Sie sind auf Seite 1von 6

Atresia Esophagus

a. Konsep dasar

Atresia eshoapagus adalah perasaan nyeri di dada, kerena masuknya isi lambung kedalam
eshopagus bagian bawah. Keluhan sering di temukan dalam kehamilan, terutama dalam posisi tengkurap,
atau menelan sesuatu makanan tertentu atau obat. Pada kehamilan tua, mungkin kelainan ini agak sering
di jumpai karena pengaruh tekanan Rahim yang membesar. Pada eshopagus terjadi esophagitis, akan
tetapi pada endoskopi tidak kelihatan ada tanda-tanda radang, hanya secara histologic dapat di lihat. Isi
lambung tersebut berisi asam klorida, pepsin serta makanan. Pirosis biasanya tidak akan menimbulkan
komplikasi seperti sriktura, pendarahan, karena waktunya sebentar saja. Pengobatan cukup dengan
memberikan obat antacid, mengubah posisi tubuh dan menegakan kepala serta mencegah tengkurap
setelah makan. Keadaan yang lebih berat, kadang-kadang menyebabkan penderita sulit menelan, ada
pendarahan sebagai akibat terjadi esophagitis erosit.

b. penatalaksanaan atresia esophgus

pada bayi dengan atresia esophagus sebaiknya pertahankan posisi bayi atau pasien dalam posisi
tengkurap bertujuan untuk meminimalkan tejadinya respirasi, kemudian di lakukan tindakan pembedahan.

c. gejala

atresia esophagus biasanya banyak mengeluarkan ludah yang sangat banyak, terbatuk bahkan
terseda setelah berusaha menelan makanan, sianosis (kulit kebiruan),tidak mau menyusui. Jika bayi
mengalami atresia sejak lahir, bayi tidak dapat menelan apa pun termasuk ludah yang di keluarkan oleh
kalenjar ludah yang berada dalam mulut, bahkan cairan yang berada dalam mulutnya biasanya akan di
muntahkan kembali atau masuk kedalam saluran napas, dan ini akan menggangu system pernafasan
secara tiba-tiba, keadaan ini akan berakibat fatal jika tidak segera diatasi. Penyebab atresia esophagus
adalah kelainan bawaan pada saluran pencernaan.

d. Diagnosa

Diagnosa yang dapat ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan pada atresia esophagus adalah :

1. Biasanya disertai hidramnion (60%). Dapat dilakukan katerisasi dengan karakter 6-10, jika saat
pemasangan kateter dan berhenti pada jarak kurang dari 10 cm maka diduga atresia esophagus.
2. Setelah diberi minum, bayi batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam saluran napas.
3. Pada bayi baru lahir timbul sesak nafas disertai dengan air liur yang keluar, maka diduga
merupakan gejala dari atresia esophagus.
4. Diagnosa dapat dibuat dengan poto thorax yang akan menunjukan gambaran kateter terhenti pada
tempat atresia.

e. Penanganan

Tindakan yang harus dilakukanya itu pemasangan kateterisasi kedalam esopagus dan bila
mungkin dilakukan hisapan secara terus menerus, setelah itu ditidurkan setelah duduk untuk anak
dengan fistula trekeo-esophagus dan untuk yang tanpa fistula diletakan dengan posisi lebih rendah.
f. Penanganan paska operasi

pada anak yang telah dilakukan operasi dapat diberi makan campuran sebungkus entresol dengan
70 ml air matang dan sebungkus peptiso l dengan 700 ml air matang, sehingga jumlah cairan menjadi
1500 ml, dan 1 ml 1/3 kkal dengan cara melalui pipa makanan. Pipa makanan yang digunakan adalah
pipa silatikpoliuretan. Pada pemasangan anak diposisikan miring kekanan dan dipertahankan selama
5-15 mnt.

Atresia Rekti dan anus

a. konsep dasar
atresia ( tresis ) berarti keadaan tidak ada atau tertutupnya lubang badan normal atau organ
tubular secara congenital, disebut juga clausura. Ani berarti anus imperforate. Jadi atresia ani
adalah bentuk kelainan bawaan dimana tidak adanya lubang dubur terutama pada bayi.
b. Penyebab
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu ataau 3 bulan.
3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke-4 sampai minggu
ke-6 usi kehamilan. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (
mengeluarkan tinja menyerupai pita ) dan perut membuncit.
c. Diagnosis
Anamnesa perjalanan penyakit yang khas daan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya
merupakan kunci diagnosis pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan radiologik dengan enema barium. Disini akan terlihat gambaraan
klinisseperti daerah transisi dari lumen sempit ke daerah yang melebar . Pada foto 24 jam
kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon pada hirschprung segmen panjang.
Pemeriksaan biopsyhisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas
yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa dan adanya serabut
syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat. Atresia ini
biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan
melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan
anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami
distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.
d. Klasifikasi
Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan dalam berbagai macam tipe yang sampai
sekarang masih belum dapat diketahui secra lengkap. Lqqd dan Gross pada tahun 1934
mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe yang masih banyak digunakan oleh para ahli hingga
saat ini adalah :
tipe 1 : saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai
derajat.
Tipe 2 : terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya
membrane anus.
Tipe 3 : anus tidak terbentuk daan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu
terletaak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk ( lekukan
anus ).
Tipe 4 : saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatun kantung buntu yang
terpisah pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung
buntu. Jenis yaang paling ditemukan adalah tipe 3, sementara tipe 4 merupakan bentuk
yaang paling jarang dijumpai.

Hirschprung

a. Konsep Dasar
Hirschprung adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan mengakibatkan
beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya system kerja usus. Kasus terbanyak dialami oleh pria
dan umumnya ditemukan pada anak yang memiliki Down Sindrome. Kelainan ini dapat
mengakibatkan kematian atau kelainan kronis lainnya. Penyakit ini disebabkan karena pergerakan usus
yang tidak memadai karena tidak adanya syaraf pada bagian usus tertentu hingga mengakibatkan
pembesaran usus.

b. Tanda dan Gejala


Gejala yang ditemukan pada bayi baru lahir yaitu daam rentang waktu 24-48 jam bayi tidak
mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir bewarna hijau
kehitaman, malas makan, muntah yang berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit). Pada
masa pertubuhan (usia 1-3 tahun) tidak dapat meningkatkan berat badan, konstipasi (sembelit),
pembesaran perut, diare yang keluar seperti menyemprot, demam dan kelelahan adalah tanda-tanda
dari radang usus halus dan dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa. Pada
anak diatas usia 3 tahun gejala bersifat kronis yaitu konstipasi, kotoran berbentuk pita, berbau busuk,
pembesaran perut, pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti bergelombang), menunjukan
gejaa kurang gizi dan anemia.

c. Diagnosa dan Penanganan


Mendiagnosa penyakit ini dengan dengan melakukan biopsy melalui rectum. Sementara pada
penanganan pasien dengan melakukan operasi. Pengambilan dari bagian usus yang tidak memiliki
system syaraf dan dilakukan dalam 3 tahap. Dalam beberapa kasus tindakan kolostomi dapat
dilakukan pada bagian usus beristirahat agar dapat mengembalikan fungsinya secara normal. Ini
memungkinkan pasien menambah berat badan. Tindakan ini dilakukan sebeum dilakukan koreksi
tahap selanjutnya. Pada koreksi terakhir ahli bedah anak akan membuat penyatuan dari usus besar
pada suatu titik dengan anus.kolostomi akan ditutup pada tahap ini, selanjutnya menunggu
pengeluaran kotoran secara normal. Setelah mengalami operasi, pada beberapa kasus masih
ditemukan terjadinya konstipasi. Hal ini biasa karena proses adaptasi system kerja usus. Pada kasus
lain dapat pula terjadi peradangan usus dan ini harus dilakukan tindak lanjut dan ditangani oleh dokter
spesialis anak.
d. Penyebab
Penyakit Hirschprung (Megakolon Konginetal) adalah suatu penyumbaan pada usus besar yang
terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki
syaraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Penyebabnya karena dalam keadaan normal bahan
makanan yang dicerna berjalan sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus atau pergerakan peristaltic. Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan
syaraf yang disebut ganglion yang terletak dibawah lapisan otot.
Pada penyakit Hirschprung, ganglion tersebut tidak ada biasanya hanya sepanjang beberapa senti.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan –bahan makanan
yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschprung 5 kali ebih sering ditemukan pada bayi
laki-laki, penyakit ini disertai dengan kelainan bawan seperti Down Sindrom.

e. Pengobatan
Mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan kolostomi
sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan usus
besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya
dilakukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau
enterokolitis diberikan antibiotic.

OBSTRUKSI BILIARIS
a. Konsep dasar
Antara hati dan usus halus terdapat saluran yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya
empedu yang di produksi hati menuju usus. Jika saluran ini tersumbat, maka hal ini disebut
sebagai obstruksi biliaris (Sarjadi, 2000). Obstruksi biliaris adalah sumbatan saluran cerna
congenital, yang mengenai saluran antara empedu menuju duodenum.
b. Penyebab
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat
mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses (Ngastiyah, 2005).
Obstruksi duktus biliaris ini sering ditemukan, kemungkinan desebabkan:
1. Batu empedu
2. Karsinoma duktus biliaris
3. Karsinoma kaput panksreas
4. Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura
5. Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis (Sarjadi, 2000)
c. Patofisologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor,
atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai
sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor
kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat
menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila
vater. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan
dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu
tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit.
Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak
dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah,
2005
d. Gejala
1. Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi ikterus
2. Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul
3. Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen
4. Perut sakit di sisi kanan atas dan perut agak membuncit
5. Demam
6. Mual dan muntah (Zieve David,2009)
7. foto abdomen terlihat buram pada lmbung

e. pengobatan dan perawatan


Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan
pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk
menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan
laparoskopi. (Reksoprodjo, 1995)
Gambar 2.2 saluran empedu empedu memegang stent terbuka, memulihkan aliran empedu
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat
dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier,
pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan
membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi,
koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi. (Reksoprodjo, 1995)
Omfalokel

A. Konsep dasar
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya di
lapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari
5000 kelahiran. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritonieum yang tipis dan transparan
penyababnya tidak diketahui. Pada 25-40% bayi yang mendrita omfalokel, kelainan ini disertai
oleh kelainan bawaan lainnya,sperti kelainan kromosom,hernia diafragmatika dan kelainan
jantung. Banyaknya usus dan organ lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi,tergantung
kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubang nya kecil mungkin hanya usus yang menonjol
tetapi jika lubang nya besar,hati juka bias menonjol melalui lubang tersebut.
Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,dimana isi perut terlihat dari luar
melalui selaput peritonieum. Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut,segera
dilakukan pembedahan untuk menutupi omfalokel.

Das könnte Ihnen auch gefallen