Sie sind auf Seite 1von 24

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………i

PENDAHULUAN ……………..……………………………………….....................1

EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ………………………………………2

PATOGENESIS ………………………………………………………………...…...3

STRATIFIKASI FAKTOR RISIKO TEV PADA KASUS BEDAH …………….5

TERAPI PROFILAKSIS TEV PADA KASUS BEDAH …………………………9

REKOMENDASI …………………………………………………………………..15

i
Muhammad Fauzan, Sahyuddin*
*Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

I. PENDAHULUAN

Tromboemboli vena (TEV) adalah salah satu masalah kesehatan utama

dengan angka morbiditas dan mortalitas cukup tinggi. Tromboemboli vena paling

banyak bermanifestasi sebagai thrombosis vena dalam (TVD) dan emboli paru

(EP) dimana ditemukan 1 kejadian dari setiap 1000 pasien. Insidennya 160 setiap

100.000 untuk TVD, 20 dari 100.000 untuk EP simptomatik yang non fatal dan

50 dari 100.000 untuk emboli paru yang fatal. Komplikasi klinis dari TEV ini

dapat bersifat akut seperti kematian mendadak akibat EP dan komplikasi kronik

seperti postthrombotic syndrome (PTS) dan chronic thromboembolic pulmonary

hypertension (CTEPH). Total biaya yang dikeluarkan di Amerika Serikat untuk

TEV berkisar antara 13,5 sampai 69,5 juta dollar. Salah satu gejala sisa TEV

adalah PTS yang mengakibatkan refluks maupun obstruksi vena. Posttrombosis

vena menurunkan kualitas hidup, meningkatkan biaya kesehatan karena terjadinya

edema kronik, selulitis dan ulserasi vena rekuren. Ulserasi vena terjadi 300 kasus

dari 100.000 populasi. Pasien yang akan menjalani pembedahan maupun terapi

medis di rumah sakit memiliki faktor resiko terjadinya TEV dan masalah ini akan

berlanjut bahkan saat pasien menjalani rawat jalan.1,2

1
Pada pasien rawat inap, TVD terjadi > 50% apabila tidak dilakukan

profilaksis. Trombosis vena dalam mengakibatkan perpanjangan lama perawatan

RS, biaya laboratorium dan meningkatkan angka kejadian EP.1

II. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Beberapa studi epidemiologi terbaru mendapatkan bahwa insidens TEV

meningkat setelah operasi ortopedi, stroke, dan pasien dengan kondisi medis kritis.

Dari studi ini didapatkan penyebab kematian pasien rawat inap yaitu EP sebesar

6%. Faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian TEV yaitu imobilisasi,

keganasan, infeksi, usia lanjut, penyakit jantung dan pembedahan mayor. Risiko

TEV tergantung tipe pembedahan dimana pembedahan ortopedi mayor

mempunyai risiko 2 kali lebih besar dibandingkan pembedahan mayor umum. Di

Asia, risiko TEV meningkat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu populasi usia

lanjut, peningkatan kejadian pembedahan mayor dan operasi caesarian, serta

peningkatan populasi obesitas dan insidens keganasan.3,4,5

Sekitar 80% TVD simptomatik melibatkan vena proksimal. Bila tanpa

pengobatan maka 50% kasus akan mengalami trombosis rekuren dalam 3 bulan.

Sekitar 10% kasus EP simptomatik dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 1

jam setelah onset gejala. Risiko rekurensi TEV lebih tinggi pada kasus

tromboemboli yang tanpa provokasi atau tanpa faktor risiko trombosis

2
(keganasan, sindrom anti fosfolipid) dibandingkan kasus tromboemboli akibat

faktor resiko sementara (pembedahan).6

Kejadian TEV pada pasien-pasien yang menjalani operasi dan

mendapatkan profilaksis seperti Total Knee Replacement (TKR) ataupun Total

Hip Replacement (THR) menurun dari 40-60% menjadi 3%, pada pembedahan

vaskuler menjadi 2,5-2,9%, pada pembedahan urologi menjadi 1-5%, dan pada

bedah syaraf menjadi 3,7%.6,7

Tabel 1. Insidensi TVD tanpa profilaksis1

III. PATOGENESIS

Tromboemboli vena dapat menyebabkan terjadinya TVD dan EP. Tiga

patofisiologi mayor yang dikemukakan Virchow yaitu stasis vena, kerusakan

endotel dan hiperkoagulobilitas. Semua faktor risiko melibatkan minimal 1 dari 3

mekanisme tersebut. Gejala TEV disebabkan obstruksi aliran vena oleh trombus

3
yang menyebabkan inflamasi dinding vena, inflamasi jaringan sekitar atau akibat

terlepasnya emboli ke dalam sirkulasi. Sistem koagulasi terdiri dari 2 komponen

yaitu komponen seluler dan molekuler. Komponen seluler adalah trombosit, sel

endotel, monosit dan eritrosit, sedangkan komponen molekuler adalah faktor

koagulasi dan inhibitornya, faktor fibrinolisis dan inhibitornya, protein adhesif

(von Willebrand factor), protein intraselular, acute phase protein, imunoglobulin,

ion kalsium, fosfolipid, prostaglandin dan beberapa sitokin lain. Komponen inti

dari sistem hemostasis adalah protein koagulasi. 8,9,10

Tindakan pembedahan dan berbagai macam faktor perioperatif seperti

hipotermia dan penggunaan volume expander, sering menyebabkan gangguan

jalur koagulasi yang dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya trombosis

ataupun perdarahan. Beberapa jam setelah operasi terdapat peningkatan tissue

factor, tissue plasminogen activator, plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)

dan von Willebrand factor yang menyebabkan hiperkoagulasi dan

hipofibrinolitik.8,9,10

Risiko simptomatik tromboemboli vena terutama muncul pada 2 minggu

setelah pembedahan dan berlanjut hingga 2-3 bulan. Sedangkan risiko emboli

paru yang fatal tertinggi pada 3-7 hari setelah pembedahan.8,9,10

4
Gambar 1. Trias Virchow2

IV. Stratifikasi Faktor Risiko TEV pada Kasus Bedah

Untuk profilaksis tromboemboli vena pada pasien rawat inap baik terapi

medis maupun pembedahan maka penilaian untuk profilaksis harus berdasarkan

risiko masing-masing individu, kondisi klinis, risiko perdarahan dan kelayakan

profilaksis bagi tiap pasien. Faktor risiko pasien antara lain riwayat tromboemboli

sebelumnya, obesitas, keganasan, usia >60 tahun, imobilisasi lama, paralisis

ekstremitas bawah, dan penggunaan terapi hormonal (kontrasepsi oral atau terapi

pengganti hormon), serta penyakit komorbid seperti stroke, gagal jantung, atau

riwayat infark miokard. Adapun faktor risiko terkait kelainan genetik seperti

defisiensi antitrombin, aktivasi resistensi protein C dan mutasi gen protrombin.

5
Sedangkan risiko terkait kelainan yang didapat antara lain sindrom antibodi

antifosfolipid, kelainan mieloproliferatif, dan paroksisimal nokturnal

hemoglobinuria. 11,12

Kondisi klinis yang berkaitan dengan risiko tinggi tromboemboli vena

yaitu pembedahan ortopedi mayor ekstremitas bawah, pembedahan kanker,

neurosurgery, trauma medula spinalis dan trauma multipel.12

Penilaian tromboemboli harus dilakukan saat awal perawatan dan

profilaksis diberikan segera kemudian dilakukan observasi untuk memantau

apakah profilaksis masih sesuai atau tidak.11

Tabel 2. Stratifikasi risiko perioperatif TEV12,13


Risiko Profilaksis Grade

Risiko Ringan
 Pasien rawat Ambulasi sesegera mungkin A
jalan
 Operasi minor
(<30 menit)
 Artroskopi lutut
tanpa risiko
tambahan
Risiko Sedang

 pasien dengan -LMWH A


risiko tambahan -Fondaparinux A
 pasien usia 40-60 -LD-UFH tiap 12 jam B
tahun tanpa -Intermittent Pneumatic Compression C
risiko tambahan (IPC) atau Graded Elastic
 operasi besar Compression Stockings (GECS)
lebih (>30 menit)
bukan keganasan

6
Risiko Tinggi

Operasi umum pada -LMWH A


pasien -Fondaparinux A
 >60 tahun -LD-UFH tiap 8 jam B
 40-60 tahun -Warfarin INR 2-3 B
dengan risiko -Ditambah IPC atau GESC A
tambahan
 Dengan banyak
faktor risiko
Operasi besar untuk
keganasan, trauma berat,
cedera tulang belakang
Risiko Sangat Tinggi

 Hip Arthroplasty LMWH > Fondaparinux > warfarin,


 Knee and IPC
Arthroplasty Rivaroxaban
 Hip Fracture
Surgery

Sebelum memberikan profilaksis pada pasien-pasien yang akan

menjalani operasi penting bagi kita untuk menilai risiko perdarahan. Beberapa

pembedahan dan prosedur yang berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan

selama penggunaan antitrombotik perioperatif meliputi:

 pembedahan urologi dan prosedur reseksi transuretra, reseksi vesica

urinaria, ablasi tumor atau nefrektomi.

 reseksi polip colon dengan ukuran besar (> 1-2cm).

 pembedahan dan prosedur yang melibatkan organ yang kaya

vaskularisasi seperti ginjal, hati dan limpa.

 Reseksi saluran cerna.

7
 pembedahan mayor yang melibatkan kerusakan jaringan yang luas

seperti pembedahan kanker, artroplasti sendi, dan rekonstruksi plastic

surgery.

 kardiak, intraserebral dan pembedahan spinal.14

Tabel 3. Penilaian resiko perdarahan menggunakan IMPROVE bleeding


risk score14
Faktor Risiko Perdarahan Skor

Perdarahan gastro-duodenal yang aktif* 4,5

Riwayat perdarahan < 3 bulan sejak masuk RS 4

Hitung trombosit < 50000/ul** 4

Usia > 85 tahun 3,5

Kegagalan fungsi hati PT > 1,5x normal 2,5

Pasien dirawat di ICU/ICCU 2,5

Gangguan ginjal berat GFR < 30 ml/min/1,73m2 2,5

Ada penyakit reumatik/autoimun 2

Menderita keganasan 2

Terpasang kateter vena sentral 2

Laki-laki 1

GFR 30-59 1

Usia 40-84 tahun 1

High risk ≥7

Low risk <7

*
Termasuk riwayat perdarahan GI sebelumnya yang
penyebabnya irreversible, stroke emboli non cardiac,
penggunaan anti koagulan oral secara rutin
**
Termasuk riwayat heparin induced trombositopenia dan
penggunaan antiplatelet secara rutin

8
Berdasarkan penelitian observasional didapatkan bahwa penggunaan

antikoagulan dan regimen heparin sebagai bridging terapi perioperatif dapat

mengurangi resiko tromboemboli. Protokol perioperatif yang dapat diikuti klinisi

sebagai berikut:

 penilaian pasien dilakukan minimal 7 hari sebelum pembedahan untuk

merencanakan pemberian antikoagulan perioperatif terutama pada

pembedahan mayor.

 penentuan waktu pemberian warfarin, inisiasi dan penghentian LMWH

sebagai bridging terapi.

 pemeriksaan INR pada hari sebelum pembedahan.

 penilaian hemostasis post operatif .11,15,16,17

V. Terapi Profilaksis TEV pada Kasus Bedah

1. Non Farmakologi18

Profilaksis non farmakologi yaitu dengan menggunakan alat mekanik

merupakan terapi adjuvant selain farmakologi bagi pasien dengan risiko

tinggi dan merupakan terapi alternatif bagi pasien yang memiliki

kontraindikasi farmakologi. Profilaksis dengan alat mekanik menunjukkan

hasil yang baik bila dilakukan ambulasi segera. Alat mekanik ini

digunakan pre dan intra operasi kemudian dilanjutkan post operasi hingga

pasien dapat melakukan ambulasi secara normal.

9
a. Graded Elastic Compression Stockings (GECS). Alat ini dapat

digunakan untuk profilaksis DVT dan CVI. Untuk optimalisasi efek

GECS maka beberapa rekomendasi yang harus dilakukan:

 GECS harus dipakai terus-menerus sejak imobilisasi hingga

pergerakan latihan penuh

 Dibutuhkan kerjasama dan kepatuhan pasien (memastikan

stocking tidak tergulung)

 Dikontraindikasikan pada critical limb ischemia

 Harus diukur dan disesuaikan dengan pasien

b. Intermittent Pneumatic Compression (IPC). Alat ini dapat

mengurangi resiko terjadinya TVD dan lebih efektif dibandingkan

GECS pada pasien risiko tinggi dengan kombinasi terapi antikoagulan

atau pada pasien dengan kontraindikasi pemberian antikoagulan.

Prinsip penggunaan IPC sama dengan GECS yaitu terus-menerus

sejak imobilisasi hingga pergerakan penuh.

2. Farmakologi

Terapi farmakologi yang dapat diberikan antara lain low molecular

weight heparin (LMWH), pentasaccharide sodium (fondaparinux),

unfractionated heparin (UFH) dan novel oral anticoagulants (dabigatran,

rivaroxaban, apixaban).

10
a. Low molecular weight heparin (LMWH) merupakan trombofilaksis lini

pertama. Beberapa studi membandingkan LMWH dengan UFH

mendapatkan bahwa LMWH lebih efektif dibandingkan UFH dalam

pencegahan trombosis tanpa meningkatkan risiko perdarahan. Selain itu,

dengan penggunaan LMWH didapatkan risiko yang lebih rendah

terjadinya hematom pada area injeksi, heparin induced thrombocytopenia

(HITT) dan osteoporosis dibandingkan dengan UFH.19,20,21

b. Fondaparinux merupakan sodium pentasakarida sintesik yang secara

selektif terikat pada anti trombin sehingga dapat menyebabkan

peningkatan faktor Xa tanpa inhibisi trombin. Dosis diberikan 1 kali sehari

karena obat ini mempunyai masa kerja 17-21 jam. Dosis profilaksis 2,5mg

diberikan 6-8 jam setelah pembedahan. Studi mendapatkan bahwa

fondaparinux secara efektif mencegah TEV pada pembedahan lutut dan

panggul, fraktur panggul, pembedahan abdomen, dan kasus critical ill.

Fondaparinux dapat digunakan sebagai alternative LMWH.22,23

c. Unfractionated heparin (UFH) sudah tidak digunakan sebagai lini pertama

karena membutuhkan pemantauan laboratorium dan penyesuaian dosis.

Sebuah studi menggunakan UFH dengan dosis 5000 IU setiap 12 jam

setelah pembedahan dengan resiko moderat TEV dimana didapatkan

resiko TEV menurun, akan tetapi efektivitas masih lebih rendah bila

dibandingkan dengan warfarin dan LMWH.16,24

11
d. Antagonis vitamin K bila diberikan sebelum pembedahan harus diberikan

dalam dosis rendah untuk mengurangi resiko perdarahan. Kekurangan

terapi ini adalah onset kerja obat yang lambat (3-4 hari setelah

pembedahan) dan membutuhkan pemantauan INR setiap hari dengan

target 2,5. Warfarin dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien yang

memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan lain. Pasien-pasien yang

mendapatkan warfarin sebagai profilaksis harus dihentikan 5 hari sebelum

operasi, dan diberikan bridging terapi dengan UFH ataupun LMWH.

Warfarin dapat kembali diberikan setelah 12-24 jam operasi.25

e. Direct thrombin inhibitors : Dabigatran telah dievaluasi untuk pencegahan

tromboemboli vena. Dabigatran dapat digunakan sebagai alternatif

LMWH dan fondaparinux dengan hasil yang non inferior. Dosis yang

digunakan 110 mg diberikan 1-4 jam post operasi dan dilanjutkan dengan

dosis 220 mg per hari selama 10 hari setelah pembedahan lutut dan 35 hari

untuk pembedahan panggul. Untuk pasien usia > 75 tahun dan gangguan

ginjal maka dosis awal diturunkan 75 mg lalu dilanjutkan 150mg/ hari.

f. Direct factor Xa antagonists/inhibitors.16,26

 Rivaroxaban memiliki onset cepat dan mencapai waktu puncak dalam

3 jam. Rivaroxaban dimetabolisme melalui CYP3A4 dan diekskresi

melalui ginjal dan sistem bilier. Dosis sekali pemberian dapat

mencapai efek farmakologi yang bertahan hingga 24 jam sehingga

12
pemberian cukup 1x sehari dan tidak membutuhkan pemantauan

laboratorium. Sebuah studi mendapatkan bahwa rivaroxaban lebih

superior dibandingkan enoxaparin dalam pencegahan TEV dalam

pembedahan panggul dan lutut. Dosis yang digunakan yaitu 10mg/hari

dimana dosis awal diberikan minimal 6-10 jam setelah pembedahan

saat hemostasis sudah stabil.16,27

 Apixaban: mencapai waktu puncak dalam 3 jam dan diekskresi

melalui sistem bilier. Apixaban juga lebih superior dibandingkan

enoxaparin dan aman digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal. Dosis yang dianjurkan yaitu 2,5mg 2 kali sehari. Dosis awal

diberikan 12-24 jam setelah pembedahan.16,28

13
Tabel 5. Rekomendasi profilaksis berdasarkan tipe pembedahan13

Operasi Profilaksis Waktu Pemberian


Bedah Umum
UFH dosis kecil 2 jam sebelum operasi
LMWH: 12-24 jam setelah
Enoxaparin 40mg operasi
Tinzaparin 3500 IU
Ortopedi
TKR/THR LMWH : 12-24 jam setelah
Enoxaparin 40mg operasi
Tinzaparin 4500 IU
Fondaparinux 2,5mg 6-24 jam setelah
operasi
Rivaroxaban 10mg 6-10 jam setelah
operasi
Warfarin 2-10 mg (INR 1-12 jam sebelum
2-2,5) operasi atau segera
setelah operasi
Fraktur panggul LMWH : 12-24 jam setelah
Enoxaparin 40mg operasi
Tinzaparin 4500 IU
Fondaparinux 2,5mg 6-24 jam setelah
operasi
Rivaroxaban 10mg 6-10 jam setelah
operasi
Warfarin (INR 2-3) 1-12 jam sebelum
operasi atau segera
setelah operasi

Waktu yang optimal mengenai durasi profilaksis tromboemboli vena

masih dalam penelitian. Keputusan awal terapi dan durasi profilaksis berdasarkan

tiap pasien ditentukan secara individual. Rata-rata pemberian profilaksis adalah 7-

14 hari sampai pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri. Beberapa

penilitian menunjukkan aktivasi koagulasi berlangsung setidaknya 30 hari setelah

operasi penggantian panggul. Untuk beberapa operasi yang berisiko tinggi

14
terutama operasi ortopedi direkomendasikan mendapatkan profilaksis lebih lama

lebih dari 35 hari.16

Tabel 4. Rekomendasi durasi profilaksis berdasarkan tipe pembedahan16

Indikasi Durasi Grade

Major general surgery Sampai keluar rumah sakit (7-10 hari) A

Hip fracture repair 35 hari dengan LWMH atau A,


fondaparinux atau warfarin C,C
Hip arthroplasty 35 hari dengan LMWH atau A
fondaparinux atau warfarin C,B
IPC B
Knee arthroplasty 35 hari dengan LMWH atau C,A,
fondaparinux atau warfarin C
Bariatric surgery 21 hari B

VI. REKOMENDASI16

1. Rekomendasi umum

Pemberian antikoagulan secara hati-hati dan monitoring ketat pada pasien

yang dilakukan anastesi secara spinal atau insersi kateter epidural.

Acetylsalicylic acid tidak direkomendasikan sebagai pilihan terapi tunggal.

2. Rekomendasi spesifik

a. Pembedahan umum

Pasien resiko rendah tidak membutuhkan terapi profilaksis akan tetapi

pergerakan penuh sesegera mungkin sangat penting untuk mencegah

TEV. Sedangkan pasien kategori lain harus diberikan LMWH atau

15
UFH dosis rendah. Pada pasien resiko tinggi perdarahan, dapat

dilakukan IPC secara intermiten dengan atau tanpa stoking elastik.

b. Pembedahan ortopedi

 Pasien yang akan menjalani pembedahan elektif knee or hip

arthroplasty atau pembedahan fraktur panggul harus diberikan

profilaksis LMWH (mulai 12 jam sebelum tindakan, 12-24 jam

setelah tindakan atau setengah dosis 4-6 jam setelah tindakan

kemudian diikuti dosis penuh hari berikutnya).

 Pada pasien dengan resiko tinggi perdarahan dapat diberikan

alternatif IPC atau stoking elastik dikombinasi dengan LMWH

atau warfarin.

 Profilaksis dengan LMWH atau warfarin diberikan minimal 10

hari. Pasien dengan faktor resiko TEV diberikan minimal 30 hari.

c. Pembedahan vaskular atau kardiotoraks

Pasien resiko rendah tidak membutuhkan terapi profilaksis. Pasien

yang membutuhkan rawat inap jangka panjang harus diberikan UFH

dosis rendah atau LMWH. Pada pasien post CABG diberikan

Acetylsalicylic acid 325mg/hari minimal setahun. Sedangkan pasien

dengan komorbid PJK atau pembedahan rekonstruksi vaskular perifer

harus mendapatkan terapi Acetylsalicylic acid jangka panjang.

16
d. Neurosurgery

Kompresi pneumatik intermiten, dengan atau tanpa kombinasi stoking

elastis, direkomendasikan sebagai tromboprofilaksis. Dosis rendah

UFH atau LMWH diterima sebagai alternatif post operatif.

e. Trauma medula spinalis akut

LMWH merupakan pilihan profilaksis yang diteruskan hingga masa

rehabilitasi. Target terapi yaitu INR 2-3. Penggunaan stoking elastis

hanya dipertimbangkan bila terdapat kontraindikasi. Dapat digunakan

segera setelah trauma.

17
Gambar 2. Alur profilaksis TEV pada pembedahan1

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Fletcher J, Baker R, Fischer C et al. Prevention of venous

thromboembolism : best practice guidelines for Austalia and New Zealand.

Australian and New Zealand Working Party on the Management and

Prevention of Venous Thromboembolism. Health Ed Man Inn. 2007; 4:1-

15.

2. Behravesh S, Hoang P, Nanda A et al. Pathogenesis of Thromboembolism

and Endovascular Management. Thromb 2017;1-13.

3. Naess IA, Christiansen SC, Romundstad P, et al. Incidence and mortality f

venous thrombosis: a population-based study. J Thromb Haemost

2007;5:692-9.

4. Sakon M, Maehara Y, Yoshikawa H, Akaza H. Incidence of

thromboembolism following major abdominal surgery: multicenter,

prospective epidemiological study in Japan. J Thromb Haemost

2006;4:5816.

5. Leizorovics A, Turpie AGG, Cohen AT, et al. For the SMART study

group. Epidemiology of post-operative Venous Thromboembolism in

Asian countries. Intern J Angio 2004;13:101-108.

19
6. Cohen AT, Agnelli G, Anderson FA, et al. Venous Thromboembolism

(VTE) in Europe. The number of VTE events and associated morbidity

and mortality. Thromb Haemost 2007;98:756-64.

7. Agnelli G. Prevention of Venous Thromboembolism in Surgical Patients.

Circ 2004;14:110(24 suppl 1):IV4-12.

8. Kearon C. Natural History of Venous Thromboembolism. Circulation

2003;107:1-22.

9. Nicolaides AN, Kakkar VV, Field ES, et al. The origin of deep vein

thrombosis: a venographic study. Br J Radiol 1971;44:6653-663

10. Bell WR, Simon TL. Current status of pulmonary embolic disease:

pathophysiology, diagnosis, prevention, and treatment. Am Heart J

1982;169:214-216.

11. Nicolaides AN, Fareed J, Kakkar AK et al. Prevention of Venous

Thromboembolism. International Consensus Statement. Int Angiol 2006;

25:101-161.

12. Geerts WH, Pineo GF, Heit JA et al. Prevention of Venous

Thromboembolism. The Seven ACCP Conference on Antithrombotic

Therapy. Chest 2004; 126:338s-400s.

13. Gould MK, Garcia DA, Wren SM, et al. Prevention of VTE in non

orthopedic surgical patients: antithrombotic therapy and prevention of

20
thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians evidence based

clinical practice guidelines. Chest 2012; 141(2)(suppl):e227Se277S

14. Decousus H, Tapson VF, Bergmann JF. Factors at admission associated

with bledding risk in medical patients: finding from the IMPROVE

investigations. Chest 2011;139(1):69-79.

15. Kahn SR, Lim W, Dunn AS, et al. Prevention of VTE in nonsurgical

patients:anthithrombic therapy and prevention of thrombosis, 9th ed:

American College of Chest Physcians evidence-based clinical practice

guidelines. Chest 2012;141(2)(suppl):e195s-226s.

16. Falck-Ytter Y, Francis CW, Johanson NA, et al. Prevention of VTE in

orthopedic surgery patients: antithrombic therapy and prevention of

thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians evidence-based

clinical practice guidelines. Chest 2012;141(2)(suppl):e278s-e325s.

17. Geerts WH, Bergqvist D, Pineo GF, et al. Prevention of venous

thromboembolism: American College of Chest Physcians evidence-based

clinical practice guidelines 8th ed. Chest 2008;133:381s-453s.

18. Kearon C , O’Donnell M. Should patients with stroke wear compression

stockings to prevent venous thromboembolism? Ann Intern Med

2010;153(9):610611.

19. Baglin T, Barrowcliffe TW, Cohen A, et al. Guidelines on the use and

monitoring of heparin. Bri Soc Haematol 2006;133:19-34

21
20. Brill-Edwards P, Ginsberg J, Jihnston M, et al. Establishing a theraupeutic

range for heparin therapy. Annal Intern Med 1993;119:169-170.

21. Hirsh J, Raschke R. Heparin and low-moleculer-weight heparin. The

Seventh ACCP Conference on Antithrombic and Thrombolytic Therapy.

Chest 2004;126:188s-203s.

22. Buller HR, Davidson BL, Decousus H, et al. Fondaparinux or enoxaparin

for the initial treatment of symptomatic deep venous thrombosis: a

randomized trial. Ann Intern Med 2004;140(11):867-873.

23. Schulman S, Crowther MA. How I Anticoagulate in 2012, new and old

anticoagulant agents, and when and how to switch. Blood 2012.

24. Collins R, Scrimgeour A, Yusuf S, et al. Reduction in fatal pulmonary

embolism and venous thrombosis by perioperative administration of

subcutaneous heparin. Overview of results randomized trials in general,

orthopedics, and urologic surgery. N Engl Med J 1988;318:1162-73.

25. Mismetti P, Laporte S, Zufferey P, et al. Prevention of venous

thromboembolism in orthopedic surgery with vitamin K antagonist: A

meta-analysis. J Thromb Haemost 2004;2(7):1058-70

26. Wolowacz SE, Roskell NS, Plumb JM, et al. Efficacy and safety of

dabigatran etexilate for the prevention of venous thromboembolism

following total hip or knee arthroplasty. A meta-analysis. Thromb

Haemost 2009;101(1):77-85.

22
27. The EINSTEIN Investigators. Oral Rivaroxaban for Symptomatic Venous

Thromboembolism. N Engl J Med 2010;363:2499-2510.

28. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) technology

appraisal guidance 245. Apixaban for the prevention of venous

thromboembolism after total hip or knee replacement in adults, Jan 2012.

23

Das könnte Ihnen auch gefallen