Sie sind auf Seite 1von 23

ANTIMALARIA

1. KLASIFIKASI ANTIMALARIA

Berdasarkan kerjanya pada tahapan perkembangan plasmodium, antimalaria dibedakan


skizontosid jaringan dan darah; gemotosid dan sporontosid.

Untuk mengendalikan serangan klinik di gunakan skizontosid darah yang berkerja secara
merozoit di eritrosit (fase eritrosit). Contoh golongan obat ini ialah klorokuin, kuinin, meflokuin,
halofantrin, dan qinghaosun (artemisinin).

Pengobatan supresi di tujukan untuk menyingkirkan semua parasit dari tubuh pasien
dengan memberikan skizontosid darah dalam waktu yang lebih lama dari masa hidup parasit.

Pada pencegahan kausal digunakan skizontosid jaringan yang berkerja pada skizon yang
baru memasuki jaringan hati. Pencegahan relaps juga menggunakan skizontosid jaringan.

Primakuin adalah obat prototip yang digunakan untuk mencegah relaps, yang
dicadangkan khusus untuk infeksi eritrosit berulang akibat plasmodia yang tersembunyi
dijaringan hati. Pengobatan radikal dimaksudkan untuk memusnakan parasit dalam fase
eritrosit dan eksoeritrosit. Untuk ini digunakan kombinasi skizontosid darah jaringan.

Gametositosid membunuh gametosit yang berbeda dalam eritrosit sehingga


transmisinya ke nyamuk terhambat. Klorokuin dan kina memperlihatkan efek gametosidal pada
P.vivax , P.ovale dan P.malariae, sedangkan gametosit P.falcifarum dapat dibunuh oleh
primakuin.

KLOROKUIN DAN TURUNANNYA

Amodiakuin dan hidroksiklorokuin merupakan turunan klorokuin yang sifatnya mirip


klorokuin. Walaupun in vitro dan in vivo amodiakuin lebih aktif terhadap P.falciparum yang
mulai resisten terhadap klorokuin, obat ini tidak digunakan rutin karena efek sampingnya
agranulositosis yang fatal dan toksik pada hati.
FARMAKODINAMIK

Selain sebagai antimalaria, klorokuin juga memperlihatkan efek antiradang. Klorokuin


hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit
dijaringan. Efektivitas sangat tertinggi terhadap P.vivax, P.malariae, P.ovale dan terhadap strain
P.falcifarum yang sensitive klorokuin.

Gejala klinik dan parasitemia serangan akut malaria akan cepat dikendalikan oleh
klorokuin. Resistensi terhadap klorokuin kini banyak ditemukan pada P. falciparum.

FARMAKOKINETIK

Absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan makanan
mempercepat absorpsi ini.

Metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung lambat sekali dan metabolitnya,


monodesetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin, dieskresi melalui urin.

Dosis harian 300 mg menyebabkan kadar mantap kira-kira 125 mg/L, sedangkan dosis
oral 0,5 gram tiap minggu dicapai plasma antara 150-250 mg/L dengan kadar lembah antara 20-
40 mg/L.

SEDIAAN DAN PASOLOGI

Untuk pemakaian oral tersedia garam klorokuin fosfat dalam bentuk tablet 250 mg dan
500 mg yang masing-masing setara dengan 150 mg dan 300 mg bentuk basanya; juga tersedia
bentuk sirup klorokuin fosfat 50mg/5ml.
2. PIRIMETAMIN
Pirimetamin ialah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak
larut dalam air dan sedikit larut dalam asam klorida.
FARMAKODINAMIK
Pirimetamin merupakan skizontosid darahkerja lambat yang mempunyai efek
antimalariayang mirip dengan efek proguanil tetapi lebih kuat karena berkerja langsung; waktu
paruhnya pun lebih panjang.
Mekanisme kerja. Pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodia
pada kadar yang jauh lebih rendah dari pada yang diperlukan untuk menghambat enzim yang
sama pada manusia.
FARMAKOKINETIK

Penyerapan pirimetamin disaluran cerna berlangsung lambat tetapi lengkap. Setelah


pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4-6 jam. Obat ini ditimbun terutama
diginjal, paru, hati dan limpa, kemudian dieskresi lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari.
Metabolitnya diekskresi melalui urin.

EFEK SAMPING DAN KONTRA INDIKASI

Dengan dosis besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan terjadi pada
defesiensi asam folat. Pemberian pirimetamin sebaiknya disertai pemberian suplemen asam
folat.

SEDIAAN DAN PASOLOGI

Pirimetamin tersedia sebagai tablet 25 mg, selain itu terdapat juga sediaan kombinasi
tetap dengan sulfadoksin 500mg.
3. PRIMAKUIN
SEJARAH DAN KIMIA
Primakuin atau 8-(4-amino-1-metilbutilamino)-6-metakuinolin ialah turunan 8-
aminokuinolin.
FAMAKODINAMIK
Berbeda dengan kina, primakuin dosis terapi tidak memiliki efek lain selain antimalaria.
Efek tosiknya terutama terlihat pada darah.
Aktivitas antimalaria. Manfaat kliniknya yang utama ialah dalam penyembuhan radikal
malaria vivaks dan ovale, karena bentuk laten jaringan plasmodia ini dapat di hancurkan oleh
primakuin. Maka primakuin merupakan obat terpilih untuk maksud ini.
Mekanisme antimalaria. Membantu antimalaria melalui pembentukan oksigen relative
atau mempengaruhi transportasi electron parasit.
Resitensi. Beberapa strain P.vivax dibeberapa Negara, termasuk asia tenggara relatif
telah menjadi resisten terhadap primakuin.
FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian per oral, primakuin segera diabsorpsi, dan didistribusikan luas ke
jaringan. Metabolismenya berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil dari dosis yang diberikan
yang diekskresikan ke urin dalam bentuk asal. Pada pemberian dosis tunggal, konsentrasi
plasma mencapai maksimum dalam 3 jam, dan waktu paruh eliminasinya 6 jam.
EFEK SAMPING DAN KONTRA-INDIKASI
Efek sampingyang paling berat dari primakuin ialah anemia hemolitik akut pada pasien
yang mengalami defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dahidrogenase. Hemolisis kadang-kadang
juga terjadi pada pasien yang mengalami hemoglobinopati tertentu atau gangguan metabolism
glukosa dalam eritrosit. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat timbul spasme usus dan gangguan
lambung. Primakuin dikontrainikasikan pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat yang
cenderung mengalami granulositopenia misalnya atritis rheumatoid dan lupus eritematosus.
Primakuin juga tidak dianjurkan diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat
menimbulkan hemolisis, dan obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang. Primakuin
tidak diberikan pada wanita hamil.
SEDIAAN DAN PASOLOGI
Primakuin fosfat tersedia sebagai tablet yang setara dengan 15 mg basa. Untuk
profilaksi terminal primakuin diberikan 15 mg per hari selama 14 hari.
Kadang-kadang primakuin dosis tunggal45 mg diberikan untuk memutuskan transmisi
malaria dengan membuat gamotosit yang tidak infeksius di tubuh nyamuk. Pengunaan
primakuin jangka lama juga harus dihindari karena toksik.

4. KINA DAN ALKALOID SINKONA


SEJARAH DAN KIMIA
Kina(kuinin) ialah alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sinkona. Alkaloid ini
telah berabad-abad digunakan oleh penduduk asli di amerika selatan sebagai obat tradisional.
FARMAKODINAMIK
EFEK ANTIMALARIA. Untuk terapi supresi dan pengobatan serangan klinis, kedudukan kina
sudah tergeser oleh anti malaria lain yan lebih aman dan efektif misalnya klorokuin.
Kina terutama berefek skizontosid darah dan juga berefek gametositosid terhadap
P.vivax, P.malariae tapi tidak untuk P.facilparum.
Efek terhadap otot rangka. Kina dan alkaloid sinikona lain meningkatkan respons terhadap
rangsang tunggal maksimal yang di berikan langsung atau melalui saraf, tetapi juga
menyebabkan perpanjangan masa reflekter sehingga mencegah terjadinya tetani.
FARMAKOKINETIK
Kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Sebagian
besar alkaloid sinkona dimetabolisme dalam hati. Waktu peruh eliminasi kina pada orang sehat
11 jam, sedangkan pada pasien malaria 18 jam. Alkaloid sinkona diekskresi terutama melalui
urin dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melaui tinja, getah lambung, empedu,
dan liur.
EFEK SAMPING
Dosis terapi kina sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan
penghentian pengobatan.
INDIKASI
Kina digunakan untuk terapi malaria P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin.

SEDIAAN DAN PASOLOGI


Kina sulfat diberikan 3 kali 650 mg/hari selama 3-7 hari dikombinasikan dengan
doksisiklin 2 kali 100 mg/hari selama 7 hari atau dengan klidamisin 2 kali 600 mg/hari selama 7
hari atau sulfadoksin-pirimetamin 3 tablet sekali pemberian oral. Untuk anak, dosis kina sulfat
10 mg/kgBB per oral diberikan setiap 8 jam.
5. OBAT MALARIA LAIN
 PROGUANIL
 MEFLOKUIN
 HALOFANTRIN
 TETRASIKLIN
 KOMBINASI SULFADOKSIN PIRIMETAMIN
 ARTEMISIN DAN DERIVETNYA
 ATOVAKUON
6. KEMOPROFILAKSIS DAN TERAPI MALARIA
Malaria adalah salah satu penyakit endemis di daerah tropis maupun subtropis. Masalah
profilaksi dan terapi malaria kini semakin komplek dengan timbulnya berbagai galur resisten
terhadap antimalaria di berbagai daerah endemis. Peningkatan dosis untuk mengobati parasit
yang resisten akan menimbulkan toksisitas, karena kebanyakan obat malaria yang tersedia
mempunyai indeks terapeutik yang rendah. Demikian juga obat-obat baru yang diperkenalkan
untuk menghadapi malaria yang resisten, pada akhirnya akan mengalami nasib yang serupa
yaitu timbulnya resistensi terhadap obat tersebut.
PARASIT

ANTELMINTIK

1. PENDAHULUAN

Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi
cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Obat cacing baru umumnya lebih aman dan
efektif dibanding yang lama.

2. OBAT-OBAT PENYAKIT CACING

2.1. MEBENDAZOL

Merupakan antelmintik yang luas spektrumnya. EFEK ANTELMINTIK. Mebendazol sangat efektif
untuk mengobati infestasi cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, dan T. Trichiura, maka
berguna untuk mengobati infestasi campurang cacing-cacing tersebut. FARMAKOKINETIK.
Mebendazol hamper tidak larut dalam air dan rasanya enak. EFEK SAMPING DAN
KONTRAINDIKASI. Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik sehingga aman
diberikan pada pasien dengan anemia maupun malnutrisi. INDIKASI. Mebendazol merupakan
obat terpilih untuk enterobiasis dan trichiuriasis. SEDIAAN DAN POSOLOGI. Mebendazol
tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan sirup 50 mg/mL (tablet dikunyah dulu sebelum
ditelan).

2.2. PIRANTEL PAMOAT

Terutama digunakan untuk memberantas cacing gelang, cacing kremi, dan cacing tambang.
FARMAKOKINETIK. Absorpsinya sedikit melalui usus dan sifat ini memperkuat efeknya yang
selektif pada cacing. EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI. Efek samping P. Pamoat jarang,
ringan dan bersifat sementara. INDIKASI. Merupakan obat terpilih untuk askariasis,
ankilostomiasis, dan enterobiasis. SEDIAAN DAN POSOLOGI. Pirantel Pamoat tersedia dalam
bentuk sirup berisi 50 mg pirantel basa/ mL serta tablet 125 mg dan 250 mg (dapat diberikan
setiap saat tanpa dipengaruhi makanan / minuman).

2.3. PIPERAZIN

Pengalaman klinik menujukkan bahwa piperazin sangat efektif terhadap A. lumbricoides. EFEK
ANTELMINTIK. Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan
pencahar untuk itu. FARMAKOKINETIK. Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Kadar
puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI. Piperazin
memiliki batas keamanan yang lebar, kecuali kadang-kadang mual, muntah, diare, pusing,
alergi, dll. SEDIAAN DAN POSOLOGI. Piperazin tersedia dalam bentuk sirup 1 g/5 Ml.

2.4. LEVAMISOL

Dahulu digunakan untuk infeksi cacing ascaris, trichostrongylus dan A. duodenale, namun
sekarang digunakan sebagai imunostimulan pada manusia.

2.5. ALBENDAZOL

FARMAKOKINETIK. Pada pemberian per oral,obat ini diserap secara tidak teratur oleh usus.
FARMAKODINAMIK. Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan β-tubulin parasit sehingga
menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun
cacing dewasa. INDIKASI. Untuk infeksi cacing kremi, cacing tambang, cacing askaris, atau
cacing trikuris. EFEK SAMPING. Untuk penggunaan 1-3 hari aman. Efek samping berupa nyeri
ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, pusing, insomnia, dll. KONTRAINDIKASI. Anak umur
kurang dari 2 tahun, wanita hamil, dan sirosis hati.
2.6. TIABENDAZOL

EFEK ANTELMINTIK. Tiabendazol mempunyai daya antelmintik yang luas, efektifitasnya tinggi
terhadap strongiloidiosis, askariasis, dan larva migrans kulit. FARMAKOKINETIK. Tiabendazol
cepat diserap melalui usus dan kadar puncak obat ini di dalam darah dicapai dalam 1-2 jam.
EFEK SAMPING. Obat ini memberikan efek samping anoreksia, mual,muntah, dan pusing.
INDIKASI. Merupakan obat terpilih untuk S. stercoralis dan cutaneous larva migrans. SEDIAAN
DAN POSOLOGI. Dosis standar yang dianjurkan adalah 2x25 mg/kg BB (maks. 1,5 gram).
Pemberian obat sehabis makan dan preparat berbentuk tablet, hendaknya dikunyah dengan
baik. KONTRAINDIKASI. Anak-anak dengan BB < 15 kg, pekerja dengan aktivitas yang
memerlukan kewaspadaan, wanita hamil.

2.7. IVERMEKTIN

FARMAKOKINETIK. Dihasilkan lewat proses fermentasi dari Streptomyces avermitilis.


FARMAKODINAMIK. Cara kerja obat ini yakni memperkuat peranan GABA pada proses transmisi
di saraf tepi, sehingga cacing mati pada keadaan paralisis. INDIKASI. Digunakan pada
onkoserkiasis (pengobatan missal dan individual). EFEK SAMPING. Pada dosis tunggal 50-200
µg/kg BB efek samping biasanya ringan. KONTRAINDIKASI. Pada wanita hamil, jangan diberikan
bersamaan dengan barbiturate, benzodiazepine, atau asam valproat.

2.8. DIETILKARBAMAZIN

EFEK ANTELMINTIK. Menyebabkan hilangnya microfilaria W. bancrofti, B. malayi dan Loa-Loa


dari peredaran darah dengan cepat. FARMAKOKINETIK. Cepat diabsorpsi dari usus dan
didistribusikann ke seluruh cairan tubuh. Kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam. EFEK SAMPING.
Dietilkarbamazin relatif aman pada dosis terapi dan efek samping relative hilang jika
pengobatan dihentikan. SEDIAAN DAN POSOLOGI. Tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. pada
umumnya dosis untuk infeksi filaria ditentukan secara empirik dan bervariasi sesuai dengan
kondisi setempat.

2.9. PRAZIKUANTEL

EFEK ANTELMINTIK. In vitro, prazikuantel diambil secara cepat dan reversibel oleh cacing, tetapi
tidak di metabolisme. FARMAKOKINETIK. Pada pemberian oral absorbsinya baik. Maksimum
dalam darah tercapai dalam waktu 1-3 jam. EFEK SAMPING. Biasanya timbul dalam beberapa
jam setelah pemberian obat dan akan bertahan selama beberapa jam sampai 1 hari.
KONTRAINDIKASI. Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil & menyusui serta pekerja-
pekerja yang memerlukan koordinasi fisik dan kewaspadaan dikarenakan efek kantuk dari obat.
POSOLOGI. Dosis dewasa dan anak diatas umur 4 tahun (harus diminum dengan air sesudah
makan, tidak dikunyah).

2.10. METRIFONAT

Adalah suatu prodrug yang dikonversi menjadi diklorvos. Setelah pemberian oral, kadar puncak
diperoleh dalam waktu 1-2 jam. Waktu paruh 1 1/2 jam. Efek samping berupa gejala kolinergik
yang sifatnya ringan dan selintas. Jangan diberikan pada orang yang baru terpapar insektisida
atau obat penghambat kolinesterase. Dosis yang dianjurkan adalah 7,5-10 mg/kg BB diberikan
sebanyak 3 kali dengan interval 14 hari.

2.11. NIKLOSAMID

Cacing yang dipengaruhi akan dirusak sehingga sebagian skoleks dan segmen dicerna dan tidak
dapat ditemukan lagi dalam tinja. Niklosamid sedikit sekali diserap dan hamper bebas dari efek
samping,kecuali sedikit keluhan sakit perut. Niklosamid merupakan obat alternative setelah
ivermektin untuk T. Saginata, D. Latum, dan H. Hana. Niklosamid tersedia dalam bentuk tablet
kunyah 500 mg yang harus dimakan dalam keadaan perut kosong.

3. PEMILIHAN PREPARAT

Ikhtisar pengobatan penyakit cacing dan dosisnya dapat dilihat dalam table 34-1 di buku
“FARMAKOLOGI DAN TERAPI FKUI”

AMUBISID

Berdasarkan tempat kerjanya, amubisid dibagi atas 3 golongan : (1) amubisid jaringan ; (2)
amubisid luminal ; (3) amubisid yang bekerja pada lumen usus dan jaringan.

1. EMETIN

Pada awal abad ke-19, emetin tela digunakan untuk pengobatan amebiasis yang berat, namun
kedudukannya telah digantikan oleh metronidazol yang efektifitasnya sama namun lebih aman.

2. DERIVAT 8-HIDROKSIKUINOLON

Beberapa derivat 8-hidroksikuinolon yang berperan dalam pengobatan amebiasis ialah


diyodohidroksikuin (iodokuinol) dan yodoklorhidroksikuin (klrokuinol)

2.1. FARMAKOLOGI

Golongan obat ini memperlihatkan efek amubisid langsung, tetapii mekanisme kerjanya belum
jelas. Obat golongan ini efektif untuk pasien pembawa kista, tetapi untuk disentri akut
efektivitasnya sangat rendah.

2.2. EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI


Efek samping terpenting dari kliokuinol ialah “subacute myelo-optic neuropathy” (SMON).
Gejala utama SMON ialah atrofi optik, penurunan visus, dan neuropati perifer.

3. METRONIDAZOL DAN TINIDAZOL

Metronidazol berefek amubisid dan efektif terhadap Giardia Lamblia. Obat lain yang memiliki
struktur dan efektivitasnya mirip dengan metronidazol ialah tinidazol, nimorazol, ornidazol,
dan secondizol.

3.1. FARMAKOLOGI

Metronidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E. histolytica dengan kadar
metronidazol 1-2 µg/mL, semua parasit musnah dalam 24 jam.. FARMAKOKINETIK. Absorpsi
metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Waktu paruh berkisar antara
8-10 jam. Kadar plasma setelah 24 jam, 10 µg/mL.

3.2. EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI

Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Yang paling
serung dikeluhka adalah sakit kepala, mual, mulut kering dan rasa kecap logam. Dosis
metronidazol perlu dikurangi pada pasien yang dengan penyakit obstruksi hati yang berat,
sirosis hati, dan gangguan fungsi hati yang berat.

3.3. INDIKASI

Metronidazol dan tinidazol terutama digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis dan infeksi
bakteri anaerob. Pada abses hati, dosis yang digunakan untuk disentri amuba sama besarnya,
bahkan dengan dosis yang lebih kecil telah diperoleh respon yang baik.
3.4. SEDIAAN DAN POSOLOGI

METRONIDAZOL. Tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg ; suspense 125 mg/5 mL dan
supositoria 500 mg dan 1 g. TINIDAZOL. Tersedia sebagai tablet 500 mg. kemoprofilaksis infeksi
anaerobik pada bedah pelvik/bedah abdominal. Pada operasi lambung, empedu dan usus,
tinidazol 1600 mg IV + 400 mg doksisiklin yang diberikan 1 jam sebelum pembedahan efektif
mencegah infeksi pascabedah.

4. KLOROKUIN

Klorokuin banyak ditimbun dalam hati sehingga digunakan untuk pengobatan amubiasis hati.
Klorokuin digunakan untuk amubiasis hati hanya bila metronidazol tidak berhasil atau ada
kontraindikasi dalam penggunaannya.

5. AMUBISID LAINNYA

5.1. DILOKSANID FUROAT

FARMAKODINAMIK. In vitro, diloksanid memperkuat sifat amubisid langsung dengan


mekanisme yang belum diketahui. Pada percobaan klinik, obat ini efektif untuk mengobati
pasien dengan kista tetapi tidak efektif untuk pengobatan amubiasis intestinal akut.
FARMAKOKINETIK. Pada hewan coba sekitar 90% diloksanid diabsorpsi melalui saluran cerna
secara cepat. EFEK SAMPING. Keluhan saluran cerna ringan seperti meteorismus dan flatus.
INDIKASI. Beberapa peneliti beranggapan bahwa diloksanid furoat merupakan obat terpilih
untuk pengobatan pembawa kista amuba. SEDIAAN DAN POSOLOGI. Obat ini tersedia dalam
bentuk tablet oral 500 mg dan diberikan dngan dosis 3 x 1 selama 10 hari. Dosis untuk anak
ialah 20 mg/ kgBB/hari, dalam dosis terbagi 3, selama 10 hari.
5.2. ANTIBIOTIK

Paromomisin mempunyai efektivitas terbaik untuk amubiasis intestinal. Tetrasiklin dan


eritromisin mempunyai efek samping yang lebih mengganggu serta efektivitas yang lemah. Efek
sampingnya terbatas pada keluhan saluran cerna termasuk diare. Seperti aminoglikosid lain,
paromomisin sangat toksik terhada ginjal. Obat ini cukup efektif untuk pengobatan amubiasis
intestinal yang aku maupun kronik, tetapt tidak efektif untuk amubiasis ekstraintestinal. Dosis
paromomisin ialah 25-35 mg / kgBB/ hari yang dibagi dalam 3 dosis dan diberikan pada waktu
makan, selama 5-10 hari.

6. PEMILIHAN OBAT AMUBISID

Pengobatan amubiasis dinyatakan berhasil bila pada pemeriksaan laboratorium berkala selama
6 bulan tidak ditemukan lagi adanya amuba bentuk histolytica dan kista. Selain pemberian
amubisid, juga diperlukan tindakan lain yang sifatnya menguntungkan pasien misalnya diet
yang rendah residu serta karbohidrat dan protein yang mudah dicerna ; pemberian obat yang
bersifat simptomatik; dan kadang-kadang diperlukan pula antimikroba untuk mengendalikan
infeksi yang menyertai amubiasis.

36. ANTIMALARIA

1. PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit parasit yang penting pada manusia dengan tingkat mortalitas dan
morbiditas yang tinggi tiap tahunnya. Spesies plasmodium yang umumnya menyebabkan
malaria pada manusia : Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan
Plasmodium ovale.

Berdasarkan efek obat terhadap viabilitas parasit, antimalarial dapat digolongkan menjadi 3
kelompok. Kelompok pertama (artemisinin, klorokuin, meflokuin, kuinin/kuinidin, pirimetamin,
sulfadoksin, dan tetrasiklin) yaitu kelompok obat yang nekerja pada fase eritrositik aseksual
yang menyebabkan penyakit malaria. Kelompok kedua (atovakuon dan proguanil). Kelompok
ketiga, hanya primakuin, yaitu obat yang efektif terhadap tahap primer dan tahap laten di hati.

2. ARTEMISININ DAN DERIVATIF

2.1. ARTEMISININ DAN DERIVATIF

Artemisinin merupakan senyawa seskuiterpen lakton endoperoksida, yang diperoleh dari


tanaman Atermisia annua (qinghaosu). MEKANISME KERJA. Artemisinin tidak bekerja pada hati.
Artemisinin bekerja sebagai antimalaria berdasarkan adanya struktur 1,2,4 trioksan (ikatan
endoperoksida) dengan cara membentuk radikal bebas yang berinti karbon dengan bantuan Fe
2+ . Artemisinin juga bekerja dengan menghambat protein Calcium ATPase tipe Sarco
Endoplasmic Reticulum Calcium ATPase (SERCA) parasit. FARMAKOKINETIK. Artemisinin
semisintetik diformulasi untuk beberapa pengguna : oral (dihidroartemisinin,artesunat, dan
artemeter), intramuskular (artesunat, artemeter), intravena (artemeter) dan rektal (artesunat).
EFEK SAMPING DAN TOKSISITAS : Efek samping tersering adalah gangguan gastrointestinal
berupa mual, muntah, dan diare. Efek amping serius yang jarang terjadi diantaranya adalah
neutropenia, anemia, hemolysis, peningkatan enzim hati, dan reaksi alergi. PENGGUNAAN
KLINIK : saat ini, rekomendasi WHO untuk terapi malaria falciparum adalah atermisinin dalam
kombinasi (atermisinin-based combination therapy/ACT). ACT utama yang direkomendasikan
oleh WHO, 2010 adalah : artemeter-lumefantrin, artesunat-amodiakuin, artesunat-meflokuin,
dihidroartemisinin-piperakuin, artesunat-sulfadoksin/pirimetamin. Kombinasi artesunat-
sulfadoksin/pirimetamin tidak lagi digunakan karena tingginya resistensi plasmodium terhadap
sulfadoksin/pirimetamin. SEDIAAN POSOLOGI. Sediaan artesunat adalah tablet 50 mg atau 200
mg sodium artesunat, ampul serbuk 60 mg yang dilarutkan dalam sodium bikarbonat 5%,
kapsul rektal 200 mg atau 400 mg. Artemisinin tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul 250
mg, supositoria 100 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg, dan 500 mg.

Artemeter tersedia dalam bentuk injeksi intramuskular dan oral.


2.2. OBAT PARTNER ARTEMISININ

2.2.1. LUMEFANTRIN

Lumefantrin memiliki struktur arilaminoalkohol, seperti meflokuin dan halofantrin. Lumefantrin


diformulasi bersama dengan artemeter (coartemTM). Absorpsi lumefantrin sangat dipengaruhi
oleh makanan. Pemberian lumefantrin bersama dengan makanan tinggi lemak dapat
meningkatkan absorpsi lumefantrin.

Coartem efektif sebagai antimalarial jika diberikan 2 x sehari selama 3 hari. Efek samping
tersering adalah gangguan gastrointestinal, sakit kepala, ruam dan pruritus, dan seringkali efek
samping terjadi karena malaria atau obat penyerta.

Lumefantrin terdapat dalam bentuk kombinasi tetap dengan artemeter yang mengandung
lumefantrin 120 mg plus artemeter 20 mg diberikan dalam dosis 2 x 4 tablet per hari selama 3
hari .

2.2.2. AMODIAKUIN

Amodiakuin merupakan obat dengan struktur kimia mirip dengan klorokuin. Mekanisme kerja
dan resistensi amodiakuin serupa dengan klorokuin. Efek samping oleh karena penggunaan
amodiakuin dosis tinggi antara lain adalah sinkop, spastisitas, konvulsi dan gerakan involunter.

Amodiakuin tersedia dalam bentuk tablet 200 mg amodiakuin hidroklorida atau 153,1 mg
amodiakuin klorohidrat dan dalam bentuk sirup yang mengandung 10 mg amodiakuin dalam 1
ml.
2.2.3. MEFLOKUIN

Meflokuin memiliki aktivitas skizontosida terhadap P.falciparum dan P.vivax, namum tidak aktif
terhadap fase hepatic parasit atau gametosit. Meflokuin diabsorbsi dengan baik dan
konsentrasi plasma puncak dicapai dalam 18 jam.

Efeksamping meflokuin tersering adalah mual, muntah, sakit kepala, gangguan tidur, nyeri
epigastrik, diare, serta nyeri abdomen. Meflokuin juga dapat menyebabkan gangguan konduksi
jantung, aritmia dan bradikardia. Meflokuin dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat
epilepsy, gangguan psikiatri, aritmia dan defek pada konduksi jantung. Obat ini tidak boleh
diberikan bersama kina, kuinidin atau halofantrin, serta beta bloker. Meflokuin tersedia dalam
bentuk tablet 250 mg basa atau setara dengan 274 mg garam dihidroklorida.

2.2.4. PIPERAKUIN

Piperakuin merupakan suatu biskuinolon yang menunjukkan aktivitas anti malaria yang baik
terhadap strain plasmodium yang resisten terhadap klorokuin in vitro.

Piperakuin terdapat dalam bentuk kombinasi tetap dengan dihidroartemisinin yang berisi
piperakuin 320 mg + dihidroartemisinin 40 mg dengan dosis awal 2 tablet 8 jam, 24 jam dan 32
jam kemudian.

2.2.5. PIRONARIDIN

Pironaridin merupakan obat derifat benzonaftipiridin. Pironaridin bekerja sebagai anti malaria
dengan cara mengganggu vakuola makanan parasit. Efek samping yang diperoleh dari uji klinik
adalah nyeri abdomen, diare, pruritus, sakit kepala. Pironaridin diketahui embriotoksik pada
roden sehingga perlu berhati-hati jika akan digunakan pada kehamilan.
Piperakuin tersedia dalam kombinasi dosis tetap bersama artesunat dengan rasio dosis
pironaridin: artesunat (P:A)= 3:1, berfariasi yaitu 6+2 mg/kgBB atau 9+3 mg/kgBB atau 12+4
mg/kgBB.

3. KUINOLON DAN SENYAWA TURUNANNYA

4. ATOVAKUON

5. ANTIFOLAT

6. TETRASIKLIN

7. TERAPI DAN KEMOPROFILAKSIS MALA


ANTIVIRUS

1. PENDAHULUAN
Siklus replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolism normal manusia
menyebabkan setiap usaha yang menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang
terinfeksi.
2. PEMBAHASAN OBAT ANTIVIRUS
Klasifikasi pembahasan obat antivirus adalah sebagai berikut :
a. Antinonretrovirus
- Antivirus untuk herpes
Obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolite
yang mengalami bioaktuvasi mengalami enzim kinase sel hospes atau virus yang
membentuk senyawa yang dapat menghambat DNA polymerase virus.
Aksiklovir adalah suatu produk yang baru memiliki efek antivirus setelah di
metabolism oleh asiklofir trifosfat. Resistensi terhadap aksiklovir disebabkan
oleh mutasi gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase.
Famsiklovir merupakan prodrug pensiklovir. Resistensi sama juga seperti
pensiklovir. Efek samping umumnya dapat di toleransi dengan baik, namun
dapat juga menyebabkan sakit kepala, diare, dan mual.
Foskarnet merupakan analog organic dari pirofosfat anorganik. Resistensi
disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus. Obat ini tersedia dalam
bentuk larutan untuk pemberian IV dengan kadar 24mg/mL dalam botol yang
berisi 250 dan 500 mL. efek samping ssp adalah sakit kepala,iritabilitas, kejang
dan halusinosis. Efek samping lain ialah raum kulit, demam, mual, muntah,
anemia, leucopenia, gangguan fungsi hati, perubahan EKG dan tromboflebitis.
Idoksuridin mekanisme belum sepenuhnya dapat dipaham, namun direvate
idoksuridin yang telah mengalami fosfolirasi dapat mengganggu berbagai sifat
enzim. Dosis yang diberikan dalam bentuk tetes mata (0,1%). Efek samping nyeri,
pruritus, inflamasi atau edema pada mata atau kelopak mata, reaksi alergi jarang
terjadi.
Trifluridin dapat bergabung ke DNA virus dan DNA selular. Dosis Tetes mata
topical(1%). Efek samping rasa tidak nyaman pada saat penetesan obat dan
edema palpebra.
Brivudin (setelah mengalami fosforilasi intraselular) berkerja sebagai
penghambat kompetitif DNA polymerase virus. Dosis untuk hepertik keratitis
dapat diberikan secara topical dalam bentuk tetes mata 0,1-0,5% atau 5% krim
untuk herpes labialis.
Sidofovir dimetabolisme menjadi bentuk disfosfat yang aktif oleh enzim
selular. Dosis dapat diberikan secara topical dalam bentuk gel atau krim1%. Efek
samping nefrotoksisitas merupakan efek samping terberat sidofovir intravena.
Fomivirsen adalah suatu oligunokleotida terapi antisense pertama sebagai
antivirus. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntukan intravitrael
yang mengandung 0,25mL dengan kadar 6,6 mg/mL . efek samping iritasi terjadi
pada 25% pasien, yang dapat diarasi dengan kortikosteroid topical.
- Antivirus untuk influenza
AMANTADIN DAN RIMANTADIN
Amantadin dan rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama,
merupakan antivirus yang berkerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion
transmembran yang diaktivasi oleh pH. Amantadine di berikan dalam dosis
200mg/hari(2x100mgkapsul). Sedangkan rimantadin di berikan dalam dosis 300
mg/hari(2xsehari 150 mg tablet)
INHIBITOR NEURAMINIDASE (OSELTAMIVIR, ZANAMIVIR)
Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi, resistensi
sangat jarang dijumpai. Efek samping relative ringan
RIBAVIRIN
Merupakan analog guanosin yang cincin puri-nya tidak lengkap. Dosis per
oral dalam dosis 800-1200mg/hari. Efek samping iritasi konjugtiva yang ringan,
ruam, mengi (wheezing) yang bersifat sementara.

- Antivirus untuk HBV dan HCV


 LAMIVIDIN. Dosis per oral 100mg/hari (dewasa), anak-anak 1mg/kgbb
 ADEFOVIR. Dosis per oral 10mg/hari
 ENTEKAVIR. Dosis peroral 0,5/hari
 INTERFERON

b. Antiretrovirus
- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
 Zidovudin. Dosis dalam bentuk kapsul 100mg
 Didanosin. Dosis 400mg
 Zalzitabin. Dosis per oral 2,25mg, tablet 0,75
 Stavudin. Dosis per oral 300mg
 Lamivudin. Dosis 300mg
 Emtrisitabin. Dosis 200mg
 Abakavir. Dosis 600mg

- Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)


 Tenofovir. Dosis 300mg
- NNRTI
 Nevirapin. Dosis 200mg
 Delavirdin. Dosis 1200 mg (2 tablet 200mg 3 kali sehari)
 Efavirenz. Dosis 600mg
- Protease inhibitor (PI)
 Sakunavir.
 Ritonavir. Dosis 1200 mg(6 kapsul 100mg, dua kali sehari bersamaan
dengan makan)
 Indinavir. Dosis 400mg
 Nelfinafir. Dosis 2500 mg/hari
 Amprenavir. Dosis 2400 mg/hari
 Lopinavir. Dosis 1000 mg/hari
 Atazanavir. Dosis peroral 400 mg/hari
- Viral entry inhibitor
 Enfuvirtid. Dosis 90 mg (1%) 2 kali sehari
3. PENGUNAAN KLINIS OBAT ANTIVIRUS
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imunokomponen adalah menurunkan tingkat
keparahan penyakit dan komplikasinya, serta menurunkan kecepatan transmisi virus.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat antivirus antara lain,
lamanya terapi, pemberian terapi tunggal atau kombinasi, interaksi obat, kemungkinan terjadi
resistensi.
Antivirus dalam berbagai kondisi klinis.
 Infeksi herpes simplex virus (HSV)
 Infeksi saluran nafas oleh virus (INFLUENZA)
 Severe acute respiratory syndrome (SARS)
 Antivirus untuk HBV dan HCV
 HIV-AIDS
TUGAS FARMAKOLOGI

RINGKASAN ANTIMALARIA PARASIT, ANTIVIRUS

Disusun oleh :
ALBERTH
0130840005
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2017

Das könnte Ihnen auch gefallen