Sie sind auf Seite 1von 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

(DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh

gigitan nyamuk Aedes Sp (Susanna 2011). WHO memperkirakan 2,5 sampai 3

milyar penduduk dunia beresiko terinfensi virus dengue dan setiap tahunnya

terdapat 50 – 100 juta penduduk dunia terinfeksi virus dengue, 500 ribu diantaranya

membutuhkan perawatan intensif di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap tahunnya

dilaporkan 21.000 anak meninggal karena DBD atau setiap 30 menit terdapat satu

orang yang meninggal (Depkes, 2009).

Kasus DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Data dari

seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah

penderita DBD setiap tahunnya. Data WHO menunjukkan bahwa hingga tahun

2012 Indonesia adalah negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Tidak

heran jika kondisi ini menyebabkan Indonesia menjadi pasar potensial dalam

memasarkan produk anti nyamuk (Buletin Jendela Epidemiologi, 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

(DHF) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah

kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Di Indonesia penyakit ini

terutama menyerang di wilayah perkotaan (urban), namun tidak menutup

kemungkinan juga menyerang di wilayah pedesaan (rural). Pada tahun 2011 sampai

bulan Agustus ada 24.362 kasus dengan kematian 196 orang (CFR : 0,80%).
2

Penyebaran DBD semakin lama semakin meluas, hingga tahun 2013 sebanyak 498

kabupaten/kota di Indonesia telah endemis DBD (Kementerian Kesehatan

RI,2014).

Berdasarkan data pengendalian penyakit yang dikeluarkan oleh Kementerian

Kesehatan tahun 2016 diketahui jumlah kabupaten kota yang terjangkit DBD tahun

2014 adalah 84, 74 %, pada tahun 2015 sebesar 86,77 % dan pada tahun 2016

sebesar 90,08 %. Angka ini menunjukkan peningkatan yang drastis sampai tahun

2016.

Di Sumatera Barat kabupaten kota yang terjangkit DBD mengalami

peningkatan tiap tahun sampai pada tahun 2016. Diketahui jumlah kabupaten/kota

di Sumatera Barat yaitu 19 kabupaten/kota. Pada tahun 2014 daerah yang terjangkit

DBD sebesar 18 kabupaten/kota, pada tahun 2015 sejumlah 18 kabupaten/kota dan

pada tahun 2016 sejumlah 19 kabupaten/kota. Peningkatan ini menunjukkan bahwa

setiap kabupaten kota di Sumatera Barat telah terjangkit DBD.

Jumlah penderita DBD per Kabupaten/Kota di sumatera barat pada tahun 2014

sebanyak 2.282 kasus dengan jumlah kematian 12 orang (IR = 45,75 per 100.000

penduduk dab CFR = 1%). Selama tahun 2014 lebih kurang terdapat 4

kabupaten/kota tang melaporkan KLB yaitu kota Padang, Kabupaten 50 Kota,

Kabupaten Pdang pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung.

Pasaman berapada pada peringkat 9 dari 19 kabupaten/kota yang ada di Sumatera

Barat dengan jumlah kejadian DBD sebesar 67 kasus (Profil Kesehatan Sumbar,

2015)

Di Kabupaten Pasaman terjadi peningkatan kasus DBD setiap tahunnya. Pada

tahun 2014 terdapat 97 kasus dan terjadi peningkatan ditahun 2015 dengan jumlah
3

kasus 106. Pada tahun 2016 terdapat 137 kasus dengan incidence rate per 100.000

penduduk sebesar 50,2 (IR 49/100.000). Di Kabupaten Pasaman kejadian DBD

tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah Kasus terbanyak pada tahun 2014 sampai

tahun 2016 terjadi di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Sikaping sebanyak 162

kasus dan Puskesmas Sundatar sebanyak 89 kasus. Kedua Puskesmas ini terletak di

satu wilayah kecamatan Lubuk Sikaping (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten

Pasaman, 2016)

Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menurunkan angka DBD secara

komprehensif berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pengendalian

nyamuk dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode lingkungan,

biologis, dan kimia. Sampai sekarang pengendalian nyamuk di titik beratkan pada

pengunaan insektisida kimia (mengandung propoxur dan diethyltoluamide / Deet)

dan akibat dari pengunaan insektisida yang berulang maka timbul masalah baru

yaitu: membunuh serangga bukan target, timbulnya resistensis vektor dan

kerusakan pada lingkungan (Kardinan, 2007).

Penggunaan insectisida yang berlebihan dan berulang-ulang dapat

menimbulkan dampak yang tidak diinginkan seperti pencemaran lingkungan. Salah

satu cara untuk mendapatkan bahan kimia yang ramah lingkungan adalah

memanfaatkan potensi alam yaitu, tanaman yang mengandung bioinsectisida.

Tanaman yang termasuk antara lain tanaman sereh yang dapat dimanfaatkan untuk

mengusir nyamuk karena mngandung zat-zat seperti geraniol, metal heptenon,

terpen-terpen, terpen-alkohol, asam-asam organic dan terutama citronella. Hal ini

menyebabkan minyak atsiri sereh dapat digunakan sebagai repellent dengan

memberi perlindungan terhadap gigitan nyamuk (Soedarto, 2006).


4

Penelitian sebelumnya menggunakan tumbuhan sereh sebagai Larvasida telah

dilakukan oleh Ulfa et al (2009), bahwa air rebusan serai ( Andropogon Nardus L)

pada konsenreasi 5% - 20% berpengaruh terhadap tingkat penetasan telur nyamuk

Larva/pupa nyamuk Ae Aegypi dan berpotensi sebagai insektisida alami karena

toksisitasnya mampu menurunkan tingkat penetasan telur dan meningkatkan

mortalitas pupa nyamuk Ae. Aegypti.

Menurut Rita (2006), tentang ”Pemanfaatan Cymbopogon Nardus sebagai

larvasida Aedes Aegypti bahwa ekstrak daun dan batang sereh wangi dapat

dimanfaatkan sebagai pestisida nabati untuk pengendalian nyamuk Ae.aegypti

LD50 ekstrak daun dan batang sereh wangi untuk ikan mas adalah 35000 ppm,

dengan batas aman 3500 ppm.

Penelitian tentang, “Study daya proteksi serai wangi sebagai repellent terhadap

nyamuk Ae.Aegypti” yang dicampur dengan pengencer paraffin cair pada

konsentrasi 2,5%, 10%, dan 20% dan hasil penelitian diketahui bahwa daya proteksi

serai wangi digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae.gypti pada

konsentrasi 2,5% (Wahyuningtiyas, 2004). Hal ini ditegaskan kembali dengan hasil

penelitian Rofirma Manurung (2015), menunjukkan perasan serai wangi dengan

konsentrasi 2-3 % dapat mencegah gigitan nyamuk aedes aegypti sebesar 75 –

100%.

Konsentrasi minyak sereh yang umum digunakan dalam produksi penolak

serangga berkisar antara 0,05% hingga 15% baik secara tunggal maupun

dikombinasikan dengan minyak lavender , cengkeh ataupun minyak cedar

(Barnard, 2000)
5

Berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis ingin melakukan penelitian

tentang “Pengaruh ekstrak sereh wangi (Cymbopogon L. Nardus) terhadap daya

proteksi gigitan nyamuk Aedes Aegypti” dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%

dan 100 % sehingga diketahui konsentrasi pemakaian terbaik.

B. RUMUSAN MASALAH

Ditengah terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim di Indonesia

kasus DBD cendrung meningkat di berbagai daerah. Hal ini mendorong kita untuk

menemukan cara – cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahkan

memberantas vektor yang membawa virus dengue yang menyebabkan DBD. Salah

satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat bioinsektisida yang

memberi perlindungan terhadap gigitan nyamuk.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah apakah ada pengaruh ekstrak sereh wangi terhadap daya proteksi gigitan

nyamuk Aedes Aegypti.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisa seberapa besar

pengaruh serai wangi dengan menggunakan ekstrak citronella untuk

melindungi dari gigitan nyamuk aedes Aygepty


6

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada tangan yang

telah diolesi larutan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt)

pada konsentrasi 15% pada jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3,

jam ke-4, jam ke-5

b. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada tangan yang

telah diolesi larutan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt)

pada konsentrasi 30% pada jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3,

jam ke-4, jam ke-5.

c. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada tangan yang

telah diolesi larutan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt)

pada konsentrasi 45% pada jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3,

jam ke-4, jam ke-5.

d. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada tangan yang

telah diolesi larutan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt)

pada konsentrasi 60% pada jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3,

jam ke-4, jam ke-5.

e. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada tangan yang

telah diolesi larutan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt)

pada konsentrasi 75% pada jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3,

jam ke-4, jam ke-5

f. Untuk mengetahui perbedaan jumlah nyamuk yang hinggap pada

kulit terhadap perbedaan konsentrasi ekstrak sereh wangi

(Cymbopogon winterianus Jowitt)


7

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan bukti ilmiah bahwa ekstrak serei wangi

(Cymbopogon winterianus Jowitt) dapat memberikan proteksi terhadap

gigitan nyamuk Aedes Aegypti

2. Manfaat Aplikatif

Apabila daya proteksi efektif ekstrak serei wangi (Cymbopogon

winterianus Jowitt) terhadap gigitan nyamuk Ae.Aegypti maka dapat

digunakan sebagai repellent alternatif selain DEET yang lebih alami dan

aman terhadap nyamuk Ae. Aegypti sehingga dapat mengurangi angka

kejadian DBD (Demam Berdarah Dengue)

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi yang paling efektif untuk

melindungi dari gigitan nyamuk Ae Aygepti dengan melakukan pengamatan selama

6 jam pada waktu pagi hari (jam 08.00 s/d 13.00). Penelitian ini dilaksanakan pada

Bulan Juni-Juli 2018 di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Prodi Kesehatan

Masyarakat STIKES FORT DE KOCK Bukittinggi.

Penelitian bersifat eksperimental dengan variabel independen konsentrasi

ekstrak sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) dan variabel dependen

adalah daya proteksi gigitan nyamuk. Objek percobaan adalah nyamuk Ae.aegypti

betina dewasa yang diambil dari kotak pemeliharaan yang berukuran 30 cm x 30

cm x 30 cm. Setelah itu dimasukkan kedalam kotak-kotak pengamatan berukuran

50 cm x 30 cm x 30 cm. Masing-masing kotak berisi 20 ekor nyamuk dewasa.


8

Jumlah nyamuk yang menjadi objek dalam penelitian ini sebanyak 500 ekor

nyamuk dewasa. Dan yang menjadi sampel adalah probandus yang dipilih dengan

teknik purposive sampling. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk histogram dan

untuk mengetahui Pengaruh ekstrak serai wangi pada berbagai konsentrasi

dilakukan uji ANOVA.

Das könnte Ihnen auch gefallen