Sie sind auf Seite 1von 25

Penyakit Tuberkulosis Paru dalam Lingkungan Keluarga

Ika Salamah

102014151

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 - Jakarta Barat

Pendahuluan

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
mycobacterium tuberculosis . Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia
yang disebabkan oleh M.tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis
ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman
M.Tuberculosis. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak
yang mengandung basil tahan asam.

Kedokteran Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter yang berprofesi khusus sebagai Dokter Praktik Umum yang
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama (pelayanan kesehatan primer) dengan
menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga. Sasaran dari dokter keluarga bukan hanya
pelayanan kesehatan perorangan, ia juga berusaha meniadakan sumber penularan penyakit.
Dengan melakukan kunjungan ke rumah pasien, tujuan dari kedokteran keluarga dapat
disempurnakan. 1

Banyak orang yang masih bingung dengan pengertian Dokter Keluarga. Sampai sekarang
layanan Dokter Keluarga ini belum memasyarakat. Bahkan di kalangan para Dokter istilah ini
pun masih rancu. Sebagian menafsirkan bahwa Dokter Keluarga itu adalah yang menangani
keluarga-keluarga atau pelanggannya yaitu keluarga. Sementara, sebagian lagi, justru
menganggapnya sebagai bentuk kelas baru di antara yang sudah dikenal sebelumnya, seperti
dokter umum dan dokter spesialis.

Dokter Keluarga adalah dokter yang bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kesehatan
personal, terpadu, berkesinambungan dan proaktif yang dibutuhkan oleh pasiennya dalam kaitan
sebagai anggota dari satu unit keluarga serta komunitas tempat pasien itu berada. Sifat
pelayanannya meliputi peningkatan derajat kesehatan (promotif). pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. Bila berhadapan dengan suatu masalah khusus yang tak
mampu ditanggulangi, Dokter Keluarga bertindak sebagai koordinator dalam merencanakan
konsultasi atau rujukan yang diperlukan kepada dokter spesialis yang lebih sesuai. Dari
pengertian ini, terlihat jelas bahwa sifat dan layanan kesehatan Dokter Keluarga amat berbeda
dengan dokter lain. Saat ini, rakyat Indonesia masih memerlukan high touch bukan high tech
dalam bidang kesehatan. Artinya, rakyat kita masih memerlukan sentuhan dokter, pendekatan
sosial dan bukan teknologi yang tinggi. Penyakit yang sering muncul saat ini pun sebenarnya
tidak perlu terjadi jika semua orang melakukan pencegahan. Oleh karena itu, kehadiran Dokter
Keluarga di tengah masyarakat sangat dinantikan.

Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni : 2

1. Tujuan umum

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yaitu terciptanya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga.2

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah


perkembangan pelayanan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter
keluarga dipihak lain.Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan
keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif dan efisien.

Dokter keluarga di indonesia


Konsep dokter keluarga di Indonesia pertama diajukan oleh IDI pada tahun 1980 sebagai hasil
Muktamar ke –17 dengan latar belakang sebagai berikut: 3

1. Dokter Keluarga (DK) sebagai alternatif pengembangan karier dokter disamping karir
spesialis

2. DK untuk memenuhi tuntutan pelayanan kesehatan yang termaksud pada SKN pada waktu itu.
Masalah mutu pada waktu itu masih belum menjadi sorotan benar

3. DK untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan dengan menerapkan sistem pelayanan


kesehatan terkendali

4. DK untuk menahan dampak negatif spesialisasi

Dalam Mukernya yang ke-18 IDI menetapkan definisi DK sebagai berikut:

Dokter Keluarga adalah dokter yang memberi pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas
dengan titik berat pada keluarga sehingga ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu
yang sakit tapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak anya menanti secara pasif tetapi bila
perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya Dengan definisi demikian IDI
menggambarkan ciri pelayanan DK sebagai berikut:

1. DK melayani penderita tidak hanya sebagai individu tetapi sebagai anggota satu keluarga
bahkan anggota masyarakatnya

2. DK memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh dan memberikan perhatian kepada


penderitanya secara lengkap dan sempurna,jauh melebihi apa yang dikeluhkannya

3. DK memberikan pelayanan kesehatan dengan tujuan utama meningkatkan derajat kesehatan,


mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobatinya penyakit sedini mungkin

4. DK mengutamakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan berusaha


memenuhi kebutuhan itu sebaik-baiknya

Five Star Doctor


Sistem pelayanan dokter keluarga sesungguhnya merupakan bagian dari Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) yang perlu diatur dalam Undang-undang. Disinilah sesungguhnya tumbuh
kembangnya "the five stars doctors", sebagai "the agent of change", yang berkemampuan dan
berfungsi sebagai "care provider" (sebagai bagian dari kelurga, sebagai pelaksana pealyanan
kedokteran komprehensif, terpadu, berkesinambungan, pada pelayanan dokter tingkat pertama;
sebagai pelapis menuju ke pelayanan kedokteran tingkat kedua), sebagai "decicion maker"
(sebagai penentu pada setiap tindakan kedokteran, dengan memperhatikan semua kondisi yang
ikut mempengaruhinya), sebagai "communicator" (sebagai pendidik, penyuluh, teman, mediator
dan sebagai penasehat keluarga dalam banyak hal dan masalah: gizi, narkoba, keluarga
berencana, seks, HIV, AIDS, sters, kebersihan, pola hidup sehat, olah raga, olah jiwa, kesehatan
lingkungan), sebagai "community leader" (membantu mengambil keputusan dalan ikhwal
kemasyarakatan, utamanya kesehatan dan kedokteran keluarga, sebagai pemantau, penelaah
ikhwal kesehatan dan kedokteran keluarga), dan sebagai "manager" (berkemampuan untuk
berkolaborasi dalam kemitraan, dalam ikhwal penanganan kesehatan dan kedokteran keluarga). 4

Five star doctor merupakan profil dokter ideal yang memiliki kemampuan untuk melakukan
serangkaian pelayanan kesehatan untuk memenuhi kualitas, kebutuhan, efektifitas biaya, dan
persamaan dalam dunia kesehatan. WHO menerapkan batasan bahwa dokter masa depan wajib
memenuhi kriteria lima kualitas seorang dokter, yaitu:
1. Care provider
Dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter hendaknya:
a. Memperlakukan pasien secara holistic
b. Memandang Individu sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitas.
c. Memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, berkelanjutan dan
manusiawi.
d. Dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya.
2. Decision maker
Seorang dokter diharapkan memiliki:
a. Kemampuan memilih teknologi
b. Penerapan teknologi penunjang secara etik
c. Cost Effectiveness
3. Communicator
Seorang dokter, dimanapun ia berada dan bertugas, hendaknya:
a. Mampu mempromosikan gaya hidup sehat.
b. Mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif.
c. Mampu memberdayakan individu dan kelompok untuk dapat tetap sehat.
4. Community leader
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang dokter hendaknya:
a. Dapat menempatkan dirinya sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.
b. Mampu menemukan kebutuhan kesehatan bersama individu serta masyarakat.
c. Mampu melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Manager
Dalam hal manajerial, seorang dokter hendaknya:
a. Mampu bekerja sama secara harmonis dengan individu dan organisasi di luar
dan di dalam lingkup pelayanan kesehatan, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan komunitas.
b. Mampu memanfaatkan data-data kesehatan secara tepat dan berhasil guna.

Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan pendekatan kedokteran keluarga


1. Perilaku Profesional Dalam Praktek

Standar perilaku dalam praktek (standard of behaviour in practice).5

a. Standar perilaku terhadap pasien

Dokter keluarga menyediakan kesempatan bagi pasien untuk menyampaikan


kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta memberikan kesempatan kepada
pasien untuk memperoleh penjelasan yang dibutuhkan guna dapat memututuskan
pilihan penatalaksanaan yang akan dilaksanakannya

b. Informasi memperoleh pelayanan

Dokter keluarga memberikan keterangan yang adekuat mengenai cara untuk


memperoleh pelayanan yang diinginkan.5

c. Masa konsultasi
Menyediakan waktu konsultasi untuk menjelaskan keluhan dan keinginanannya.

d. Informasi medik menyeluruh

Dokter keluarga memberikan informasi yang jelas kepada pasien mengenai


keadaan dan tindakan terhadap pasien, sehingga memungkin pasien dapat
memutuskan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya.

Standar perilaku dengan mitra kerja di klinik (standard of partners relationship


in practive).

Menghormati hak dan kewajiban pasien dan dokter baik dengan klinik, tim,
sejawat, pegawai klinik, pemimpin klinik.

e. Pengembangan ilmu dan ketrampilan

• Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi


yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan masalahnya.
• Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan
spritual.
• Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan
termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).

2. Pengelolaan Praktek

Pengelolaan sumber daya manusia

Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya tidaklah
berbeda dengan tenaga pelaksana pelbagai pelayanan kedokteran lainnya.Tenaga
pelaksana yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:

 Tenaga medis

Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga.

 Tenaga paramedis
Disarankan tenaga paramedis tersebut yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan
prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga, baik aspek medis dan ataupun aspek non
medis. Jumlah tenaga paramedis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga
yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga secara umum disebutkan untuk setiap
satu orang dokter keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga paramedis terlatih.

 Tenaga non-medis.
Pada umumnya ada dua katagori tenaga non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi
yang diperlukan untuk menangani masalah–masalah administrasi. Kedua, pekerja sosial
(social worker) yang diperlukan untuk menangai program penyuluhan/nasehat kesehatan
dan atau kunjungan rumah. Jumlah tenaga non medis yang diperlukan tergantung dari
jumlah dokter keluarga.

Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mikobakterium


Tuberkulosis, sebagian besar kuman menyerang paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lain.
Sebagai sumber penularan adalah pasien TB dengan BTA + (Basilus Tahan Asam). Apabila
pasien dengan BTA+ bersin atau batuk dapat menyebarkan kuman melalui udara, dalam bentuk
percikan ludah (droplet nuklei). Biasanya penularan terjadi di dalam ruangan dimana percikan
dahak berada pada waktu yang lama. Seseorang dapat tertular TB selain ditentukan oleh
konsentrasi kuman yang terhirup, lama kuman terhirup, virulensi kuman, umur juga dipengaruhi
oleh keadaan gen dari orang tersebut. Tidak semua kuman yang masuk ke dalam tubuh dapat
menyebabkan sakit, hal ini tergantung dari kerentanan tubuh sebagai akibat interaksi beberapa
faktor di dalam tubuh misalnya status gizi, imunisasi, kepadatan hunian dan gen individu
tersebut. 6

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.364/MENKES/SK/V/2009


dinyatakan bahwa penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, dan salah satu penyebab kematian, sehingga perlu dilaksanakan
program penanggulangan TB secara berkesinambungan. Strategi penemuan pasien TB baru tidak
hanya melalui penemuan secara pasif, tetapi penemuan secara aktif juga sangat diperlukan.

Pemeriksaan laboratorium
- Pengambilan sputum
Pengambilan sputum dilakukan dengan cara asepsis. Pengambilan sputum
dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu sputum sewaktu-pagi-sewaktu.
Apabila dari ketiga specimen hanya ada 1 yang SPS nya positif, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan rongent paru atau dilakukan pemeriksaan SPS
ulangan. Apabila hasil radiologi menunjukkan tanda-tanda TB maka orang
bersangkutan adalah positif TB. Bila hasil radiologi adalah negative, maka
pemeriksaan SPS harus diulang.
Apabila ketiga specimen SPS hasilnya adalah negatif, maka diberikan antibiotic
berspektrum luas selama 1 sampai 2 minggu. dengan amoksilin atau
kotrimoksasol. Bila dapam pengobatan antibiotik pasien tetap menunjukkan
tanda-tanda TB maka, pemeriksaan SPS harus diulang. Jika setelah pengulangan
hasil adalah positif maka orang yang bersangkutan adalah positif TB.
- Pewarnaan dengan Ziehl Nelson
Pewarnaan Ziehl Nelsom merupakan kriteria terpenting dalam menetapkan
dugaan TB. Namun, metode ini kurang sensitif, karena baru memberikan hasil
positif bila terdapat >103 organisme/ml sputum.
- Kultur Lowenstein-Jensen
kultur memiliki peran penting dalam menegakkan diagnosis TB karena
mempunyai sensitivitas dan spesivisitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pewarnaan tahan asam. Kultur LJ ini merupakan baku emas dalam pemeriksaan
kuman TB karena sensitivitas dan spesifisitasnya masing-masing 99% dan 100%,
akan tetapi waktu untuk memperoleh hasil kultur cukup lama yaitu, kurang lebih
8 minggu.
- Uji tuberculin
Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak
didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, bila terdapat gejala seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-
7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan (yakni di
dalam kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ).
Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari
peradangan atau indurasi yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif
bila indurasi sebesa r > 10 mm pada anak dengan gizi baik, dan pada anak-anak
dengan gizi buruk. 6

Epidemiologi

TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global dan
nasional. Berdasarkan laporan global TB report tahun 2015 diketahui bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang mempunyai beban TB yang terbesar diantara 5 negara yaitu
India, China, Nigeria, dan Pakistan. Pada tahun 2015, diperkirakan ada 1.000.000 kasus TB di
Indonesia di mana 324.000 ternotifikasi oleh Program. Dengan demikian masih ada sekitar
680.000 (68%) kasus TB yang hilang atau tidak terlaporkan, sehingga hal tersebut akan menjadi
sumber penularan TB di masyarakat. Ditambah dengan muncul tantangan baru bagi
pengendalian TB, misalnya ko-infeksi TB-HIV, TB kebat obat (MDR), TB kormobid, TB pada
anak dan tantangan lain dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi.7

Etiologi

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Kuman tersebut


mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus, atau agak
bengkok, bergranular atau lipoid (terutama asam mikolat).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alcohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA) serta tahan terhadap zat kimia dan
fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan
aerob. 8
Gambar 1: Bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 1000 C selama 5-10 menit atau pada pemanasan
600 C selama 30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama
1-2 jam di udara terutama di tempat lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan
90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.

Interaksi host, agent dan lingkungan

Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC sebagai
suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari
faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah. 9

1. Periode Prepatogenesis

a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.7

Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat
tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi
Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya
sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya
bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
b. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan
prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.

Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup
pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.
Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas
perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya
pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan
epidemi penyakit ini.9

Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan
ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

c. Faktor Host

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas
pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental
dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam
perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan
dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari
resiko infeksi.

Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis
dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi
daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam
TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang
pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan
secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga
berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa
resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan
Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi sepanjang
hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya
bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

Gambar 2. Periode Pathogenesis


Manifestasi Klinik TB

Penderita tuberkulosis ada yang tidak mempunyai gejala menderita tuberkulosis atau hanya
disertai gejala ringan saja Bentuk patogenitas tuberkulosis rendah sehingga hanya sebagian kecil
saja penderita yang menampakkan diri secara klinis atau tidak mempunyai gejala klinis yang
nyata dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Bentuk penyakit tuberkulosis
seperti bentuk gunung es (iceberg), dimana penderita yang terdeteksi hanya sebagian kecil saja
dari keseluruhan. 10

Gejala penyakit tuberkulosa ada dua yaitu gejala umum dan khusus

1. Gejala sistemik/umum

- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.

- Penurunan nafsu makan dan berat badan.

- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala khusus

- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah
yang disertai sesak.

- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Sewaktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam
tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran
langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis Paru 11

1) Pneumutoraks spontan terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan
pada kavitas tuberkulosis paru.

2) Cor pulmonale adalah gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan
paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas.

3) Aspergilomata dimana kavitas tuberkulosis paru yang sudah diobati dengan baik dan
sudah sembuh kadang-kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan jamur
Aspergillus fumigatus.

4) Hemoptis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

5) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkhial.

6) Bronkhiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat


pada proses pemulihan) pada paru.
7) Insufisiensi Cardio Pulmoner.

8) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya
(Depkes RI, 2002).

9) Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.

Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat bakteri), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002).

Peran Dokter Keluarga dalam Kasus TBC

1. Primordial 12

Melakukannya dengan cara memperbaiki kondisi lingkungan

 Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat tidak
bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati
lainnya

 Lingkungan Biologis

Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh tumbuhan,
hewan, termasuk mikroorganisme.

 Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan manusia dan
usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu,
rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghuni dan
keadaan ekonomi.
 Lingkungan Rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan
rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta
lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni.

Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. 12

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat
memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta
dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial
Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Memenuhi kebutuhan fisiologis

 Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar


kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak
dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan
terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara
dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.

 Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu


ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas
ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas lantai.

 Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang
cukup untuk proses pergantian udara.

 Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu
oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
 Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang
makan, ruang tidur, dll.

 Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis
kelaminnya.

b) Perlindungan terhadap penularan penyakit

 Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun
kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga
cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan
penghuninya.

 Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi
syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.

 Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan,


yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi
permukaan sumber air bersih.

 Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan
gangguan binatang serangga dan debu.

 Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang
biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight,
mosquito fight.

 Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

 Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal
2.75 meter

2. Primer

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya


penyakit pada populasi yang sehat.

 Health Promotion
Upaya promotif dilakukan dengan beberapa cara:

a. Peningkatan pengetahuan tentang penanggulangan TBC melalui


pendidikan dan pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat
kerja.

b. Penyuluhan

Materi penyuluhan terdiri dari:

Pengertian TB, penyebab TB, tanda dan gejala TB, cara penularan TB,
cara mencegah penularan TB, pengobatan TB, prognosis penyakit TB,
penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan
kepuasan kerja, peningkatan gizi kerja

 Spesific Protection

Memberikasn vsaksin BCG. Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-


bekukan untuk injeksi berupa suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin
BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara
terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat
bersuhu 2 – 8 0 C serta terlindung dari cahaya.

Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi


intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau
injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi intradermal. 12

Selain pemberian vaksin, upaya mencegah penularan penyakit TBC, antara


lain:

- Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin

- Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi


desinfektan (air sabun)

- Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan


- Menghindari udara dingin

- Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke


dalam tempat tidur

- Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari

- Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga


mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain

- Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein

- Meningkatkan ventilasi rumah

- Sterilisasi dahak, seprai, sarung bantal,dll dengan menggunakan sinar


matahari langsung atau sodium hipoklorit 1%

3. Sekunder

Pada pencegahan sekunder, sasaran kepada penderita TBC agar tidak menyebar
kepada orang-orang di sekitar

 Early diagnosis and promt treatment

Diagnosis dini TB paru dengan mengeathui bahwa ciri-ciri atau gejala pasien
yaitu:

- Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih

- Batuk diikuti dengan gejala tambahan yaitu batuk berdarah, sesak


napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan turun, BB turun, malaise,
keringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan.

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita
TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)
memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.


Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,


Kapreomisin dan Kanamisin.

Tabel Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis Dosis Dosis


harian (mg/kgbb/hari) 2x/minggu (mg/kgbb/hari) 3x/minggu (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada orang dewasa

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan). 13
Diberikan kepada: Penderita baru TBC paru BTA positif. Penderita TBC ekstra paru (TBC di
luar paru-paru) berat.

 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada: penderita kambuh., penderita gagal terapi, penderita dengan pengobatan
setelah lalai minum obat.

 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada: penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

- 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).

- 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,


kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

- TB tidak berat: INH: 5 mg/kgbb/hari dan Rifampisin: 10 mg/kgbb/hari

- TB berat (milier dan meningitis TBC): INH: 10 mg/kgbb/hari dan Rifampisin: 15


mg/kgbb/hari dan dosis prednison: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg).13

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)

pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi
penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai
"pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari. 13
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak
pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya


implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan
menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk
kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu
obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan
bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).13

Efek samping OAT 13

Nama Obat Efek Samping

1. Isoniazid (INH) Neuritis perifer, ikterus, hipersensitivitas, mulut kering, nyeri


epigastrik, tinitus, retensio urine dan methemoglobinemia

2. Rifampisin Ikterus, flu-like syndrome, syndrome Redman, nyeri


epigastrik, reaksi hipersensitivitas, dan supremi imunitas

3. Etambutol Neuritis optik, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah,


disuria, malaise dan demam

4. Pirazinamid Gangguan hati, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah,


disuria, malaise dan demam

5. Streptomisin Hipersensitivitas, vertigo, tuli, gangguan fungsi ginjal

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Pemantauan efek samping
obat dapat dilakukan dengan cara :

 Menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping


 Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengonsumsi OAT.
Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek
samping ringan.
 Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam kasus
ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera dirujuk ke
UPK spesialis
 Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak.
Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obatan simptomatik atau
obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama
pengobatan. Dalam hal ini pengobatan OAT dapat diteruskan.
 Follow Up
Pemantauan kemajuan pengobatan dilaksanakan dengan memeriksa dahak secara
mikroskopik. Yang diperiksa adalah 2 spesimen dahak, untuk fase intensif diperiksa akhir bulan
ke 2 untuk kategori I dan akhir bulan ke 3 untuk kategori II. Pemeriksaan dahak untuk melihat
terjadinya konversi, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi BTA negatif. Konversi positif
apabila ke dua spesimen dahak BTA negatif.14

 Penilaian pengobatan TB

Penilaian dilakukan setelah penderita BTA positif menyelesaikan secara lengkap pengobatan
tahap intensif dan tahap lanjutan. Penilaian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan 3
spesimen dahak secara mikroskopik. Apabila secara berurutan diperoleh hasil BTA negatif dua
kali atau lebih yaitu pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan Kategori I dan bulan ke 7 dan akhir
pengobatan Ketegori II, penderita dinyatakan sembuh.14

Gerakan TOSSTB (Temukan Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis)

Gerakan TOSSTB yang digagas Kemenkes RI ini ingin melibatkan peran serta semua
masyarakat Indonesia mulai dari masyarakat umum pengguna media sosial (medsos), dinas
kesehatan, organisasi masyarakat sipil, organisasi pasien, organisasi mitra dan lainnya untuk
bersama peduli dalam menyebarkan informasi tuberkulosis yang benar.

Tujuan gerakan TOSSTB yang digagas ini adalah untuk menemukan sebanyaknya, mengobati
sebanyaknya dan menyembuhkan sebanyaknya kepada pasien TB dengan cara menyebar-luaskan
informasi mengenai TB yang benar. Informasi mengenai Tuberkulosis yang benar bisa kita
dapatkan dari situs TB Indonesia atau situs Kemenkes RI.13

4. Tertier

• Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC, termasuk dalam pencegahan


tersier. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian
diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan
kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC,
serta penegasan perlunya rehabilitasi.13

Kesimpulan

TBC adalah suatu infeksi bakteri yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
utama menyerang organ paru manusia. Meningkatnya penderita TBC disebabkan berbagai faktor
diantaranya social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti ketidaktahuan akan akibat,
komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang menderita TBC di rumah dan sikap
penderita TBC.

I. Daftar Pustaka
1. Budiman Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis, Budiman Chandra ;
editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta Nirmala. – Jakarta : EGC, 2009.
2. Azrul A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Binarupa Aksara, 2006 (h)104-
19.
3. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.
4. Budiman C. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta;EGC, 2009.
5. Harnilawati. Pengantar ilmu keperawatan komunitas. Sulawesi : penerbit pustaka As Salam ;
2013. hal 5-32.
6. Crofton J. Tuberculosis klinis. Edisi ke-2, Jakarta : Widya Medika ; 2002. hal 23-4.
7. Depkes RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 1997.
8. P Manalis H S. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru dan upaya
penanggulangannya. Jurusan ekologi kesehatan, Desember 2010, Vol.9 No.4 : 1341-45.
9. Imbalo P. Tuberkulosis paru. In: Jaminan mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006 (h)438-50.
10. Palupi Mukti D.L , Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan, sikap
dan perilaku penderita tuberkulosis yang berobat diwilayah kerja puskesmas Surakarta.
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.
11. Pohan Imbalo. Tuberkulosis Paru. In: Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006. hal: 438-50
12. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2.
Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. hal: 3-37
13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Terobosan menuju akses universal strategi nasional pengendalian
TB di Indonesia 2010-2014.
14. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2.
Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

Das könnte Ihnen auch gefallen