Sie sind auf Seite 1von 3

Tugas Bahasa Indonesia

Apresiasi Puisi

Nama : Abdul Aziz Firmansyah


Kelas / No.absen : X MIPA 1 / 01

Lautan Tangis
Karya Sujiwo tejo

Berlayarlah di laut keringat kami


Tertawalah di laut keringat kami
Berselancarlah di laut keringat kami
Perpesiarlah di laut keringat kami

Bergerak, bergerak, tetap bergerak, menderap langkah, merapat barisan


Bergerak, bergerak, tetap bergerak
Berat kita junjung, ringan kita jinjing
Bergerak, bergerak, tetap bergerak
Berlumur keringat dan air mata

Berlayarlah di laut keringat kami


Tertawalah di laut keringat kami
Berselancarlah di laut keringat kami
Perpesiarlah di laut keringat kami

Bersabar, bersabar kita sejak dulu


Amuk kita timbun, munjung bagai gunung
Bersabar, bersabar kita sejak dulu
Amuk kita tunda, gunung tak meletus
Bersabar, bersabar kita sejak dulu
Sejak dulu nahan sejuk bagai gunung

Pesta poralah di gunung kesabaran kami


Dansa dansilah di gunung kesabaran kami
Injak-injakkan kakimu di gunung kesabaran kami
Buang botol-botol minummu di gunung kesabaran kami
Bersabar, bersabar, sampai habis sabar
Sabar jadi riak, riak jadi ombak
Bersabar, bersabar sampai habis sabar
Bergelora gelora begunung gunung ombak
Gulungan gelombang keringat tangisan kami

Hati-hati jangan kau terlena di laut tangis kami


Hati-hati jangan kau ha ha hi hi di laut keringat kami
Awas, awas, awas di gunung kesabaran kami
Mawas mawas dirilah di gunung kesabaran kami.

Analisis Puisi :

Puisi sujiwo tejo dapat dianalisis melalui pendekatan analitis. Pendekatan


analitis ialah pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang
menampilkan gagasan dan mengimajinasikan ide-idenya, sikap pengarang, elemen
intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga
mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam membangun totalitas
bentuk dan totalitas makna.
Pada bait pertama, Berlayarlah di laut keringat kami | Tertawalah di laut
keringat kami | Berselancarlah di laut keringat kami | Perpesiarlah di laut
keringat kami menunjukkan seolah-olah rakyat yang di ceritrakan dalam puisi
tersebut sudah paham benar dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Seolah-
olah sudah tidak ada lagi hal yang perlu ditutup-tutupi lagi, sudah menjadi rahasia
umum. Dalam bait tersebut perasaan rakyat digambarkan dengan lautan keringat
hingga dapat digunakan untuk berselancar, berlayar hingga berpesiar. Seakan-akan
terlalu banyak keringat yang sudah mengucur.
Sedang pada bait ke dua, Bergerak, bergerak, tetap bergerak, menderap
langkagh, merapat barisan | Bergerak, bergerak, tetap bergerak | Berat kita
junjung, ringan kita jinjing | Bergerak, bergerak, tetap bergerak | Berlumur
keringat dan air mata menggambarkan keadaan laut yang bergerak-gerak seperti
apa yang dilakukan oleh rakyat yang juga bergerak demi kelangsungan hidup
mereka, menjunjung penderitaan mereka masing-masing, bermandikan keringat
dan air mata. Ketertindasan mereka sudah terlalu banyak bak lautan yang siap
tumpah ke dataran.
Pada bait ketiga, Bersabar, bersabar kita sejak dulu | Amuk kita timbun,
munjung bagai gunung | Bersabar, bersabar kita sejak dulu | Amuk kita tunda,
gunung tak meletus | Bersabar, bersabar kita sejak dulu | Sejak dulu nahan sejuk
bagai gunung menceritakan kesabaran rakyat dengan tingkah laku para punggawa
negara. Sudah menahan sabar sejak dahulu, meredam amarah agar tidak menjadi
kisruh. Gambaran kesabaran rakyat diibaratkan sebagai gunung yang hendak
meletus akan tetapi masih tertunda.
Pada bait selanjutnya, menggambarkan tingkah punggawa negara di mata
rakyatnya. Kesabaran rakyat diabaikan oleh punggawa negara. Ini bukanlah sebuah
rahasia pribadi, akan tetapi sudah menjadi rahasia nusantara. Di mata rakyat,
pemerintah telah banyak berbuat kesalahan, pemerintah dengan tidak sadar dan
tidak terlalu memikirkan dampak yang telah menindas rakyat. Keringat dan air
mata yang mengucur dari rakyat tak pernah sekalipun dilirik oleh pemerintah.
Batas kesabaran manusia dalam puisi ini sudah mencapai pada batasnya.
Sewaktu-waktu mereka (rakyat) dapat melampiaskan amarahnya, dapat
melampiaskan kekecewaannya.
Sujiwo Tejo dalam menyampaikan ide gagasan puisinya termasuk lugas,
hanya mengibaratkan kesabaran sebagai gunung dan penderitaan yang dijunjung
bagai lautan yang siap membabi buta dikala pemerintah lengah. Sikap
kepangarangan Sujiwo Tejo pro dengan rakyat, menyampaikan aspirasi rakyat
melalui puisi. Apalagi puisi ini dibacakan di depan pelataran gedung KPK dalam
pagelaran mendukung program pemberantasan korupsi pada 21 november 2009.
Sujiwo Tejo, seorang sastrawan yang sering melontarkan sindiran kepada
pemerintah atau kaum-kaum borjuis yang duduk di singgasana pemerintahan untuk
rakyat. Ia adalah sastrawan yang sangat peduli terhadap problematika yang
dihadapi negeri ini.

Das könnte Ihnen auch gefallen