Sie sind auf Seite 1von 3

Alat ukur keuntungan dalam islam

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

ManajemenQolbu.Com :

Ciri kapitalis itu dua. Pertama, dalam mencari keuntungan mereka tidak menggunakan tata nilai yang
baik, mengeksploitir semuanya demi kepentingan diri dan konglomerasinya. Kedua, setelah
mendapatkannya mereka kikir dan sibuk membesarkan dirinya.

Islam menghadirkan solusi, ada dua ciri profesional Muslim. Pertama, ketika mencarinya, sangat
menjaga nilai-nilai, sehingga kalau dia mendapatkan sesuatu, dirinya lebih bernilai daripada yang dia
dapatkan. Kalau dia mendapat uang, maka dia dihormati bukan karena uangnya, tapi karena
kejujurannya. Kalau dia mempunyai jabatan, dia disegani bukan karena jabatannya, tapi karena
kepemimpinannya yang bijak, adil dan mulia.

Kedua, setelah mendapatkannya dia distribusikan untuk sebesar-besar manfaat bagi kemaslahatan
umat. Makin kaya, makin banyak orang miskin yang menikmati kekayaannya.

Kita seringkali menganggap bahwa keuntungan itu adalah finansial (uang), sehingga sibuk
menumpuk harta kekayaan untuk bermewah-mewahan. Inilah di antaranya yang membuat bangsa
kita hancur.

Firman Allah, "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung." (QS Al Jumu'ah [62]:
10).

Carilah karunia Allah, bukan uang. Sesungguhnya keuntungan itu tidak identik dengan uang.
Walaupun tidak mendapatkan uang, jika niatnya lurus dan cara berikhtiarnya benar, maka kita sudah
beruntung, Allah yang akan mendatangkannya suatu saat kelak.

Alat ukur keuntungan dalam berbisnis atau bekerja itu ada lima.
Pertama, yang namanya untung itu adalah kalau apa yang kita lakukan menjadi amal shaleh.
Walaupun belum (atau bahkan tidak) mendapatkan uang, tetapi jika telah berkesempatan menolong
orang lain, meringankan beban orang lain, memuaskan pembeli atau melakukan apapun yang
menjadi kebaikan di sisi Allah, maka semua itu sudah merupakan keuntungan.

Sebaliknya, bisnis narkoba, perjudian, dan prostitusi itu menghasilkan banyak uang, tetapi jangan
pernah merasa beruntung kalau bisnis itu berkembang. Itu semua bukan keuntungan, melainkan
fitnah karena akan mendapat kutukan dan laknat dari Allah.

Kedua, yang namanya untung adalah kalau apa yang kita lakukan itu bisa membangun nama baik
(citra diri) kita. Jangan sampai kita mempunyai banyak uang, tetapi nama baik kita hancur, dikenal
sebagai penipu, pendusta atau koruptor. Apalah artinya kita mempunyai banyak harta, tapi citra kita
hancur sehingga istri dan anak-anak menjadi tercekam dan terpermalukan. Kekayaan kita bukan
pada tempelan (uang, pangkat, jabatan), kekayaan kita harus melekat pada citra diri kita.

Ketiga, yang namanya untung adalah kalau apa yang kita lakukan itu bisa menambah ilmu,
pengalaman, dan wawasan. Jika kita mempunyai banyak uang, tetapi tidak berilmu, sebentar saja
bisa hangus uang kita. Tidak sedikit orang yang mempunyai uang, tetapi tidak memiliki pengalaman,
sehingga mereka mudah tertipu. Sebaliknya, misalkan uang kita habis karena dirampok, kalau kita
memiliki ilmu, pengalaman, dan wawasan, kita bisa mencarinya lagi dengan mudah.

Keempat, yang namanya untung adalah kalau apa yang kita lakukan itu bisa membangun relasi atau
silaturahmi. Oleh karenanya, jangan pernah hanya karena masalah uang hubungan baik kita dengan
orang lain menjadi hancur.

Setiap orang yang terluka oleh kita, dia akan menceritakan luka di hatinya kepada orang lain. Dan ini
akan menjadi benteng yang memenjarakan, kita semakin kecil. Jangan mencari musuh, tapi
perbanyak kawan. Kalau kawan sudah mencintai kita, mereka akan bersedia untuk membela dan
berkorban untuk kita, setidaknya mereka akan menceritakan sesuatu yang baik tentang kita.

Kelima, yang namanya untung itu tidak hanya sekadar untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri,
tetapi apa yang kita lakukan itu justru harus banyak menguntungkan dan memuaskan orang lain.

Oleh karena itu, kalau kita sudah meyakini bahwa pembagi rezeki adalah Allah, maka bisnis kita
bukan lagi dengan manusia, tetapi dengan Allah, penggenggam set

myluvlihusband, [04.10.15 11:46]


iap rezeki.

Waspadalah terhadap bisnis yang tidak menjadi amal, yang tidak menjadi nama baik, yang tidak
menjadi ilmu, yang memutuskan silaturahmi, dan yang mengecewakan orang lain. Karena semua itu
bukan keuntungan, tetapi bencana Wallahu a'lam Bishowab (republika/mqpub)[mq]**

Sent from my iPad

Das könnte Ihnen auch gefallen