Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
A.Pengertian Konflik
Sebagaimana yang telah dikutip dalam tinjauan teori Santosa tahun 1998 yang di ambil dalam
buku Sitti Hartinah tentang Konsep Dasar Bimbingan Kelompok, disana disebutkan bahwa :
Konflik adalah suatu proses sosial dimana individu-individu atau kelompok berusaha
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.
Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda, demikian juga para ahli
dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang sama, karena sudut pandang mereka yang
berbeda. Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling berbenturan.
Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis
(Kartono, 1998).
Berdasarkan pengertian tersebut, konflik dapat dinyatakan sebagai suatu keadaan dari
seseorang atau kelompok orang dalam suatu system social yang memiliki perbedaan dalam
memandang suatu hal dan diwujudkan dalam perilaku yang tidak atau kurang sejalan dengan
pihak lain yang terlibat di dalamnya ketika mencapai tujuan tertentu (Soetopo & Supriyanto,
2003). Selanjutnya konflik itu pada dasarnya adalah proses yang dinamis dan keberadaanya
lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya.
Jadi, jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik itu
dapat dikatakan tidak ada (Nimran, 1999).
Terdapat beberapa pandangan mengenai konflik, dari sudut pandang tradisional menyatakan
bahwa konflik itu berbahaya dan harus dihindari, karena itu menunjukkan adanya kerusakan
fungsi dalam kelompok. Konflik dilihat 3
sebagai hasil yang disfungsional sebagai akibat dari buruknya komunikasi, kurangnya
keterbukaan dan kepercayaan diantara anggota organisasi, dan kegagalan manajer untuk
memberikan respon atas kebutuhan dan aspirasi dari para pekerja (Gitosudarmo & Sudita,
2000). Pandangan hubungan manusiawi menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang
lumrah dan alami dalam setiap kelompok dan organisasi. Karena keberadaan konflik dalam
organisasi tidak dapat dihindari, maka konflik tidak harus bersifat buruk, tetapi memiliki
potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok. Sedang pandangan
interaksionis menyatakan bahwa konflik tidak hanya dapat menjadi kekuatan positif di dalam
kelompok, tetapi justru mutlak perlu bagi kelompok agar dapat menghasilkan semangat dan
kreativitas (Muhyadi, 1989; Nimran, 1999).
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut setiap pimpinan dapat melihat bagaimana dirinya
menyoroti konflik yang terjadi dalam penyelenggaraan perusahaan. Hal yang perlu
digarisbawahi adalah konflik itu wajar dan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
organisasi, perlu diambil nilai positifnya karena adanya konflik berarti menandakan adanya
dinamika dalam organisasi tersebut. Karena itu konflik tidak perlu ditakuti, sebuah konflik
dapat menimbulkan perubahan positif yang pada gilirannya dapat mendorong efektifnya
organisasi.
A.JENIS-JENIS KONFLIK
Orang mengelompokkan konflik ke dalam:
1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (personrole conflict), dimana
peraturan yang berlaku tidak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu memilih untuk
tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. Konflik antar peranan (inter role conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena dia
menjabat dua tau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja anggota serikat pekerja
yang juga pengawasan atau mandor perusahaan;
3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang
(intersender conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan yang
berlainan para ketua jurusan;
Kelompok konflik yang pertama pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk mentaati
peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi. Kelompok konflik
yang kedua dapat dihindari dengan mendefinjisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah
dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat negatif dwi-fungsi
diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik ketiga dapat dihindari dengan memperlakukan
sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan. Akhirnya kelompok konflik keempat
dapat dihindari dengan sistem informasi yang lebih baik serta adanya buku pedoman atau
petunjuk perusahaan.
Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling
bertentangan. Atas dasar hal ini, kita mengenal lima konflik (T. Hani Handorko, 1984):
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari pada
kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan
(seperti antara manajer dan bawahan).
3. Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh, seorang indiidu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya
karena melanggar norma-norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya
lebih efisien.
Lewis A. Coser mengemukakan bahwa konflik mempunyai segi-segi positif konflik dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Konflik dalam Penggantian pimpinan yang lebih berwibawa, penuh ide baru dan semangat
baru. Perubahan tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilai-nilai yang disesuaikan
dengan perubahan situasi dan kondisi.
Pelembagaan konflik itu sendiri, artinya konflik disalurkan agar tidak merusak susunan atau
struktur organisai, dengan demikian konflik tidak dipadamkan tetapi dialirkan sesuai dengan
kehendak anggota sehinga tercipta tata susunan baru peraturan pemain dalam organisasi.
2. Konflik dengan organisasi lain mungkin dapat Lebih mempersatukan para anggota
organisasi Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi Lebih
menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan Sebagai suatu lembaga
pengawasan masyarakat
Bagaimanapun juga, konflik merupakan suatu hal yang memakan pikiran, waktu, tenaga, dan
lain-lain untuk menyelesaikannya. Kalau ini sering terjadi dan penyelesaiannya berlarut-larut
akan memperlemah kedudukan pihak-pihak yang saling konflik dan organisasi sebagai
keseluruhan. Pihak-pihak menjadi lemah dan lesu untuk melaksanakan tugas-tugas sampai
konflik tersebut terselesaikan dan memuaskan semua pihak. Oleh karena itu penyelesaian
secara cepat konflik yang terjadi diperlukan, apabila diinginkannya agar komunikasi tidak
ladung (stagnan). Masalahnya sekarang adalah bagaimana manajer dapat mengelola tingkat
konflik untuk menghasilkan prestasi organisasi maksimum.
Hubungan antara konflik organisasi dan prestasi (performance) terdapat dalam gambar 1.
Bila tingkat konflik terlalu rendah prestasi organisasional akan ladung (mengalami stagnasi).
Organisasi terlalu lambat menyesuaikan diri dengan berkembangnya permintaan atau
perubahan lingkungan, dan kelangsungan hidupnya terancam. Bila tingkat konflik terlalu
tinggi, kekacaua-balauan dan perpecahan juga membahayakan kelangsungan hidup
organisasi. Manajer perlu berusaha untuk mencapai tingkat optimal, yaitu tingkat fungsional
konflik tertinggi dimana prestasi organisasi adalah maksimum.
B.SUMBER-SUMBER KONFLIK
1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas. Bila setiap satuan
dalam suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas, masalah bagaimana membaginya
merupakan konflik potensial. Sumber daya-sumber daya tersebut harus dialokasikan,
sehingga beberapa kelompok tak terelakkan akan mendapatkan lebih sedikit daripada yang
mereka inginkan atau butuhkan. Konflik dapat timbul karena kelompok-kelompok organisasi
bersaing untuk memperebutkan bagian terbesar sumber daya-sumber daya yang tersedia.
3. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Saling ketergantungan kerja ada bila dua
atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan yang lain untuk menyelesaikan tugas-
tugas repetitif mereka. Dalam kasus seperti ini seberapa besar potensi konflik atau kooperasi
sangat tergantung pada cara situasi tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik muncul bila
seluruh kelompok yang terlibat diberi terlalu banyak pekerjaan. Tekanan di antara berbegai
macam kelompok akan naik, dan mereka saling menyalahkan atau melempar tanggung
jawab. Konflik mungkin juga memanas bila pekerjaan didistribusikan secara sama tetapi
penghargaan-penghargaan diberikan secara berbeda-beda. Konflik potensial adalah terbesar
bila suatu unit tidak dapat memulai pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian
pekerjaan unit lain.
5. Kemenduaan Organisasional. Konflik antar kelompok dapat juga berasal dari tanggung
jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas.
Seorang manajer mungkin mencoba memperluas peranan kelompok kerjanya, usaha ini
biasanya akan menstimulasi para manajer lain untuk “mempertahankan ladang mereka”. Di
samping itu, komunikasi yang mendua dapat menyebabkan konflik antar kelompok, bila
kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai pengertian yang berbeda bagi kelompok-
kelompok yang berbeda.
6. Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik, debat dan argumentasi; dan bila
hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk
meningkatkan atau memperbaiki prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke peperangan”, akan
menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik antar kelompok adalah paling tinggi
bila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal ciri-ciri seperti sikap kerja, umur dan
pendidikan.
e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.2. Tahun 2015
C.SEBAB-SEBAB KONFLIK
Konflik dapat dikarenakan oleh berbagai macam hal. Secara umum penyebab konflik adalah :
A. Adanya tindakan yang bertentangan dengan hati nuraninya, ketidakpastian mengenai
kebutuhan yang harus dipenuhi, konflik peranan, konflik kepribadian, dan konflik tugas di
luar kemampuannya.
c. Individu mendapat tekanan dari kelompoknya atau individu bersangkutan telah melanggar
norma-norma kelompok sehingga dimusuhi atau dikucilkan oleh kelompoknya. Berubahnya
visi, misi, tujuan , sasaran, policy, strategi dan aksi individu tersebut dengan visi, misi,
tujuan, sasaran, policy, strategi dan aksi organisasi.
d. Karena ambisi salah satu atau kedua kelompok untuk lebih berkuasa, ada kelompok yang
menindas, ada kelompok yang melanggar norma-norma budaya kelompok lainnya (konflik
primordial)
e. Karena perebutan kekuasaan organisasi baik ekonomi maupun politik (konflik horizontal
dan konflik elit poltitik).
Adanya perbedaan-perbedaan yang tidak bisa diterima oleh individu atau kelompok dalam
organisasi yang tidak segera diatasi dapat menimbulkan konflik. Dalam organisasi biasanya
ada penentang dan pendukung perubahan. Konflik bagi bangsa Indonesia tak dapat dielakkan
karena bangsa Indonesia dilahirkan dalam kamajemukan yang penuh dengan sejarah konflik
primordial yang berkepanjangan khususnya konflik horizontal. Terdapat tiga jenis konflik
horizontal yang sering terjadi adalah : (1) konflik antaragama, (2) konflik antar etnis (ras atau
suku) atau konflik penduduk asli dan pendatang, dan (3) konflik antar pribumi dan
nonpribumi (Husaini Usman, 2004: 224).
E.Mengatasi Konflik
Beberapa ahli seperti Megginson, Mosley dan Pietri (1986) maupun Owens (1991)
menawarkan dua strategi manajemen konflik yang akhir-akhir ini berkembang cukup
prospektif dan dapat diterima, mereka sepakat bahwa manajemen konflik dapat ditinjau dari
dua dimensi, yaitu: (1) Kebekerjasamaan atau cooperativeness, dan (2) kegigihan atau
assertiveness. Cooperativeness adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan minat pihak
lain, sedangkan assertiveness adalah keinginan untuk memenuhi keinginan dan niat diri
sendiri. Berdasarkan dua dimensi itu ditawarkan beberapa strategi untuk mengelola konflik
yang efektif, yaitu; (1) kompetisi; (2) kolaborasi; (3) kompromi; (4) penghindaran; dan (5)
penyesuaian. Secara tradisional Winardi (1994) menyatakan konflik dapat dihadapi dengan
cara bersikap acuh, menekan atau menyelesaikannya. Sikap acuh berarti tidak ada upaya
langsung untuk menghadapi konflik yang telah termanifestasi, dalam keadaan demikian
konflik dibiarkan berkembang menjadi sebuah kekuatan konstruktif atau sebuah kekuatan
destruktif. Menekan sebuah konflik yang terjadi menyebabkan menurunnya dampak konflik
yang negatif, tetapi tidak berusaha mengatasi, maupun meniadakan pokok-pokok penyebab
timbulnya konflik tersebut. Sedangkan penyelesaian konflik terjadi apabila latar belakang
terjadinya konflik diabaikan dan tidak diantisipasinya kondisi-kondisi yang antagonis sebagai
penyebab kembali munculnya konflik di masa yang akan datang.
Hendricks (1992) menawarkan lima gaya dalam menyelesaikan konflik, yaitu; (1)
mempersatukan (integrating) dengan gaya ini mendorong tumbuhnya berfikir kreatif, karena
masing-masing individu dapat mensintesakan informasi dan perspektif yang berbeda; (2)
kerelaan untuk membantu (obliging), maksudnya dengan menaikkan status pihak lain
sehingga pihak lain merasa rela mengalah dan gaya ini bila digunakan dengan efektif akan
melanggengkan hubungan antar individu, (3) mendominasi (dominating) gaya ini tekanannya
pada diri sendiri, dimana kewajiban bisa diabaikan oleh keinginan pribadi, gaya ini sering
diasosiasikan dengan istilah gertakan; (4) menghindari (avoiding) adalah gaya menghindari
dari persoalan, dan (5) kompromis (compromising). Sedangkan Dunnete (1976) memberikan
lima strategi untuk mengatasi konflik dalam lima kemungkinan yaitu ; (1) jika kerja sama
rendah dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan pemaksaan (forcing) atau competing,
(2) jika kerja sama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghindaran
(avoiding), (3) jika kersama dan kepuasan diri sendiri cukup (seimbang), maka gunakan
kompromi (compromising), (4) jika kerja sama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka
gunakanlah kolaboratif (collaborating), dan (5) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri
sendiri rendah, maka gunakan penghalusan (smoothing).
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 KESIMPULAN
Kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan
berlangsung dalam situasi yang dialami
Kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah
kelompok. Fungsi dari kelompok itu antara lain:
1. Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
2. Memudahkan segala pekerjaan
3. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
4. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban
pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian.
Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
mengadakan interaksi sosial agara ada pembagian tugas, struktur dan norma yang
ada.Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa, antara
lain:
1. Kelompok Primer
2. Kelompok Sekunder
3. Kelompok Formal
4. Kelompok Informal
3.2 SARAN
Pentingnya dinamika kelompok dikarenakan individu tidak mungkin hidup sendiri di
dalam masyarakat, individu tidak dapat bekerja sendiri dalam memenuhi kehidupan. Dalam
masyarakat yang besar, perlu adanya pembagian kerja agar pekerjaan dapat terlaksana dengan
baik masyarakat yang demoksratis dapat berjalan baik apabila lembaga sosial dapat bekerja
dengan efektif. Dinamika kelompok menjadi bahan persaingan dari para ahli psikologi, ahli
sosiologi, ahli psikologi sosial, maupun ahli yang menganggap dinamika kelompok sebagai
eksperimen. Hal tersebut membawa pengaruh terhadap pendekatan-pendekatan yang ada
dalam dinamika kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
A. Perkembangan Tim
Mengacu pada Bruce Tuckmann, sejak dilahirkan tim akan menjalani proses hidupnya
melalui 3 fase kehidupan, yang terdiri atas 6 tahap perkambangan :
Fase pertama adalah masa perjuangan, masa ini ditandai dengan pergulatan keras dan
menentukan berlanjut atau tidaknya kehidupan tim. Seperti halnya seorang bayi, masa
perjuangan adalah masa masa kritis. Kondisinya yang masih lemah sangat rentan terhadap
gangguan, penyakit, ataupun predator. Fase pertama ini terdiri atas 2 tahap perkembangan,
yaitu tahap pembentukan (forming), dan tahap badai (storming).
Fase kedua adalah masa pertumbuhan. Setelah lolos dari perjuangan yang berat, kini tim
mulai menikmati perkembangannya. Ia akan semakin tumbuh dan mulai berprestasi.
Kinerjanya akan semakin baik dan mantap dari waktu ke waktu. Fase ini di tandai dengan dua
Tahap Perkembangan yaitu tahap terbentuknya Keberaturan (Norming) dan Tahap
Berprestasi (Performing).
Fase Ketiga adalah masa Matang. Keberhasilan yang meningkat dan konsisten akan
membawa tim pada posisi kehidupannya.Tim akan menjadi mapan dan mantap. Segala
tugasakan diselesaikan sebagaimana pola biasanya karena terbukti selalu sukses. Oleh karena
itu, fase ini meliputi 2 tahap juga, yaitu tahap setuju-saja (Konforming) serta tahap Pelayuan
(Decaying). Keenam tahap perkembangan yang terdapat dalam 3 fase kehidupan tim tersebut
disebut dengan 6 S, yakni Sandiwara, Sengit, Selaras, Solid, Sentosa, dan Surut.
1. Sandiwara
Tahap pembentukan (Forming), ditengarai dengan masih banyak anggota tim yang
bersandiwara menggunakan topeng sebagai penutup sifat asli mereka. Mereka baru saling
memperkenalkan diri. Mereka menyatakan mengapa mereka dipilih atau secara sukarela
bergabung, serta apa yang mereka ingin lakukan dan harapkan dari keberhasilan di dalam
tim. Oleh karena belum mengenal dekat satu dengan yang lain, anggota tim masih menjaga
jarak. Para anggota secara hati-hati memelajari batasan-batasan perilaku yang dapat diterima
oleh kelompoknya.
Tahap sandiwara dapat dikatakan terlalui dengan baik apabila sudah mulai muncul
keterbukaan komunikasi antara anggota tim. Rasa ragu, sungkan, maupun takut salah mulai
menghilang. Tim mulai dapat membahas berbagai persoalan atau tugas dengan keterlibatan
yang cukup banyak dari para anggota.
2. Sengit
Selepas masa sandiwara, tim masih harus bergulat keras dengan perjuangan internal tim
sebagai konsekuensi dari keterbukaan komunikasi, yaitu Tahap Sengit (Storming). Berbeda
dengan tahap sandiwara, dimana keputusan relatifmudah diambil, pada tahap ini keputusan
seringkali sulit disepaakati karena banyak alternatif yang dimunculkan, banyak pula interupsi
dan ketidaksetujuan,serta banyak pula silang pendapat. Perselisihan tidak jarang terjadi akibat
salah paham atau ketersinggungan.
Tahap Sengit merupakan transisi yang kritis, dan mungkin menjadi masa tersulit dalam
tahap-tahap kehidupan tim. Setiap anggota memiliki ide sendiri-sendiri tentang proses kerja
yang harus dilakukan, dan agenda-agenda pribadi tampak merajalela. Ketidaksabaran
terhadap kemajuan tim yang lamban juga andil memicu anggota tim saling beradu
argumentasi tentang tindakan yang harus diambil oleh tim.
3. Selaras
Apabila tim mampu melalui tahap sengit dengan baik, boleh dikatakan tim telah lepas dari
masa kritisnya, saat-saat sulit yang penuh perjuangan dan sekarang siap masuk ke babak baru
yaitu fase pertumbuhan. Fase pertumbuhan dimulai dengan menapaki tahap selaras
(Norming), tahap ketika tim menemukan irama kerja yang teratur dan sistematis.
Dalam tahap ini, tim telah memiliki norma-norma, pola kerja, warna, dan tradisi tertentu
sebagai cikal bakal budaya kelompok yang akan terus berkembang menghadapi tantangan-
tantangan baru. Karena para anggota tim mulai mampu memanfaatkan perbedaan yang ada,
mereka sekarang memiliki waktu dan energi lebih banyak untuk melakukan tugas-tugas yang
dihadapi.
4. Solid
Dalam tahap solid, kekompakan tim terlihat menonjol. Tahap ini juga ditandai dari semangat
mendahulukan tim yang begitu besar, rasa kepemilikan (sense of ownership) yang tinggi,
kebanggaan serta kepercayaan diri yang mengagumkan. Hal yang positif dari rasa bangga dan
percaya diri yang besar apabila diiringi dengan kesadaran bahwa mereka bekerja dalam
kelompok yang hebat, meski mereka hanyalah orang biasa. Sebaliknya, akan menjadi
negative apabila mereka merasa dirinyalah yang hebat, yang membuat kelompok itu menjadi
hebat.
5. Sentosa
Sukses yang diraih secara terus menerus akan membuat tim merasa terbiasa dan tahu persis
apa yang harus dilakukan guna menghadapi tugas lainnya. Keterampilan yang dimiliki para
anggota dalam mengerjakan tugas-tugas mereka tidak perlu diragukan dan dipertanyakan.
Segala sesuatu dijalankan seperti biasanya yang telah terbukti berhasil dan efektif. Tradisi
mengakar kuat, pola kerja menjadi baku dan semua pekerjaan diselesaikan menurut standard
an prosedur. Pada masa seperti ini tim sebenarnya tanpa terasa mulai memasuki fase baru
yaitu fase matang (mature).
Alam mengajarkan kepada kita bahwa setelah menginjakan kaki dipuncak, tiada jalan lain
selain menurun. Setelah mengenyam masa-masa keemasan, kini mereka “mau tidak mau”
harus memasuki tahap berikutnya, jalan menurun menuju masa-masa suram.
6. Surut
Tahap surut merupakan konsekuensi langsung dari keterlenaan yang berlanjut, sementara
bumi tetap berputar dan perubahan terus terjadi. Dapat diibaratkan tahap ini ditandai dengan
perut yang tambun, diikuti oleh otot-otot yang menjadi kaku, berangsur kehilangan kesigapan
dan kelenturannya manakala situasi yang ditemui tidak sebagaimana biasanya lagi. Sistem
yang prosedur kerja yang selama ini digunakan sudah tidak efektif lagi atau hanya
memberikan hasil seadanya. Sumberdaya yang dulu melimpah kini menjadi terbatas karena
telah terjadi ketimpangan antar konsumsi yang terlanjur besar hasil yang dapat diperoleh.
Tim memasuki era “besar pasak daripada tiang”. Tim yang tegar itu kini menjadi layu
(decaying) menanti kepunahannya.
Minimnya sumberdaya memang bukan berarti kiamat, sebagaimana telah dibuktikan oleh tim
dimasa-masa sulit dulu. Namun, minimnya sumber daya yang disertai dengan penyakit
mental arrived syndrome niscaya akan menghapkan tim kepada berbagai kesulitan beserta
maslah ikutannya yang akan datang beruntun. Masalah yang silih berganti akan menyeret tim
pada situasi kerisis yang bersifat bola salju, yang akan menggulungnya hancur tak terbekas.
B. Tipe-tipe Tim
Tim dapat di klasifikasikan dalam beberapa hal yang tidak terbatas. Tiga klasifikasi yang
paling umum adalah situasi dimana tim digunakan, bagaimana tim digunakan di dalam
organisasi, dan apa kerja tim. Klasifikasi yang pertama-situasi-berguna karena tim terutama
ditemukan dalam pekerjaan, olahraga, dan situasi belajar.
1. Tim kerja : suatu kesatuan dari interaksi-interaksi perseorangan yang bertujuan untuk
kesuksesan anggota dalam menjalankan pekerjaannya.
2. Tim olahraga : interaksi-interaksi perseorangan yang bertujuan untuk memaksimalkan
anggota atletik.
3. Tim belajar : interaksi-interaksi perseorangan antarkawan sebaya yang mempunyai
kesetaraan status yang bertujuan untuk memaksimalkan kesetaraan pengetahuan dan
keterampilan tiap-tiap anggota.
Ketiga jenis tim tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu menyatukan usaha tiap-tiap
anggota dengan usaha anggota tim lain. Klasifikasi kedua adalah bagaimana tim digunakan
dalam suatu organisasi.
1. Tiga hal yang paling umum adalah untuk memecahkan masalah, untuk mengerjakan
proyek yang spesial, dan untuk menghasilkan produk atau jasa.
2. Tim pemecah masalah : tim pemecah masalah didirikan untuk mengurangi biaya dan
meningkatkan kualitas produk tapi berperan kecil pada bagaimana kerja diatur atau
sikap para pemimpinnya. Oleh karenanya tim seperti ini cenderung hilang secara
berangsur-angsur.
3. Tim tujuan khusus : tim yang tugasnya termasuk merancang dan mengenalkan
susunan kerja dan teknologi baru, bertemu dengan suplier dan pembeli, dan
menghubungkan fungsi yang terpisah. Tim tujuan khusus terlibat dalam membuat
keputusan khusus di setiap tingkatan, menciptakan suasana untuk kemajunan kualitas
dan produktivitas.
4. Tim pengatur : tim yang memproduksi seluruh produk atau kerja bergiliran. Tim yang
mengambil alih tugas managerial termasuk menjadwalkan waktu kerja dan liburan,
pemesanan persediaan dan bahan, mempekerjakan anggota baru. Pada dasarnya
mereka merubah cara kerja yang telah disusun, memberikan karyawan kontrol
terhadap pekerjaannya, menghapus tingkatan manager dan memusnahkan halangan
birokratik antar departemen.
Klasifikasi ketiga yaitu berdasarkan dengan apa yang mereka kerjakan. Tim yang
merekomendasikan sesuatu termasuk tugas, proyek kelompok, dan audit, kualitas, atau
keselamatan kelompok dimintai untuk di pelajari dan memecahkan masalah tertentu
(Katzenbach & Smith, 1993).
Tim yang merekomendasikan sesuatu dapat memperkirakan tanggal penyelesaian tugas. Dua
persoalan yang paling kritis untuk tim rekomendasi (a.) Memulai terlalu cepat dan konstruktif
dan (b.) Memberikan rekomendasi mereka kepada orang yang akan melaksanakannya dengan
cara yang efektif. Tim yang membuat atau mengerjakan sesuatu perlu memiliki fokus dalam
performa (Katzenbach & Smith, 1993). Dalam menentukan dimana performa tim
mendapatkan pengaruh terbesar, pelaksana paling atas harus berkonsentrasi pada poin
penyampaian kritik organisasi, yaitu tempat d dalam organisasi dimana biaya dan harga
produk-produk dan pelayanan-pelayanan perusahaan dapat diketahui secara langsung.
Tempat ini paling tepat untuk memfokuskan usaha-usaha performa kelompok karena
disinilah tim secara dramatis berpengaruh terhadap organisasi. Tim yang menjalankan
sesuatu biasanya jarang, terutama di dalam organisasi yang besar dan kompleks. Meskipun
faktanya banyak pemimpin menyukai bila kelompok melapor kepada mereka sebagai tim,
ternyata sedikit sekali kelompok eksekutif yang benar-benar melakukannya. Tim puncak
biasanya paling sulit di bentuk tapi disaat bersamaan merekalah yang paling kuat ketika
mereka bekerja dengan baik. Dan tim yang menjalankan sesuatu sering kesulitan dalam
menyusun tujuan yang khusus dan spesifik karena bertentangan dengan misi total
keorganisasian. Tim yang Terhubung melalui Piranti Elektronika Adakalanya tim dibentuk
tapi para anggotanya tidak dapat berinteraksi secara langsung. Melalui penggunaan metode-
metode elektronika modern (seperti e-mail, mailing list, aplikasi internet, dan web
conference), tim dengan anggota-anggota yang secara geografis terpisah dapat tercipta.
Dalam suatu tim yang menggunakan jaringan elektronika, anggotanya bisa tersebar dimana
saja di seluruh dunia. Kemunculan konektivitas internet tanpa kabel memungkinkan orang
untuk lebih bebas bekerja dimana saja. Pertemuan hanya membutuhkan anggota dengan
komputernya. Melalui akses teknologi ini, semua tipe-tipe tim yang tinggal dan bekerja di
berbagai bagian dunia. Tim yang berhubungan melalui piranti elektronika menawarkan
banyak keuntungan. Salah satunya yaitu komunikasi dapat terjadi secara tidak serempak dan
sangat cepat di bandingkan dengan percakapan telepon dan surat antar jawatan. Lebih lanjut
lagi, partisipasi anggota tim cenderung lebih sama dan kurang dipengaruhi oleh gengsi dan
status (Mc Guire, Kiesler & Siegel, 1987; Siegel, Dubrovsky, Kiesler & Mc Guire, 1986).
Ketika orang berkomunikasi tidak dengan bertatap muka melainkan melalui layar komputer,
mereka merasa lebih bebas berpendapat, mengemukakan ide-ide baru, dan tidak sependapat
dengan seseorang yang mempunyai posisi lebih tinggi. Meskipun komunikasi elektronika
mempunyai banyak sisi positifnya namun komunikasi tatap muka mempunyai kelebihan yang
tidak dimiliki oleh komunikasi elektronika. Untuk itu lah karena kurang kuatnya kelompok,
masalah keamanan, penurunan teknologi dalam tim memungkinkan akan lebih efektif ketika
menggunakan komunikasi tatap muka di bandingkan dengan interaksi elektronik
Produktivitas tim tergantung pada kepastian bahwa suatu struktur kerja sama yang barsih
mendasari usaha tim mengajarkan anggota tim keterampilan kelompok yang mereka perlukan
untuk memberikan konstribusi. Dengan kata lain, keseluruhan buku ini adalah tentang
membangun tim yang produktif. Tujuan kooperatif yang jelas, komunikasi yang efektif,
kepemimpinan yang baik, pengambilan keputusan yang efektif, manajemen konflik yang
konstruktif, dan penggunaan kekuatan yang positif, semuanya memegang peranan penting
dalam produktivitas.
Tim yang tersetruktur secara kooperatif, seperti kelompok kerja sama kecil lainnya, lebih
produktif dibandingkan tim yang terseruktur secara kompetitif atau individu. Semakin
kooperatif kerja satu tim, semakin besar produktivitasnya, semakin besar komitmen anggota-
anggota tim, semakin besar kemampuan sosial para anggotanya. Hasil positif yang didapat
dari usaha-usaha kooperatif, bagaimanapun juga tidak terjadi secara otomatis. Dibutuhkan
penyusunan secara seksama dari kelima komponen pokok (Johnson & Johson,1989). Saling
ketergantungan yang positif, interksi tatap muka, tanggung jawab individu, ketermpilan
antara individu dan kelompok kecil, serta proses kelompok.
Jika ingin mencapai produk dan pelayanan berkualitas tinggi, tim merupakan bentuk
organisasi yang paling produk dan pelayanan berkualitas tinggi,tim merupan unit dasar dari
perfom yang dimiliki oleh kebanyakan organisasi. Dalam rangka memahami peran penting
tim dalam organisasi modern, enam masalah di bawah ini harus dibahas:
Untuk membangun kepercayaan dalam tim, kita bisa belajar dari Colin Powell dalambukunya
The Leadership Secrets of Colin Powell. Menurut Colin Powell kepercayaan merupakan
suatu yang amat penting untuk membangun kepercayaan orang terhadap pemimpin dan
sebaliknya. Bagaimana cara membangun kepercayaan itu?
Tim biasanya akan percaya kepada pemimpinnya jika pemimpin itumempunyai kompetensi,
yaitu keterampilan dan pengalaman yang sangat memadai. Oleh karena itu, kita harus selalu
meningkatkan kompetensi kita dengan terus menerus mempelajari keterampilan dan
pengalaman baru dan membangun suasana sehingga tim bisa hidup secara harmoni.
Karakter adalah tingkah laku dantindak tanduk kita dalam menjalankan visi dan misi kita.
Dalam memimpin tim atauorganisasi, kita harus bisa menjadi contoh bagi anggota tim
lainnya sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam tim. Kita harus bisa
memberikan energi untukmelindungi, memelihara dan mengembangkan tim supaya dapat
bekerja sesuai dengan visidan misi yang telah ditetapkan.
Dalam memimpin tim, kita harus mempunyai keberanian membuat sesuatu yang tidak
mungkin menjadi mungkin. Untuk itu dibutuhkan kemampuan fisik, kemampuan berpikir,
kemampuan berinteraksi, kemampuan menyelaraskan segala tindakan kita dengan visi,misi
dan sasaran yang telah kita tetapkan.
Sebagai pemimpin kita harus mempunyai kepercayaan diri. Kepercayaan diri sangat dekat
dengan atributkeberanian, karena kepercayaan diri sama dengan berani menghadapi
tantangan. Lebih dari itu, kita juga harus berani membuat tantangan untuk kita hadapi dan
kita selesaikan.Tantangan yang selalu kita ciptakan ini merupakan alat untuk meningkatkan
keterampilandan pengalaman kita. Kita harus mempunyai kepercayaan diri bahwa misi yang
kitajalankan sangat mungkin untuk dicapai. Kita harus percaya bahwa kita dapat
memecahkanmasalah-masalah yang sangat rumit sekalipun dan berani memulainya.
5. Miliki loyalitas.
Kebanyakan orang menganggap bahwa yang harus loyal di dalam suatu organisasi adalah
bawahan loyal terhadap pimpinan. Dalam kepemimpinan, loyalitas menunjuk ke tiga
arah,yaitu ke bawah, ke atas, ke samping. Artinya, kita tidak boleh hanya menuntut loyalitas
dari bawahan. Kita juga harus loyal ke bawahan dan teman sejawat. Di samping itu, kita juga
loyal terhadap organisasi. Kata kunci di sini adalah bawahan bisa percaya kepada atasan dan
atasan juga percaya kepada bawahan.
Perusahaan General Electric (GE) yang berada di Salisbury, Carolina Utara, secara khusus
mengubah produk sebanyak dua belas kali dalam satu hari dengan menggunakan sistem tim
untuk memproduksi papan panel listrik. Perubahan ini telah meningkatkan produktivitas
sebanyak 250 % bila dibandingkan dengan produk GE yang sama pada tahun 1985.
Masalah perilaku dalam tim bisa jadi merupakan rintangan dari fungsi tim yang efektif.
Norma-norma yang berakar pada masa lalu dapat merugikan sikap anggota tim saat ini.
Motif individual hamper tidak pernah dapat berkooperatif. Dalam tingkatan yang berbeda-
beda, anggota menginginkan kesuksesan tim demi tiap personal.
Ketika pertama kali individu bekerja dalam tim, kadang mereka menggunakan perilaku yang
tidak membantu. Bilamana muncul perilaku anggota yang tidak layak, langkah pertama yang
harus diambil pimpinan tim adalah menguatkan perasaan saling ketergantungan dalam situasi
kerja. Empat masalah yang paling umum adalah ketidak terlibatan pasif, ketidakterlibatan
aktif, kemandirian dan intruksi.
1. Ketidakterlibatan Pasif
Ketika anggota berpaling dari tim, tidak berpartisipasi, tidak perhatian terhadap kerja tim,
menyumbangkan sedikit saran atau tidak sama sekali, memperlihatkan ketidakantusiasan,
tidak membawa hasil kerja atau materi kerjanya, anggota kelompok dapat meresponya
dengan cara :
1. Mengatur ulang materi sehingga tiap anggota tim mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Jika anggota pasif yang tidak turut terlibat tidak secara sukarela
menyumbang informasinya, anggota tim yang lain harus melibatkannya secara aktif
dengan cara menanyakan nformasi tersebut.
2. Membagi peran dan menugaskan anggota yang pasif, tidak ikut terlibat sesuatu peran
penting dalam kesuksesan tim.
3. Memberikan penghargaan kepada tim berdasarkan perfoma rata-rata, yang
mendorong anggota tim lain memperoleh strategi untuk meningkatkan keterlibatan
anggota tim.
4. Ketidakterlibatan Aktif
Ada kalanya anggota tim tidak pernah membicarakan pekerjaan, meninggalkan tim, mencoba
untuk menyabotase kerja tim dengan memberikan jawaban yang salah atau menghancurkan
produk yang dihasilkan oleh tim, menolak bekerja atau menolak bekerja dengan anggota tim
yang lain. Bila terjadi hal seperti itu ,kemungkinan lain adalah pimpinan tim menugaskan
suatu peran yang harus dikerjakan oleh anggota, membentuk tim peneliti dengan tanggung
jawab yang tinggi dalam mengumpulkan data tentang tim dan ikut serta dalam proses tim.
3. Kemandirian
Ketika anda melihat seorang anggota tim bekerja sendirian atau tidak mengindahkan diskusi
tim, anda dapat melakukan dua hal dibawah ini :
1. Batasi materi tim. Jika hanya terdapat satu set materi atau satu bagian perlengkapan
untuk tim, anggota tim tidak dapat bekerja secara mandiri.
2. Atur ulang sumber-sumber sehingga anggota tidak akan bisa bekerja tanpa informasi
anggota lain. Anggota yang mandiri harus berhubungan dan bekerja sama untuk bisa
menyelesaikan tugasnya.
3. Memberi Intruksi
Ketika seseorang anggota tim mengerjakan tugas, menolak partisipasi anggota lain,
memerintah anggota lain, mengganggu orang lain atau mengambil keputusan tanpa
persetujuan anggota lain, pimpinan tim mempunyai tugas :
1. Mengatur ulang sumber-sumber sehingga tugas tidak akan dapat diselesaikan tanpa
partisipasi dan mendengarkan kontribusi anggota tim lainnya.
2. Memberi tugas sehingga anggota lain mempunyai peran yang lebih kuat dan dominan.
3. Berikan penghargaan kepada tim berdasarkan dua perfoma terendah anggota tim. Hal
ini dapat menekankan anggota yang memberikan perintah untuk mendorong dan
membantu anggota lain mempelajari materi dan menyelesaikan tugas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengacu pada Bruce Tuckmann, sejak dilahirkan tim akan menjalani proses hidupnya
melalui 3 fase kehidupan yang terdiri atas 6 tahap perkembangan. Keenam tahap
perkembangan yang terdapat dalam 3 fase kehidupan tim tersebut disebut dengan 6 S, yakni
Sandiwara, Sengit, Selaras, Solid, Sentosa, dan Surut.
Tim dapat di klasifikasikan dalam beberapa hal yang tidak terbatas. Tiga klasifikasi yang
paling umum adalah situasi dimana tim digunakan, bagaimana tim digunakan di dalam
organisasi, dan apa kerja tim. Klasifikasi yang pertama-situasi-berguna karena tim terutama
ditemukan dalam pekerjaan, olahraga, dan situasi belajar.
Tim yang tersetruktur secara kooperatif, seperti kelompok kerja sama kecil lainnya, lebih
produktif dibandingkan tim yang terseruktur secara kompetitif atau individu. Semakin
kooperatif kerja satu tim, semakin besar produktivitasnya, semakin besar komitmen anggota-
anggota tim, semakin besar kemampuan sosial para anggotanya
Untuk membangun kepercayaan dalam tim, kita bisa belajar dari Colin Powell dalambukunya
The Leadership Secrets of Colin Powell. Menurut Colin Powell kepercayaan merupakan
suatu yang amat penting untuk membangun kepercayaan orang terhadap pemimpin dan
sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA