Tertawalah di laut keringat kami Berselancarlah di laut keringat kami Perpesiarlah di laut keringat kami
Bergerak, bergerak, tetap bergerak, menderap langkah, merapat barisan
Bergerak, bergerak, tetap bergerak Berat kita junjung, ringan kita jinjing Bergerak, bergerak, tetap bergerak Berlumur keringat dan air mata
Berlayarlah di laut keringat kami
Tertawalah di laut keringat kami Berselancarlah di laut keringat kami Perpesiarlah di laut keringat kami
Bersabar, bersabar kita sejak dulu
Amuk kita timbun, munjung bagai gunung Bersabar, bersabar kita sejak dulu Amuk kita tunda, gunung tak meletus Bersabar, bersabar kita sejak dulu Sejak dulu nahan sejuk bagai gunung
Pesta poralah di gunung kesabaran kami
Dansa dansilah di gunung kesabaran kami Injak-injakkan kakimu di gunung kesabaran kami Buang botol-botol minummu di gunung kesabaran kami Bersabar, bersabar, sampai habis sabar Sabar jadi riak, riak jadi ombak Bersabar, bersabar sampai habis sabar Bergelora gelora begunung gunung ombak Gulungan gelombang keringat tangisan kami
Hati-hati jangan kau terlena di laut tangis kami
Hati-hati jangan kau ha ha hi hi di laut keringat kami Awas, awas, awas di gunung kesabaran kami Mawas mawas dirilah di gunung kesabaran kami.
Analisis Puisi :
Puisi sujiwo tejo dapat dianalisis melalui pendekatan analitis. Pendekatan
analitis ialah pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan dan mengimajinasikan ide-idenya, sikap pengarang, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam membangun totalitas bentuk dan totalitas makna. Pada bait pertama, Berlayarlah di laut keringat kami | Tertawalah di laut keringat kami | Berselancarlah di laut keringat kami | Perpesiarlah di laut keringat kami menunjukkan seolah-olah rakyat yang di ceritrakan dalam puisi tersebut sudah paham benar dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Seolah- olah sudah tidak ada lagi hal yang perlu ditutup-tutupi lagi, sudah menjadi rahasia umum. Dalam bait tersebut perasaan rakyat digambarkan dengan lautan keringat hingga dapat digunakan untuk berselancar, berlayar hingga berpesiar. Seakan-akan terlalu banyak keringat yang sudah mengucur. Sedang pada bait ke dua, Bergerak, bergerak, tetap bergerak, menderap langkagh, merapat barisan | Bergerak, bergerak, tetap bergerak | Berat kita junjung, ringan kita jinjing | Bergerak, bergerak, tetap bergerak | Berlumur keringat dan air mata menggambarkan keadaan laut yang bergerak-gerak seperti apa yang dilakukan oleh rakyat yang juga bergerak demi kelangsungan hidup mereka, menjunjung penderitaan mereka masing-masing, bermandikan keringat dan air mata. Ketertindasan mereka sudah terlalu banyak bak lautan yang siap tumpah ke dataran. Pada bait ketiga, Bersabar, bersabar kita sejak dulu | Amuk kita timbun, munjung bagai gunung | Bersabar, bersabar kita sejak dulu | Amuk kita tunda, gunung tak meletus | Bersabar, bersabar kita sejak dulu | Sejak dulu nahan sejuk bagai gunung menceritakan kesabaran rakyat dengan tingkah laku para punggawa negara. Sudah menahan sabar sejak dahulu, meredam amarah agar tidak menjadi kisruh. Gambaran kesabaran rakyat diibaratkan sebagai gunung yang hendak meletus akan tetapi masih tertunda. Pada bait selanjutnya, menggambarkan tingkah punggawa negara di mata rakyatnya. Kesabaran rakyat diabaikan oleh punggawa negara. Ini bukanlah sebuah rahasia pribadi, akan tetapi sudah menjadi rahasia nusantara. Di mata rakyat, pemerintah telah banyak berbuat kesalahan, pemerintah dengan tidak sadar dan tidak terlalu memikirkan dampak yang telah menindas rakyat. Keringat dan air mata yang mengucur dari rakyat tak pernah sekalipun dilirik oleh pemerintah. Batas kesabaran manusia dalam puisi ini sudah mencapai pada batasnya. Sewaktu-waktu mereka (rakyat) dapat melampiaskan amarahnya, dapat melampiaskan kekecewaannya. Sujiwo Tejo dalam menyampaikan ide gagasan puisinya termasuk lugas, hanya mengibaratkan kesabaran sebagai gunung dan penderitaan yang dijunjung bagai lautan yang siap membabi buta dikala pemerintah lengah. Sikap kepangarangan Sujiwo Tejo pro dengan rakyat, menyampaikan aspirasi rakyat melalui puisi. Apalagi puisi ini dibacakan di depan pelataran gedung KPK dalam pagelaran mendukung program pemberantasan korupsi pada 21 november 2009. Sujiwo Tejo, seorang sastrawan yang sering melontarkan sindiran kepada pemerintah atau kaum-kaum borjuis yang duduk di singgasana pemerintahan untuk rakyat. Ia adalah sastrawan yang sangat peduli terhadap problematika yang dihadapi negeri ini.