan Vinir
2 minggu,
- Kadar Air
suhu ruangan - Kerapatan
Pengujian JAS - Keteguhan Rekat
2003 - Kerusakan Kayu
Tabel 2 Rasio antara tebal lapisan core dengan lapisan face dan koefisiennya
Rasio antara tebal lapisan inti
No. Koefisien
dengan lapisan muka
1 1,5 - < 2,0 1,1
2 2,0 - < 2,5 1,2
3 2,5 - < 3,0 1,3
4 3,0 - < 3,5 1,4
5 3,5 - < 4,0 1,5
6 4,0 - < 4,5 1,6
7 ≥ 4,5 1,7
Sumber : Standar JAS (Japanese Agricultural Standard) for Plywood No.232 Tahun 2003
Dimana :
𝑌𝑖𝑗𝑘 = Nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, jenis perekat ke-j, dan
ulangan ke-k
= Rataan umum
𝛼𝑖 = Pengaruh utama jenis kayu ke-i (sengon dan sungkai)
𝛽𝑗 = Pengaruh utama jenis perekat ke-j (UF, MF, PF)
(𝛼𝛽)𝑖𝑗 = Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dan jenis perekat ke-j
𝜀𝑖𝑗𝑘 = Pengaruh acak yang menyebar normal (θ, σε2)
Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis
statistik, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
13,42
11,00 11,18 11,24
14
10,79 10,95
12
JAS
10 2003
Kadar Air (%)
8 UF
6 MF
4 PF
2
0
Sengon Sungkai
Jenis Kayu
Berdasarkan Gambar 4 hasil nilai rata-rata kadar air kayu lapis paling
tinggi adalah kayu lapis sungkai perekat PF dengan nilai rata-rata kadar air
21
sebesar 13,42%, sedangkan rata-rata terendah adalah kayu lapis sengon perekat
MF dengan rata-rata nilai kadar airnya sebesar 10,79%. Nilai rataan kadar air
kayu lapis sengon adalah 9,27% hingga 13,58%, 9,44% hingga 13,78% untuk
kayu lapis sungkai. Hasil analisis statistik kadar air kayu lapis seperti tertera pada
Lampiran 7. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap faktor (jenis kayu dan jenis
perekat) berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu lapis, sehingga harus
dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan.
Hasil analisis statistik menunjukkan kadar air kayu lapis dari jenis kayu
sengon berbeda nyata dengan kayu lapis dari jenis kayu sungkai. Hal tersebut
diduga berat jenis kedua kayu penyusun kayu lapis tersebut memiliki perbedaan
yang signifikan. Berat jenis berhubungan dengan ketebalan dinding sel kayu. Pada
dinding sel kayu terdapat bahan-bahan penyusun kayu seperti air terikat. Kadar air
kayu lapis dipengaruhi oleh kadar air kayu yang direkat, perekat dan air yang
dihasilkan dari proses perekatan (Ruhendi et al. 2000). Menurut Rosihan (2005)
kadar air kayu lapis berbanding lurus dengan nilai kadar air kayu penyusunnya.
Kayu sungkai mempunyai berat jenis yang lebih tinggi dari pada kayu sengon
yaitu sekitar 0,63 dan memiliki dinding sel yang lebih tebal sehingga jumlah air
yang terikat pada diding sel lebih tinggi dan proses keluar air dari dinding sel
lebih lama daripada kayu sengon. Nilai rata-rata pengujian kadar air kayu lapis
sungkai sebesar 11,87% dan 10,99% untuk kayu sengon.
Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa
kadar air kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis perekat UF
dan MF dan berbeda nyata dengan kayu lapis yang menggunakan perekat PF.
Nilai rata-rata kadar air paling tinggi yaitu terdapat pada kayu lapis dari jenis
perekat PF. Hal ini diduga karena perekat PF memiliki kekentalan yang lebih
tinggi dibandingkan perekat MF dan UF. Menurut Nugraha (2006) kekentalan
perekat berpengaruh terhadap distribusi perekat pada permukaan vinir. Semakin
tinggi kekentalan perekat, maka distribusi perekat pada permukaan vinir semakin
tidak merata. Hal ini menyebabkan ada sebagian permukaan vinir yang miskin
akan perekat sehingga menimbulkan rongga-rongga kosong yang mempermudah
penyerapan air. Hasil rata-rata kadar air kayu lapis dengan menggunakan perekat
PF adalah 12,30%, UF 11,12% dan MF sebesar 10.87%.
22
0,63
0,60
0,7 0,56 0,61
0,54 0,48
0,6
kerapatan (g/cm³) 0,5
0,4 UF
0,3 MF
0,2 PF
0,1
0
Sengon Sungkai
Jenis Kayu
Kerapatan kayu lapis ditentukan oleh vinir, komponen perekat dan proses
pembuatannya. Kualitas vinir baik dengan cacat rendah, ketebalan homogen dan
kualitas perekat baik serta pelaburan yang relatif merata, akan diperoleh kerapatan
kayu lapis yang relatif sama (Tan 1992). Hasil analisis statistik kerapatan kayu
lapis tertera pada Lampiran 8. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor jenis kayu
berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu lapis, sedangkan faktor jenis perekat
tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu lapis.
Hasil analisis statistik menunjukkan kerapatan kayu lapis dari jenis kayu
sengon berbeda nyata dengan kayu lapis dari jenis kayu sungkai. Hal tersebut
diduga karena pengaruh dari kerapatan kayu penyusun kayu lapis tersebut.
Kerapatan kayu sengon adalah 0,30-0,50 g/cm³ sedangkan rataan nilai kerapatan
yang dihasilkan kayu lapis sengon adalah 0,47 g/cm³ hingga 0,62 g/cm³ dengan
nilai rata-rata sebesar 0,53 g/cm³. Kayu sungkai dengan nilai kerapatan sekitar
0,36-0,56 g/cm³ sedangkan kerapatan kayu lapis yang dihasilkan dari kayu
sungkai adalah 0,54 g/cm³ hingga 0,68 g/cm³ dengan nilai rata-rata sebesar 0,61
g/cm³.
Kerapatan kayu lapis yang dihasilkan lebih tinggi daripada kerapatan kayu
penyusunya. Hal itu diduga dalam pembuatan kayu lapis dilakukan pengempaan
panas, sehingga akan terjadi pemadatan bahan baku vinir. Semakin lama
pengempaan maka semakin kecil ketebalan kayu lapis yang dihasilkan dan
24
volumenya pun semakin kecil sehingga kerapatan kayu lapis yang dihasilkan akan
semakin tinggi.
Hasil uji lanjut Duncan, faktor jenis perekat menunjukkan bahwa faktor
perekat tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu lapis. Kerapatan rata-
rata kayu lapis dengan menggunakan perekat UF adalah 0,57 g/cm³ perekat MF
adalah 0,54 g/cm³ serta 0,60 g/cm³ untuk kayu lapis dengan menggunakan perekat
PF. JAS 2003 tidak mensyaratkan nilai kerapatan pada kayu lapis. Pengujian
kerapatan kayu lapis hanya untuk melihat keseragaman dari ketebalan vinir dan
penyebaran perekat. Dilihat dari hasil pengujian kerapatan untuk kayu sengon dan
sungkai nilainya cukup seragam.
18,54
Keteguhan Rekat (kg/cm²)
20,00
14,96
18,00
16,00 12,16 13,10
JAS
14,00 10,06
9,20 2003
12,00
UF
10,00
8,00 MF
6,00
PF
4,00
2,00
0,00
Sengon Sungkai
Jenis Kayu
Gambar 6 Histogram nilai keteguhan rekat
25
jenis perekat MF (12,509 kg/cm2) dengan UF (11,152 kg/cm2) dan berbeda nyata
antara kayu lapis yang menggunakan perekat PF (15,349 kg/cm2) dengan UF
(11,152 kg/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 9. Hal ini disebabkan
masing-masing jenis perekat memiliki sifat dan kandungan bahan yang tidak
sama.
Pemakaian jenis perekat yang berbeda juga akan menghasilkan nilai
keteguhan rekat yang berbeda pula. Perekat PF memiliki keteguhan rekat yang
paling tinggi dibandingkan dengan perekat UF dan MF. Hal itu diduga karena PF
memiliki kekuatan dan daya tahan perekatan yang tinggi. Perekat PF sangat tahan
terhadap air dingin dan panas (Tsoumis 1991). Pengujian perekat ini dalam
keadaan basah, dimana perekat yang mengandung fenol mempunyai daya rekat
paling kuat bila kayu lapis dalam kondisi basah. Hal ini terjadi karena fenol
merupakan pelarut non-polar yang bersifat menolak air (Fengel 1995 dalam
Ruhendi 2000).
Berat jenis suatu perekat mempengaruhi kemudahan perekat menembus
pori-pori kayu sebagai sirekat. Semakin tinggi berat jenis suatu perekat akan
semakin sulit bagi perekat tersebut untuk melakukan penetrasi masuk ke dalam
pori-pori kayu, terutama pada kayu yang berkerapatan tinggi. Hal ini disebabakan
rendahnya volume rongga sel pada kayu yang berkerapatan tinggi sehingga
perekat mengalami kesulitan untuk masuk ke dalam rongga sel.
Kekentalan perekat juga menentukan penyebaran dari suatu perekat.
Perekat yang mempunyai kekentalan tinggi keadaannya lebih stabil dibandingkan
dengan perekat dengan kekentalan rendah. Sehingga daya atraksinya (daya adhesi
perekat dan sirekat) tinggi. Tetapi jika perekat terlalu encer maka jarak antara
perekat dan sirekat menjadi jauh, sehingga daya atraksinya rendah. Kekentalan
perekat yang tinggi akan menyebabkan kesulitan kontak antara perekat dan
sirekat, sebaliknya semakin encer perekat, akan semakin mudah melakukan
kontak dengan sirekat tetapi kekuatan rekatnya semakin berkurang. Untuk
mendapatkan sifat perekatan yang tinggi maka kekentalan perekat harus diatur
jangan sampai terlalu kental maupun terlalu encer (Ruhendi 2000). Viskositas dari
masing-masing perekat pada suhu 25°C adalah 0,8-1,6 poise untuk UF, MF dan
untuk perekat PF sebesar 2,20 poise.
27
93,41 93,66
91,04
94,00 90,97
92,00
90,00
Kerusakan Kayu (%)
88,00 83,36
86,00
80,66 UF
84,00
82,00 MF
80,00 PF
78,00
76,00
74,00
Kayu Sengon Kayu Sungkai
Jenis Kayu
signifikan. Peresen kerusakan untuk kayu lapis sengon adalah sekitar 92.70% dan
85.00% untuk persentase kerusakan kayu sungkai.
Vick (1999) menyatakan bahwa nilai kerapatan kayu berkorelasi negatif
terhadap kerusakan kayu, dimana semakin tinggi kerapatan kayu maka kerusakan
kayunya akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena lebih besarnya kekuatan kayu
disekitar garis perekatan dengan peningkatan kerapatan, sehingga kegagalan
perekatan akan berpindah dari dalam kayu ke permukaan perekat.
Persentase kerusakan kayu dengan tipe perekat UF adalah 92,189%,
perekat MF 88,512% dan 85,85% untuk perekat PF. Persentase kerusakan kayu
yang paling tinggi adalah kayu lapis dengan tipe perekat UF dan paling rendah
adalah kayu lapis perekat PF. Besarnya persentase kerusakan kayu tidak
menggambarkan besarnya keteguhan rekat kayu lapis. Nilai kerusakan kayu selain
bergantung besarnya keteguhan rekat juga sangat dipengaruhi oleh kekuatan kayu
itu sendiri. Kerusakan kayu yang tinggi belum tentu menunjukkan keteguhan
rekat yang tinggi dan sebaliknya keteguhan rekat yang rendah belum tentu
menghasilkan kerusakan kayu yang kecil (Nawawi 1990).
Hubungan antara nilai keteguhan rekat dan persentase kerusakan kayu
lapis dapat dilihat melalui regresi linear berikut ini
120
Persentase Kerusakan Kayu (%)
100
y = -0,305x + 92,52
80 R² = 0,020
60
40
20
0
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Keteguhan Rekat (kg/cm²)
kearah kanan bawah, dimana semakin tinggi nilai keteguhan rekatnya maka
kerusakan kayu yang terjadi akan semakin rendah. Koefisien determinasi (R²)
yang diperoleh sangat rendah yaitu sebesar 0,020, artinya nilai kerusakan kayu
tidak memiliki hubungan dengan nilai keteguhan rekat. Nilai keteguhan rekat
dipengaruhi oleh faktor lain selain kerusakan kayu. Faktor-faktor itu antara lain
faktor pengempaan, karakteristik perekat dan jenis kayu lapis tersebut. Dengan
demikian kita tidak dapat menarik kesimpulan tentang nilai keteguhan rekat hanya
berdasarkan nilai kerusakan kayunya saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vick
(1999) yaitu nilai keteguhan rekat merupakan tolak ukur yang mampu dicapai
atau dipertahankan oleh kayu yang ditrekat. Sedangkan kerusakan kayu tidak bisa
digunakan secara sendirian sebagai tolak ukur perekatan, tetapi harus menyertai
nilai keteguhan rekat.
30
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan:
1. Sifat fisis dan mekanis kayu lapis dari jenis kayu sungkai dan sengon
dengan jenis tipe perekat UF, MF dan PF memenuhi standar JAS
No.232:2003.
2. Berdasarkan nilai keteguhan rekat dan persentase kerusakan kayu,
kayu lapis yang paling tinggi kualitasnya adalah kayu lapis dari jenis
kayu sungkai dengan perekat PF
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan kayu lapis dari jenis kayu
berdiameter kecil (small diameter log).
DAFTAR PUSTAKA
Aslamiah S. 2008. Kualitas Perekatan dan Emisi Formaldehida Kayu Lapis Jenis
Kayu Palele (Castanopsis Javanica A.Dc) pada Ketebalan Core dan Berat
Labur yang Berbeda.RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan Unmul. 13
(1): 46-53
Basri E. 2000, Teknik Pengeringan Empat jenis Kayu Diameter Kecil, Asal Hutan
Tanaman. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17 (4): 199-208
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science:
An Introduction Fourth Edition. Karen lilley. Iowa State Press.USA
Iskandar M.I, Kliwon S, Sutigno P. 1994. Sifat Vinir dan Kayu Lapis dari Kayu
Sengon dan Karet Pada Beberapa Macam Umur. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. 12 (6): 195-201
Nuralexa F. 2009. Karakteristik Sifat Anatomi dan Fisis Small Diameter Log
Sengon (Paraserianthes falcataria (L.)Nielsen dan Gmelina (Gmelina
Arborea Roxb).[Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Tidak Dipublikasikan.
Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesive Technology. Marcel Dekker, Inc. New
York.
Rosihan HA. 2005. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Lapis Dari Empat
Jenis Kayu Tanaman. [Skrispsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.
Ruhendi S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007.
Analisis Perekatan Kayu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sam IR. 2001. Pengaruh Ketebalan dan Jenis Sambungan Vinir Terhadap Sifat
Fisis Mekanis Laminated Veneer Lumber (LVL) Beberapa Jenis Kayu
Cepat Tumbuh.[Skrispsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Tidak Dipublikasikan
Tan Lieke. 1992. Ekstraksi dan Identifikasi Tanin Kulit Kayu Beberapa Jenis
Pohon Serta Penggunaanya Sebagai Perekat Kayu Lapis Eksterior.[Tesis].
Program Pascasarjana IPB. Tidak Dipublikasikan
Vick BC. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book.Wood
as an Engineering Material. USA.
LAMPIRAN
35
Rata-
Jenis Jenis KA
No Ulangan Potongan BB BKT Rata
Kayu Perekat (%)
(%)
1 Sengon UF 1 1 9.90 8.67 14.19 13.58
2 8.79 7.78 12.98
2 1 12.21 11.09 10.10 9.27
2 13.10 12.08 8.44
3 1 13.32 12.26 8.65 9.58
2 11.25 10.18 10.51
4 1 10.17 9.09 11.88 11.73
2 10.79 9.67 11.58
5 1 11.27 10.13 11.25 10.84
2 10.90 9.87 10.44
2 Sungkai
UF 1 1 13.01 11.74 10.82 10.90
2 13.14 11.84 10.98
2 1 13 11.9 9.24 10.39
2 13.64 12.23 11.53
3 1 15.01 13.67 9.80 10.09
2 17.23 15.61 10.38
4 1 13.27 11.89 11.61 11.59
2 13.6 12.19 11.57
5 1 12.7 11.21 13.29 13.25
2 13.11 11.58 13.21
Jenis
No Jenis Kayu Ulangan BB Volume Kerapatan
Perekat
1 Sengon UF 1 9.9 20.67 0.48
2 12.21 20.23 0.60
3 13.32 21.32 0.62
4 10.17 20.81 0.49
5 11.27 21.91 0.51
MF 1 6.25 4.75 76
2 6.25 5.25 84
3 6.25 5.75 92
4 6.25 4.75 76
5 6.25 5.55 88.8
PF 1 6.25 4.75 76
2 6.25 5.6 89.6
3 6.25 5.23 83.68
4 6.25 5.25 84
5 6.25 4.38 70.08
40
Jenis Kerapatan
rata-rata
Perekat sengon sungkai
UF 0.542 0.599 0.570
MF 0.481 0.605 0.543
PF 0.562 0.632 0.597
Rata-rata 0.528 0.612
Value Label N
Jenis_Kayu 1 Sengon 15
2 Sungkai 15
Jenis_Perekat 1 UF 10
2 MF 10
3 PF 10
Duncan
Subset
Jenis_P
erekat N 1 2
MF 10 10.8690
UF 10 11.1220
PF 10 12.3030
Sig. .607 1.000
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
1.178.
43
GET
FILE='F:\olah data\uji kerapatan.sav'.
DATASET NAME DataSet3 WINDOW=FRONT.
DATASET ACTIVATE DataSet3.
DATASET CLOSE DataSet2.
UNIANOVA kerapatan BY Jenis_Kayu Jenis_Perekat
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=Jenis_Kayu Jenis_Perekat(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=Jenis_Kayu Jenis_Perekat Jenis_Kayu*Jenis_Perekat.
Univariate Analysis of Variance
Warnings
Post hoc tests are not performed for Jenis_Kayu because there are fewer than three
groups.
Between-Subjects Factors
Value Label N
Jenis_Kayu 1 Sengon 15
2 Sungkai 15
Jenis_Perekat 1 UF 10
2 MF 10
3 PF 10
Value Label N
Jenis_Kayu 1 Sengon 15
2 Sungkai 15
Jenis_Perekat 1 UF 10
2 MF 10
3 PF 10
Dependent Variable:keteguhan_rekat
Jenis_Perekat
keteguhan_rekat
Duncan
Subset
Jenis_Perekat N 1 2
UF 10 11.1510
MF 10 12.5100 12.5100
PF 10 15.3480
Sig. .334 .050
45
Between-Subjects Factors
Value Label N
Jenis_Kayu 1 Sengon 15
2 Sungkai 15
Jenis_Perekat 1 UF 10
2 MF 10
3 PF 10