Sie sind auf Seite 1von 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI

PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARGOTOTO


KECAMATAN METRO KIBANG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Rosmalia Helmi1
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
e-mail : lia.helmy@yahoo.com

ABSTRACT : Factors Correlating With Nutritional Status Of Under Five Years Old Children In The
Region Of Society Health Center Of Margototo, Metro Kibang Subdistric, Lampung Timur Distric . This
study is aimed to determine the nutritional status of under five years old children as well as to identify the
correlation between risk factors and nutritional status on the region of society health center of Margototo, Metro
Kibang Subdistric, Lampung Timur Distric, in 2012.
The design of this study was analytical with case control study. The population of this study is all the under five
years old children in the region of society health center of Margototo in year 2012 with the amount 1767
children. And as the sample of this study is 160 under five years children. Total sampling is used toward
malnutrition under five years children which is 80 children and accidential sampling toward normal nutritional
status under five years children. Nutritional status is measured with indicator weigh for age and also as
dependent variable. While infection disease,nutritional intake,mother knowledge, parental income, children care
practices as independent variable in this study. The instruments are : weigh-beam, microtoise, software WHO
anthro, nutrisurvey, questionaries, and recall sheets. Correlation among variables was then analyzed using chi-
square test with believe degree 95%.
Based on the chi-square test, infection disease, intake energy, carbohidrat and fat has p value=0,000. Intake
protein has p value = 0,003, parental income has p value = 0,007, and concluded there is significant correlation
with the nutritional status. While mother knowledge has p value= 0,057, and children care practices has p
value=1,000, so can concluded have no significant correlation with nutritional status.

Key Words : nutritional status, under five years children, malnutrition, lampung timur,
puskesmas margototo.

Abstrak : Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Status Gizi pada balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Margototo kecamatan metro Kibang Kabupaten Lampung Timur. Hasil RISKESDAS tahun
2010 menunjukkan balita kurang gizi secara nasional adalah sebesar 17,9%, dengan 4,9% gizi buruk, prevalensi
balita pendek 35,6%, dan prevalensi gizi kurus 13,3%. Untuk provinsi lampung prevalensi gizi kurang 13,4%,
balita pendek 36,3% dan balita gizi kurus 13,9%.dan prevalensi gizi kurang di puskesmas Margototo 2.14%.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di wilayah
kerja puskesmas Margototo Kecamatan Metro Kibang kabupaten Lampung Timur. Jenis penelitian analitik
dengan rancangan Case control. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki balita dengan jumlah sampel 160
balita dengan status gizi kurang dan status gizi baik. Varibel yang diteliti status Gizi balita (BB/U), penyakit
infeksi, asupan makan, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga dan pola asuh. Analisis data yang digunakan
adalah uji Chi square.hasil penelitian menunjukkan proporsi balita gizi kurang menurut indikator BB/U
sebanyak 4,77% dari populasi balita. Berdasarkan hasil uji statistik didapat ada hubungan yang bermakna antara
penyakit infeksi, asupan energi, asupan karbohidrat, asupan protein dengan nilai p=0,000, sedangkan variabel
pendapatan orang tua, pengetahuan ibu dan pola asuh tidah ada hubungan yang bermakna dengan status gizi.
Dari kesimpulan diatas peneliti menyarankan, untuk mengurangi kejadian penyakit infeksi, petugas kesehatan
dapat lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana mencegah dan menanggulangi penyakit
infeksi tersebut. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas asupan makanan pada balita, disarankan untuk
petugas gizi dan kader dapat bersama-sama menggali informasi tentang bahan-bahan makanan yang tersedia di
masyarakat setempat kemudian membuat resep dan mengolah bahan makanan tersebut menjadi produk-produk
makanan untuk balita dengan kandungan gizi yang lengkap. Selanjutnya resep tersebut dapat diajarkan kepada
ibu balita dan diaplikasikannya.

Kata Kunci : status gizi, asupan makan, pengetahuan ibu, pendapatan dan pola asuh

233
234 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 1. April 2013. hlm 233-242

Presentase kejadian gizi buruk di Lampung asuh responden yang memiliki balita,
Timur 2,14% (Dinkes Lampung,2009). 6)Diketahuinya hubungan penyakit infeksi dengan
Sedangkan kasus gizi kurang di wilayah kerja status gizi pada balita, 7)Diketahuinya hubungan
Puskesmas Margototo tahun 2009 adalah 124 asupan makanan (energi, karbohidrat, protein dan
balita (7,375%) dan 2 balita (0,11%) menderita lemak) dengan status gizi pada balita,
gizi buruk kemudian pada tahun 2010 jumlah 8)Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu
balita gizi kurang menurun jumlahnya menjadi dengan status gizi pada balita, (9)Diketahuinya
116 balita (11,6%), namun balita yang menderita hubungan pendapatan orang tua dengan status gizi
gizi buruk bertambah hingga 15 balita (1,5%), dan pada balita, 10)Diketahuinya hubungan pola asuh
tahun 2011 telah ditemukan 126 balita (11,1%) ibu dengan status gizi pada balita.
gizi kurang dan 10 balita (0,87%) menderita gizi
buruk (Puskesmas Margototo, 2010). METODE
Kekurangan gizi pada anak dapat
menimbulkan beberapa efek negatif seperti Desain penelitian yang digunakan dalam
lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penelitian ini adalah case-control. Penelitian
penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan case-control ini akan meneliti faktor faktor yang
terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang mempengaruhi status gizi, yaitu penyakit infeksi
serius dapat menyebabkan kematian anak dan asupan makan, pengetahuan ibu, pendapatan
(Santoso, 2004). Sebagai akibat kurangnya asupan orang tua dan pola asuh.
gizi, status gizi dibagi menjadi dua sifat yaitu Case (kasus) yang dipilih pada penelitian
status gizi yang sifatnya akut dan status gizi yang ini adalah balita yang berstatus gizi kurang
sifatnya kronis. Status gizi yang sifatnya akut menurut BB/U dan control-nya adalah balita yang
sebagai akibat keadaan yang berlangsung dalam berstatus gizi baik menurut BB/U. Antara case
waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu dan control akan dibandingkan dalam hal
makan akibat sakit atau karena menderita diare. keadaan faktor-faktor yang mempengaruhi status
Status gizi balita dipengaruhi banyak faktor, gizi, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang
baik penyebab langsung maupun tidak langsung. berhubungan dengan status gizi pada balita.
Penyebab Langsung yang mempe-ngaruhi status Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja
gizi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi Puskesmas Margototo Kabupaten Lampung
yang diderita balita, penyebab tidak langsung Timur. Wilayah kerja Puskesmas Margototo
meliputi ketersediaan pangan dalam hal ini meliputi seluruh kecamatan Metro Kibang, waktu
dengan mengetahui pekerjaan dan pendapatan penelitian bulan Juni tahun 2012.
orang tua, pola asuh anak, serta pelayanan Populasi penelitian seluruh balita baik laki-
kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga laki ataupun perempuan di wilayah kerja
faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan Puskesmas Margototo kabupaten Lampung Timur
dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan bulan juni tahun 2012 sebanyak 1767 balita.
ketrampilan keluarga (Adisasmito, 2007 dalam Sampel dalam penelitian ini adalah total
Karlina, 2011). seluruh balita kurang gizi (case) dan sebagian
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik balita gizi baik (control) dengan jumlah yang
untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubung- sama, baik laki-laki maupun perempuan yang
an dengan status gizi pada balita di wilayah kerja tinggal di wilayah kerja Puskesmas Margototo
Puskesmas Margototo Kecamatan Metro Kibang kabupaten Lampung Timur bulan Juni tahun
Kabupaten Lampung Timur tahun 2012. 2012. Balita gizi kurang menurut BB/U (case),
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk diketahui dari data sekunder berjumlah 80 balita.
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan Sedangkan control-nya adalah balita yang bergizi
dengan status gizi pada Balita di wilayah kerja baik diambil dengan jumlah yang sama. Sehingga
Puskesmas Margototo Kecamatan Metro Kibang jumlah sampelnya adalah 160 balita.
Kabupaten Lampung Timur tahun 2012. Teknik sampling dilakukan sebagai berikut,
Adapun tujuan khusus dalam penilitian ini untuk balita yang mengalami gizi kurang (case),
adalah: 1) Diketahuinya jumlah balita yang teknik pemilihan sampelnya adalah total
mengalami penyakit infeksi, 2) Diketahuinya sampling, sehingga seluruh populasi gizi kurang
asupan makanan (energi, karbohidrat, protein dan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Sedangkan
lemak), 3)Diketahuinya pengetahuan ibu yang control-nya, yaitu gizi baik, tekhnik sampling
memiliki balita, 4)Diketahuinya pendapatan orang yang digunakan adalah menggunakan accidential
tua yang memiliki balita, 5)Diketahuinya pola sampling yaitu pengambilan secara acak atau
Helmi, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita 235

seketemunya balita gizi baik namun dengan syarat infeksi pada sampel, seperti diare kronis, ISPA
balita gizi baik tersebut berada di lingkungan dan TBC dalam tiga bulan terakhir. Peneliti dapat
(Desa) yang sama dengan desa tempat balita gizi mengetahui apakah sampel memiliki riwayat
kurang tinggal. Dengan demikian sampel penyakit infeksi atau tidak melalui wawancara
diharapkan memiliki karakteristik wilayah yang yang dipandu dengan kuesioner penyakit infeksi.
sama, artinya kemungkinan besar sampel Hasilnya adalah apabila dalam tiga bulan terakhir
memiliki kualitas sumber daya pangan, mata sampel menderita salah satu penyakit infeksi atau
pencaharian, pendapatan, keadaan lingkungan dan lebih maka diberi kode “0”. Sedangkan jika dalam
sumber daya manusia yang hampir sama. tiga bulan terakhir sampel terbebas dari penyakit
Jenis dan cara pengambilan data, data infeksi maka diberi kode “1”.
primer penelitian ini meliputi: antropometri balita Hasil dari pengukuran tiap variabel asupan
(BB, dan Umur), asupan makanan, penyakit makan (asupan energi, karbohidrat, protein dan
infeksi, Pengetahuan ibu, pendapatan, serta pola lemak) diketahui dari angka yang diperoleh dari
asuh pada balita diperoleh melalui pengukuran food recall yang menjelaskan berapa kalori
anthropometri (penimbangan dan pengukuran asupan energi, berapa gram asupan
tinggi badan) pengisian lembar kuesioner dan karbohidrat,protein dan lemak yang dikonsumsi
lembar food recall dengan cara wawancara sampel. Karena recall dilakukan selama 2 hari,
langsung pada responden. Data Sekunder dari maka diambil rata-rata asupan makanannya.
berbagai sumber seperti data Riskesdas 2007, Kemudian angka rata-rata tersebut dibandingkan
profil Kesehatan Kabupaen Lampung Timur dan dengan tabel AKG dan dipresentasekan. Hasilnya
profil kesehatan Puskesmas Margototo. adalah kurang yang diberi kode “0” dan yang baik
Data status gizi balita diperoleh dengan cara diberi kode “1”. Kriteria kurang diberikan apabila
melakukan penghitungan indeks status gizi asupannya <80% AKG, sedangkan kriteria baik
menurut WHO. Indeks tersebut dihitung diberikan apabila asupannya ≥80% AKG.
berdasarkan ukuran anthropometri yaitu berat Pengetahuan Ibu yang dimaksudkan dalam
badan, dan umur responden. Penimbangan penelitian ini adalah dengan pertanyaan mengenai
dilakukan dengan menggunakan timbangan/dacin gizi dan kesehatan sejumlah 20 pertanyaan.
untuk mengetahui berat badan (BB) balita. Hasilnya apabila responden menjawab benar lebih
Sedangkan umur responden dapat diketahui sama dengan dari rata-rata jawaban benar dari
melalui wawancara kepada orang tua responden. seluruuh responden makan diberikan kode “1”,
Data asupan zat gizi dilakukan wawancara sedangkan jika responden menjawab jawaban
langsung pada responden menggunakan kuesioner benar kurang dari rata-rata jawaban benar dari
penelitian (food recall) konsumsi selama 2x24 seluruh responden maka diberikan kode “0”.
jam. Data konsumsi makanan ditampilkan dalam Pendapatan Orang tua adalah jumlah
bentuk tingkat kecukupan gizi (energi, protein, seluruh pendapatan perbulan dibandingkan
karbohidrat dan lemak), yang diperoleh dari dengan UMR daerah. Jika pendapatan orang tua
perbandingan zat gizi yang dikonsumsi dengan melebihi UMR daerah maka diberikan kode “1”,
yang dianjurkan AKG dikali 100 %. sedangkan jika pendapatan orang tua kurang dari
Data tentang umur, jenis kelamin, dan UMR daerah maka diberikan kode “0”.
penyakit infeksi, pengetahuan, pekerjaan, Pola Asuh Makanan adalah praktek
pendapatan serta pola asuh makanan dapat pemberian makanan pada balita. Jika jawaban
diperoleh dengan cara wawancara yang dipandu responden kurang dari rata-rata jawaban benar
penggunaan kuesioner. dari seluruh responden maka diberi kode “0”,
Pengolahan dan analisis data, Status gizi sedangkan jika jawaban responden lebih sama
diukur dengan cara menghitung Standar Deviasi dengan dari rata-rata jawaban benar dari seluruh
dari tiap indeks status gizi. Hasil pengukuran responden maka diberi kode “0”.
anthoprometri dimasukkan dalam software WHO Analisis bivariat data yang digunakan
Anthro, sehingga diketahui standar deviasi dari dalam penelitian ini adalah chi-square test
tiap indeks status gizi. Jika hasilnya adalah <-2 bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
SD maka dikategorikan kurang dan diberi kode variabel independen (asupan energi, asupan
“0”, sedangkan jika hasil pengukuran SD karbohidrat, asupan protein, asupan lemak,
diperoleh hasil ≥-2SD maka dikategorikan baik penyakit infeksi, pengetahuan ibu, pekerjaan
dan diberi kode “1”. orang tua, pendapatan orang tua, serta pola asuh
Penyakit infeksi yang dimaksud dalam makanan) dengan variabel dependen (status gizi).
penelitian ini adalah adanya riwayat penyakit
236 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 1. April 2013. hlm 233-242

HASIL DAN PEMBAHASAN terdapat 63 (78,75%) balita yang asupan


energinya kurang, artinya mayoritas balita pada
Hasil kelompok tersebut asupan energinya kurang,
berbeda dengan kelompok gizi baik (control)
dengan jumlah balita cukup energi sebanyak 51
Analisis Univariat (63,75%) balita. Artinya pada kelompok control
lebih banyak balita yang asupan energinya cukup.
1. Status gizi terhadap penyakit infeksi
3. Status gizi terhadap asupan karbohidrat
Tabel 1: Distribusi status gizi terhadap
penyakit infeksi pada balita Tabel 3: Distribusi status gizi terhadap asupan
karbohidrat pada balita
Penyakit Status Gizi Menurut BB/U Total
Infeksi Kurang Baik Status Gizi Menurut Total
n % n % n % Asupan BB/U
Karbo- Kurang Baik
Ya 55 68,75 17 21,25 72 45 hidrat n % n % N %
Tidak 25 31,25 63 78,75 88 55 Kurang 65 81,25 40 50 105 65,625

Jumlah 80 100 80 100 160 100 Cukup 15 18,75 40 50 55 34,375

Jumlah 80 100 80 100 160 100


Dari tabel di atas dapat diketahui, jumlah
total balita yang menderita penyakit infeksi dan
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
balita yang tidak menderita penyakit infeksi
bahwa jumlah balita yang asupan karbohidratnya
hampir merata. Namun dapat dibandingkan antara
kurang, jumlah totalnya lebih banyak yaitu 105
kedua kelompok, dari balita yang menderita gizi
balita atau 65,6%, sedangkan balita yang asupan
kurang berdasarkan indikator BB/U (case),
karbohidratnya cukup adalah 55 balita atau
diketahui mayoritas menderita penyakit infeksi,
34,4%. Jumlah balita gizi kurang (case) yang
yaitu berjumlah 55 (68,75%) balita. Sedangkan
asupan energinya kurang adalah 65 (81,25%)
untuk kelompok balita yang berstatus gizi baik
balita. Sedangkan pada kelompok balita gizi baik
menurut indikator BB/U (control), mayoritas tidak
(control) ditemukan 40 (50%) balita yang asupan
menderita penyakit infeksi. Jumlah balita tidak
karbohidratnya kurang dan 40 (50%) balita
terkena penyakit infeksi pada kelompok control
dengan asupan karbohidrat cukup.
adalah 63 (78,75%) balita.
4. Status gizi terhadap asupan protein
2. Status gizi terhadap asupan energi
Tabel 4: Distribusi status gizi terhadap asupan
protein pada balita
Tabel 2: Distribusi status gizi terhadap asupan
energi pada balita
Status Gizi Menurut
Asupan BB/U Total
Asupan Status Gizi Menurut BB/U Total Protein Kurang Baik
Energi Kurang Baik n % n % n %
n % n % n %
Kurang 51 63,75 32 40 83 51,875
Kurang 63 78,75 29 36,25 92 57,5 Cukup 29 26,25 48 60 77 48,125
Cukup 17 21,25 51 63,75 68 42,5 Jumlah 80 100 80 100 160 100

Jumlah 80 100 80 100 160 100


Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa
Dari tabel di atas dapat diketahui total balita
total balita yang asupan proteinnya kurang
yang asupan energinya kurang jumlahnya lebih
jumlahnya lebih banyak yaitu 83 orang atau
banyak yaitu 92 (57,5%) balita, dibandingkan
51,9%, dibandingkan balita dengan asupan protein
balita dengan asupan energi cukup yang
cukup yang jumlahnya 77 orang atau 49,1%. Pada
jumlahnya 68 (42,5%) balita. Dari balita yang
kelompok case, yaitu balita gizi kurang menurut
berstatus gizi kurang menurut BB/U (case),
BB/U terdapat 51 (63,75%) balita yang asupan
Helmi, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita 237

proteinnya kurang. Sedangkan pada kelompok berpengetahuan kurang lebih banyak ditemukan
balita gizi baik (control) ditemukan 60% balita pada kelompok case.
dengan asupan protein cukup. Sehingga dapat
disimpulkan pada kelompok case lebih banyak 7. Status gizi terhadap pendapatan
ditemukan balita yang asupan proteinnya kurang.
Tabel 7: Distribusi status gizi dengan
5. Status gizi terhadap asupan lemak pendapatan

Tabel 5: Distribusi status gizi terhadap asupan Pen- Status Menurut BB/U Total
lemak pada balita dapatan Kurang Baik
n % n % n %
Asupan Status Gizi Menurut BB/U Total < UMR 67 83,75 51 63,75 118 73,75
Lemak Kurang Baik
n % n % n % ≥ UMR 13 16,25 29 36,25 42 26,25
Jumlah 80 100 80 100 160 100
Kurang 42 52,5 17 21,25 59 36,88
Cukup 38 47,5 63 78,75 101 63,13
Dari tabel 7 diketahui total balita yang
Jumlah 80 100 80 100 160 100 pendapatan orang tuanya kurang dari UMR
jumlahnya 118 orang (73,75%), dibandingkan
Dari tabel 5 diketahui total balita yang balita dengan pendapatan orang tua lebih dari atau
asupan lemaknya cukup jumlahnya lebih banyak sama dengan UMR,jumlahnya 42 orang (26,25%).
yaitu 101 orang (63,1%), dibandingkan balita Namun pada kelompok case, terdapat 67
dengan asupan lemak kurang 59 orang (36,9%). (83,75%) balita yang pendapatan orang tuanya di
Dari kelompok balita yang berstatus gizi kurang bawah UMR. Begitu pun pada kelompok control,
menurut BB/U (case), lebih banyak ditemukan jumlah balita yang pendapatan orang tuanya di
balita yang asupan lemaknya kurang, jumlahnya bawah UMR pada kelompok control adalah 51
42 (52,5%) balita yang asupan lemaknya kurang. (63,75%) balita. Namun jika dibandingkan,
Berbeda dengan kelompok balita yang berstatus jumlah balita dengan orang tua berpendapatan
gizi baik menurut BB/U (control), lebih banyak dibawah UMR lebih banyak ditemukan pada
balita yang asupan lemaknya cukup daripada kelompok case yang jumlahnya 67 (83,75%)
balita yang asupan lemaknya kurang. Pada orang dibandingkan pada control lebih sedikit
kelompok (control) ada sebanyak 63 (78,75%) jumlahnya yaitu 51 (63,75%) orang.
balita yang asupan lemaknya cukup . 8. Status gizi terhadap pola asuh
6. Status gizi terhadap pengetahuan ibu
Tabel 8: Distribusi status gizi terhadap
Tabel 6: Distribusi status gizi dengan pola asuh
pengetahuan Status Menurut BB/U
Pola Total
Kurang Baik
Penge- Status Menurut BB/U Total Asuh
n % n % n %
tahuan Kurang Baik
n % n % n % Kurang 45 56,25 45 56,25 90 56,25
Baik 35 43,75 35 43,75 70 43,75
Kurang 43 53,75 30 37,5 73 45,63
Jumlah 80 100 80 100 160 100
Baik 37 46,25 50 62,5 87 54,38
Jumlah 80 100 80 100 160 100 Dari tabel 8 diketahui total balita yang pola
asuhnya kurang 90 balita (56,25%), dan balita
Dari tabel 6 diketahui total ibu balita yang dengan asupan protein cukup yaitu 70 balita
pengetahuannya baik jumlahnya lebih banyak (43,75%). Namun pada kelompok case, terdapat
yaitu 87 orang (54,38%), dibandingkan ibu balita 45 (56,25%) balita yang pola asuhnya kurang.
dengan pengetahuan baik yang jumlahnya 73 Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
orang (45,63%). Namun kelompok case, yaitu kelompok case lebih banyak ditemukan balita
balita gizi kurang menurut BB/U terdapat 43 yang pola asuhnya kurang. Sama halnya pada
(53,75%) ibu balita dengan pengetahuan kurang. kelompok control, jumlahnya sama dengan
Sedangkan pada kelompok control, ibu balita kelompok case. Jadi tidak ditemukan perbedaan
yang pengetahuannya baik sebanyak 50 (62,5%) proporsi antara kedua kelompok.
orang. Dengan demikian jumlah ibu balita Analisis Bivariat
238 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 1. April 2013. hlm 233-242

yang tidak berpenyakit diare, karena kesehatan


Hubungan Variabel Independen Dengan lingkungan dan praktek kesehatan lingkungan ibu
Variabel Dependen (Status Gizi BB/U) yang buruk atau tidak memenuhi syarat kesehatan
dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit
Tabel 9: Hubungan variabel independen infeksi yang akhirnya mempengaruhi daya tahan
dengan status gizi balita tubuh sehingga berujung buruknya satus gizi.
Pudjiadi (1996) menyatakan bahwa
Variabel P- OR
Kesimpulan penyakit infeksi dan kurangnya asupan nutrisi
Independen Value 95% CI
8,153 mempunyai hubungan yang saling timbal balik.
Penyakit Infeksi 0,000 Berhubungan Anak yang kurang asupan nutrisinya maka akan
(3,991-16,557)
Asupan Energi 0,000
6,517
Berhubungan
mengakibatkan daya tahan tubuh menurun
(3,225-13,118) sehingga mudah terkena penyakit infeksi.
Asupan 4,333 Sebaliknya penyakit infeksi derajat apapun dapat
0,000 Berhubungan
Karbohidrat (2,126-8,834)
2,638 memperburuk keadaan gizi.
Asupan Protein 0,003 Berhubungan Dampak lain dari penyakit infeksi adalah
(1,393-4,996)
Asupan Lemak 0,000
4,096
Berhubungan
penggunaan energi yang berlebih dari tubuh untuk
(2,049-8,168) mengatasi penyakit bukan untuk pertumbuhan dan
Pengetahuan 0,516 Tidak perkembangan, sehingga akan mengganggu
0,057
Ibu (0,275-0,97) Berhubungan
Pendapatan 0,341
pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak.
0,007 Berhubungan Sebagian besar balita yang dijadikan
Orang Tua (0,161-0,721)
Pola Asuh 1,000
1,000 Tidak responden yang mengalami gizi kurang juga
(0,535-1,868) Berhubungan mengalami penyakit infeksi. Jenis penyakit yang
banyak diderita balita adalah diare, flu dan batuk.
Dari tabel 9 diketahui penyakit infeksi, Hal tersebut dapat terjadi karena keadaan
asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan lingkungan yang tidak sehat. Saat dilakukan
pendapatan orang tua memiliki p-value < α, penelitian, peneliti melihat bahwa banyak rumah
artinya memiliki hubungan dengan status gizi. yang sangat dekat jaraknya dengan lokasi kandang
Sedangkan pengetahuan ibu dan pola asuh peternakan.
terhadap balita memiliki p-value > α, (tidak Keadaan seperti di atas akan menyebabkan
berhubungan dengan status gizi). mikrobakteri ataupun vektor lain penyebab
penyakit infeksi mudah menjangkit manusia,
Pembahasan termasuk balita. Alasan mengapa kandang ternak
berada dekat dengan rumah adalah faktor
Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi keamanan, mengingat sebagian besar wilayah
Metro Kibang adalah lahan pertanian dan kebun,
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di maka pencurian hewan ternak sering terjadi. Hal
wilayah kerja puskesmas margototo, dapat dilihat lain terkait masalah lingkungan adalah kondisi
bahwa terdapat hubungan antara kejadian jalan yang berdebu juga dapat menjadi salah satu
penyakit infeksi dengan status gizi balita terjadinya penyakit ISPA. Sebagian besar jalan di
berdasarkan Indikator BB/U dengan OR= 8,153, wilayah kerja Puskesmas Margototo berdebu,
artinya balita yang gizi kurang menurut BB/U, karena tekstur tanah yang berpasir dan juga
8,153 kali lebih banyak ditemukan pada balita karena musim panas yang sedang berlangsung
dengan penyakit infeksi dibandingkan dengan selama penelitian.
balita yang tidak terkena penyakit infeksi. Faktor lain yang dapat menyebabkan
Penelitian Fatimah dkk tahun 2008 di penyakit infeksi adalah asupan zat gizi balita itu
Kecamatan Ciawi kabupaten Tasikmalaya yang sendiri. Ketika balita kekurangan zat gizi, daya
menyatakan bahwa penyakit infeksi akan tahan tubuhnya terhadap penyakit menjadi lemah
menyebabkan gizi kurang. Penelitian Mustofa sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
(2006) di Kota Banda Aceh menemukan bahwa Berdasarkan penjelasan di atas, petugas gizi
ada hubungan yang kuat antara balita yang harus bersinergi dengan petugas sanitarian
menderita penyakit infeksi dengan status gizi setempat untuk mencegah terjadinya penyakit
balita, dengan rasio prevalensi sebesar 2,21, infeksi di wilayah kerja Puskesmas Margototo
artinya balita yang berpenyakit diare yang terkait dengan lingkungan. Sanitarian
kemungkinan 2,21 kali lebih tinggi mempunyai bertanggung jawab dalam memelihara lingkungan
status gizi tidak baik di bandingkan dengan balita tetap sehat, bersih dan aman bagi kesehatan. Ahli
Helmi, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita 239

gizi diharapkan dapat berperan dalam meningkat- memberikan pelatihan serupa. Dan jawabannya
kan kulitas asupan zat gizi masyarakat terutama belum pernah. Kader lebih dekat dengan
balita, sehingga penyakit infeksi dapat dicegah. masyarakat, ini merupakan potensi, jika mereka
Selain itu kegiatan Siskamling juga bisa dilakukan diberikan pengetahuan tentang gizi tentunya
untuk meningkatkan keamanan sehingga kandang pengetahuan tersebut akan lebih mudah sampai di
ternak dapat berjarak aman dari rumah dan bebas masyarakat.
resiko kontaminasi kotoran hewan.
Asupan karbohidrat dengan status gizi
Asupan energi dengan status gizi
Dari penelitian yang telah dilakukan di
Dari penelitian yang telah dilaksanakan wilayah kerja Puskesmas Margototo dapat dilihat
dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara hasil analisis hubungan antara asupan karbohidrat
asupan energi dengan kejadian gizi kurang dengan status gizi menurut BB/U memiliki
menurut Indikator BB/U dengan nilai OR= 6,517, hubungan yang bermakna dengan nilai OR=
artinya balita yang berstatus gizi kurang menurut 4,333, artinya balita yang berstatus gizi kurang
indikator BB/U 6,5 kali lebih banyak ditemukan menurut BB/U 4,3 kali lebih banyak ditemukan
pada balita yang asupan energinya kurang pada balita dengan asupan karbohidrat kurang
dibandingkan dengan balita dengan asupan energi dibandingkan dengan balita yang asupan
yang cukup. karbohidratnya cukup.
Asupan energi kurang dari kebutuhan Karbohidrat berguna sebagai penghasil
dalam jangka waktu lama akan menghambat utama glukosa yang selanjutnya digunakan
pertumbuhan, bahkan mengurangi cadangan sebagai sumber energi utama bagi tubuh.
energi dalam tubuh hingga terjadi keadaan gizi Kelebihan asupan karbohidrat akan dirubah
kurang maupun buruk. Hal ini berdampak pada menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh dalam
gangguan pertumbuhan fisik, mempunyai badan jumlah yang tidak terbatas. Sebaliknya, ketika
lebih pendek, mengalami gangguan tubuh kekurangan asupan energi, tubuh akan
perkembangan mental dan kecerdasan terhambat. merombak cadangan lemak tersebut. Hal tersebut
Dalam penelitian ini, mayoritas anak yang akan mempengaruhi status gizi seseorang, ketika
gizi kurang memiliki asupan energi yang rendah. asupan karbohidrat cukup, maka tubuh tidak akan
Sumber energi utama, atau karbohidrat yang merombak cadangan lemak yang ada.
dikonsumsi berasal dari beras. Pada umumnya Fungsi utama karbohidrat adalah
baik balita gizi baik atau gizi buruk memiliki pola menyediakan keperluan energi tubuh, juga
makan yang sama 3 kali makan utama dan jajan mempunyai fungsi bagi kelangsungan proses
dalam waktu yang tidak beraturan, jenis yang metabolisme lemak. Karbohidrat mengadakan
dikonsumsi pada umumnya yaitu nasi, sayur dan suatu aksi penghematan terhadap protein. Orang
lauk nabati dalam sekali makan. Namun yang yang membatasi asupan kalori, akan terlalu
membedakan antara gizi baik dan gizi kurang banyak membakar asam amino bersama dengan
adalah jumlah yang dikonsumsi. Anak gizi kurang lemak untuk menghasilkan energi. Akibatnya
memiliki nafsu makan yang kurang. Selain itu, orang tersebut mengalami kehilangan banyak
anak gizi kurang enggan mengonsumsi susu asam amino yang berfungsi dalam membangun
dengan alasan tidak suka atau tidak doyan. Pada jaringan tubuh. Akan tetapi bila kebutuhan tenaga
balita yang bergizi baik, mereka mengonsumsi dicukupi oleh karbohidrat, maka tubuh cukup
susu 2-5 kali perhari. Susu tersebut berkontribusi mengoksidasinya tanpa harus mempergunakan
tinggi dalam pemenuhan energi balita. protein yang sebenarnya mempunyai fungsi lebih
Oleh karena itu, disarankan kepada ibu penting sebagai zat pembangun.
balita untuk lebih pintar dalam menyiasati nafsu Dengan demikian akan menyelamatkan
makan balitanya misalnya dengan cara membuat asam amino untuk fungsinya yang lain daripada
makanan yang menarik, atau memodifikasi sekedar menghasilkan energi. Selain itu, otak dan
makanan yang akan diberikan. Peran ahli gizi susunan syaraf hanya akan mempergunakan
diperlukan dalam meningkatkan kemampuan ibu glukosa sebagai sumber energi, sehingga
dalam memodifikasi makanan. ketersediaan glukosa yang konstan harus tetap
Ahli gizi juga sebaiknya memberikan terjaga bagi kesehatan jaringan tubuh/organ
pelatihan tentang gizi kepada kader setempat. tersebut. Kekurangan glukosa dan oksigen akan
Peneliti sempat menanyakan kepada beberapa meenyebabkan kerusakan otak/ kelainan syaraf
kader, apakah ahli gizi setempat pernah yang tidak dapat diperbaiki.( suhardjo, 1992).
240 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 1. April 2013. hlm 233-242

Untuk itu sangat penting sekali memenuhi membuat bolu. Bolu memiliki kandungan gizi
kebutuhan karbohidrat. Tubuh kurus maupun lebih lengkap dibandingkan makanan jajanan
pendek bisa jadi karena jaringan asam amino dan warung. Bolu terbuat dari terigu yang kaya
lemak tubuh telah dioksidasi untuk menggantikan protein, telur yang kaya akan lemak dan protein,
peran karbohidrat dalam memenuhi kebutuhan dan gula yang mengandung karbohidrat.
energi. Pemenuhan karbohidrat juga penting untuk Dengan demikian balita tidak hanya
mengoptimalkan kerja otak dan pertumbuhannya. mengonsumsi jajanan seprti permen yang hanya
mengandung gula, chiki yang tinggi lemak namun
Asupan protein dengan status gizi miskin zat gizi lain. Tentunya tidak hanya bolu
saja yang bisa dipilih menjadi makanan selingan,
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan masih ada banyak pilihan makanan selingan yang
dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara lain yang juga mengandung gizi lengkap bagi
asupan protein dengan status gizi menurut balita. Peran ahli gizi diperlukan untuk dapat
Indikator BB/U dengan nilai OR= 2,638, artinya meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan ibu
balita yang berstatus gizi kurang menurut balita dalam membuat mekanan selingan maupun
indikator BB/U 2,6 kali lebih banyak ditemukan makanan utama yang mengandung gizi lengkap.
pada balita yang asupan proteinnya kurang Di Metro Kibang, selain tersedia sumber daya
dibandingkan dengan balita yang asupan bahan makanan yang cukup melimpah juga
proteinnya cukup. didukung oleh aktivitas ibu balita yang rata-rata
KEP (kurang energi protein) merupakan hanya sebagai ibu rumah tangga. Tentunya hal
salah satu defisiensi gizi yang masih sering tersebut di atas dapat dilakukan tanpa menemui
ditemukan di Indonesia dan merupakan masalah hambatan yang cukup berarti.
gizi utama khususnya terjadi pada balita, Dan
ketika ketidakcukupan zat gizi tersebut (protein) Asupan lemak dengan status gizi
berlangsung lama maka cadangan jaringan akan
digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu, Hasil analisis hubungan antara asupan
kemudian timbul penurunan jaringan yang lemak dengan status gizi menurut BB/U diketahui
ditandai dengan penurunan berat badan, dan akan ada hubungan antara asupan lemak dengan status
terjadi perubahan secara anatomi yang tampak gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Margototo
sebagai gizi kurang (Supariasa, 2002). tahun 2012 dengan nilai OR= 4,096, artinya balita
Pemilihan makanan yang kurang baik yang berstatus gizi kurang menurut indikator
ditemukan selama penelitian ini berlangsung. BB/U 4,09 kali lebih banyak ditemukan pada
Pada umumnya, makanan yang dikonsumsi oleh balita dengan asupan lemak kurang dibandingkan
balita sehari-hari adalah makanan yang tinggi dengan balita yang asupan lemaknya cukup.
energi namun rendah protein, misalnya snack, Saat tubuh kekurangan lemak, persediaan
permen dan sebagainya. Jenis makanan seperti ini lemak akan kurang sehingga tubuh menjadi kurus.
mengandung banyak kalori, karbohidrat dan Terjadi pula kekurangan asam lemak essensial,
lemak namun rendah protein. Untuk menjaga yaitu asam lemak linoleat dan linolenat.
asupan protein balita tetap baik perlu adanya Kekurangan linoleat menyebabkan pertumbuhan
pengetahuan yang cukup seputar protein bagi ibu menurun, kegagalan reproduktif, perubahan
balita. Wilayah kerja Puskesmas Margototo, yaitu struktur kulit dan rambut serta patologi hati.
kecamatan Metro Kibang, memiliki daerah ladang Kekurangan asam lemak omega 3 menyebabkan
yang luas, termasuk lahan pekarangan yang luas. penurunan kemampuan belajar (Dewi, 2010).
Bila dimanfaatkan tentu akan bisa membantu Sebagian besar balita yang memiliki
mencukupi kebutuhan protein balita. Langkah asupan energi cukup di wilayah kerja Puskesmas
yang bisa diambil misalnya dengan memelihara Margototo juga cukup asupan karbohidrat dan
ikan untuk konsumsi keluarga, atau menyisihkan lemaknya, namun asupan proteinnya masih
hasil bumi untuk pakan unggas. Unggas dan ikan rendah. Balita yang dijadikan sampel kebanyakan
memiliki kandungan protein yang tinggi. memiliki kebiasaan jajan, dan jajan yang disukai
Selain cara tersebut, upaya peningkatan adalah semacam chiki yang mengandung banyak
kreativitas ibu untuk menciptakan makanan lemak namun rendah protein.
selingan pengganti jajanan bagi balita juga perlu
diberdayakan. Peneliti menemukan beberapa ibu Pengetahuan dengan status gizi
balita yang sengaja membuat makanan selingan
sendiri untuk balitanya, salah satunya dengan
Helmi, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita 241

Dari penelitian ini diketahui bahwa tidak memadai, akibatnya hasilnya pun tidak menentu
ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan dan bergantung pada musim. Pada saat musim
status gizi balita menurut indikator BB/U. Hasil penghujan,hasi pertaniannya akan meningkat
tersebut sejalan dengan penelitian mahasiswa gizi demikian pula sebaiknya. Dengan demikian
Poltekkes Tanjungkarang di kecamatan pendapatannya pun menjadi tidak menentu.
Gedongtataan tahun 2011, yaitu pengetahuan ibu
tidak mempengaruhi status gizi balita. Pola asuh dengan status gizi
Walaupun pengetahuan gizi baik akan
menyebabkan seseorang mampu menyusun menu Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa
yang baik untuk dikonsumsi. Serta semakin tidak ditemukan adanya hubungan antara pola
banyak pengetahuan gizi seseorang, hingga ia asuh dengan status gizi balita.
akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah Praktek pengasuhan yang memadai sangat
makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi penting tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi
(Sediaoetama, 2006), tapi sebaik apapun juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan
pengetahuan ibu tentang kesehatan apabila tidak mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak.
diterapkan ketika mengurus balita maka hal Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi
tersebut tidak akan mempengaruhi status gizi. kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas
Selain itu masih banyak balita yang asupan hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan.
makanannya kurang dan akhirnya status gizinya Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang
menjadi kurang. Kejadian tersebut karena balita memadai, terutama keterjaminan makanan dan
tidak mau makan, atau masih makan makanan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor
miskin zat gizi, ibu tidak memberikan makanan yang menghantarkan anak menderita kurang gizi.
sesuai makanan tepat, meskipun sang ibu tahu Sebagian besar balita yang dijadikan
makanan apa yang tepat diberikan pada bayinya. sampel penelitian diasuh oleh ibu kandungnya.
Namun sayangnya penelitian ini belum Diketahui bahwa pola asuh yang diberikan oleh
bisa menjawab mengenai masalah pengetahuan ibunya lebih banyak yang kurang, hal ini terjadi
ibu dan aplikasinya. Untuk itu perlu dilakukan karena tingkat pendidikan ibu masih rendah atau
penelitian lebih lanjut mengenai sejauh mana ibu minimnya pengetahuan tentang mengasuh anak.
dapat menerapkan pengetahuannya terhadap Kebanyakan mereka adalah ibu-ibu muda dengan
penberian makanan kepada balitanya, misalnya pendidikan di bawah SMA, sedangkan ibu-ibu
penelitian kualitatif tentang masalah tersebut. yang tua lebih banyak yang tidak lulus SD.
Dalam penelitian ini, peneliti belum
Pendapatan dengan status gizi mengetahui apakah jawaban ibu seputar
pertanyaan tentang pola asuh yang terdapat di
Dari penelitian ini diketahui bahwa kuesioner telah diterapkan ketika mengasuh
hubungan antara pendapatan orang tua dengan anaknya, untuk itu diharapkan diadakan penelitian
status gizi balita menurut indikator BB/U dengan lain yang dapat menjawab masalah tersebut.
nilai OR= 0,341, artinya balita berstatus gizi
kurang (indikator BB/U) 0,341 kali lebih banyak SIMPULAN
ditemukan pada balita dengan pendapatan orang
tuanya di bawah UMR dibandingkan dengan Dari hasil penelitian diatas dapat
balita pendapatan orang tuanya ≥ UMR. disimpulkan dari 8 (delapan) faktor yang diduga
Penelitian Supriyadi (2006) di Tegal, berhubungan dengan status gizi ternyata hanya
bahwa pendapatan orang perkapita memiliki variabel kejadian infeksi, asupan energi, asupan
hubungan dengan status gizi balita, (p-value = karbohidrat, asupan protein, asupan lemak,
0,001). Namun, penelitian Tulafifa tahun 2011 di sedangkan variabel pengetahuan, pendapatan dan
Kartasura menyatakan tidak ada hubungan antara pola asuh tidak ada hubungan yang signifikan
pendapatan orang tua dengan status gizi balita. dengan status gizi.
Pendapatan orang tua berkaitan dengan Dari kesimpulan diatas peneliti menyarankan,
ketahanan pangan keluarga. Keluarga dengan untuk mengurangi kejadian penyakit infeksi,
pendapatan cukup akan lebih mudah memperoleh petugas kesehatan dapat lebih meningkatkan
akses pangan. Di lokasi penelitian, kebanyakan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana
orang tua balita memperoleh pendapatan dari mencegah dan menanggulangi penyakit infeksi
sektor pertanian. Namun pertanian di daerah tersebut. Misalnya: petugas Gizi memberikan
tersebut tidak ditunjang dengan sistim pengairan penyuluhan tentang higien dan sanitasi makanan,
242 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 1. April 2013. hlm 233-242

petugas sanitarian memberikan penyuluhan petugas gizi dan kader dapat bersama-sama
tentang rumah dan lingkungan yang sehat, menggali informasi tentang bahan-bahan makanan
terutama tentang jarak aman kandang dengan yang tersedia di masyarakat setempat kemudian
rumah. Bidan memberikan penyuluhan tentang membuat resep dan mengolah bahan makanan
pembuatan oralit untuk pengobatan dini diare, tersebut menjadi produk-produk makanan untuk
serta mencanangkan tanaman obat keluarga. balita dengan kandungan gizi yang lengkap.
Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas Selanjutnya resep tersebut dapat diajarkan kepada
asupan makanan pada balita, disarankan untuk ibu balita dan diaplikasikannya.

DAFTAR RUJUKAN
Puskesmas Margototo. 2010. Profil Puskesmas
Adisasmito, W. 2007. Sistem kesehatan. Jakarta : Margototo 2010. Tanggamus: Sumberejo
Raja Grafindo Persada. Kabupaten Tanggamus tahun 2011

Dewi, N. 2010. Nutrition and food, gizi keluarga. Santoso. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta:
Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Rineka Cipta.

Karlina, N. 2011. Faktor-Faktor yang Berhub- Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi
ungan dengan Status Gizi Balita (BB/U) di Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta:
Puskesmas DonoMulyo Kecamatan Bumi Dian Rakyat.
Agung Kabupaten Lampung Timur.
Tanjungkarang: Poltekkes Kemenkes Supariasa, et al. 2002. Penilaian Status Gizi.
Tanjungkarang, Jurusan Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mustofa. 2006. Kajian status gizi dan faktor yang Supriyadi. 2006. Hubungan Tingkat Pendapatan
mempengaruhi serta cara penanggulangan Perkapita Dengan Staus Gizi Balita Di
pada anak balita di kota banda aceh pasca Desa Karang Malang Kecamatan Kedung
gempa bumi dan gelombang tsunami. Banteng Kabupaten Tegal Tahun 2006
[Tesis]. Medan: Program Pascasarjana, [online].(http://digilib.unimus.ac.id/files/dis
Universitas Sumatra Utara. c1/106/hptunimus-gdl-supriyadig.5275-
1abstrak.pdf)
Pudjiadi, S. 1990. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Das könnte Ihnen auch gefallen