Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Pada tahun 1932, Inggris memberikan kemerdekaan kepada Irak sehingga menjadikannya sebagai bekas wilayah jajahan Turki
pertama di Timur Tengah yang memperoleh kemerdekaan. Akan tetapi, karena Basra dan Baghdad dipandang penting sebagai
suatu jalur udara dan darat yang menghubungkan jajahan Inggris di India dengan Palestina dan Terusan Suez, diadakan suatu
perjanjian dengan pemerintahan Irak yang mengizinkan pasukan Persemakmuran untuk melakukan transit serta memberikan
bantuan kepada Inggris, “termasuk penggunaan jalur kereta api, sungai, pelabuhan, dan lapangan terbang” apabila terjadi
peperangan. Irak juga diwajibkan untuk mengamankan jalur pipa minyak yang membentang dari ladang-ladang minyak di
Mosul dan Kirkuk di utara Irak ke Haifa di Laut Tengah. Pada tahun 1937, kehadiran militer Inggris di Negeri 1001 Malam itu
dikurangi hingga hanya pada dua pangkalan angkatan udara Inggris (RAF)—satu di Shaibah, di dekat Basra, sementara yang
lainnya di Habbaniya, yang terletak di tepi Sungai Eufrat di dekat Baghdad.
Ketika Inggris tetap mendaratkan pasukannya sekalipun diprotes Perdana Menteri Irak, 9.000 prajurit Irak, yang didukung
oleh artileri, menduduki dataran tinggi yang mengawasi lapangan terbang milik Inggris di Habbaniya, sekitar 105 kilometer di
sebelah barat Baghdad. Pada tanggal 1 Mei, Irak mengirimkan meriam tambahan ke posisi mereka dan mengancam untuk
menembaki setiap prajurit maupun pesawat terbang yang berusaha meninggalkan pangkalan tersebut. Inggris kemudian
mengeluarkan maklumat bahwa mereka akan menganggap setiap gangguan oleh pasukan Rashid Ali sebagai suatu undangan
perang. Akibatnya, pihak Irak berjanji tidak akan mulai menembak. Sikap tidak tegas Rashid Ali ini kemudian menyebabkan
kejatuhannya.
Pada malam tanggal 1 Mei, Marsekal Udara Smart, Panglima Angkatan Udara Inggris di Irak, memutuskan untuk bertindak.
Sebuah telegram dari Perdana Menteri Inggris Winston Churchill yang berisi perkataan ”Jika kau ingin menyerang, seranglah
habis-habisan”, menguatkan tekad Smart untuk bertindak. Pada saat fajar tanggal 2 Mei, Inggris melancarkan serangan. Artileri
Irak segera menanggapinya dengan menyerang lapangan terbang Habbaniya, sementara pesawat terbang Irak dari Baghdad
membomi instalasi-instalasinya. Namun tidak ada keraguan mengenai hasil akhir dari pertempuran yang tidak seimbang ini.
Angkatan Udara Inggris dengan cepat membuktikan superioritasnya, dan perlawanan Irak pun mulai melemah. Selama malam
hari tanggal 5 Mei, pasukan Arab menarik diri ke Al Falluja.
Intervensi Poros
Irak telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Jerman pada awal Perang Dunia II, tetapi tidak menyatakan perang.
Kini, untuk mengamankan kedudukannya, kaum nasionalis Arab berpaling ke Berlin. Sebenarnya, pada tanggal 20 Januari
1941, sang Mufti telah mengirimkan sepucuk surat kepada Hitler yang berisi keinginan kaum nasionalis Arab untuk
memperoleh dukungan politis dari kekuatan Poros bagi pembentukan sebuah negara Arab Raya yang meliputi Afrika Utara
dan sebelah timur Laut Tengah maupun pasokan senjata. Sebagai imbalannya, orang Arab menawarkan posisi istimewa bagi
pihak Poros berkenaan dengan industri minyak di Irak serta diperluasnya pemberontakan anti-Inggris di kalangan orang Arab.
Setelah mengadakan suatu konferensi pada tanggal 6 Mei 1941, Komando Tertinggi Wehrmacht memutuskan untuk
memberikan kepada Irak semua bantuan yang memungkinkan serta mengintensifkan peperangan melawan Inggris di Timur
Tengah. Hubungan diplomatik antara Reich Ketiga dan Irak dibuka kembali. Bekas duta besar Jerman untuk Irak, Dr. Grobba,
kembali ke Baghdad. Sekalipun demikian, satu-satunya dukungan langsung dan bersifat segera yang dapat diberikan Jerman
untuk mendukung rezim Ali adalah dalam bentuk angkatan udara. Sebuah skuadron pesawat pemburu Me-110 dan sebuah
skuadron pesawat pembom He-111 disediakan untuk tujuan ini. Selain itu, 750 ton persenjataan dan amunisi siap
diberangkatkan ke Irak. Berbagai rencana juga dibuat untuk mengirimkan sebuah misi militer Jerman ke Baghdad sementara
setelah perundingan yang alot Pemerintah Vichy Prancis* memberikan izin kepada Jerman untuk mendaratkan pesawat terbang
di lapangan-lapangan terbang Prancis di Syria serta menyatakan kesediaannya untuk memberikan senjata dan amunisi dari
gudang milik Tentara Prancis di kawasan Levant kepada Irak.
Skuadron pesawat pembom Luftwaffe mendapatkan perintah untuk terbang ke Syria pada tanggal 8 Mei. Unit ini telah
bersiap di Pulau Rhodes di lepas pantai Turki, karena Luftwaffe bermaksud menggunakan pesawat-pesawat terbang itu untuk
membom Terusan Suez.
Para personel Luftwaffe mendapatkan seragam dan perlengkapan tropis saat kembali dari perjalanan tersebut di Lapangan
Terbang Tatoi di utara Athena. Para pilot mendapatkan taklimat yang buruk, karena keadaan yang mendesak dan tiadanya
berita dari Irak. Namun, pesawat-pesawat pembom Jerman tersebut dipenuhi dengan amunisi, ransum, tenda, dan suku cadang
serta segera diterbangkan ke tujuannya. Terbang lewat Athena dan Rhodes, mereka mendarat di Damaskus pada tanggal 12
Mei, di mana mereka telah didahului oleh pesawat-pesawat Me-110.