Sie sind auf Seite 1von 4

BAB IV

ANALISIS KASUS

Tn. AW, laki-laki, 16 tahun, datang ke poliklinik RS Jiwa Ernaldi Bahar


dengan keluhan utama sering mengamuk. Pasien ditemani oleh ibunya yaitu Ny.
M, perempuan, 40 tahun yang membawa pasien berobat karena pasien sering
mengamuk dan marah marah. Wawancara dan observasi dilakukan pada Selasa,
04 Januari 2016 pukul 11.00 s.d. 12.00 WIB di IGD RS Ernaldi Bahar Palembang.
Penampilan pasien tidak rapi, pasien memakai baju kaos berwarna merah terang
dengan bawahan celana berwarna hitam. Pasien berperawakan kurus dengan
tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan 49 kg, warna kulit sawo
matang. Pada saat pemeriksaan, pasien dalam kondisi tidur dan terikat. Selama
wawancara pasien gaduh gelisah dan tidak mau menatap pemeriksa. Pasien tidak
mampu menjawab pertanyaan dengan jelas dan sulit dimengerti. Wawancara
dilakukan menggunakan bahasa Indonesia dan Bahasa daerah yang Os mengerti.
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan bahwa ± 4 tahun yang
lalu os pernah dimarahi oleh ayah os karena pasien mendapat nilai buruk di
sekolah, semenjak itu os menolak untuk melanjutkan sekolah dan mengalami
perubahan sifat. Pasien juga serung mencuri barang dan uang milik orang tuanya
maupun saudaranya. ± 2 bulan yang lalu os diketahui sering menghisap aibon
selama kurang lebih 1 bulan. Os mulai terlihat sering bertingkah aneh dan
semakin sulit di atur. ±1 bulan yang lalu, os sering mengoceh sendiri dan tertawa
sendiri. Os mengoceh mengenai pengalamannya bersama teman-temannya dulu.
Os sering berkata sedang berbicara bersama teman-temannya. Orang lain tidak
bisa melihat teman-teman yang pasien maksud. Os juga sering termenung
sendirian dan menghindari interaksi dengan orang lain. Os sering marah-marah
dan menendang dinding serta beberapa kali merusak barang. Os sering
memelototi orang lain namun menyangkal merasa ada yang berniat jahat padanya.
Os juga sering mengalami sulit tidur. Os tidak bersikap waspada dan curiga

95
berlebihan terhadap orang lain maupun merasa terancam. Os tidak pernah berjalan
keluar rumah tidak tentu arah dan tanpa tujuan. Os tidak pernah mengaku sebagai
tokoh-tokoh besar atau penguasa. Os tidak pernah memukul orang lain dan pasien
masih dapat mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, mandi, BAB, dan
BAK, dengan baik. ±4 hari yang lalu os semakin sering mengamuk. Os semakin
sering mengoceh sendiri, tertawa sendiri, memukul dinding, melempar dan
merusak benda. Os terlihat gelisah dan tak bisa tenang. Os sering bergerak-gerak
aneh yang tidak menentu dan terkadang mematung. Os juga tidak bisa tidur sama
sekali. Os tidak pernah memukul orang lain dan pasien masih dapat mengurus
dirinya sendiri seperti makan, minum, mandi, BAB, dan BAK, dengan baik.
Dari riwayat premorbid ditemukan pasien mudah marah. Dari
autoanamnesis diperoleh yakni kesadaran os kompos mentis terganggu, kontak
mata inadekuat, perhatian atensi inadekuat, konsentrasi tidak baik, sifat kurang
kooperatif, afek labil, mood distimik. Daya ingat, orientasi tempat, orientasi
waktu jelek. Orientasi personal baik. Discriminative judgement, discriminative
insight jelek. Afek labil, mood distimik, emosi labil, dangkal, tidak terkendali,
inadekuat, empati tidak dapat dirabarasakan, arus emosi cepat. Halusinasi
audiovisual (+). Waham Kebesaran (-). ADL kurang baik. Status internus dan
status neurologikus dalam batas normal. Pada status psikiatrikus pada keadaan
umum didapatkan kesadaran kompos mentis terganggu, perhatian atensi
inadekuat, sikap kurang kooperatif, inisiatif kurang, tingkah laku motoric
normoaktif, ekspresi wajar, verbalisasi kurang jelas, cara bicara lancar, kontak
fisik, mata, dan verbal inadekuat. Pada keadaan khusus ditemukan afek labil,
emosi distimik, pengendalian tidak terkendali, inadekuat, echt, skala diferensiasi
melebar, einfuhlung tidak bisa dirabarasakan, arus emosi cepat. Keadaan dan
fungsi intelek seperti daya ingat, orientasi orang/waktu/tempat, discriminative
judgement dan insight, dan dugaan taraf intelegensia jelek. Daya konsentrasi
mudah beralih dan luas pengetahuan umum sesuai.
Ditemukan kelainan sensasi dan persepsi berupa halusinasi audiovisual,
yaitu os mendengar bisikan-bisikan dan melihat seseorang yang merupakan
temannya. Pada isi pikiran didapatkan kelainan berupa rasa permusuhan/dendam,

96
dan tidak ada waham kebesaran, bentuk pikiran tidak didapatkan kelainan,
keadaan dorongan instinktual dan perbuatan impulsif. RTA terganggu.
Berdasarkan uraian di atas pasien didiagnosis multiaksial dengan Axis I:
F18.5.52 Gangguan psikotik akibat penggunaan pelarut yang mudah menguap
predominan halusinasi. Hal ini didasarkan atas keluhan pasien berupa halusinasi
auditovisual yang mulai muncul setelah pasien mulai menggunakan zat pelarut
yang mudah menguap atau inhalan, yaitu aibon. Halusinasi yang pasien alami
terus menetap dan tidak hanya bertahan beberapa jam setelah pasien
menggunakan zat inhalan. Halusinasi yang pasien alami cukup jelas, yaitu pasien
seolah-olah melihat dan berbicara dengan teman-temannya. Selain itu pasien juga
terkadang mengaku melihat sosok bayangan hitam dan putih yang sering
mengajaknya berbicara. Pasien juga sering memiliki ide bahwa ia sedang berada
di lingkungan sekolah, namun ide tersebut masih dapat digoyahkan dan belum
menjadi sebuah waham. Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus pasien, keadaan
psikosis di dominasi oleh halusinasi. Gejala yang pasien alami muncul dan
bertahan selama sekitar satu bulan sejak pasien mulai menggunakan Aibon.
Pasien tidak menunjukkan adanya gejala berupa halusinasi atau waham sebelum
ia mulai menggunakan Aibon, sehingga kemungkinan besar keadaan pasien ini
dipicu oleh penggunaan zat inhalan tersebut. Keadaan yang pasien alami juga
menetap dan bertahan lebih dari satu bulan dan tidak hanya terjadi selama atau
beberapa saat setelah penggunaan zat inhalan, sehingga kemungkinan besar
keadaan pasien bukan disebabkan oleh intoksikasi zat inhalan. Hal-hal ini
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan besar mengalami Gangguan psikotik
akibat penggunaan pelarut yang mudah menguap predominan halusinasi.
Pada aksis II, didiagnosis sebagai Gangguan kepribadian emosional tak
stabil tipe impulsive F60.30. Hal ini sesuai dengan pedoman diagnostic
berdasarkan PPDGJ III, yaitu 1. Terdapat kecendrungan yang mencolok untuk
bertindak secara impulsive tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan
dengan ketidak-stabilan emosional. 2. Dua varian yang khas adalah berkaitan
dengan impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri.

97
Pada aksis III, tidak ada diagnosis. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
medik umum os tidak mengalami gangguan.
Pada aksis IV, Masalah psikososial dengan primary support group
(Keluarga). Aksis IV merupakan berbagai keadaan yang dapat menjadi faktor
penyebab seseorang mengalami gangguan kejiwaan. Keadaan-keadaan tersebut
misalnya masalah pada keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, interaksi dengan
hukum/kriminal, dan psikososial atau lingkungan lain. Pada kasus ini, pasien ini
memiliki masalah pada keluarga nya terutama dengan ayah yang dapat
menyebakan pasien mengalami keadaan tersebut.
Aksis V GAF Scale 50-41. Pasien tergolong ke dalam GAF 50-41 karena
gejala pada pasien baru muncul dapat digolongkan berat. Secara fungsional pasien
digolongkan mengalami disabilitas fungsi dengan derajat berat. Pasien tidak bisa
bekerja, pasien membutuhkan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sendiri dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi social. Pasien masih sering
mengalami perubahan emosi.
Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan psikoterapi,
sosioterapi dan farmakoterapi yaitu Haloperidole 2x2,5mg, clozepin 1x25mg,
THF 2x2 mg. Pada pasien ini diberikan obat antipsikotik dengan potensi tinggi
(Haloperidol dan Clozepin), dan antikolinergik (THF atau triheksifenidil). Obat-
obat psikosis tipikal bekerja dengan memblok dopamin pada reseptor pasca-
sinaptik di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(Dopamine D2 receptor antagonists), sehingga obat ini efektif untuk gejala positif.
Obat antipsikosis atipikal di samping berafinitas terhadap “Dopamine D2
receptor”, juga terhadap “Serotonin 5 Ht2 receptors” (Serotonin-dopamin
antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala negative (afek tumpul, proses
pikir lambat, apatis, menarik diri).
Pemberian obat antipsikotik ini menimbulkan efek samping berupa gejala
ekstrapiramidal seperti distonia akut, akathisia, sindrom parkinson (tremot,
bradikinesia, dan rigiditas). Maka dari itu penting diberikan obat antikolinergik
yaitu triheksaphenidil sebagai antidotum.

98

Das könnte Ihnen auch gefallen