Sie sind auf Seite 1von 17

LAPORAN KASUS

“Furunkulosis”

PEMBIMBING:
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK

Disusun Oleh:
Ayu Devita Ashari
2013730128

KEPANITERAAN KLINIK STASE


ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Furunkulosis” sesuai
pada waktu yang telah ditentukan.
Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta
para pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan ini dibuat buat sebagai dasar kewajiban dari
suatu proses kegiatan yang dilakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik
kehidupan sehari-hari.
Terimakasih saya ucapkan kepada pembimbing yang telah membantu saya dalam
kelancaran pembuatan laporan ini, dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Saya harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan
laporan ini.

Jakarta, Agustus 2018

Penyusun

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NF

2
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Rawamangun
Waktu Pemeriksaan : 11 Agustus 2018, pukul 10.00 WIB

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien di poliklinik kulit dan
kelamin RSIJ Cempaka Putih.
a. Keluhan Utama
Bisul berwarna kemerahan pada wajah dan leher sejak 3 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih diantar oleh
ibunya dengan keluhan bisul berwarna kemerahan pada wajah dan leher sejak 3 hari
yang lalu. Awalnya timbul bintil kecil di sebelah kanan mulut 5 hari yang lalu,
kemudian membesar dan pecah berisi nanah. Setelah pecah, timbul bisul ditempat
lainnya seperti di dahi, hidung, dan kemudian ke leher. Menurut ibu pasien, keluhan
bisul disertai dengan gatal karena pasien sering menggaruk pada bagian bisul dan
dirasakan nyeri karena pasien menangis bila bisul dipegang dan pada saat mandi atau
terkena air. Pasien juga terdapat demam sejak 5 hari yang lalu dan pilek namun tidak
batuk.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien sekarang. Tidak ada
riwayat diabetes mellitus dan riwayat alergi pada keluarga.

e. Riwayat Pengobatan
Bisul sebelumnya sudah diberikan salep hitam, namun tidak membaik.

f. Riwayat Alergi
3
Tidak ada riwayat alergi obat, makanan, cuaca, dan debu.

g. Riwayat Psikososial
Pasien adalah anak pertama. Pasien tinggal bersama ibu dan bapaknya. Pasien belum
sekolah dan sehari hari hanya dirumah.

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda vital :
- Nadi : 102x/menit, reguler kuat angkat
- Respirasi : 24x/menit
- Suhu : 37,5oC
- BB : 12 kg
d. Status Generalis
 Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 Hidung : Simetris, deviasi septum (-), serumen -/-
 Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
 Telinga : Normotia, sekret -/-, perdarahan -/-
 Leher : Pembesaran KGB -/-
 Thorax :
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris
 Palpasi : Vocal fremitus yang simetris
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikular -/-, Ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen :
 Inspeksi : Perut tampak datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada keempat kuadran
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
4
 Ekstremitas :
- Atas : CRT < 2 detik, akral hangat -/-, edema -/-
- Bawah : CRT < 2 detik, akral hangat -/-, edema +/+

e. Status Dermatologis

5
Gambar 1. Pada regio frontalis sinistra. Tampak nodul eritema berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustule, multiple, ukuran miliar sampai lenticular, berkonfluens,
sirkumskrip.

6
Gambar 2. Pada regio supraorbitalis dextra. Tampak nodul eritema berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustule, soliter, ukuran lentikular, sirkumskrip. Dan terdapat
papul eritema, soliter, ukuran miliar, sirkumskrip.

7
Gambar 3. Pada regio nasalis dextra. Tampak papul eritema, soliter, ukuran lentikular, dengan
krusta ditengahnya.

8
Gambar 4. Pada regio koli. Tampak nodul eritema, dengan pustule ditengahnya, multiple,
ukuran lentikular, diskret, sirkumskrip. Dan terdapat papul eritema, ukuran miliar sampai
lentikular, diskret, sirkumskrip.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

E. RESUME

9
An. NF, usia 2 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih
diantar oleh ibunya dengan keluhan bisul berwarna kemerahan pada wajah dan leher
sejak 3 hari yang lalu. Awalnya timbul bintil kecil di sebelah kanan mulut 5 hari yang
lalu, kemudian membesar dan pecah berisi nanah. Setelah pecah, timbul bisul
ditempat lainnya seperti di dahi, hidung, dan kemudian ke leher. Menurut ibu pasien,
keluhan bisul disertai dengan gatal karena pasien sering menggaruk pada bagian bisul
dan dirasakan nyeri karena pasien menangis bila bisul dipegang dan pada saat mandi
atau terkena air. Pasien juga terdapat demam sejak 5 hari yang lalu dan pilek namun
tidak batuk. Bisul sebelumnya sudah diberikan salep hitam, namun tidak membaik.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum didapatkan adanya demam yaitu


37,5oC. Status generalisata dalam batas normal. Pada status dermatologikus
ditemukan pada regio frontalis sinistra tampak nodul eritema berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustule, multiple, ukuran miliar sampai lenticular, berkonfluens,
sirkumskrip. Pada regio supraorbitalis dextra tampak nodul eritema berbentuk
kerucut, ditengahnya terdapat pustule, soliter, ukuran lentikular, sirkumskrip, dan
terdapat papul eritema, soliter, ukuran miliar, sirkumskrip. Pada regio nasalis dextra
tampak papul eritema, soliter, ukuran lentikular, dengan krusta ditengahnya. Pada
regio koli tampak nodul eritema, dengan pustule ditengahnya, multiple, ukuran
lentikular, diskret, sirkumskrip, dan terdapat papul eritema, ukuran miliar sampai
lentikular, diskret, sirkumskrip.

F. DIAGNOSIS KERJA
1. Furunkulosis

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Akne kista
2. Hidradenitis suppurativa

H. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur bakteri

I. TERAPI

10
a. Non-medikamentosa

- Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya

- Menjaga kebersihan diri

- Menggantu sabun dengan larutan antimikroba

- Hindari menggaruk di daerah lesi

b. Medikamentosa

Topikal : Fuson cream 3-4x/hari


Sistemik : Cefadroxil syrup 2x1 sendok teh
Paracetamol syrup 3x1 sendok teh

J. PROGNOSIS
a. Quo ad Vitam: Bonam
b. Quo ad Fungtionam : Bonam
c. Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

11
FURUNKULOSIS
Definisi

Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya. 1


Furunkel adalah nodul inflamasi yang terletak di sekitar folikel rambut, biasanya dari
folikulitis sebelumnya dan sering berevolusi menjadi abses. Distribusinya yaitu setiap
daerah yang memiliki rambut yang sering mengalami gesekan dan bagian yang
berkeringat yaitu pada leher, wajah, ketiak, dan bokong.2,3

Etiologi

Penyebab dari furukulosis adalah Staphylococcus aureus.4

Epidemiologi dan Faktor yang Mempengaruhi

Furunkulosis lebih sering terjadi pada anak-anak dan dapat terjadi pada orang dewasa
muda. Sama antara pria dan wanita. Lebih sering terjadi pada musim panas karena banyak
berkeringat. Dipengaruhi oleh kebersihan dan higiene yang kurang, lingkungan yang
kurang baik atau bersih. Dapat diakibatkan pula oleh diabetes, obesitas, hiperhidrosis,
anemia, dan stres emosional mempengaruhi tingkat insidens. Pada anak biasanya infeksi
berasal dari hidung.1

Gambaran Klinis

Sebuah furunkel dimulai sebagai nodul folikulosentrik keras, lembut, merah pada
kulit rambut yang kemudian membesar, nyeri, dan berfluktuasi setelah beberapa hari (yaitu
mengalami pembentukan abses). Pecah terjadi dengan keluarnya nanah, dan seringkali
merupakan inti dari bahan nekrotik. Rasa nyeri disekitar lesi kemudian mereda, kemerahan
dan edema berkurang selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Furunkel dapat
terjadi sebagai lesi soliter atau sebagai lesi multipel.2

Pemeriksaan Penunjang

Gambaran histopatologi menunjukan proses inflamasi polimorfonuklear padat pada


dermis dan lemak subkutan.2

Pemeriksaan kultur bakteri untuk melihat kelompok coccus gram positif, atau isolasi
S.aureus pada kultur dapat memastikan diagnosis.2

Diagnosis Diferensial

12
- Akne kistik
- Hidradenitis suppurativa
- Furuncular myiasis
- Kerion
- Apical dental abscess
- Osteomyelitis2

Penatalaksanaan

Jika furunkel sedikit maka dapat diobati dengan antibiotik topikal. Jika banyak dan
terdapat gejala sistemik maka diberikan antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat dan
infeksi di tempat yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dari rute
parenteral. Pengobatan antibiotik awal yaitu rifampisin 600mg oral selama 10 hari telah
efektif dalam memberantas S.aureus dari sebagian besar infeksi yang berasal dari nasal
untuk periode hingga 12 minggu. Namun, pemilihan strain resisten-rifampis dpaat terjadi
dengan cepat dengan terapi semacam itu. Penambahan obat kedua yaitu dicloxacillin,
trimetropim-sulfametroksazol, ciprofloxacin, atau minosiklin telah digunakan untuk
mengurangi munculnya resistensi rifampisin dan untuk megobati furunkulosis berulang.1,2

Pada S. aureus yang resisten terhadap methicillin (MRSA) dapat diberikan antibiotik
trimetropim-sulfametroksazol 160/800mg per oral selama 7 hari, klindamisin
15mg/kg/hari, tetrasiklin 250-500mg per oral selama 7 hari, doksisiklin atau minosiklin
100mg oral selama 7 hari. Pada CA-MRSA diberikan vankomisin 1-2g IV setiap hari
dalam dosis terbagi atau agen sistemik parenteral lain yang memiliki aktivitas anti-CA-
MRSA.2

Ketika lesi besar, nyeri dan fluktuatif maka insisi dan drainase merupakan tindakan
yang penting dilakukan, lalu dilakukan kultur bakteri. Terapi antimikroba harus
dilanjutkan sampai terdapat perbaikan inflamasi dan kemudian diubah secara tepat ketika
hasil kultur tersedia. Lesi drainase harus ditutup untuk mencegah inokulasi.2

Pencegahan

- Menjaga higiene
- Mengganti sabun dengan larutan sabun antimikroba seperti larutan klorheksidin 4%
- Menggunakan pakaian yang longgar
- Jika anak terdapat flu segera diobati2

Prognosis

13
Prognosisnya baik apabila faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis menjadi
kurang apabila terjadi rekurensi.1

ANALISA KASUS

14
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anak berusia 2 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih diantar
oleh ibunya dengan keluhan bisul berwarna kemerahan pada wajah dan leher sejak 3 hari
yang lalu. Awalnya timbul bintil kecil di sebelah kanan mulut 5 hari yang lalu, kemudian
membesar dan pecah berisi nanah. Setelah pecah, timbul bisul ditempat lainnya seperti di
dahi, hidung, dan kemudian ke leher. Menurut ibu pasien, keluhan bisul disertai dengan
gatal karena pasien sering menggaruk pada bagian bisul dan dirasakan nyeri karena
pasien menangis bila bisul dipegang dan pada saat mandi atau terkena air. Pasien juga
terdapat demam sejak 5 hari yang lalu dan pilek namun tidak batuk. Bisul sebelumnya
sudah diberikan salep hitam, namun tidak membaik.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum didapatkan adanya demam yaitu 37,5 oC.
Status generalisata dalam batas normal. Pada status dermatologikus ditemukan pada regio
frontalis sinistra tampak nodul eritema berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat pustule,
multiple, ukuran miliar sampai lenticular, berkonfluens, sirkumskrip. Pada regio
supraorbitalis dextra tampak nodul eritema berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat
pustule, soliter, ukuran lentikular, sirkumskrip, dan terdapat papul eritema, soliter, ukuran
miliar, sirkumskrip. Pada regio nasalis dextra tampak papul eritema, soliter, ukuran
lentikular, dengan krusta ditengahnya. Pada regio koli tampak nodul eritema, dengan
pustule ditengahnya, multiple, ukuran lentikular, diskret, sirkumskrip, dan terdapat papul
eritema, ukuran miliar sampai lentikular, diskret, sirkumskrip.
Berdasarkan teori, furunkulosis sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa,
pasien adalah anak berumur 2 tahun. Pasien sebelumnya mengalami flu, dan terdapat
demam sesuai dengan teori yang menyatakan pada anak biasanya disebabkan oleh infeksi
pada hidung. Lokasi furunkulosis pada pasien ini adalah di wajah dan leher, hal ini sesuai
dengan distribusi furunkulosis yaitu setiap daerah yang memiliki rambut yang sering
mengalami gesekan dan bagian yang berkeringat yaitu pada leher, wajah, ketiak, dan
bokong.
Pada pasien lesi yang ditemukan yaitu bebreapa nodul dengan pustule ditengahnya,
dan sebagian masih merupakan papul eritematosa. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis
pada furunkulosis.

Penatalaksanaan

15
Pada kasus ini, pasien diberikan tatalaksana berupa non medika mentosa dan medika
mentosa.
Non medika mentosa berupa :

- Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya

- Menjaga kebersihan diri

- Menggantu sabun dengan larutan antimikroba

- Hindari menggaruk di daerah lesi

Hal tersebut sesuai pustaka yang menyatakan bahwa penatalaksanaan non medikamentosa
yang baik adalah menjaga hygiene.

Untuk terapi medikamentosa, pasien diberikan terapi berupa topikal dan sistemik.

Topikal : Fuson cream 1-3x/hari

Sistemik : Cefadroxil syrup 2x1 sendok teh

Paracetamol syrup 3x1 sendok teh


Pemberian terapi medikamentosa tersebut sesuai dengan pustaka yaitu pemberian
fuson cream merupakan obat topikal yang mengandung asam fusidat sebagai antibiotik. Dan
pemberian cefadroxil sebagai antibiotik sistemik serta paracetamol sebagai antipiretik dan
analgesic.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2013. p. 52-54.
2. Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. (eds.). Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p. 2135-2137.
3. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, et al, eds. Bacterial Colonizations
and Infections of Skin and Soft Tissues in Fitzpatrick’s Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. 7 th ed. New York: McGraw-
Hill; 2013. p. 529-532.
4. Djuanda A. Pioderma. In : Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. (eds.). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th Ed. Jakarta: FKUI; 2017. p.74.

17

Das könnte Ihnen auch gefallen