Sie sind auf Seite 1von 36

NAMA : SUCI PURNAMA

NPM : 1102015230
MANDIRI SK 2 PANCA INDRA

LO.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis dan Mikroskopis Telinga

1.1 Makroskopis Telinga

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbanga Anatominya juga sangat rumit .Indera pende¬ngaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas:

a.Auricular (daun telinga)


Auricular mempunyai bentuk yang
khas dan berfungsi mengumpilkan
getaran udara.Auricular terdiri atas
lempeng tulang rawan elastic tipis
yang ditutupi kulit.Auricular
mempunyai otot intrinsic dan
ekstrinsik, keduanya disarafi oleh
n. facialis.

1
b.Meatus acusticus externus
Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane timpani.Tabung
ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke membrane timpani. Pada
orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah
cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng
timpani.Meatus dilapisi oleh kulit dan 1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar
sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular temporalis dan
ramus auricularis nervus vagus.Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisialis, mastoidei
dan cervicales superfisialis.

2. Telinga Tengah

Terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius

a. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga
luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter
antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani
tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar
kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana
timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum
timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (
none of ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :


a. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :


1. Pars tensa : Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang
tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
- Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
- Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

b. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau
seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter

2
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu: bagian atap, lantai, dinding
lateral, dinding medial, dinding anterior, d inding posterior.

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :


1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)

Malleus
Malleus adalah tulang yang
paling besar diantara semua
tulang-tulang pendengaran
dan terletak paling lateral,
lehe r, prosesus brevis
(lateral), prosesus anterior,
lengan (manubrium).
panjangnya kira-kira 7,5
sampai 9,0 mm. kepala
terletak pada epitimpanum
atau didalam rongga atik,
sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida
membran timpani.
Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-
serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan
Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen
dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir
lekuk Rivinus.

Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus
longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat.
Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3
mm-5,5 mm.Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum,
prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus
longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis.
Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.Maleus dan inkus bekerja sebagai satu
unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang
merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung
prosesus brevis.Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh
inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes
melalui sendi inkudostapedius.

Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya
2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior
dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara
ligamentum anulare.Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan
posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan
3
krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.Kedua berhubungan
dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus
pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm
dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada menestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi
tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm
Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot
ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga
bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut
otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus
kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga
tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi
oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah
dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah. Otot stapedius adalah
otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia piramid, serabut
ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon
stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah
satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. Stapedius
tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius me narik stapes ke posterior
mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku,
memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang
pendengaran

Saraf Korda timpani


Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus posterior
yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah
bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral keprosesus
longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon
tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini
keluar melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi
parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula
melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan
lidah bagian anterior.

Pleksus timpanikus
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. Saraf dari
pleksus ini dan kemudian berlanjut pada : Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg
melapisi kavum timpani, tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid. Sebuah cabang
yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor. Pada nervus petrosus
superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini
meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani
kemudian menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari
ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf berjalan melalui tulang temporal, dilateral
sampai nervus petrosus superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter.
Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri meningeal
4
assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale
tetapi melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post ganglion dari
ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis melalui nervus
aurikulotemporalis.

Saraf fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus akustikus
internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang
berbeda, yaitu : Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial
kedua(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. Digastrik dan m.
stapedius. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis. Saraf kranial VII
mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas vestibula labirin
tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen ovale terus ke
dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi dinding posterior mengarah ke
tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati
foramennstilomastoidea. Pada belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani
terdapat ganglion genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian
dari jaringan perasa dari 2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar
bercabang dari saraf kranial VII pada ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior
kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah. Saraf ini mengandung jaringan perasa dari
palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap rongga mulut, kavum nasi dan orbita.
Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan korda
timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak secara
vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan
perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel
jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.

Perdarahan Kavum Timpani


Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularis asi kavum timpani adalah arteri-
arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang menuju
kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna. Pada daerah anterior mendapat
vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna
yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpanika.Pada daerah posterior mendapat
vaskularisasi dari a. timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a.
stilomastoidea.Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a. meningea media
juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus inkudomalei.Pembuluh vena kavum
timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid
atau sinus petrosus superior.Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam
pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.

c. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf
S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari
telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm 13.

5
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Bagian
tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang
rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior,
superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian
bersatu dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian
yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian
tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang
dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi
dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan
letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah.
Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus
dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder
berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah
faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus

Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan


tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum
timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

d. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular
berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering
disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis
semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis
bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur
ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke
prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid
yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan
pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria
atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum
berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya
terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian
dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding
posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan
bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari
sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang
dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewen’s) pada permukaan luar
6
tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus
sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak
1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas,
sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.
Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi
didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara
didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian
dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus
mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila
prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek
dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid
berkembang setelah lahir sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron
dengan pertumbuhan antrum mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari
tulang-tulang seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan
5 tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang spon dan
pneumatik.
Pneumatisasi sempurna terjadi antara usia 6 – 12 tahun. Luasnyapneumatisasi tergantung
faktor herediter konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat
biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga terjadi bila
ada radang pada telinga yang tidak menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang
terhenti (pneumatisationshemung arrested pneumatisation) atau pneumatisasi yang tidak ada
sama sekali (teori dari Wittmack).

Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :


1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.

Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum sel-
selnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang
pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid
(mastoiditis)

Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :


1. Terminal
2. Perisinus
3. Sudut petrosal
4. Sub dural
5. Zigomatik
6. Facial
7. Periantral
8. Perilabirinter

3. Telinga Dalam (Auris Interna)


Terdiri dari canalis semisirkularis, vestibulum, cochlea.Rongga telinga/cavum tympani
dibatasi sekelilingnya oleh tulang temporal (pars petrosa). Didalamnya terdapat sistem
keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis superior/anterior,
posterior dan lateral bersama sacculus dan utriculus didalam vestibulum. Selain itu terdapat
pula organ pendengaran yang terdiri dari cochlea yang menyerupai rumah siput dengan
7
permukaan dalam yang berbentuk spiral, yang terdiri dari cochlea skala vestibule, media, dan
tympani.

a. Cochlea
Organ khusus yang berperan untuk menerima dan menghantarkan suara (pendengaran)
ditemukan di telinga dalam di dalam struktur yang disebut cochlea.Adalah saluran spiral
bertulang yang mirip rumah keong, yang mengitari sebuah tulang dibagian tengah yaitu
modiolus. Didalam cochlea dibagi 3 saluran : coclea vestibulum, cochlea media, dan cochlea
timpani. Didalam cochlea media/ ductus cochlearis diatas membrane basilar terdapat organ
pendengaran corti, yang terdiri dari banyak sel reseptor pendengaran atau sel rambut, dan
beberapa sel penunjang lainnya.

b. Vestibulum
Untuk keseimbangan ditemukan di utrikulus dan saculus dan ketiga canalis semisirkularis.

Nervus facialis didalam tulang temporal


Nervus facialis memasuki telinga dalam bersama dengan nervus vestibulocochlearis (N.8)
melalui meatus acuticus internus. Setelah itu, didalam telinga dalam saraf ini memasuki
canalis nervi facialis yang menuju bagian posterior atas dinding medial auris media. Disini
pada geniculum canalis nervi facialis saraf tersebut membelok dan pada tempat belokan
terdapat ganglion geniculi.
Dari ganglion ini serabut saraf menuju dinding belakang rongga telinga tengah. Serabutnya
kemudian bercabang menjadi rami motoris yang akan keluar melalui foramen
stylomastoideum. Cabang lain adalah nervus chorda tympani, yang selanjutnya akan
berposisi pada perbatasan pars tensa dan pars flaccida membrane tympani menuju bagian
anterior. Saraf ini meninggalkan rongga telinga tengah menuju fossa infratemporalis dan
bergabung dengan nervus mandibularis.Nervus chorda tympani mengandung serabut sensoris
somatic dengan badan sel pada ganglion geniculi, dan serabut parasimpatis untuk sekresi
kelenjar ludah yang synaps nya terdapat pada ganglion submandibularis.
Cabang lain nervus facialis adalah serabut parasimpatis yang menurus glandula lacrimalis
yaitu nervus petrosus major yang meninggalkan rongga telinga tengah menuju foramen
lacerum dan bergabung dengan nervus maxillaris.
Tuba auditiva eustachii terdiri dari pars ossea (1/3 posterior) dengan epitelnya berlapis
gepeng dan pars cartilaginea (2/3 anterior) dengan epitelnya selapis/bertingkat silindris
dengan silia, dan daerah penyempitan (isthmus tuba auditiva) pada tempat peralihannya. pada
bayi dan anak-anak saluran ini pendek hanya sekitar 10 mm, dan lurus. Pada orang dewasa
panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung.Posisi berbaring tuba ini pada bayi dan anak
kecil berkedudukan tegak lurus sehingga memudahkan masuknya lendir (infeksi) dari
nasopharinx ke tuba ini.Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi rongga telinga tengah
pada bayi dan anak kecil (otitis media akut).

Perdarahan

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari
a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri
dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus
internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :

8
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan
sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus
endolimfatikus dan masuk ke sinus

1.2 Mikroskopis Telinga

a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
- Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen
tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina
propia yang tipis.

d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
9
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang
terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/
silindris dengan silia.

e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis
dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
- Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
- Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
- Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
- Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang terdiri
dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
- Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabang-
cabang sitoplasma halus.

g. Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).

h. Koklea
Telinga dalam : koklea (potongan vertical)
Labirin tulang koklea berpilin mengelilingi sumbu sentral tulang spons, yaitu
modiolus.Ganglion spiralis terbenam di dalam modilus yang terdiri atas neuron bipolar
aferen.Akson panjang dari sel bipolar ini menyatu membentuk nervus koklearis; dendrit
lebih pendek menginervasi sel-sel rambut di dalam apparatus pendengaran, yaitu organ
corti.
10
Labirin bertulang dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis oseosa dan
membran basilaris.Lamina spiralis oseosa terjulur dari modiolus sampai setengah lumen
kanalis koklearis.Kanalis koklearis dibagi menjadi dua kompartemen besar, skala timpani
di bawah dan skala vestibuli di atas.Dan kedua kompartemen tersebut berhubungan
dengan lubang kecil disebut helikotrema.

Telinga dalam : duktus koklearis (skala media)

Dinding luar duktus koklearis dibentuk oleh area vascular yang disebut stria vaskularis.Epitel
berlapis yang menutupi stria ini unik karena mangandung jalinan kapiler intraepithelial yang
dibentuk oleh pembuluh yang memasok jaringan ikat ligamen spiralis.Lamina propia daerah

11
ini adalah ligamen spiralis yang terdiri atas serat kolagen, fibroblas berpigmen dan banyak
pembuluh darah.
Membran basilar terdiri atas jaringan ikat bervaskular di bawah lempeng yang lebih tipis
serat basilar.Organ corti yang berada di atas serat basilar ini, meluas dari limbus spiralis ke
ligmen spiralis.Sel-sel rambut sensoris yang sangat khusus, beberapa jenis sel penyokong dan
celah dan terowongan pembentuk organ corti. Cabang perifer dari sel-sel bipolar ganglion
spriralis berjalan melalui saluran-saluran di dalam lamina spiralis oseosa dan bersinaps
dengan sel-sel rambut di dalam organ corti

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi
(pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan
cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).

Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran ,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi
dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka te
12
Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi
(pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan
cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran
, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan
frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara
1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan
tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran,
semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam
(terhalus) yang dapat terdengar –ambang pendengaran-. Karena hubungan yang
bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi
getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi
suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini
dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus
(saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang
rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran
telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu seseorang
membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih
dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga
satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yangterletak lebih jauh,
13
krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan
gelombang suara.

Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang
menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-
partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah partikel-
partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk
atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.

Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi
dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut
menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat
bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga terpajan
ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang
telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer
melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba
eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan
menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan tekanan udara di
dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua
sisi membran setara.

Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat
lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena
tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka
tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani
seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang telinga kembali ke
posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar melalui
tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja
menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga


dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat
beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah.
Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke
jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar
sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak
dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana
timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan
menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang
sama dengan frekuensi gelombang suara semula.

Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler yang
memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan dikoklea.
Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan
14
jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani
disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang
pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-
sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang
suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk
menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap
suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulang-
tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini
menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi
perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif
lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan,
bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.

Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan menarik jendela
oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah
posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara,
tetapi hanay menghamburkan tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil “jalan
pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibular
yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke
luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang
tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke
bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti
menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu
membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam
membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana
tektorial.

Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan
ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis). Depolarisasi
sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan
15
pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta
aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut
mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana
basilaris bergerak ke bawah).

Gambar 11. Transmisi gelombang suara

Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan


berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-
rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan
pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan
pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara
diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,


diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara
yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan
kaku di ujung helikotremanya.

Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada
frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-titik
tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum
pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di sepanjang membrana
basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.

Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada


Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari
koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang
16
otak menggunakan masukan pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir dan
memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua
telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan secara parsial
di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu pendengaran di
kedua telinga.

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut ( OMA )

3.1 Definisi OMA


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut ialah peradangan telinga
tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari
3 minggu.

3.2 Etiologi OMA

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan
tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor
penyebab yang paling sering.Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%),
Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang
ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal.
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
c. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar
dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat
terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius.

3.3 Klasifikasi OMA

17
Stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu :

a. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative
telinga tengah, akibat absorpsi udara.Membrane timpani kadang tampak normal atau
berwarna keruh pucat.Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membrane
timpani, membrane timpani tampak hiperemis disertai edem.Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi
Ditandai dengan adanya edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulent di cavum timpani sehingga membrane timpani
tampak menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat.Apabila tekanan
nanah di cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemi akibat tekanan pada kapiler-
kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa serta
submucosa.Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak dilakukan insisi
membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane
timpani akan ruotur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi,
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture maka lubang tempat
rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
d. Stadium Perforasi
Akibat seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan
anak dapat tertidur nyenyak.Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering.
Pada stadium ini membrane timpani berangsur normal, perforasi membrane timpani kembali
menutup dan secret purulent tidak ada lagi.Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.OMA berubah menjadi
OMSK bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus atau hilang
timbul.OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila secret
menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

18
3.4 Patofisiologi OMA

Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.Sumbatan pada tuba
eustachii merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini.Dengan terganggunya
fungsi tuba eustachii maka terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan.Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA).Sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba eustaschius.Gangguan fungsi tuba eustachius ini
menyebabkan terjadinya tekanan negative di telinga tengah yang menyebabkan transudasi
cairan hingga supurasi. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks
dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam telinga tengah mellaui tuba
eustaschius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba eustachius untuk mengatur proses
ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan kedalam telinga tengah. Jika
secret bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena
membrane timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membrane timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada
bayi dan anak-anak terjadinya OMA dipermudah karena : 1. Morfologi tuba eustachius yang
pendek, lebar dan letaknya agak horizontal, 2. Sistem kekebalan tubuh masih dalam
perkembangan, 3. Adenoid pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain yang mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga
tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan atau sinus, dan kelainan sistem
imun.

19
3.5 Manifestasi Klinik OMA

Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri dalam telinga, keluhan di samping
suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada anak yang
lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran
berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas
OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 deratat celcius (pada stadium supurasi), anak
gelisah dan sukar tidur, tiba tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan kadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi rupture membrane timpani maka secret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

a. Sakit telinga yang berat dan menetap.


b. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
c. Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC
d. Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e. Demam
f. Anoreksia
g. Limfadenopati servikal anterior

3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding OMA

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.


1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu
di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga
pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,
mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga)
tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat
semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang
telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan
suram, serta cairan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan


telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara
kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan
20
gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan
ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan
dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA
pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,
anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa
pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk
membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi


Nyeri telinga, demam, rewel + -
Efusi telinga tengah + +
Gendang telinga suram + +/-
Gendang yang menggembung +/- -
Gerakan gendang berkurang + +
Berkurangnya pendengaran + +

Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:


I. Tes bisik
II. Tes garpu tala (biasa disingkat TGT)
III. Tes Audiometri

I. Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal
penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih
belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita
dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana
penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.

21
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis
ketulian)

KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w

II. TES GARPU TALA (TGT)


Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach

1. TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


- Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui
hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas normal.
- Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai
dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya,
dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung
kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu
oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intrensitas bunyi yang
terendah bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada
penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam
posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
- Interpretasi:
o Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
o Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
o Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
o Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat
mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak mendengar

2. TES RINNE
- Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga
penderita.
- Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar,
22
kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih
mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar
disebut Rinne negatif.
- Interpretasi:
o Normal : Rinne positif
o Tuli konduksi : Rinne negatif
o Tuli sendori neural : Rinne positif

3. TES WEBER
- Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
- Cara:
o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu,
atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau
mendengar lebih keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut.
Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada
lateralisasi.

- Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

4. TES SCHWABACH
- Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
- Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar,
secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih
mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar,
terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita
dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak
lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya
garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar
berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach
penderita memendek.
23
- Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek

Contoh Kasus (penulisan hasil tes pendengaran) :


Kanan Kiri
Tes bisik 5m 4m
Tes garpu tala Batas bawah naik Batas atas turun
+ 4096 -
+ 2048 -
+ 1024 -
+ 512 +
- 256 +
- 128 +

Tes Rinne (R) negatif positif


Tes Weber (W) lateralisasi kanan
Tes Schwabach (S) memanjang memendek

Kesimpulan : Tuli konduksi kanan, tuli perseptif (tuli sensori neural) kiri

III. Tes Audiometri


Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi
ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari
pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan
gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur
(uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu
bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan
pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

1) Audiometri nada murni


Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan
bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat
diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon
kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing
untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada
tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran
24
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk
nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran


Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas
setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata
presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil
ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :

a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan
pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT,
dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem)
dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT.
Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan
benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri
25
nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat
nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.
Kriteria orang tuli :
 ü Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
 ü Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
 ü Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
 ü Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara
yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan
audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.

VI. Tes Otoskopia


Tujuan:
Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya
memakai cahaya lampu.
Alat:
1. Lampu kepala Van
Hasselt (dengan listrik)
2. Otoskop (dengan baterai)
3. Speculum telinga
4.Alat penghisap
5.Hak tajam
6.Pemilin kapas
7.Forsep telinga
8.Balon politzer
9. Semprit telinga

Pelaksanaan
a. cara memakai lampu kepala
- pasang lampu kepala sehingga tabung lampu berada diantara kedua mata
- letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata kanan
26
- mata kiri ditutup
- proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan saling
bersinggungan
- diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

b. cara duduk
- penderita dududk di depan pemeriksa
- lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri pemeriksa
- kepala dipegang dengan ujung jari
- waktu memeriksa telinga yang kontra lateral, hanya posisi kepala penderita yang diubah
- kaki, lutu penderita dan pemeriksa tetap pada keadaan semula

c. cara memegang telinga


- kanan:
aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III,IV,V pada planum mastoid
aurikulum ditarik kea rah posterosuperior untuk meluruskan Meatus Akustikus Externus
- kiri:
aurikulum dipegang dengan jari I dan II.
Jari III,IV dan V di depan aurikulum. Aurikulum ditarik kea rah posterosuperior

d. cara memegang otoskop


- pilih speculum telinga yang sesuai dengan besar lumen Meatus Akustikus Externus
- nyalakan lampu otoskop
- masukkan speculum telinga pada MAE

27
e. cara memilin kapas
- ambil kapas sedikit, letakkan pada pemilin kapas dengan ujung pemilin berada di
dalam tepi kapas
- pilin perlahan-lahan searah dengan jarum jam
- untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar berlawanan dengan arah jarum jam

3.7 Penatalaksanaan OMA

Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :

a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.Sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5% dalam larutan fidiologik untuk anak < 12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiolofik untuk anak yang berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu,
sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotic.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane timpani
sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic yang diberikan
ialah penisilin atau eritromisin.Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.Antibiotic diberikan minimal
selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4×50-100 mg/kgBB, amoksisilin
4×40 mg/kgBB/hari, atau eritromisin 4×40 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membrane timpani masih utuh.Selain itu, analgesic juga perlu diberikan agar nyeri
dapat berkurang.
d. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang
adekuat sampai 3 minggu.
e. Stadium resolusi

28
Biasanya akan tampak secret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan
antibiotic sampai 3 minggu, namun bila masih keluar secret diduga telah terjadi
mastoiditis.

Aturan pemberian obat tetes hidung :

- Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12
tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun
dan orang dewasa.
- Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga
tekanan negatif dalam telinga tengah akan hilang.

Aturan pemberian obat antibiotik :

a. Stadium oklusi
Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang
disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).
b. Stadium hiperemis (pre supurasi)
Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.Golongan
eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.Penisilin intramuskuler
(IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah.Hal ini
untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis pada pasien anak.
c. Stadium resolusi
Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi.Tidak
terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga
tengah.Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita
berikan antibiotik selama 3 minggu.

Aturan tindakan miringotomi :

a. Stadium hiperemis (pre supurasi) : Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difusi.
b. Stadium supurasi : Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya
yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita
hindari.

Aturan pemberian obat cuci telinga :

- Bahan : Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.


- Efek : Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan
perforasi membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.

29
FARMAKOLOGI

Chloramphenicol

Indikasi:

- Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan


salmonelosis lainnya.
- Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-
negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.-
- KontraIndikasi:
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan,
atau untuk mencegah infeksi ringan.
- Komposisi:
Tiap kapsul mengandung 250 mg kloramfenikol
- Cara Kerja: Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S,
yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.
Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk
Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis,
Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia
pestis, Brucella dan Shigella.
- Dosis:
Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu :
50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 – 4.
Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu :
25 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 4.
Efek Samping:
Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi
hipersensitif dan sindroma kelabu.
Interaksi Obat:
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital,
tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.

Paracetamol

- Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit

30
gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan
setelah vaksinasi.
- KontraIndikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat
dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
- Jenis: Tablet

Amoxicillin

- Indikasi :
Infeksi oleh bakteri penghasil beta laktamase, termasuk infeksi saluran napas,
otitis media, infeksi saluran kemih-genital dan infeksi abdominal, selulitis, gigitan
bintang, infeksi gigi yang berat, osteomielitis oleh Haemophilus influenza dan
profilaksis bedah.
- Kontraindikasi :Hipersensitivitas terhadap penisilin, jaundice, atau gangguan hati
berhubungan dengan riwayat penisilin atau amoxicillin asam klavulanat.
- Dosis :
Dewasa dan anak > 12 tahun : 250 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, digandakan pada
infeksi berat.
Anak < 1 tahun : 20mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak 1-6 tahun : 125 mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Anak 6-12 tahun : 250mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
- Cara kerja obat :
Amoxicillina merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti
bakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid.Aktivitasnya mirip dengan
ampisilina, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-
negatif yang pathogen.Bakteri pathogen yang positif terhadap amoxicillin adalah
Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumonia, N. gonorrhoeae, H.
infuenzae, E. coli, dan P. mirabilis.Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies
Shigella dan bakteri penghasil beta-laktamase.
- Efek Samping :
Mual & muntah, diare, ruam (hipersensitivitas), urtikaria, angioedema, anafilaksis,
anemia hemolitik.
- Interaksi Obat :Probenesid memperlambat ekskresi amoxicillin.

3.8 Komplikasi OMA


Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah ada antibiotika,
semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.Bila
pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka OMA bisa memberikan komplikasi atau
perluasan ke mastoid.Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer 1983 dan Paparella
1988 dapat dibagi menjadi:

A. Komplikasi Intra temporal

31
a.Otitis media supuratif kronik
Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak adekuat, daya
tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara klinis ada 2 stadium yaoitu
stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan stadium nonaktif dimana tidak
ditemukan sekret di liang telinga.
b.Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan terjadi
nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul akan terisi sel
peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat melanjut menembus
tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.
Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana didapat
retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid reservoir dengan gejala
utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran bertambah, sekret
bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
c.Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik.Walau demikian,
petrositis jarang terjadi pada OMA.
d.Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi penekanan
pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan kongenital di mana
terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi berat.
Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan ini akan sembuh
sempurna bila otitis medianya sembuh.
e.Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari petrositis
atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan rotundum.Peradangan ini dapat
mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis.Klinis : mual, tumpah, vertigo dan
kurang pendengaran tipe sensorineural.
f.Ketulian
g.Proses adhesi atau perlengketan

dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan perleketan tulang


pendengaran dengan dinding cavum timpani.

B. Komplikasi Intrakranial
a.Abses extradural
terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen timpani
mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn celulae
mastoid.Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang terdapat pada
mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin.Klinis : otalgia, sakit
kepala, tampak lemah.
32
b.Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.Penyebaran kuman
melalui pembuluh darah.Klinis : sakit kepala, rangsang meningeal, kadang – kadang
hemiplegi.
c.Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena – vena daerah mastoid
dan vena – vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis : sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil
edema.
d.Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada.Pada
anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang telinga tengah dan
fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang tipis.Klinis : tampak
sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
e.Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis : sakit kepala
terus – menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil edem.

3.9 Prognosis OMA


Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran dan
kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum terjadi perforasi spontan
membran timpani.

3.10 Pencegahan OMA

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara lain:

- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan


menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat
diberikan imunisasi terhadap2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada
telinga tengah (Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumoniae).
- Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek
membran timpani.
- Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk
meminimalisasi kerusakan telinga yang dapat terjadi.
- Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
- Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai pelindung
telinga jika terdapat suara yang amat keras.
- Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
- Lindungi telinga anda selama penerbangan.
- Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah
terjadinya perforasi membran timpani selama penerbangan.

33
LO.4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga telinga dalam syariat Islam

Menjaga telinga tentunya dari suara-suara buruk dan omong kosong.Orang yg mendengar
pembicaraan adalah sekutu orang yg berbicara.Mendengarkan pembicaraan jelek dan omong
kosong itu bisa menggerakkan hati dan gangguan yg bermacam-macam di dalam hati, yg
kemudian menimbulkan kesibukan pada badan sehingga tidak ada waktu untuk beribadah.

Pembicaraan yg masuk ke dalam hati , sama dengan makanan yg masuk ke dalam perut. Jadi,
sebagian ada yg membahayakan dan sebagian ada yg bermanfaat.Ada yg menjadi penguat
dan ada yg bagaikan racun.

Tetapnya omongan dalam hati itu lebih kuat ketimbang makanan.Makanan bisa hilang
disebabkan sesuatu.Namun omongan, kalau jelek tetap membekas di hati sehingga bisa
memayahkan orangnya.

Dari Nafi’ maula Ibnu Umar radliyallahu’anhuma: “Bahwasanya Ibnu Umar


radliyallahu’anhuma pernah mendengar suara seruling seorang penggembala. Maka beliau
(Ibnu Umar) meletakkan kedua jarinya di telinganya lalu mencari jalan lain. Ibnu Umar
berkata: ‘Wahai Nafi’ !Apakah kamu mendengarkan suara ini?’ Maka aku menjawab: ‘Ya!’
Dan beliau selalu mengatakan demikian, sampai aku mengatakan: ‘Saya tidak mendengar
lagi!’ Lalu Ibnu Umar: ‘Saya pernah melihat Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam
mendengar seruling penggembala lalu beliau melakukan seperti ini’” (Atsar Shohih,
Dikeluarkan Imam Ahmad 4535-4965, dan lain-lain dishohihkan Syaikh Ahmad Syakir dan
Syaikh Al-Albani dalam Tahrimu Alatu Thorbi hlm. 116)

Atsar ini menunjukkan betapa besarnya semangat para sahabat radliyallahu’anhum dalam
menjaga pendengaran, diantaranya tidak mendengarkan alunan musik, serta selalu beruswah
kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Anehnya atsar ini kadang malah dijadikan dalil tentang bolehnya mendengarkan nyanyian.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa 30/212:

Hadits tersebut -jika memang shohih- maka tidak bisa dijadikan dalil dibolehkannya
mendengarkan nyanyian musik, bahkan larangan tersebut lebih utama dikarenakan beberapa
segi:

1. Yang diharamkan adalah “mendengarkan” bukan hanya “sekedar mendengar”.


Seseorang jika mendengar kekufuran, ucapan dusta, ghibah (gunjingan), celaan, serta
musik dan nyanyian tanpa adanya niat/maksud untuk mendengarkan -seperti
seseorang yang hanya sekedar lewat jalan tersebut lalu mendengar suara nyanyian-
maka orang tersebut tidaklah mendapatkan dosa dengan kesepakatan kaum muslimin.
Dan kalau seandainya ada seseorang yang berjalan lalu mendengar bacaan al-Qur’an
tanpa mendengarkannya terhadap bacaan tersebut maka dia tidak mendapatkan
pahala. Dan dia akan mendapatkan pahala jika dia mendengarkan dan memperhatikan
bacaan tersebut yang ia maksudkan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan Ibnu Umar
34
itu keduanya hanya sekedar melewati jalan tersebut tanpa ada niatan mendengarkan
nyanyian, begitu juga apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar dan Nafi’.
2. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyumbat kedua telinga karena beliau sangat
menjaga pendengarannya supaya tidak mendengar suara nyanyian sama sekali. Kalau
seandainya suara tersebut boleh didengarkan maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
tidak menyumbat telinga. Hal ini menunjukkan bahwa mendengarkan serta
menikmatinya itu lebih terlarang.

35
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC

FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi
2.Jakarta : EGC

Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Leeson, C. Riland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC

FK UI,2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga hidung tenggorok kepala & leher ,edisi 6.Jakarta :
FK UI

36

Das könnte Ihnen auch gefallen