Sie sind auf Seite 1von 15

DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 2
I.1. Latar Belakang ........................................................................................................................... 2
1.2. Rumusan masalah ...................................................................................................................... 2
1.3. Manfaat Penulisan ..................................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 4
2.1.PENGERTIAN Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin
klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. ................................................................................. 4
2.2. MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN .................................................................................... 4
1. Antihistamin (AH1) non sedatif.............................................................................................. 4
2.3. EFEK ANTIHISTAMIN TERHADAP RESEPTOR H1 DAN H2 ....................................... 6
1. H1-blockers (antihistaminika klasik) ..................................................................................... 6
2. H2-blockers (Penghambat asma) ........................................................................................... 6
2.4. PENGGUNAAN UMUM........................................................................................................... 7
2.5. FARMAKOKINETIK ............................................................................................................... 8
2.6. MEKANISME KERJA ............................................................................................................. 8
2.7. EFEK SAMPING ....................................................................................................................... 9
2.8. OBAT-OBAT ANTIHISTAMIN ............................................................................................ 10
a. Antagonis reseptor H1 .......................................................................................................... 10
b. Antagonis Reseptor Histamin H2 ......................................................................................... 12
c. Antagonis Reseptor Histamin H3 ......................................................................................... 12
d. Antagonis Reseptor Histamin H4 ......................................................................................... 13
2.9. INDIKASI ................................................................................................................................. 13
2.10. KONTRAINDIKASI.............................................................................................................. 13
2.11. KONTRA INDIKASI DAN INTERAKSI OBAT .................. Error! Bookmark not defined.
BAB III................................................................................................................................................. 14
PENUTUP............................................................................................................................................ 14
3.1. KESIMPULAN ........................................................................................................................ 14
3.2. SARAN ...................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistami. Sejak itu secara
luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada umumnya antihistamin
yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti
antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini
disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan
menimbulkan efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan
mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,
dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang. Dekade
ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak
bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan).

1.2. Rumusan masalah


Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan dibahas didalam
makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dati Antihistamin
2. Bagaimana efek antihistamin terhadap reseptor H1 dan H2
3. Mengetahui macam-macam Antihistamin
4. Mengetahui farmakokinetik dari Antihistamin
5. Mengetahui mekanisme kerja dari Antihistamin
6. Mengetahui efek samping dari Antihistamin
7. Mengetahui obat-obat Antihistamin
8. mengetahui indikasi Antihistamin
9. mengetahui kontraindikasi Antihistamin
10. mengetahui kontraindikasi dan interaksi obat

1.3. Manfaat Penulisan


Dengan selesainya penulisan makalah ini penulis mempunyai harapan pada masa yang
akan datang semoga makalah ini mudah – mudahan bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang Histamin dan serotonin, menambah wawasan tentang
anti alergi dan anti serotoninserta penerapannya didalam keperawatan.

1.4. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui
kewaspadaan universal. Sedangkan tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui pengertian dati Antihistamin
2. Mengetahui efek antihistamin terhadap reseptor H1 dan H2
3. Mengetahui macam-macam Antihistamin
4. Mengetahui farmakokinetik dari Antihistamin
5. Mengetahui mekanisme kerja dari Antihistamin
6. Mengetahui efek samping dari Antihistamin
7. Mengetahui obat-obat Antihistamin
8. mengetahui indikasi Antihistamin
9. mengetahui kontraindikasi Antihistamin
10. mengetahui kontraindikasi dan interaksi obat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan
atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada
antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari
tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di
tubuh.

2.2. MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN


1. Antihistamin (AH1) non sedatif.
a. Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat
cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja
yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas
ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine
(40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan
bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b. Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol,
struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai
setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20
hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di
distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat,
terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi
utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan
protein plasma sekitar 96%.
c. Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya
cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam
pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis
5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d. Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak
dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan
lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada
pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak
dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh.
Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif secara farmakologi
clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati
dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan
fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2. Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya
terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah:
difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat
antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan
prometazina.
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2
(antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung,
serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit
refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina,
ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan
kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit
Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan
clobenpropit.
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat
lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya
ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu
mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga
mencegah degranulasinya.

2.3. EFEK ANTIHISTAMIN TERHADAP RESEPTOR H1 DAN H2


1. H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek
histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis,
antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi
secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok
atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.

a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin,


difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil),
sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset). Obat-obat
ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.
b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex),
setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat
khasiat antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada
dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang
lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain
berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti
prostaglandin, leukotrin dan kinin.

2. H2-blockers (Penghambat asma)


Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah
menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi
sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan
kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung
(cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa
heterosiklis dari histamin.

2.4. PENGGUNAAN UMUM


Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan
angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin
digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia
(difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,
antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering,
dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local
anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk
mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan
histamine.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada
sejumlah gangguan berikut:
1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi.
Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung
tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan
penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi
menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat
mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine
dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya
melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin
seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal
mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian
menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan
oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin
dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan
rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin
dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga
berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan
dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, a
ntihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

2.5. FARMAKOKINETIK ANTIHISTAMIN SECARA UMUM


Setelah pemberian oral, antihistamin diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja antihistamin setelah
pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam.
Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah
kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi
dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga
pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan
klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah
24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

2.6. MEKANISME KERJA


Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa
gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada
3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering
ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk
klorfeniramin maleat). Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat
Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan
histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. menyebabkan kostipasi, mata kering,
dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa
fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek
antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin
sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan
sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya
sama denfan AH 1.

2.7. EFEK SAMPING


Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat
serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering
ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu
banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin,
loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah,
penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek
samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah,
keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1
diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi,
hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek
antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif. AH1 bisa
menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal
berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain
itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat
ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT
dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan
pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien
hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non
sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

2.8. OBAT-OBAT ANTIHISTAMIN


a. Antagonis reseptor H1
- Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat
spasmolitik sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam
kombinasi dengan obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini. Dosis :
oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg
- Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo
(Phapros). Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-
muntah sewaktu hamil. Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.
- Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit
lebih kuat. Dosis : oral 3 kali sehari 20 – 40 mg.
- Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil
(OCH3). Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih
sedikit. Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
- Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya
terletak pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan
untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-
Pirivine, Ciba Geigy. Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg.
- Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya. Dosis : oral 3 kali sehari 25
mg
- Klorfenamin : (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros) adalah
derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin
meningkatkan khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak
berubah. Efek sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat
menidurkan. Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10 mg.
- Deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)
adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang
terutama bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari
campuran d-isomer ini tidak melebihi daripada campuran rasemiknya. Dosis : oral 3
kali sehari 2 mg.
- Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan. Dosis : oral 3 kali sehari 50
mg.
- meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan
mengobati perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai
bekerjanya lambat, tetapi berlangsung lama (9 – 24 jam). Berhubung dengan peristiwa
thalidomide, zat ini dilarang penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga
kini belum dibuktikan.
- Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat
menidurkannya. Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing,
maka sangat efektif pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling);
mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak
dan perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa
menyebabkan tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya
dengan vasodilator-vasodilator lainnya. Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50
mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali sehari 75 mg
- primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini
adalah kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat.
Obat ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat, yaitu ¼
sampai ½ jam dan berlangsung cukup lama. Dosis : dewasa 1 tablet.
- Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat
kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti
antihistaminika lain dari golongan fenothiazin. Dosis : 10 – 40 mg seharinya
- Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki
kegiatan yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang
rasa nyeri (analgetika) dan zat-zat pereda (sedativa). Berhubung sifat menidurkannya
yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari. Dosis : oral 3 kali sehari 25 –
50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat badan.
- promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama
dengan dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.
- Thiazinamium : Multergan (Specia)
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik
yang kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang
berlebihan.
- Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat
antikolinergik lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa
khasiat hormonal. Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus
pizotifen (Sandomigran), sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering.
Tidak boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
- Mebhidrolin : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki
sifat-sifat menidurkan. Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi
asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan
untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani
peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin. (http://konsultasiobat.wordpress.com/)

2.9. INDIKASI
1. Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang
disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya.
2. Syok nafilaktik

2.10. KONTRAINDIKASI
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait
secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma,
stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan
pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan
monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait
secara struktural.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau
kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin
yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin
klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari
tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di
tubuh.

3.2. SARAN
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang luas, agar kita
mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus ditengah-tengah masyarakat, oleh
karena itu jangan lupa masalah yang timbul dalam keperawatan kita sebagai bahan untuk
mengasah kita untuk memecahakan suatu masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah
itu dengan sesegera mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia


Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21.
Jakarta: Salemba Medika.
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui
induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK-Unair/RSU

Das könnte Ihnen auch gefallen