Sie sind auf Seite 1von 6

ASUHAN KEBIDANAN

Pada Ny”A” Usia 25 Tahun Dengan Laserasi Jalan Lahir Derajat 4


di Rumah Sakit Syaiful Anwar
Kota Malang

OLEH :

NAMA : YULIA DITA SAFITRI

NIM : 1615.15401.1108

STUDI D3 KEBIDANAN

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indikator kesehatan suatu bangsa dapat dilihat dengan jumlah AKI (angka
kematian ibu) yang meliputi ibu hamil, ibu bersalin dan nifas. Di Indonesia sekitar 10%
kematian disebabkan karena infeksi, 11% akibat komplikasi aborsi, 9% akibat partus
lama, 13 % akibat eklampsi/gangguan akibat hipertensi saat kehamilan dan angka
kematian ibu pada masa nifas menyumbangkan kasus perdarahan sebesar 28%
kematian. (Depkes RI, 2011). Perdarahan setelah melahirkan sangat berbahaya dan
sangat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani. Indonesia menempati urutan ke 8
dari 18 negara di ASEAN pada angka kematian ibu sebesar 240 per 100.000 kelahiran
hidup, lalu disusul oleh India yaitu angka kematian ibu sebesar 230 per 100.000 kelahiran
hidup (Kemenkes RI, 2012) hal ini berbeda dengan negara maju, di negara maju hanya
ditemukan jumlah kematian ibu hanya 27 per 100.000 kelahiran hidup, hal ini
dikarenakan di negara berkembang 80% pertolongan persalinan masih dilakukan oleh
dukun (Nasution, 2006). Perdarahan pada masa nifas sering terjadi karena robekan
spontan jalan lahir atau laserasi. Jumlah ibu yang mengalami perdarahan postpartum
akibat laserasi jalan lahir masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada hasil data rekapitulasi kebidanan rekam medik di Klinik Ramlah Parjib Samarinda
pada tahun 2015 diperoleh sebanyak 6 dari 9 ibu mengalami perdarahan postpartum
karena jalan lahir pada usia 20-35 tahun. Perdarahan akibat laserasi jalan lahir ini sangat
beresiko bagi ibu postpartum terlebih lagi jika sampai derajat 4 karena harus ditangani
oleh tenaga kesehatan yang profesional. Laserasi derajat 4 terjadi pada komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingterani dan dinding depan rectum.
Laserasi jalan lahir derajat 4 sangat jarang terjadi pada persalinan. Pada kasus
perdarahan postpartum karena robekan jalan lahir sampai derajat 4 tidak dapat ditangani
oleh bidan oleh karena itu bidan harus segera merujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya
lebih memadahi. Pada penelitian yang dilakukan pada ibu ibu bersalin di Puskesmas
Tanah Jambo Aye Panton Labu pada tanggal 9-12 juni 2012 ditemukan pada 140 ibu
bersalin terdapat 30 ibu yang mengalami robekan jalan lahir pada persalinannya. Pada
penelitian yang dilakukan secara total sampling ditemukan terjadinya laserasi jalan lahir
ini dipengaruhi oleh berat badan bayi dan paritas. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Dina (2007) di Rumah Sakit Haji Medan pada rekam medik data pasien tahun 2004-2006
terdapat kejadian robekan jalan lahir sebanyak 141 ibu bersalin, dari 141 ibu yang
mengalami robekan jalan lahir yang dipengaruhi oleh paritas paling banyak terjadi pada
primipara sebanyak 88 ibu (62,64%), yang dipengaruhi oleh jarak kelahiran rata-rata
antara 2-3 tahun sebanyak 27 ibu (50,95%), dipengaruhi oleh berat badan bayi rata-rata
>3500 gram sebanyak 66 ibu (46,81%). Pada penelitian Irnayasari (2006) yang dilakukan
di Klinik Bersalin Nursyawaliyah terdapat 48 (60%) ibu primipara yang mengalami
robekan jalan lahir, kebanyakan yang dipengaruhi oleh jarak kelahiran pada rentang > 3
tahun, pada berat badan bayi paling banyak pada berat 3000-4000 gram. Menurut
penelitian yang saya lakukan di Puskesmas Gondanglegi (2018) terdapat 7 ibu bersalin,
terdapat 2 ibu yang mengalami laserasi jalan lahir diakibatkan bayi terlalu besar yaitu
dengan berat 3000-3500 gram dan terdapat 1 ibu yang mengalami robekan jalan lahir
dikarenakan kesalahan saat mengejan. Jadi untuk menghindari robekan jalan lahir ini
dapat dilakukan beberapa upaya yaitu dengan menjaga berat badan ibu agar tidak naik
terlalu berlebihan, menjaga jarak kelahiran agar tidak terlalu jauh maksimal 3 tahun, usia
kehamilan ibu tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 35, dan penolong persalinan
juga sangat berpengaruh, apabila seorang penolong persalinan salah dalam memimpin
persalinan maka bisa mengakibatkan robekan jalan lahir.
BAB II

TINJAUAN TEORI

Trauma pada jalan lahir dapat mengakibatkan perdarahan postpatum. Trauma ini
meliputi laserasi, hematoma, inversi uterus, dan ruptur uterus. Laserasi jalan lahir
ditegakkan apabila terlihat adanya perdarahan meskipun uterus berkontraksi. Laserasi
jalan lahir merupakan robeknya jalan lahir pada saat persalinan dan banyak terjadi pada
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun. Laserasi jalan lahir ini berbeda
dengan episiotomi, laserasi jalan lahir ini bersifat traumatik. Robeknya jalan lahir ini dapat
terjadi pada ibu bersalin pertama kali maupun persalinan selanjutnya. Laserasi jalan lahir
dibagi menjadi 4 derajat yaitu derajat I terjadi robekan hanya pada mukosa vagina, vulva
bagian depan dan kulit perineum, derajat II terjadi robekan sampai otot perineum, derajat
III terjadi robekan hingga sfingterani eksterna, derajat VI terjadi robekan pada seluruh
perineum hingga mukosa recktum (Soepardiman, 2016).Robekan jalan lahir selalu
mengakibatkan perdarahan dan bervariasi juga banyaknya, pada laserasi jalan lahir
derajat I dan II jarang sekali mengakibatkan perdarahan yang banyak, tetapi
perdarahannya sedikit namun berlanjut, apabila laserasi jalan lahir hingga derajat III dan
VI sering mengakibatkan perdarahan persalinan yang banyak (Karkata dkk, 2008).
Laserasi jalan lahir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ibu, faktor janin
dan faktor penolong. Pada faktor ibu meliputi umur, banyaknya kelahiran, CPD, panggul
sempit, kekuatan mengejan, vagina yang bengkak dan rapuh, kelenturan vagina,
persalinan melalui tindakan ekstraksi vakum maupun forcep. Faktor janin meliputi kepala
janin terlalu besar,distosia bahu, berat badan janin, letak sungsang dan presentasi
defleksi. Faktor penolong meliputi cara penolong tersebut memimpin dalam persalinan,
cara berkomunikasi dengan ibu, cara menahan perineum pada saat lahirnya kepala,
anjuran posisi ibu untuk meneran dan tindakan episiotomi (Ibrahim dkk, 1996). Tetapi
robekan laserasi jalan lahir ini dapat dihindari dengan cara menjaga perineum untuk tidak
dilewati kepala janin secara cepat, akan tetapi tidak dianjurkan juga menahan kepala
janin terlalu kuat dan lama karena dapat mengakibatkan asfiksia, perdarahan dalam
tengkorak janin dan melemahnya otot-otot karena meregang terlalu lama (Siswosudarmo
dkk, 2008).
Pada penelitian Rosmawar (2013) berat badan bayi yang melebihi 3500 gram
beresiko terhadap laserasi jalan lahir karena dapat mengakibatkan distosia bahu dan
rusaknya jaringan-jaringan lunak pada ibu, semakin besar berat badan janin makan
semakin besar juga resiko mengalami laserasi jalan lahir pada persalinan normal. Pada
pengaruh laserasi persalinan terhadap paritas didapatkan semakin tua usia ibu dengan
primipara maka semakin besar juga kemungkinan mengalami laserasi persalinan
dibandingan dengan ibu paritas yang lebih dari dua dikarenakan oto-otot perineum belum
merenggang karena belum pernah dilewati kepala janin. Pada pengaruh jarak kelahiran
didapatkan jarak kelahiran kurang memengaruhi dalam laserasi persalinan, akan tetapi
laselasi pada persalinan normal dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu cara
mengejan yang benar. Menurut Siswosudarmo (2008) umur ibu yang <20 tahun dan >30
tahun lebih rentan terhadap laserasi persalinan karena pada usia <20 tahun organ
reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna sedangkan pada wanita dengan
usia >30 tahun organ reproduksi sudah mengalami penurunan fungsi dibanding dengan
organ reproduksi normal sehingga besar kemungkinan terjadinya komplikasi postpaprtum
terutama perdarahan. Seorang bidan harus memperhatikan pasiennya secara seksama
pada saat setelah persalinan untuk mengidentifikasi adanya komplikasi persalinan agar
apabila terjadi komplikasi persalinan segera tertangani dan keadaan tidak bertambah
parah. Jika perdarahan terus berlanjut maka bidan harus segera memberi terapi pada ibu
dan merujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih memadai. Luka
robekan jalan lahir kadang ringan tetapi tak jarang juga yang robekannya luas dan
mengakibatkan perdarahan sehingga dapat membahayakan nyawa ibu (Bone
Selatan,2012)
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus yang dialami Ny. “A” mengalami perdarahan yang


disebabkan karena robekan pada jalan lahir hingga mengenai mukosa rektum, hal
tersebut dikarenakan bayi terlalu besar yaitu dengan berat 3300 gram. Seorang bidan
dapat melakukan tindakan pertolongan laserasi pada persalinan apabila terjadi laserasi
jalan lahir derajat 1 yaitu yang mengenai mukosa dan kulit perineum karena tidak
diperlukan adanya jahitan dan pada laserasi derajat 2 yang mengenai mukosa, kulit
perineum dan jaringan perineum dan perlu adanya jahitan Pada kasus ini seorang bidan
tidak boleh menolong pasien yang mengalami laserasi jalan lahir derajat 3 maupun
derajat 4 karena laserasi derajat 4 ini mengenai mukosa, kulit, jaringan perineum, otot
sfingter ani dan meluas hingga ke rektum, dapat menyebabkan perdarahan yang sangat
banyak dan dapat membahayakan nyawa ibu dan bidan harus berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan yang lebih ahli dan profesional seperti dokter. Apabila terjadi kasus
yang darurat seperti ini bidan harus segera menangani dengan cepat agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan menurut Sulistyawati (2009) seorang bidan itu sangat
dituntut kemampuannya untuk mengevaluasi keadaan pasien agar asuhan yang
diberikan tepat dan aman. Dalam hal ini tindakan bidan sangat benar yaitu merujuk
pasien tersebut dengan segera agar pasien tersebut dapat segera tertolong. Pada
penanganan kasus ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan praktek, bidan telah
melakukan tindakan yang benar.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pemeriksaan pada Ny. “A” usia 25 tahun P1 Ab0 didapatkan
hasil TTV tekanan darah :110/70 mmHg, RR : 22 x/i, N : 84 x/i, S : 36S : 36,8OC
Setelah dilakukan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh bidan di BPM
secara normal bayi lahir secara spontan, tetapi ibu mengalami perdarahan
pascapartum dikarenakan bayi terlalu besar dengan berat 3300 gram dan ibu
mengalami robekan jalan lahir yang mengenai mukosa vagina, kulit perineum,
jaringan perineum, otot sfingterani, dan mukosa rektum disebut juga dengan
laserasi derajat 4. Hal tersebut mengharuskan bidan segera mengambil tindakan
rujukan dikarenakan bidan mempunyai landasan hukum dan wewenang yang
diatur pada pasal 18 yang berbunyi seorang bidan hanya berwenang
memberikan pelayanannya memberikan penjahitan luka jalan lahir apabila
sampai tingkat 2 saja. Jadi apabila terjadi robekan jalan lahir sampai tingkat 4
bidan tidak boleh melakukan tindakan heacting dan harus segera melakukan
tindakan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai dan berkolaborasi dengan
dokter.

B. Saran
Kepada masyarakat khususnya ibu hamil diharapkan selalu menjaga
kesehatannya dan rutin melakukan ANC minimal 1 kali pada trimester pertama, 1
kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Serta diharapkan ibu
hamil mengontrol tiap kenaikan berat badannya karena apabila ibu mengalami
kenaikan berat badan yang berlebih juga tidak baik bagi kehamilan salah satunya
bayi akan lahir besar dan serviks akan mengalami pembukaan yang berlebih dan
mengakibatkan robekan yang cukup parah. Pada ibu hamil dapat dianjurkan
untuk melakukan senam hamil dan menjaga pola nutrisi agar ibu tetap sehat dan
persalinan berjalan dengan lancar tanpa ada penyulit.
DAFTAR PUSTAKA

Widianti, Dwi (penterjemah) . 2011. Kedaruratan Persalinan Manajemen Komunitas.


Jakarta : EGC

Rosmawar, Cut. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Laserasi Pada


Persalinan Normal Di Puskesmas Tanah Jambo Aye Panton Labu. Aceh : Jurnal Ilmiah
STIKES U’budiyah. Vol.2, No.1

Endriani Siti Dwi, Rosidi Ali, Andarsari Wening. 2012. Hubungan Umur, Paritas, Dan
Berat Bayi Lahir Dengan Kejadian Laserasi Perineum Di Bidan Praktek Swasta Hj. Sri
Wahyuni, S.SiT. Semarang

Das könnte Ihnen auch gefallen