Sie sind auf Seite 1von 7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Gambaran Umum RSAL Dr. Mintohardjo


Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo Jakarta, berlokasi di Jalan
Bendungan Hilir Nomor 17, Pejompongan, Jakarta Pusat, tampak asri, megah dan
kokoh yang berdiri di atas lahan se luas 42. 586m2.
Cikal bakal rumah .sakit ini berawal dari sebuah kegiatan pelayanan
kesehatan berupa perawatan pasien di jalan Cut Meutia Nomor 16 Jakarta dan klinik
Bersalin di Jalan Citandui Nomor 4 Jakarta dan Jalan Cidurian Nomor 2 Menteng
Jakarta Pusat, yang kesemuanya itu dikelola oleh Dinas Kesehatan Komando
Daerah Maritim Djakarta yang berkedudukan di Jalan Prapatan Nomor 48 Jakarta.
Dengan berkembangnya TNI Angkatan Laut dan tuntutan kebutuhan
pelayanan dan perawatan kesehatan, maka dibangun sebuah rumah sakit di Jalan
Bendungan Hilir Jakarta Pusat yang diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1957 dan
diberi nama Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta, sebagai Komandan Rumah
Sakit dipercayakan kepada Mayor Laut (K) dr. Gandi A.T. Pada saat itu sarana dan
prasarana tasilitas rumah sakit sangat sederhana, diawaki oleh 5 orang dokter yang
terdiri dari dokter bedah, dokter anak, dokter kebidanan, dokter penyakit dalam dan
dokter umum.
Pada tanggal 28 Juni 1961 Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta ditunjuk
oleh Departemen Kesehatan sebagai tempat Sekolah Pengatur Rawat (A) dan pada
masa perjuangan Tlikora dan Dwikora, Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta
memperoleh kepercayaan memperslapkan tenaga medis dan non medis.
Kepercayaan dan predikat silih berganti diperoleh Rumah Sakit Angkatan
Laut Djakarta, maka pada tanggal 15 Mei 1974 Rumah Sakit Angkatan Laut
Djakarta berganti nama menjadi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo,
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Stat Angkatan Laut Nomor Skep/5041.2/
II/1974 tanggal 20 Februari 1974.

40
IV.2 Hasil Penelitian
IV.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan secara deskriptif dan mendeskripsikan masing-masing variabel yang
digunakan dalam penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sperti
yang terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakateristik Subjek Penelitian
Variabel Frekuensi (N=60) Persentase%
Jenis Kelamin
Laki-Laki 40 66,7%
Perempuan 20 33,3%
Pendidikan
SMA 39 65%
Perguruan Tinggi 21 35%
Umur
Dewasa 57 95%
Lansia 3 5%
Pekerjaan
Pegawai Negeri 14 23,3%
Pegawai Swasta 24 40%
Wiraswasta 11 18,3%
Petani/Buruh 6 10%
Lain lain 5 8,3%
AHI
Ringan 12 20%
Sedang 23 38,3%
Berat 25 41,7%
Fungsi Kognitif
Terganggu 45 75%
Tidak Terganggu 15 25%

Sumber: Data Primer RSAL Dr. Mintohardjo Periode April-Mei 2018

41
Pada Tebel 3 dengan jumlah 60 responden, menunjukan bahwa sebagian
besar responden lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan
dengan jumlah 40 (66,7%). Tingkat Pendidikan pada penelitian ini di dominasi oleh
tingkat Pendidikan SMA dengan jumlah 39 responden (65%). Pada umur
didapatkan dewasa sebanyak 57 responden (95%) dan lansia 3 responden (5%)
Pekerjaan responden pada penelitian ini lebih banyak bekerja sebagai pegawai
swasta sebanyak 24 (40%), pegawai negri 14 (23,3), serta wiraswasta 11 (18,3)
Distribusi subjek berdasarkan AHI diketahui responden dengan AHI derajat
berat berjumlah 25 (41,7%), angka ini lebih banyak dibandingkan dengan
responden AHI derajat sedang 23 (38,3%), serta AHI derajat ringan sebanyak 12
(20%). Berdasarkan hasil tes menggunakan Moca-ina, responden yang mengalami
OSA di RSAL Dr. Mintohardjo, didapatkan hasil yang mengalami gangguan fungsi
kognitif berjumlah 45 (75%) dan responden yang tidak mengalami gangguan
kognitif sebanyak 15 (25%).

IV.2.1.1 Analisis Bivariat


Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara derajat OSA
dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif pada responden pasien OSA di RSAL
Dr. Mintohardjo, dimana derajat OSA sebagai variable independent sedangkan
gangguan fungsi kognitif sebagai variable dependen.

42
IV.2.2.1 Hubungan Derajat OSA dengan Gangguan Fungsi Kognitif
Hasil analisis dari derajat OSA dengan gangguan fungsi kognitif dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hubungan Derajat OSA dengan Gangguan Fungsi Kognitif
Fungsi Kognitif P
Total
Derajat OSA Terganggu Tidak Terganggu value
N % N % N %
Berat 25 41,7% 0 0% 25 41,7%
Sedang 20 33,3% 3 5% 23 38,3%
0,000
Ringan 0 0% 12 20% 12 20%

Jumlah 45 75% 15 25% 60 100%

Sumber : Data Primer RSAL Dr. Mintohardjo April-Mei 2018

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebanyak 25 responden


merupakan pasien OSA derajat berat dengan mengalami gangguan kognitif
sebanyak 25 responden (41,7%) dan tidak terdapat responden yang fungsi kognitif
normal, sedangkan sebanyak 23 responden (38,3%) merupakan pasien OSA derajat
sedang, dimana terdapat 3 responden (5%) normal dan sebanyak 20 responden
(33,3%) mengalami gangguan kognitif, dan sebanyak 12 (20%) responden yang
mengalami OSA derajat ringan sebanyak 12 (20%) yang tidak mengalamai
gangguan kognitif. Berdasarkan hasil uji Chi Square didapatkan nilai P value
sebesar 0,000. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara derajat OSA
dengan gangguan fungsi kognitif.

IV.3 Pembahasan
IV.3.1 Pembahasan Univariat
IV.3.1.1 Gambaran Jenis Kelamin Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 40 responden (66,7%) sedangkan yang berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebanyak 20 responden (33,3%). Hasil ini sejalan

43
dengan teori Lindberg (2010, hlm. 51-68) dimana didapatkan laki-laki lebih banyak
mengalami OSA.
Hal ini dikarenakan adanya hubungan jenis kelamin dengan timbulnya OSA
antara lain karena efek hormonal yang dapat mempengaruhi muskulatur saluran
napas bagian atas, perbedaan distribusi lemak dan perbedaan struktur dan fungsi
faring (Lindberg 2010, hlm. 51-68).
IV.3.1.2 Gambaran Tingkat Pendidikan Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pendidikan SMA yaitu sebanyak 39 responden (65%), sedangkan yang
berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 21 responden (35%). Penelitian ini
berbanding terbalik dengan penelitian Wiadnyana dkk (2010, hlm. 8) dimana dalam
penelitian tersebut didapatkan yang berpendidikan tinggi lebih banyak berisiko
OSA dibandingkan yang berpendidikan rendah.
IV.3.1.3 Gambaran Status Pekerjaan Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden bekerja
sebagai pegawai swasta sebanyak 24 responden (40%), pegawai negri 14 (23,3%),
wiraswasta 11 responden (18,3%), petani/buruh 6 (10%), serta lain-lain 5 (8,3%).
IV.3.1.4 Gambaran AHI Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yang menderita OSA
derajat ringan sebanyak 12 responden (20%), sedangkan OSA derajat sedang 23
responden (38,3%) dan OSA derajat berat 25 responden (41,7%). Hal ini sesuai
dengan teori Andreou dkk (2014, hlm. 1-18) dimana penurunan saturasi oksigen
yang sangat rendah berkaitan dengan buruknya tampilan motorik dan rendahnya
processing speed. Didapatkan hubungan signifikan antara waktu yang dibutuhkan
saturasi oksigen <90% dengan deficit pada phonemic fluency pada penderita OSA
derajat berat.
IV.3.1.5 Gambaran Fungsi Kognitif Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dengan hasil skor
kognitif terganggu yaitu sebanyak 45 responden (75%) dan dengan hasil skor
kognitif normal sebanyak 15 responden (25%).
Penelitian kohort serupa oleh Danis Monica dkk menunjukkan bahwa AHI
>5 berhubungan dengan masalah konsentrasi self-assessed tetapi tidak dengan

44
gangguan memori. Hubungan antara sleep fragmentation dan hipoksemia nokturnal
merupakan faktor kunci utama yang mempengaruhi fungsi kognitif pada OSA.
Penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara gangguan kognitif dan
daytime sleepiness terkait sleep defragmentation menghasilkan frequent apnea.
Penurunan fungsi kognitif seperti gangguan memori dan perhatian, motorik dan
bahasa disebabkan oleh hipoksemia. Hipoksemia memiliki hubungan dengan
gangguan kecepatan psikomotorik (Sforza dkk 2012, hlm. 1-7).

IV.3.2 Pembahasan Bivariat


IV.3.2.1 Hubungan Antara Derajat OSA dengan Gangguan Fungsi Kognitif
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square
didapatkan hasil p value sebesar 0.000 (p<0,05). Hal ini menandakan bahwa
hipotesis dapat diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara Obstructive Sleep Apnea terhadap fungsi kognitif.
Terdapat 25 responden (41,7%) yang mengalami OSA derajat berat dan
seluruhnya mengalami gangguan fungsi kognitif, sedangkan sebanyak 23
responden (38,3%) merupakan pasien OSA derajat ringan, dengan 20 responden
(33,3%) mengalami gangguan kognitif dan 3 responden (5%) tidak mengalami
gangguan fungsi kognitif.
Menurut kepustakaan, Pada OSA derajat berat mengakibatkan hipoksia
yang menyebabkan kerusakan otak yang bermanifestasi pada disfungsi kognitif.
Kondisi hipoksemia mengaktifkan aktivasi kemorefleks yang menyebabkan
aktivasi saraf simpatis berupa vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
mengubah struktur dan fungsi pembuluh darah perifer. Hipoksemia juga dapat
mengakibatkan peningkatan produksi endotelin oleh endothelium dan
menyebabkan efek hipertensi pada penderita OSA yang tidak diobati.
Vasokonstriksi yang lama menyebabkan kelainan permanen pembuluh darah.
Hipoksia, sleep fragmentation, dan excessives sleepness memegang kontribusi
penurunan kognitif pada OSA (Knoepke dkk 2009, hlm. 51-56).
Faktor risiko gangguan kognitif pada OSA antara lain meningkatnya usia,
jenis kelamin (laki-laki), terdapatnya apoloipoprotein e4 allel (APOE4), merokok,
obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, sindrom down, hipotiroid, konsumsi alkohol,

45
stroke dan penyalahgunaan obat psikoaktif. Pada tingkat seluler OSA menyebabkan
kelainan kognitif disebabkan hipoksia intermiten, keseimbangan hormonal,
inflamasi iskemik menyebabkan disfungsi endotel. Excessive daytime sleepiness
merupakan salah satu penurunan fungsi kognitif pada OSA. Gambar 5
menunjukkan patofisiologi penurunan kognitif pada OSA (Lal C dkk, 2012, hlm.
1601-1610).

IV.4 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini menggunakan data primer yaitu dengan pengisian kuesioner
dan telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur, namun penulis masih mendapatkan
beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan.

46

Das könnte Ihnen auch gefallen