Sie sind auf Seite 1von 7

Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan

Kematian Bayi Perlu Kerja Keras


Dipublikasikan Pada : WED, 03 FEB 2010, Dibaca : 27.562 Kali

Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI)
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000
KH pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja keras karena kondisi saat ini,
AKI 307 per 100.000 KH dan AKB 34 per 1.000 KH.

Hal itu sambutan Menkes yang dibacakan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna Rosita
Hendardji, MPH dalam acara Kampanye Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) dan Penggunaan Buku KIA, bekerja sama dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu
(SIKIB), di Jakarta (3/2/2010).

Surga ada di bawah telapak kaki ibu, pepatah ini menunjukkan betapa pentingnya posisi ibu di
masyarakat, namun kenyataannya perhatian terhadap keselamatan ibu saat melahirkan masih perlu
ditingkatkan, demikian pula bayi yang dilahirkan harus sehat dan tumbuh kembang dengan baik, ujar
Menkes.

Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya percepatan penurunan AKI
dan AKB antara lain mulai tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke
Puskesmas di Kabupaten/ Kota yang difokuskan pada kegiatan preventif dan promotif dalam program
Kesehatan Ibu dan Anak.

Untuk tahun ini, sebanyak 300 Puskesmas di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi,
Maluku dan Papua memperoleh dana operasional sebesar Rp 10 juta per bulan. Mulai tahun 2011, seluruh
Puskesmas yang berjumlah 8.500 akan mendapatkan BOK.

Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklampsia), infeksi,
persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu
dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya.
Kondisi geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan ini.
Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat
sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu
tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak kelahiran), tambah Menkes.

Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan keluarga
mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengatasinya di tingkat keluarga, ujar Menkes.

Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan indikator proksi
(persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan
menggunakan stiker ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat
dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi
komplikasi pada saat kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan.

Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, bersalin,
pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil termasuk skrining status
imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga didorong untuk melakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

P4K berperan dalam pencapaian salah satu target program 100 hari Kementerian Kesehatan yaitu
terdatanya ibu hamil di 60.000 desa di seluruh Indonesia. Saat sudah terdata 3.122.000 ibu hamil di
67.712 desa, papar Menkes.

Perencanaan persalinan dapat dilakukan manakala ibu, suami dan keluarga memiliki pengetahuan
mengenai tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas; asuhan perawatan ibu dan bayi; pemberian ASI;
jadwal imunisasi; serta informasi lainnya. Semua informasi tersebut ada di dalam Buku KIA yang
diberikan kepada ibu hamil setelah didata melalui P4K. Buku KIA juga berfungsi sebagai alat pemantauan
perkembangan kesehatan ibu hamil serta pemantauan pertumbuhan bayi sampai usia 5 tahun. Buku ini
dapat diperoleh di Puskesmas, jelas Menkes.

Pada kesempatan tersebut Menkes mengajak semua ibu hamil, suami dan keluarga melaksanakan P4K.
Kepada organisasi profesi dan rumah sakit menyediakan dan menggunakan Buku KIA di sarana kesehatan
lebih ditingkatkan.

Menurut Menkes, upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan akan lebih optimal apabila semua
khususnya Pemerintah Daerah berperan aktif, mendukung dan melaksanakan semua program percepatan
penurunan AKI dan AKB. Selain itu juga perlu dukungan pihak swasta baik dalam pembiayaan program
kesehatan melalui CSR-nya maupun partisipasi dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan swasta.

Menkes berharap kampanye ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia dan dapat diikuti oleh
pihak-pihak lain sehingga Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga menjadi slogan bersama.

Menkes juga menyambut gembira atas keterlibatan SIKIB dalam kampanye P4K sebagai upaya
memajukan kesehatan ibu dan anak. Menkes juga menyampaikan apresiasi atas peran PKK yang telah
bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan program kesehatan terutama KIA di
lapangan.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Untuk
informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call
Center: 021-30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@puskom.depkes.go.id,
kontak@puskom.depkes.go.id

- See more at: http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=793&id=untuk-menurunkan-


angka-kematian-ibu-dan-kematian-bayi-perlu-kerja-keras.html&#sthash.DbHuqr7Q.dpuf

STRATEGI EFEKTIF PENURUNAN AKI DAN


AKB DI INDONESIA
Posted on 2 Juni 2015 by niahamida

Tujuan keempat MDGs difokuskan untuk menurunkan angka kematian bayi (AKB). AKB saling
berkaitan dengan Angka Harapan Hidup (AHH) dimana saat ini anak-anak yang lahir di Indonesia dapat
mengharapkan hidup hingga usia 68 tahun. Oleh karena itu, AKB merupakan salah satu indikator
kesehatan sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengurangi AKB. Berdasarkan hasil data SDKI 2012
lebih rendah dibandingkan dengan hasil data SDKI 2007 atau AKB mengalami penurunan meskipun tidak
terlalu signifikan. Target MDGs adalah mengurangi dua pertiga angka tahun 1990. Saat itu jumlah AKB
adalah 97 kematian per 1000 kelahiran hidup. Target saat ini, AKB adalah 32 kematian per 1000
kelahiran hidup. Dengan demikian, Indonesia cukup berhasil dalam menurunkan Angka Kematian Bayi
(AKB). Sedangkan, tujuan kelima MDGs difokuskan pada kesehatan ibu untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI). Pada tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebenarnya telah
mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, berdasarkan data SDKI 2012, AKI melonjak sangat
signifikan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Target MDGs adalah mengurangi tiga perempat
angka tahun 1990. Target yang harus dicapai adalah 97. Melihat data SDKI 2012, Indonesia tidak akan
berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Oleh karena itu, diperlukan strategi yang efektif dalam
penurunan AKI dan AKB di Indonesia yang salah satunya merujuk pada kerangka analisis Sistem
Kesehatan Nasional (SKN).

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Subsistem
SKN adalah upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi;
alat kesehatan; dan makanan, manajemen dan informasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Angka Kematian Ibu (AKI) terjadi akibat komplikasi pada saat persalinan sehingga dapat menimbulkan
konsekuensi yang sangat serius. Selain itu, penyebab langsung kematian maternal yang paling umum di
Indonesia adalah pendarahan, eklamasi, dan infeksi. Persalinan di Indonesia masih ada yang dilakukan di
rumah tanpa bantuan seorang tenaga persalinan terlatih. Hal tersebut terjadi karena harganya lebih murah
dan mereka lebih nyaman dengan seseorang yang mereka kenal dan percaya atau karena masih belum
memadainya pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan sehingga masyarakat tidak dapat menjangkaunya,
terutama di pedesaan. Sebenarnya, masalah tersebut dapat dicegah dengan pemakaian alat kontrasepsi.
Namun, alat kontrasepsi tidak mudah dijangkau oleh masyarakat sehingga mengakibatkan meningkatnya
AKI.

Dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) diperlukan strategi yang efektif yaitu meningkatkan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan yang dapat diberikan adalah dengan asuhan persalinan normal dengan
paradigma baru yaitu dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mendekatkan pelayanan kebidanan kepada
setiap ibu yang membutuhkannya. Penempatan bidan harus adil dan merata sehingga tidak ada
kesenjangan penempatan bidan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dalam upaya tersebut harus
bersifat non-diskriminatif dimana setiap ibu yang membutuhkan pertolongan bidan wajib memperoleh
pelayanan tersebut. Selain itu, ketersediaan pelayanan kebidanan harus berkualitas, terjamin
keamanannya, efektif dan sesuai serta pembiayaan pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh ibu yang
membutuhkannya. Dalam upaya tersebut, bidan yang melayani ibu hamil harus berkompeten,
berintegritas, dan bersifat objektif serta bidan harus bekerjasama dengan tim yang berkompeten sehingga
persalinan dapat dilakukan secara cepat dengan ketepatan yang tinggi (tidak mengalami kesalahan dalam
melakukan persalinan). Jadi, pemerintah harus meningkatkan kuantitas dan kualitas dari bidan maupun
tim yang akan membantu bidan dalam persalinan baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Masih mahalnya pembiayaan pelayanan kebidanan bagi ibu di kalangan miskin dapat diatasi dengan
adanya asuransi bagi ibu hamil dimana asuransi tersebut merupakan tanggung jawab dari pemerintah,
masyarakat dan swasta. Asuransi tersebut harus bersifat efektif, efisien, adil dan transparan. Jadi,
pemerintah harus menjangkau pembiayaan persalinan secara efektif dan efisien serta adil dan transparan
bagi ibu hamil. Sebenarnya, AKI dapat dicegah dengan pemakaian alat kontrasepsi. Namun, alat
kontrasepsi masih sulit dijangkau oleh ibu-ibu di kalangan miskin. Oleh karena itu, seharusnya
pemerintah menyediakan alat kontrasepsi yang aman, berkhasiat, bermanfaat dan bermutu dimana alat
kontrasepsi tersebut tersedia secara merata dan terjangkau. Selain itu, masyarakat juga harus mendapatkan
informasi yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan tentang alat kontrasepsi dari produsen, distributor
maupun pelaku pelayanan kesehatan. Jadi, pemerintah harus meningkatkan penyediaan alat kontrasepsi
yang berkualitas, terutama bagi ibu-ibu di kalangan miskin. Pemerintah harus mampu menciptakan alat
kontrasepsi melalui inovasi/kreatifitas yang dikelola secara profesional, sistematis dan berkesinambungan
sehingga mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri dan harga alat kontrasepsi dapat dijangkau oleh
semua kalangan masyarakat. Jadi, pemerintah harus meningkatkan manajemen dan informasi tentang
inovasi untuk menurunkan AKI salah satunya adalah menciptakan alat kontrasepsi yang bersumber dari
dalam negeri.

Semua program yang diimplementasikan pemerintah kepada ibu-ibu tidak akan berjalan optimal tanpa
adanya perubahan perilaku dari ibu-ibu. Oleh karena itu, perlu adanya pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, serta menjadi penggerak dalam
menurunkan AKI. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kemitraan berbagai pihak, dimana
pemerintah berperan untuk membuka akses informasi dan dialog, menyiapkan regulasi dan menyiapkan
masyarakat dengan membekalinya dengan pengetahuan dan ketrampilan bagi ibu-ibu maupun masyarakat
dan ibu-ibu maupun masyarakat dapat berpartisipasi dengan memberikan kritikan yang membangun untuk
menurunkan AKI.

Angka Kematian Bayi (AKB) terjadi akibat BBLR, asfiksia lahir ataupun dipengaruhi oleh kondisi ibu
saat melahirkan. Selain itu, kematian perinatal dapat dipengaruhi oleh status ekonomi (kemiskinan)
sehingga menyebabkan bayi berpotensi memiliki gizi buruk dan status kesehatan yang buruk pula.

Dalam menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) diperlukan strategi yang efektif yaitu meningkatkan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan yang dapat diberikan adalah dengan asuhan persalinan normal dengan
paradigma baru yaitu dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi. Hal tersebut dapat menurunkan AKB karena bayi dilahirkan dengan selamat pada
saat persalinan. Selain itu, pemerintah juga memberikan makanan dan/atau minuman khusus ibu hamil
secara gratis kepada ibu hamil seperti susu khusus ibu hamil dan biscuit khusus ibu hamil. Hal tersebut
dilakukan setiap seminggu sekali sehingga ibu-ibu hamil di Indonesia dapat memperoleh nutrisi dan
upaya tersebut harus dilakukan secara adil dan merata baik di perkotaan maupun pedesaan. Selain itu,
ketersediaan nutrisi tersebut harus berkualitas, terjamin keamanannya, efektif dan sesuai.

Imunisasi campak juga merupakan indikator dari AKB karena diperkirakan 30.000 anak meninggal setiap
tahun karena komplikasi campak dan baru-baru ini ada beberapa kejadian luar biasa polio dimana 303
anak menjadi lumpuh. Sebenarnya, imunisasi pada anak-anak tidak hanya bergantung pada para orang tua
untuk memastikan bahwa anak-anak mereka memperoleh vaksinasi, tapi diperlukan sistem kesehatan
yang terkelola dengan baik untuk mengatur mereka dalam memperoleh imunisasi. Oleh karena itu,
pemerintah perlu lebih meningkatkan sistem kesehatan terkait pemberian imunisasi campak terhadap bayi
dan meningkatkan pemberian imunisasi campak yang aman, bermanfaat dan bermutu dimana imunisasi
campak tersebut tersedia secara merata untuk menurunkan AKB. Jadi, pemerintah harus meningkatkan
pemberian imunisasi campak yang berkualitas terhadap bayi baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Dalam pemberian imunisasi campak tersebut diperlukan tenaga kesehatan yang berkompeten dan
berintegritas karena terdapat kesulitan tersendiri dalam memberikan imunisasi kepada anak-anak
dibandingkan kepada orang dewasa. Jadi, pemerintah harus meningkatkan kuantitas dan kualitas dari
tenaga kesehatan dalam pemberian imunisasi campak terhadap bayi baik di perkotaan maupun di
pedesaan.

Pemerintah harus mampu menciptakan nutrisi untuk ibu-ibu hamil baik dalam berupa makanan atau
minuman atau inovasi yang lainnya dimana nutrisi tersebut memberikan tambahan nutrisi untuk ibu-ibu
hamil sehingga anak yang akan dilahirkan selamat baik secara fisik maupun kecerdasannya. Nutrisi
tersebut harus diberikan secara gratis kepada ibu-ibu hamil secara merata baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Bahan baku dari nutrisi tersebut harus bersumber dari dalam negeri. Selain itu, pemerintah
harus mampu menciptakan imunasi yang lebih efektif daripada imunisasi sebelumnya melalui
inovasi/kreatifitas yang dikelola secara profesional, sistematis dan berkesinambungan sehingga tidak
terdapat lagi anak-anak Indonesia yang menderita polio dan menyebabkan kelumpuhan. Jadi, pemerintah
harus meningkatkan manajemen dan informasi tentang inovasi untuk menurunkan AKB salah satunya
adalah menciptakan nutrisi untuk ibu-ibu hamil yang bersumber dari dalam negeri dan menciptakan
imunisasi yang lebih efektif daripada imunisasi sebelumnya. Pemerintah harus mengatur pembiayaan atas
semua keperluan untuk menurunkan AKB secara efektif dan efisien serta adil dan transparan dimana
pembiayaan tersebut merupakan tanggung jawab dari pemerintah dan masyarakat. Pembiayaan tersebut
harus bersifat efektif, efisien, adil dan transparan.

Program pemerintah yang diimplementasikan untuk menurunkan AKB akan berjalan optimal apabila
pemerintah memberdayakan masyarakat untuk ikut andil dalam program yang diimplementasikan.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kemitraan berbagai pihak, dimana pemerintah berperan
untuk membuka akses informasi dan dialog, menyiapkan regulasi dan menyiapkan masyarakat dengan
membekalinya dengan pengetahuan dan ketrampilan bagi ibu-ibu, orang tua maupun masyarakat dan ibu-
ibu, orang tua maupun masyarakat dapat berpartisipasi dengan memberikan kritikan yang membangun
untuk menurunkan AKB.

Strategi yang efektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia adalah dengan meningkatkan tingkat implementasi dari keenam subsistem SKN ditambah
dengan adanya inovasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk regulasi. Regulasi
tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan pemerintah dalam penurunan AKI dan AKB

Unsur Budaya

Seperangkat unsur budaya yang dominan yang menjadi latar belakang tinggi atau rendahnya
kematian ibu dan bayi di suatu daerah, sebagai berikut :

Sistem Kepercayaan seluruh aspek yang berkaitan dengan kepercayaan atau agama.
kemampuan masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar dari
Sistem Pengetahuan keluarga dan tradisi, termasuk yang berkaitan dengan perawatan dan
pengobatan bagi ibu hami dan bayi.
organisasi sosial yang sudah diwariskan turun temurun dan masih
Sistem Kekerabatan
berlaku hingga kini, termasuk didalamnya mengenai aturan perkawinan.
cara masyarakat mendapatkan sumber pangan diantaranya pertanian,
Sistem Matapencaharian
peternakan, perikanan, perkebunan, kerajinan, dan sebagainya

Kaitan keempat unsur tersebut dengan penyebab kematian ibu dan bayi contohnya di sistem kepercayaan,
bahwa kematian ibu yang melahirkan disebabkan karena mengalami kesulitan bersalin, diyakini karena
ada roh jahat yang menghalangi jalan lahir. Atau bayi yang meninggal karena batuk berdarah karena ada
orang yang mengirim guna-guna. Ada juga kepercayaan bahwa kematian adalah takdir yang tidak bisa
ditolak, karena Tuhan telah berkehendak.

Sistem pengetahuan juga mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam menyimpulkan


penyebab kematian. Misalnya bayi meninggal karena panas, artinya terjadi ketidakseimbangan suhu
tubuh. Maka untuk menyeimbangkan perlu diberi air dingin dan diberi air panas jika suhu bayi dingin.
Pengetahuan ini mempengaruhi cara pengobatan dan perawatan bagi bayi atau ibu hamil yang berisiko.

Seringkali kita mendengar bahwa keputusan untuk memilih layanan kesehatan untuk
pemeriksaan kehamilan dan persalinan sangat tergantung kepada sistem kekerabatan yang mengacu
kepada tata aturan di dalam keluarga tentang siapa yang berwenang mengambil keputusan. Demikian
dominannya pengambil keputusan di dalam keluarga, sehingga persoalan krisispun harus meminta restu
kepada yang berwenang itu. Proses pengambilan keputusan yang paternalistik ini seringkali
memperlambat penanganan ibu dan bayi yang menghadapi risiko kematian, sehingga terjadilah yang
dikenal dengan terlambat mendapatkan penanganan kegawatdaruratan kehamilan atau persalinan.

Disamping itu sistem matapencaharian juga mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Asupan gizi yang
dikonsumsi setiap hari oleh ibu hamil atau bayi, tergantung kepada sumber pangan yang tersedia dan pola
makan pada masyarakat tersebut. Keterbatasan sumber pangan dan pola makan yang tidak bergizi, sering
menjadi masalah laten yang mengancam ketika masa kehamilan yang dikenal dalam dunia medis sebagai
kekurangan energy kronis (KEK). Pengaruh sistem matapencaharian terhadap sumber pangan dan pola
makan bayi juga akan berdampak kepada baik buruknya gizi si bayidi kemudian hari.

Rekomendasi

Pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih mendalam untuk mengetahui latar
belakang penyebab kematian ibu dan bayi di suatu daerah. Pendekatan kebudayaan seharusnya dipilih
pemerintah untuk tidak menyeragamkan bentuk program dalam upaya mencegah kematian ibu dan bayi.
Beberapa rekomendasi yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :

1. Untuk aparatus kesehatan :


2. Pemahaman mengenai budaya masyarakat di lingkungan wilayah puskesmas sangat diperlukan
oleh tenaga kesehatan.
3. Pembekalan perspektif antropologi bagi tenaga kesehatan disemua tingkatan menjadi modal utama
dalam menjalankan fungsi pelayanan yang sesuai dengan konteks budaya masyarakat, sehingga
mampu mengindentifikasi faktor nilai dan budaya yang berpotensi menurunkan risiko kematian
ibu dan bayi.
4. Mengembalikan fungsi dasar Puskesmas sebagai unit pelayanan yang berbasis kewilayahan.
Bukan pelayanan berdasarkan kasus-kasus penyakit. Basis kewilayahan bukan hanya teritori
secara geografis, namun juga teritori secara sosial budaya. Teritori sosial budaya bukan dibatasi
secara fisik lokasi daerah administratif, namun dibatasi oleh batas batas adat dan kekerabatan.

1. Intervensi program kesehatan harus berbasis kultur dan struktur masyarakat sehingga terjadi
penerimaan sosial untuk mendorong partisipasi kolektif masyarakat.

1. Untuk Pemerintah Desa :


2. Pemerintahan Desa harus memiliki data kebudayaan yang masih berlaku di masyarakat. Khusus
mengenai kesehatan ibu dan bayi perlu dicatat data yang mengenai :
1. sistem kepercayaan masyarakat,
2. sistem pengetahuan terutama mengenai konsep sehat dan sakit,
3. sistem kekerabatan terutama mengenai siapa yang berwenang pengambil keputusan
penting di dalam keluarga luas,
4. sistem matapencaharian yang dilengkapi dengan sumber pangan yang biasa dikonsumsi
oleh penduduk Desa khususnya oleh remaja perempuan, ibu, dan bayi beserta pola
makannya.
3. Pemerintah Desa perlu membentuk sistem SIAGA (Siap – Antar – Jaga) di level RT/Dusun yang
terdiri dari :
1. Pencatatan dan identifikasi ibu hamil dan bayi
2. Penyediaan transportasi untuk merujuk ke puskesmas dan rumah sakit
3. Pendataan golongan darah penduduk dewasa yang sehat untuk mempersiapkan pendonor
jika dibutuhkan
4. Dana untuk membiayai kebutuhan rujukan, menjaga pasien selama perawatan, dan biaya
lainnya yang tidak dicover oleh pemerintah.

Contoh keberhasilan menerapkan empat sistem SIAGA di Kota Cirebon mampu menurunkan kematian
ibu melahirkan dan bayi secara bermakna.

3. Pemerintah Desa perlu memiliki postur data kependudukan saat ini dan prediksi dinamika
penduduk lima tahunan terutama kelompok usia produktif.

Apabila dua aspek dalam sector kesehatan saling bersinergi yaitu aspek demand dan aspek supply, dimana
satu dengan lainnya saling mengerti dan memahami peran dan tanggungjawabnya, maka niscaya
kesehatan ibu dan bayi akan meningkat dan akhirnya berdampak kepada peningkatan derajat kesehatan
masyarakat pada umumnya.

Rekomendasi khusus kepada pemerintah pusat adalah sebagai berikut : dalam membuat
kebijakan perlu menggunakan prinsip : memperkuat faktor yang menurunkan risiko kematian dan
mengeliminasi faktor yang meningkatkan risiko kematian pada ibu dan bayi dengan
mempertimbangkan nilai budaya setempat.

Apabila hal tersebut di atas dilaksanakan maka dengan mudah kita dapat mengidentifikasi akar
penyebab, mengapa kematian ibu dan bayi terus terjadi. Dan jika kita mengetahui akar penyebabnya,
maka dengan mudah kita merumuskan solusi mengatasi masalahnya.

Das könnte Ihnen auch gefallen