Sie sind auf Seite 1von 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan peran menjadi ibu merupakan perubahan yang
menyeluruh pada aspek bio-psiko-sosial yang dipengaruhi oleh berbagai
factor seperti perilaku, genetika, budaya, lingkungan dan sebagainya. Data
saat ini menunjukkan status kesehatan perempuan masih memprihatinkan,
yakni masih tingginya angka kematian/kesakitan ibu dan bayi di Indonesia
berkaitan dengan faktor, seperti akses (geografi, kapasitas, mutu dan
ketersebaran layanan kesehatan, sistem pembiayaan), SDM (kualifikasi,
jumlah, kompetensi, ketersediaan dan sebaran), kondisi penduduk (tingkat
pendidikan, ekonomi, sosial budaya. keamanan), dan kebijakan/politik.
Kematian ibu berdampak negative terhadap kesejahteraan perempuan,
keluarga dan masyarakat serta memiliki implikasi social yang bermakna
terhadap kualitas keluarga di kemudian hari.
Dengan menggunakan pendekatan siklus hidup perempuan
diketahui masalah besar kesehatan perempuan telah terjadi jauh sebelum
memasuki usia reproduksi. Status kesehatan perempuan semasa kanak-
kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatannya saat hamil,
bersalin dan nifas. Oleh karena itu, dibutuhkan pelayanan kesehatan ibu
yang relevan dengan kebutuhan pere,puan, status perempuan dalam
keluarga dan masyarakat, kondisi geografi, tingkat pendidikan dan
perkembangan social dan udaya di masyarakat. Pelayanan kebidanan
komunitas merupakan bentuk pelaynan kesehatan perempuan dengan lebih
komprehensif.
Tugas dan peran bidan tidak hanya sebagai care provider, juga
sebagai manager, communicator, decision maker, community leader yang
dapat menggerakkan masyarakat untuk mengaktualisasikan penghargaan
hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia atau yang sering disebut
dengan bidan yang sensitive gender.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dasar kebidanan komunitas?

1
b. Bagaimanakah riwayat kebidanan komunitas di Indonesia dan
beberapa Negara lain?
c. Apakah perbedaan bidan komunitas dengan setting praktik lainnya?
1.3 Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui konsep dasar kebidanan komunitas.
b. Untuk mengetahui riwayat kebidanan komunitas di Indonesia dan
beberapa Negara lain.
c. Untuk mengetahui perbedaan bidan komunitas dengan setting praktik
lainnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 Konsep Dasar Kebidanan Komunitas

2.1.1 Konsep Dasar Masyarakat[1]

Para ahli mendefinisikan komunitas atau masyarakat dari sudut


pandang yang berbeda. WHO (1974) Mendefinisikan komunitas sebagai
kelompok social yang ditentukan oleh batas batas wilayah, nilai nilai
keyakinan, dan minat yang sama, serta adanya saling mengenal dan
berinteraksi antar anggota masyarakat yang satu dengan lainnya.
Sedangkan Spradly (1985) Mendefinisikan komunitas sebagai sekumpulan
orang yang saling bertkar pengalaman yang penting didalam hidupnya.

Saunders (1991) Mendefinisikan komunitas sebagai tempat atau


kumpulan orang atau system social dengan demikian, dapat disimpilkan
bahwa komunitas terdiri dari sekelompok individu yang tinggal pada
wilayah tertentu, yang memiliki nilai nilai keyakinan dan minat relative
sama serta adanya interaksi satu sama lain untuk mncapai tujuan. Selain
itu, komunita juga dipandang sebagai target pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai kesehatan komunitas, komunitas tersebut harus dilibatkan secara
aktif.

Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan professional


yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko
tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yg optimal melalui
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan
(Spraldy 1985; Logan dan Dawkin 1987).
Kebidanan komunitas memberi perhatian terhadap pengaruh factor
lingkungan meliputi fisik, biologis, psikologis, social, kultural, dan
spiritual terhadap kesehatan masyarakat dan memberi prioritas pada
strategi pencegahan, peningkatan, dan pemeliharaan kesehatan.

3
Ciri Masyarakat[1]
 Interaksi diantara sesama anggota masyarakat
 Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu
 Saling tergantung satu sama lain
 Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan
 Memiliki identitas Bersama

Menurut Gilin & Gilin dalam Effendy (1998) lembaga masyarakat


diklasifikasi sebagai berikut :
a. Ditinjau dari perkembangannya, masyarakat dibedakan menjadi 2,
yaitu cresive institution dan enacted institution.
b. Ditinjau dari system nilai yang diterima masyarakat dibedakan
menjadi tipe basic institution dan subsidiary institution
c. Dari sudut penerimaan, masyarakat dibedakan menjadi approved
atau social sanctioned dan unsanctioned
d. Dari sudut penyebaran, masyarakat dibedakan menjadi general
institution dan restrictred institution
e. Dari sudut fungsi masyarakat dibedakan menjadi operative
institution regulative institution

Ciri-ciri Masyarakat Sehat :


 Peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
 Mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, dan pemulihan
kesehatan, terutama untuk ibu dan anak
 Peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama penyediaan
sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup
 Peningkatan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan
status social ekonomi masyarakat

4
 Penurunan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan
penyakit

Menurut WHO, beberapa indicator masyarakat sehat adalah: [1]


1. Keadaan yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat
yang meliputi indicator komprehensif, seperti angka kematian
kasar menurun, rasio angka mortalitas proporsional rendah, dan
usia usia harapan hidup meningkat, sedangkan indicator spesifik
adalah angka kematian ibu dan anak menurun, angka kematian
penyakit menular menurun dan angka kelahiran menurun.
2. Indikator pelayanan kesehatan, meliputi hal-hal berikut :
a. Rasio antara tenaga kesehatan dan jumlah penduduk seimbang
b. Distribusi tenaga kesehatan merata
c. Informasi lengkap tentang jumlah tempat tidur di rumah sakit
dan fasilitas kesehatan lainnya
d. Informasi tentang jumlah sarana pelayanan kesehatan
diantaranya rumah sakit, puskesmas, dan rumah bersalin

Masalah Kesehatan yang Dihadapi Bangsa Indonesia, diantaranya


adalah sebagai berikut :
1. Tingginya angka pertumbuhan penduduk (1,98%)
2. Tingginya angka kematian ibu dan anak (AKI 420/100000
penduduk, AKB 57/1000kelahiran hidup dan angka kematian balita
84/1000).
3. Tingginya angka kesakitan karena penyakit menular diantaranya
TB Paru, Demam Berdarah dan ISPA.
4. Meningkatnya angka kesakitan penyakit tidak menular seperti
penyakit jantung, neoplasma, penyakit karena cedera, dan penyakit
gangguan mental.

5
5. Masalah kesehatan lingkungan, meliputi masalah lingkungan fisik
dan biologis yang belum memadai. Dalam hal ini baru sebagian
kecil penduduk yang menikmati air bersih.
Faktor penyebab kondisi diatas, diantaranya factor social, ekonomi,
gaya hidup dan prilaku masyarakat, serta memiliki pelayanan kesehatan.

2.1.2 Konsep Kebidanan Komunitas


Komunitas merupakan satu kesatuan hidup manusia yang
menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu system
adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas suatu komunitas
(Koentjaraningrat, 1990)
Bidan dalam memberikan pelayanan berfokus pada perempuan,
dengan menyakini bahwa kehamilan dan persalinan bukan sekedar
peristiwa klinis tetapi juga peristiwa transisi social dan psikologis yang
amat kritis bagi seorang perempuan. Dengan dasar itu, seorang bidan
menyakini bahwa asuhan kebidanan secara aktif mempromosikan,
melindungi, mendukung hak-hak reproduksi perempuan dan keluarganya,
dan menghargai beragam buadaya, keyakinan dan suku bangsa, hal ini
berdasarkan pada keyakinan bidan bahwa :
a. Perempauan adalah pribadi yang unik dan mempunyai kebutuhan,
keinginan untuk kelangsungan generasi dalam siklus reproduksi,
pengambilan keputusan utama dalam asuhannya dan memilki hak atas
informasi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengambil
keputusan.
b. Proses kelahiran adalah rangkaian pengalaman yang memberikan
makna bagi perempuan, keluarga dan masyarakat.
c. Melahirkan adalah suatu proses fisiologis yang normal.
d. Perempuan membutuhkan pendamping selama masa kehamilan,
kelahiran dan nifas.
e. Menyakini dan menghargai perempuan dalam kemampuannya untuk
melahirkan.

6
f. Perempuan bertanggung jawab terhdap kesehatannya dan keluarganya.
g. Kemitraan dengan perempuan, bersifat individual, berkesinambungan,
dan tidak otoriter.
h. Perpaduan dari ilmu, dan kiat kebidanan yang bersifat holistik,
berdasarkan atas pemahaman biologis, psikologis, emosional, social,
kultur, spiritual, dan pengalaman fisik perempuan yang didasarkan atas
bukti-bukti terbaik yang ada.
Profesionalisme pelayanan kebidanan memiliki arti sebagai
pemenuhan kontrak social kepada masyarakat untuk menyediakan
pelayanan kepada ibu, anak dan keluarganya secara uptodate, secara
evidence based dan berkualitas sesuai kebutuhan perempuan dan
keluarganya dilandasi etika dan kode etik bidan dengan
mengimplementasikan konsep partnership with womwn, respect,
advocacy, cultural sensitivity, health promotion and prevention.

Kebidanan komunitas merupakan pelayanan kebidanan yang


menekankan pada aspek-aspek psikososial budaya yang ada dikomunitas
(masyarakat sekitar). Maka seorang bidan dituntut mampu memberikan
pelayanan yang bersifat individual maupun kelompok. Untuk itu bidan
perlu dibekali dengan strategi-strategi untuk mengatasi tantangan/kendala:
[1]
a. Sosial budaya (ketidakadilan gender, pendidikan, tradisi yang
merugikan/harmful tradition, nilai-nilai)
b. Ekonomi (kemiskinan)
c. Politik dan hokum (ketidakadilan sosial)
d. Fasilitas (tidak ada peralatan cukup, pelayanan rujukan, dll)
e. Lingkungan (air bersih, daerah konflik, daerah kantong/daerah yang
terisolir, kumuh dan padat, dll)

2.1.3 Tujuan pelayanan asuhan kebidanan komunitas: [1]


 Tujuan umum

7
Seorang bidan komunitas mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya kesehatan perempuan, bayi dan balita di
wilayah kerjanya, sehingga masyarakat dapat mengatasi secara
mandiri mengenai masalah dan kebutuhannya.
 Tujuan khusus
- Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dan masyarakat
- Meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan komunitas sesuai
dengan tanggung jawab bidan
- Meningkatkan mutu pelayanan secara terpadu sesuai ruang
lingkup pelayanan kebidanan
- Meningkatkan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi
- Mengatasi keterlambatan pengenalan komplikasi, pengambilan
keputusan, penanganan awal dan rujukan kasus
- Membangun jejaring kerja lintas program dan lintas sector
- Mendukung program-program pemerintah lainnya untuk
meningkatkan status kesehatan ibu dan anak.

2.1.4 Prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas: [1]


1. Kebidanan komunitas bersifat multidisiplin meliputi ilmu
kesehatan masyarakat, social, psikologi, ilmu kebidanan, dan
ilmu lainnya yang mrndukung peran bidan dikomunitas.
2. Berpedoman pada etika profesi kebidanan yang menjunjung
harkat dan martabat kemanusiaan klien.
3. Ciri kebidanan komunitas adalah menggunkan populasi
sebagai unti analisis. Populasi bias berupa kelompok sasaran
(jumlah perempuan, jumlah KK, jumlah laki-laki, jumlah
neonatus, jumlah balita) dalam area yang bias ditrntukan
sendiri oleh bidan. Contoh : jumlah perempuan usia subur
dalam 1 RT atau 1 kelurahan / kawasan perumahan /
perkantoran.

8
4. Ukuran keberhasilan bukan hanya mencakup target sasaran
pelayanan, namun perubahan pola piker dan terjalinyya
kemitraan seperti: PKK, kelompok ibu-ibu pengajian, kader
kesehatan.
5. System pelaporan bidan di komunitas, berbeda dengan
kebidanan di klinik. System pelaporan kebidanan komunitas
berhubungan dengan wilayah kerja yang menjadi tanggung
jawabnya.

2.1.5 Tanggung jawab bidan pada pelayanan kebidanan komunitas: [1]


Memberikan pelayanan kebidanan sesuai dnegan tugas
pokok bidan, termasuk penyuluhan dan pelayanan individu,
keluarga dan masyarakat. Agar dapat melaksanakan peran dan
tanggung jawabnya bidan perlu memiliki kemampuan klinis dan
kemampuan mengelola dan leadership.
Disamping itu, bidan harus mampu bertindak professional dalam
bentuk :
1. Menilai tradisi yang baik dan membahayakan, budaya yang
sensitive gender dan tidak, nilai-nilai masyarakat yang adil
gender dan tidak, dan hokum serta norma yang ternyata
masih melanggar hak asasi manusia.
2. Mampu memisahkan antara nilai-nilai dan keyakinan pribadi
dengan tugas kemanusiaan sebagai bidan.
3. Mampu bersikap non judgemental (tidak menghakimi), non
discriminative (tidak membeda-bedakan) dan memenuhi
standard prosedur kepada semua klien (perempuan, laki-laki,
trans-gender).
4. Mampu melakukan advokasi dan pemberdayaan perempuan.
5. Mampu bekerja sama dan membangun jejaring kerha, secara
program maupun lintas sector.

9
2.1.6 Ruang lingkup pelayanan bidan di komunitas: [1]
a. Peningkatan kesehatan (promotif)
b. Pencegahan (preventif)
c. Deteksi dini komplikasi dan pertolongan kegawatdaruratan
d. Menimalkan kesakitan dan kecacatan.
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitasi)
f. Kemitraan dengan LSM setempat, organisasi masyarakat,
organisasi social, kelompok masyarakat yang melakukan
upaya untuk mengembalikan individu ke lingkungan
keluarga dan masyarakat. Terutama pada kondisi dimana
stigma masyarakat perlu dikurangi (TB, kusta, AIDS, KTD,
KDRT, prostitusi, korban perkosaan, IDU).

2.1.7 Sasaran kebidanan komunitas


Yaitu individu, keluarga, kelompok penduduk, serta masyarakat.

2.1.8 Kerangka konsep penerapan perspektif gender pada asuhan


kebidanan komunitas: [2]

LINGKARAN DALAM
Aktualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai hak asasi
manusia dan memandang hak-hak reproduksi sebagai hak-hak perempuan
oleh bidan yang sensitive gender.

10
Hak-hak perempuan yang berhubungan dengan upaya kesehatan perempuan
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan sebagai individu. Pemerintah
harus menjamin bahwa setiap perempuan memiliki akses terhadap
pemenuhan pelayanan kesehatan selama hamil jumlah anak yang
diinginkan, bersalin (perempuan berhak memutuskan kapan dan dimana
akan bersalin), nifas, perencanaan keluarga.
2. Hak yang berhubuungan dengan dasar-dasar keluarga dan kehidupan
keluarga. [emerintah harus menjamin akses terhadap pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan perempuan untuk menikmati kehidupan berkeluarga.
3. Hak yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dan kemajuan ilmu
pengetahuan termasuk pendidikan dan informasi kesehatan.
4. Hak untuk mendapatkan kesamaan dan tidak diskriminatif terhadap akses
pelayanan.

LINGKARAN TENGAH
Bidan dengan kacamata/sensitive gender
1. Melihat hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia dan memandang
hak-hak reproduksi sebagai hak-hak perempuan.
2. Melihat perempuan sebagai individu yang unik.
3. Melihat perempuan dalam konteks kehidupan sosialnya di masyarakat.
4. Melihat hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan .
5. Bidan yang sensitive gender tidak hanya menangani masalah fisik
pasiennya saja, tetapi juga memperhatikan masalah secara holistic.
6. Seorang bidan harus meyakini bahwa isu gender merupakan kunci dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan perempuan, dan secara tidak
langsung akan berdampak pada kualitas kesehatan laki-laki, keluarga dan
masyarakat.
7. Bidan yang sensitive gender harus tumbuh dari hati dan tercermin dalam
sikap dan perilaku.

11
LINGKARAN LUAR
Dalam memberikan pelayanan kepada perempuan, bidan mempertimbangkan
pluralitas, etnis, usia, dan sebagainya. Toleransi dan sifat sensitive terhadap
elemen nilai-nilai merupakan kunci keberhasilan program kesehatan.

2.2 Riwayat Kebidanan Komunitas Di Indonesia Dan Beberapa Negara Lain

Munculnya gagasan kebidanan komunitas merupakan suatu upaya tindak


lanjut dari Konferensi Internasional tentang Safe Motherhood di Nairobi tahun
1987, kemudian dilaksanakan suatu Lokakarya Nasional tentang Kesejahteraan
Ibu, yang menghasilkan komitmen lintas-sektoral untuk menurunkan AKI (Angka
Kematian Ibu) sebesar 50% dari 450 pada tahun 1986 menjadi 225 per 100.00
kelahiran hidup di tahun 2000. [5]

Dalam perkembangannya, penurunan AKI yang dicapat tidak seperti yang


diharapkan. Pada tahun 1995, AKI di Indonesia masih sebesar 373 per 100.000
keahiran hidup. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara
diwilayah Asia Tenggara apalagi dengan Negara-negara maju. Data estimasi SDKI
(Survey Demo dan Kesehatan Indonesia) 2003 menjunjukan bahwa dalam periode
1998-2002, AKI di Indonesia hanya mengalami penurunan sedikit menjadi
307/100.000 kelahiran hidup.

Tingginya AKI di Indonesia ini dipengaruhi pula oleh belum memadainya


cangkupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan rendahnya cangkupan
penanganan kasus obstetric. Ada korelasi yang jelas antara cagkupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dan AKI. Semakin tinggi cangkupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan maka akan semakin rendah AKI di suatu Negara.
Data SDKI 1994 menunjukan bahwa diIndonesia, 72,4 % ibu melahirkan didesa
dan 25,2%i bu yang melahirkan dikota masih ditolong oleh dukun, sementara data
SDKI 1997 menunjukan belum banyak perubahan, yaitu 65,3% pertolongan
persalinan didesa dan 23,1% di kota masih dilakukan oleh dukun. Data tersebut
menunjukan bahwa pertolongan persalinan masih banyak dilakukan oleh tenaga

12
non-kesehatan. Salah satunya analisis yang melatarbelakangi keadaan tersebut
adalah tidah adanya atau kurangnya tenaga kesehatan yang ada didekat
masyarakat terutama daerah pedesaan.

Salah satu upaya penting yang ditempuh dalam mempercepat penurunan


AKI dan AKB (Angka Kematian Bayi) adalah dengan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Mendekatkan pelayanan kesehatan kepada berati
memempatkan tenaga kesehatan ditengah-tengah masyarakat dan juga
mengembangkan pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.

2.2.1 Bekerja Di Komunitas Dan Jaringan Kerja Kebidanan Komunitas

Bidan yang bekerja di komunitas membutuhkan suatu kemitraan yang


berguna untuk pengambilan keputusan secara kolaboratif dalam rangka
meningkatkan kesehatan dan memecahkan masalah-masalah kesehatan ibu dan
anak. Kemitraan di bentuk dengan klien, keluarga, dan masyarakat. Keterlibatan
komponen tersebut sangat penting demi keberhasilan upaya-upaya kesehtana yang
dilakukan oleh kebidanan komunitas. [5]

Program kemirtaan komunitas mencangkup konsep pemberdayaan dan


pengembangan komunitas. Kemitraan adalah proses kompleks sebagai upaya
untuk mengarahkan para akademis, pemuka masyarakat dan pemberian pelayanan
kesehatan untuk sama sama mencapai perubahan. Untus yang penting dalam
menjalin jaringan kerja dikomunitas atau kemitraan adalah sensitivitas terhadap
aspek kultural, yang betarti bahwa pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan
presepsi masyarakat.

Ada sepuluh layanan kesehatan komunitas yang sangat penting dan dapat
digunakan untukmenjalin praktik kebidanan komunitas yang komprehensif :

1. Memantau status kesehatan untuk mengidentifikasi malasah keehatan


melalui pengkajian komunitas dengan menggunakan data statistic vital dan
profil risiko.

13
2. Mendiagnosa dan menyelidiki masalah kesehatan komunitas dan hal hal
yang dapat membahayakan kesehatan komunitas, contohnya pengawasan
melekat di komunitas.

3. Menginformasikan, mendidik,dan mengembangkan masyarakat mengenai


isu kesehatan.

4. Memobilisasi kemitraan komunitas dan indakan untuk mengidentifikasi


dan memecahkan masalah kesehatan, conto, mendiskusikan dan
memfasilitasi kelompok komunitas untuk promosi kesehatan.

5. Menyusun rencana dan kebijakan yang mendukung masalah kesehatan


komunitas dan induvidu.

6. Mendorong kepatuhan masyarakat terhadap undang undang dan peraturan


yang melindungi dan menjamin keamanan.

7. Menghubungkan masyarakatkepada fasilitas pelayanan kesehatan personal


yang dibutuhkan dan memastikan penyediaan layanan kesehatan tersebut.

8. Memastikan kompetensi petugas pemberi pelayanan kesehatan masyaraka


atau induvidu

9. Mengevaluasi efektivitas, keterjangkauan, dan kualitas layanan kesehatan


induvidu dan masyarakat

10. Melakukan riset atau penelitian untuk mendapatkan wawasan baru dan
solusi terhadap masalah kesehatan masyarakat.

14
2.3 Perbedaan Bidan Komunitas Dengan Setting Praktik Lainnya

Keterampilan yang harus dimiliki bidan komunitas: [2]

- Keterampilan dasar
1. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas, laktasi,
bayi balita, dan KB masyarakat.
2. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
3. Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes
4. Mengelola polindes
5. Melaksanakan kunjungan rumah pada ibu hamil, nifas dan
laktasi, bayi dan balita
6. Melakukan penggerakan dan pembinaan peran serta
masyarakat untuk mendukung upaya-upaya kesehatan ibu
dan anak.

- Keterampilan tambahan
1. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan
pemantauan wilayah sekitar (PWS) KIA.
2. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
3. Mengelola dan memberi obat-obatan sesuai dengan
kewenangannya.
4. Menggunakan teknologi kebidanan yang tepat guna.

- Asuhan kebidanan komunitas meliputi


1. pemberdayaan masyarakat dan perempuan,
2. bersama masyarakat membangun posyandu,
3. melakukan pelayanan kesehatan,
4. melakukan pendidikan kesehatan,
5. melakukan advokasi,
6. melakukan fasilitasi,
7. melakukan asuhan primer,
8. pengembangan desa siaga,
9. meningkatkan kerja sama dengan masyarakat, dan sebagainya.

Sedangkan peran bidan dalam pelayanan di fasilitas kesehatan


seperti puskesmas, RB, RS tetap dalam pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat tetapi berfokus pada pelayanan yang sesuai
dengan aturan institusi namun tetap pada kode etik kebidanan.

15
16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan yang


menekankan pada aspek-aspek psikososial budaya yang ada dikomunitas
(masyarakat sekitar). Maka seorang bidan dituntut mampu memberikan
pelayanan yang bersifat individual maupun kelompok. Untuk itu bidan
perlu dibekali dengan strategi-strategi untuk mengatasi tantangan/kendala:

a. Sosial budaya (ketidakadilan gender, pendidikan, tradisi yang


merugikan/harmful tradition, nilai-nilai)
b. Ekonomi (kemiskinan)
c. Politik dan hokum (ketidakadilan sosial)
d. Fasilitas (tidak ada peralatan cukup, pelayanan rujukan, dll)
e. Lingkungan (air bersih, daerah konflik, daerah kantong/daerah
yang terisolir, kumuh dan padat, dll)
Ukuran keberhasilan bidan dalam menghadapi tantangan/kendala
diatas adalah bangkitnya/lahirnya gerakan masyarakat untuk mengatasi
masalah dan memenuhi kebutuhan kesehatan serta kualitas hidup
perempuan dilokasi tersebut/ komunitas.

3.2 Saran

Sebagai bidan hendaknya kita mengetahui konsep dasar kebidanan


komunitas serta penjelasannya. Dari hasil pembuatan makalah ini, penulis
menyarankan kepada pembaca agar memahami lebih dalam mengenai
kebidanan komunitas mengenai konsep dasar, tujuan, riwayat kebidanan
komunitas, serta bidan komunitas dengan bidan yang setting praktik lain.
Serta diperlukannya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

17
DAFTAR PUSAKA

1. Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC


2. Ruwaida, Ida,dkk. 2016. Perspektif Gender dan HAM dalam Asuhan
Kebidanan Komunitas, Jakarta. Yayasan Pendidikan Kesehatan
Perempuan.
3. Yeyen Putriana. 2012. Kompetensi Asuhan Kebidanan Komunitas
Berhubungan Dengan Kemampuan Bidan Melaksanakan Perawatan
Kesehatan Masyarakat Pedesaan. Jurnal STIKES. Volume 5, no.2
4. Portal Komunitas Lumajang Net Portal (2010). Kualitas perguruan tinggi
http://lumajang.net/?ars=144 (diakses pada tanggal 13 Agustus 2018).
5. Runjati.2008.Asuhan Kebidanan Komunitas,Jakarta:EGC

18
Pembahasan Jurnal Kompetensi Asuhan Kebidanan Komunitas
Berhubungan Dengan Kemampuan Bidan Melaksanakan Perawatan
Kesehatan Masyarakat Pedesaan
Oleh: Yeyen Putriana. Jurnal STIKES. Volume 5, no.2, desember 2012

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis relevansi antara kompetensi


asuhan kebidanan komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, keterampilan
komunitas asuhan kebidanan, dan sikap bidan dalam melaksanakan pemeliharaan
kesehatan masyarakat di daerah pedesaan Kabupaten Pesawaran Lampung.

Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi antara penguasaan kompetensi


asuhan kebidanan komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, keterampilan
asuhan kebidanan komunitas, dan sikap bidan dalam melaksanakan pemeliharaan
kesehatan masyarakat tidak bermakna. Berikut ini akan dijabarkan pembahasan
hasil penelitian mengenai hubungan asuhan kebidanan komunitas dan Ilmu
kesehatan masyarakat, keterampilan asuhan kebidanan komunitas dan sikap
terhadap upaya perkesmas dengan kemampuan bidan melaksanakan upaya
perkesmas daerah pedesaan di kabupaten Pesawaran.

Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat sebesar 7.39%. Hal


ini memberikan pengertian bahwa pengetahuan MK Askeb 5 dan IKM dapat
memprediksi kemampuan bidan dalam melaksanakan upaya perkesmas sebesar
7.39%, sedangkan sisanya 92.61% merupakan kontribusi lain selain dari
pengetahuan MK Askeb 5 dan IKM. Hal tersebut dapat terjadi karena memang
ada sebagian cakupan program perkesmas adalah bukan merupakan kompetensi
bidan dan tidak dipelajari saat pendidikan seperti perawatan kasus TBC, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan sebagainya. [3,4]

19

Das könnte Ihnen auch gefallen