Sie sind auf Seite 1von 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CARCINOMA CAPUT PANKREAS


RUANG PERAWATAN INTERNA DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO

Nama Mahasiswa : Nur Ayuana Andini


Nim : R014181003

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Kanker pankreas adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang melapisi
saluran pankreas (Brunner & Suddarth, 2011). Kanker pankreas merupakan tumor yang
paling sering terjadi. Lokasi timbulnya tersering pada daerah kaput pancreas yang dikenal
dengan istilah medis carcinoma caput pankreas, yaitu 60 % kemudian disusul kanker
kaudal 30 % dan kanker seluruh pankreas yaitu 10% . Terdapat banyak faktor resiko yang
dapat menyebabkan kanker pankreas, diantaranya merokok, obesitas, kronik pancreatitis,
dan mutasi gen (Japaris, 2008; Mayer, 2005).
Kanker pankreas ini merupakan penyebab kematian keempat akibat kanker
(selain kanker paru, kolon dan payudara), baik pada pria maupun wanita di Amerika
Serikat. Menifestasi klinik dari karsinoma kaput pankreas yang paling sering di jumpai
adalah sakit perut, berat badan turun dan ikterus. Diagnosis sulit ditegakkan, sehingga
tumor biasanya tidak ditemukan kecuali bila telah menyebar terlalu luas sehingga tidak
dapat dilakukan reseksi lokal.
Saat ini pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosa kanker pankreas
diantaranya Ultrasonografi (USG), Computed Tomography (CT) Scan Abdomen,
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Endoscopic Retrograde Cholangio-
Pancreaticography (ERCP), dan ultrasonografi endoskopik.

B. Etiologi
Etiologi karsinoma kaput pancreas atau kanker pankreas masih belum diketahui
pasti. Namun, penelitian epidemiologi menunjukkan adanya hubungan karsinoma kaput
pankreas dengan beberapa faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien.
Faktor eksogen antara lain kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan zat
karsinogen industri, sedangkan faktor endogen yaitu usia, penyakit pankreas (
pankreatitis kronik dan diabetes mellitus) dan mutasi gen (Sudoyo, 2006).
Etiologi karsinoma kaput pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor
eksogen pasien dengan faktor endogen.
1. Faktor Eksogen
a. Merokok
Merokok mengakibatkan kanker pankreas sekitar 25-35%, berisiko 2-3
kali menderita kanker pankreas. Meta analisis 83 penelitian epidemiologi
mengenai merokok dan kanker pankreas seluruhnya dengan Resiko Relatif (RR)
adalah 1,74 (Yeo, 2015).
b. Obesitas dan Diet
Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak berisko terhadap terjadinya
kanker pankreas. Dari 38 penelitian mengenai berat badan dan risiko kanker oleh
World Cancer Research Fund menyimpulkan bahwa obesitas dan abdominal yang
gemuk merupakan faktor risiko kanker pankreas. Tumorigenesis ditingkatkan
oleh jaringan adipose yang berlebih melalui metabolism glukosa abnormal,
hiperinsulinemia, dan perubahan inflamasi. Obesitas juga berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup setelah didiagnosis kanker pankreas. Faktor diet juga
berkontribusi terhadap kanker pankreas, yaitu makanan tinggi lemak dan kalori ,
mentega, daging merah, dan konsumsi buah dan sayur sebagai protektif.(Yeo,
2015).
c. Alkohol
Konsumsi alkohol berkontribusi terhadap terjadinya pankreatitis akut dan
berkembang menjadi pankreatitis kronik. Mengkonsumsi alkohol menyebabkan
kerusakan parenkim pankreas melalui beberapa mekanisme: (Yeo, 2015).
1) Peningkatan acetaldehyde merupakan oksidatif dari metabolism alkohol.
2) Regulasi imunosupresif dan inflammatory.
3) Berkurangnya kadar folat pada konsumen alkohol berat.
4) Merangsang biotransformasi enzim Cytochrome P450
2. Faktor Endogen
a. Usia
Resiko berkembangnya kanker pankreas meningkat sesuai dengan
penambahan usia. Kanker pankreas cenderung terjadi pada orang-orang dengan
usia 40-60 tahun.
b. Jenis kelamin
Kanker pankreas lebih sering terdiagnosa pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Insidensi pada laki-laki di negara berkembang 8,5/100.000 dan
negara belum berkembang 3,3/100.000 dan pada wanita di negara berkembang
5,6/100.000 dan negara belum berkembang 2,4/100.000.
c. Ras/Etnis
Lebih sering mengenai ras yang berkulit hitam. Orang Africa-Amerika
memiliki insidensi yang tinggi (17,6/100.000 untuk pria berkulit hitam dan
14,3/100.000 untuk wanita berkulit hitam). Risiko yang tinggi pada orang
Amerika yang berkulit hitam mungkin dikarenakan perbedaan ras dalam
metabolisme asap rokok, tingkat merokok yang tinggi, obesitas, asupan tinggi
kalori, konsumsi alkohol, diabetes dalam waktu yang lama,tingkat pendapatan
yang rendah (Yeo, 2015).
3. Faktor genetik dan riwayat penyakit sebelumnya.
a. Genetik
Kanker pankreas sering dikaitkan dengan kelainan genetik. Kelainan yang
paling sering adalah mutasi K-ras yang sebagian besar memengaruhi kodon 12,
hal ini diamati pada 60-75% kanker pankreas (Chong dan Cunningham, 2013).
Mutasi K-ras mengganggu intrinsik GTPase yang aktif di tranduksi signal yang
merubah prolifesi dan migrasi sel. Mutasi K-ras adalah kejadian genetik awal
pada karsinogenesis pankreas dan dipertimbangkan menjadi tanda kanker
pankreas (Sakorafas dan Smyrniotis, 2012).
Onkogen K-ras mengkode Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog
(K-ras) protein pada guanosine triphosphate (GTPase) (Rishi et al, 2015).
Onkogen K-ras berubah pada kompartemen epitel pankreas, inaktivasi Atg7,
kunci mediator autophagy, memblok progresif K-ras ke invasif pankreas duktal
adenokarsinoma. Blokade ini meningkatkan kematian sel, pertumbuhan berhenti
dan tahap awal lesi neoplastik (Donahue dan Herman, 2014).
Inaktivasi gen p16 diobservasi pada 80-95% kanker pankreas sporadik,
dan ini dijumpai pada stadium lanjut karsinogenesis pankreas. Inaktivasi gen p53
diobservasi pada 55-75% kanker pankreas dan merupakan tahap akhir
tumorigenesis pankreas. Inaktivasi gen SMAD4 terjadi pada 55% kanker
pankreas. Mutasi gen BRAC2 meningkat 10 kali pada perkembangan kanker
pankreas (Sakorafas dan Smyrniotis, 2012). Gen-gen tumor suppressor p16, p53,
dan SMAD4 biasanya inaktif; gen p16 pada kromosom 9p21 hilang pada hampir
95% tumor, gen p53 inaktif karena mutasi atau hilang pada 50-70% tumor, dan
gen SMAD4 hilang pada 55% tumor pankreas. Sekitar 5-10% pasien dengan
kanker pankreas memiliki penyakit familial.
b. Diabetes
Diabetes merupakan faktor risiko menimbulkan manifestasi klinis untuk
kanker pankreas karena perubahan fungsi islet cell dan hilangnya masa sel beta.
Hiperglikemi terdapat pada 50-80% pasien dengan kanker pankreas (Yeo, 2015).
Secara epidemiologi diabetes tipe 2 merupakan faktor risiko kanker
pankreas dan hiperinsulinemia kronik serta hiperglikemi berhubungan dengan
diabetes tipe 2 sebagai mekanisme yang menyertai. Penelitian ekperimental
menunjukkan bahwa insulin merangsang proliferasi dan mengurangi apoptosis
pada sel kanker pankreas baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
peningkatan bioavailabilitas insulin like growth factor 1. Hiperglikemi juga dapat
meningkatkan proliferasi dan invasi sel pankreas ( Liao et al, 2015).
Dari penelitian cohort dan case-control, diabetes yang telah didiagnosa
selama dua tahun meningkatkan risiko dua kali terhadap kanker pankreas. Pada
penelitian meta analisis oleh Huxley et al (2005) melaporkan ada 36 penelitian
yang menunjukkan ada peningkatan risiko kanker pankreas pada penderita
diabetes (Henry et al, 2013).
c. Pankreatitis
Pankreatitis mengakibatkan kanker pankreas telah banyak diteliti dari 10
penelitian case control menemukan bahwa pankreatitis berkontribusi terhadap
kanker pankreas sekitar 1,34%. Dugaan ini karena penyebab pankreatitis mungkin
menyebabkan obstruksi duktal pankreas (Yeo, 2015).
C. Manifestasi Klinis
Pankreas tidak memiliki mesenterium dan berdekatan dengan saluran empedu,
usus dua belas jari, perut, dan usus besar, karenanya manifestasi klinis yang paling
umum dari kanker pankreas adalah yang berkaitan dengan invasi atau kompresi dari
struktur yang berdekatan (Brand, 2003).
1. Nyeri, ikterik, atau keduanya dijumpai pada lebih dari 80% pasien dan, bersamaan
dengan penurunan berat badan, dianggap sebagai tanda klasik karsinoma kaput
pancreas tetapi sering kali tidak nampak sampai proses penyakit telah lanjut
(Brunner & Suddarth, 2014).
2. Nyeri atau ketidaknyamanan yang samar di bagian atas atau pertengahan abdomen
tidak berhubungan dengan fungsi GI menyebar sebagai nyeri tertusuk di
pertengahan punggung dan lebih berat di malam hari dan ketika berbaring dalam
posisi telentang, nyeri sering kali progresif dan berat. Asites lazim terjadi (Brunner
& Suddarth, 2014).
3. Rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, diare (steatore), dan
badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena dijumpai pada pancreatitis dan
tumor intraabdominal. Keluhan awal biasanya berlangsung >2 bulan sebelum
diagnosis kanker. Keluhan utama yang sering adalah sakit perut, berat badan turun
(>75 % kasus) dan ikterus (terutama pada kanker kaput pankreas).
4. Lokasi sakit perut biasanya di ulu hati, awalnya difus, selanjutnya terlokalisir. Sakit
perut biasanya disebabkan invasi tumor pada pleksus coeliac dan pleksus
mesenterikus superior. Dapat menjalar ke punggung, disebabkan invasi tumor ke
daerah retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.
5. Penurunan berat badan awalnya melambat, kemudian menjadi progresif,
disebabkan berbagai faktor: asupan makanan kurang, malabsorbsi lemak dan
protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi (tumor necrosis factor-a dan
interleukin-6).
6. Ikterus obstruktivus, dijumpai pada 80-90 % kanker kaput pankreas berupa tinja
berwarna pucat (feses akolik).
7. Gejala defisiensi insulin (diabetes: glukosuria, hiperglikemia, dan toleransi glukosa
abnormal) mungkin merupakan tanda awal karsinoma (Brunner & Suddarth, 2014)
8. Makanan sering kali memperburuk nyeri epigastrik (Brunner & Suddarth, 2014).
9. Malabsorpsi nutrient dan vitamin larut-lemak, anoreksia dan malaise (kelemahan),
serta feses berwarna seperti lempung dan urine yang berwarna pekat/gelap lazim
terjadi pada karsinoma kaput pankreas (Brunner & Suddarth, 2014).
Selain itu tanda klinis lain yang dapat kita temukan antara lain, pembesaran
kandung empedu (Courvoisier’s sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi
atau trombosis pada v. porta atau v. lienalis, atau akibat metastasis hati yang difus),
asites (karena infiltrasi kanker ke peritoneum), nodul periumbilikus (Sister Mary
Joseph’s nodule), trombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseau’s
syndrome), perdarahan gastrointestinal, dan edema tungkai (karena obstruksi VCI) serta
limfadenopati supraklavikula sinistra (Virchow’s node) (Sudoyo, 2006).

D. Patofisiologi
Kanker pankreas hampir 90 % berasal dari duktus, dimana 75 % bentuk klasik
adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus (±70%)
lokasi kanker pada kaput pankreas, 15- 20% pada badan dan 10% pada ekor. Pada
karsinoma daerah kaput pankreas dapat menyebabkan obstruksi pada saluran empedu dan
ductus pankreatikus daerah distal, hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinik berupa
ikterus (Castillo, Carlos, Jimenez, & Ramon, 2006; Sudoyo, 2006). Umumnya tumor
meluas ke retroperitonel ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada pembuluh
darah. Secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran
limfe , dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis
ke duodenum, lambung, peritonium, hati dan kandung empedu (Castillo. et. al., 2006).
Karsinoma pankreas diyakini berasal dari sel-sel duktal dimana serangkaian
mutasi genetik telah terjadi di protooncogene dan gen supresor tumor. Mutasi pada
onkogen K-ras diyakini menjadi peristiwa awal dalam perkembangan tumor dan terdapat
lebih dari 90 % tumor. Hilangnya fungsi dari beberapa gen supressor tumor (p16, p53,
DCC, APC, dan DPC4) ditemukan pada 40-60% dari tumor. Deteksi mutasi K-ras dari
cairan pankreas yang diperoleh pada endoskopik retrograde cholangiopancreatography
telah digunakan dalam penelitian klinis untuk mendiagnosa kanker pancreas (Brand,
2003). Pada sebagian besar kasus, tumor sudah besar (5-6 cm) dan atau telah terjadi
infiltrasi dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat di reseksi, sedangkan
tumor yang dapat direseksi berukuran 2,5-3,5 cm (Sudoyo, 2006).

E. Komplikasi
Komplikasi dari karsinoma kaput pankreas adalah (Buchler & Waldemar, 2004) :
1. Ikterus Obstruktif
2. Obstruksi gastric outlet
3. Pankreatitis akut (5% sebagai tanda awal karsinoma)
4. Perdarahan traktus gastrointestinal (jarang)
5. Asites
6. Splenomegaly/ varises esofagus
7. Diabetes melitus
8. Steatorrhea
9. Thrombophlebitis migrans
10. Thromboembolic disease

F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Kelainan laboratorium kanker pankreas antara lain, Anemia oleh karena
penyakit kankernya dan nutrisi yang kurang, peningkatan laju endap darah (LED),
peningkatan dari serum alkali fosfat, bilirubin, dan transaminase. Karena sebagian
besar kanker pankreas terjadi di kaput, maka obstruksi dari saluran empedu sering
ditemui. Obstruksi dari saluran empedu distal menyebabkan tingginya serum alkali
fosfat empat sampai lima kali di atas batas yang normal, begitu pun dengan billirubin
(Brand, 2003).
Penanda tumor CA 19-9 (antigen karbohidrat 19,9) sering meningkat pada
kanker pankreas. CA 19-9 dianggap paling baik untuk diagnosis kanker pankreas,
karena memiliki sensitivitas dan spesifivitas tinggi (80% dan 60-70%), akan tetapi
konsentrasi yang tinggi biasanya terdapat pada pasien dengan besar tumor > 3 cm,
dan merupakan batas reseksi tumor (Sudoyo, 2006).
2. Radiologi
a. Gastroduodenografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan lengkung duodenum
akibat kanker pankreas. Kelainan yang dapat dijumpai pada kelainan kanker
pankreas dapat berupa pelebaran lengkung duodenum, double contour, dan
gambaran ‘angka 3 terbalik’ karena pendorongan kanker pankreas yang besar
pada duodenum, di atas dan di bawah papila vateri (Sudoyo, 2006).
b. Ultrasonografi
Karsinoma pankreas tampak sebagai suatu massa yang terlokalisir, relatif
homogen dengan sedikit internal ekho. Batas minimal besarnya suatu karsinoma
pankreas yang dapat dideteksi secara ultrasonografi kira-kira 2 cm. Bila tumor
lebih dari 3 cm ketetapan diagnosis secara ultrasonografi adalah 80-95%. Suatu
karsinoma kaput pankreas sering menyebabkan obstruksi bilier. Adanya pelebaran
saluran bilier baik intra atau ekstrahepatik dapat dilihat dengan pemeriksaan USG.
Tanda-tanda suatu karsinoma pankreas secara Ultrasonografi adalah:
1) Pembesaran parsial pankreas
2) Konturnya ireguler, bisa lobulated
3) Struktur ekho yang rendah atau semisolid
4) Bisa disertai pendesakan vena kava ataupun vena mesenterika superior.
Mungkin disertai pelebaran saluran-saluran bilier atau metastasis di hati
(Boer, 2009)
c. CT – Scan
Pada masa kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih untuk
diagnostik dan menentukan diagnosis dan menentukan stadium kanker pankreas
adalah dengan dual phase multidetector CT , dengan contras dan teknik irisan
tipis (3-5mm). Kriteria tumor yang tidak mungkin direseksi secara CT antara
lain: metastase hati dan peritoneum, invasi pada organ sekitar ( lambung, kolon),
melekat atau oklusi pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan kriteria tersebut
mempunyai akurasi hampir 100% untuk predileksi tumor tidak dapat direseksi.
Akan tetapi positif predictive value rendah, yakni 25-50 % tumor yang akan
diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak dapat direseksi pada bedah laparotomi
(Sudoyo, 2006).
Gambaran karsinoma kaput pankreas pada CT scan yang dapat dinilai
antara lain; pembesaran duktus pankreatikus dan duktus biliaris, pembesaran
kantung empedu. Selain itu kita juga dapat melihat metastasis yang terjadi di
sekitar pankreas (Ahuja, Antonio,& Yuen, 2006).
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI secara jelas mencitrakan parenkim pankreas, pembuluh darah sekitar
pankreas dan struktur anatomis organ padat sekitar di regio abdomen atas. Sangat
berguna untuk diagnosis karsinoma pankreas stadium dini dan penentuan stadium
preoperasi. Kolangiopankreatigrafi MRI (MRCP) menghasilkan gambar serupa
dengan ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography), secara jelas
mencitrakan saluran empedu intra dan extrahepatik, serta saluran pankreas
(Japaries, 2008).
e. ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography)
Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker pankreas adalah dapat
mengetahui atau menyingkirkan adanya kelainan gastroduodenum dan ampula
vateri, pencitraan saluran empedu dan pankreas, dapat dilakukan biopsi dan
sikatan untuk pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Disamping itu dapat
dilakukan pemasangan stent untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada
kanker pankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi (Sudoyo, 2006).
f. EUS (Endoskopik Ultrasonografi)
EUS mungkin tes yang paling akurat dalam mendiagnosis kanker
pankreas. Beberapa studi membandingkan dengan CT telah menunjukkan bahwa
EUS memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dan spesifisitas untuk mendiagnosis,
terutama mengevalasi tumor kecil. Selain itu EUS sangat akurat untuk melihat
invasi lokal dan metastasis nodal dari kanker pankreas. Selain itu EUS juga
dapat membantu dalam proses biopsi tumor (Castillo. et. al., 2006).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit karsinoma kaput pancreas adalah sbb :
1. Bedah reseksi ‘kuratif’.
Mengangkat/mereseksi komplit tumor massanya. Yang paling sering dilakukan
adalah prosedur Whipple. Operasi whipple merupakan prosedur dengan
pengangkatan kepala (kaput) pankreas dan biasanya sekitar 20% pankreas
dihilangkan.
2. Bedah paliatif.
Untuk membebaskan obstruksi bilier, pemasangan stent perkutan dan stent per-
endoskopik.
3. Kemoterapi.
Bisa kemoterapi tunggal maupun kombinasi. Kemoterapi tunggal seperti 5-FU,
mitomisin-C, Gemsitabin. Kemoterapi kombinasi yang masih dalam tahap
eksperimental adalah obat kemoterapi dengan kombinasi epidermal growth factor
receptor atau vascular endothelial growth factor receptor. Pada karsinoma pankreas
yang telah bermetastasis memiliki respon buruk terhadap kemoterapi. Secara umum
kelangsungan hidup setelah diagnosis metastasis kanker pankreas, kurang dari satu
tahun.
4. Radioterapi.
Biasanya dikombinasi dengan kemoterapi tunggal 5-FU (5-Fluorouracil).
5. Terapi simtomatik.
Lebih ditujukan untuk meredakan rasa nyeri (obat analgetika) dari: golongan
aspirin, penghambat COX-1 maupun COX-2, obat golongan opioid.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat & jam
kebiasaan tidur pada malam hari, pekerjaan mempengaruhi tidur, misal nyeri,
ansietas, berkeringat malam, serta keterbatasan partisipasi dalam melakukan kegiatan,
pekerjaan dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan : Perubahan pada TD
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi
stress, mis: merokok, minum alkohol, keyakinan/religius. Masalah tentang perubahan
dalam penampilan, mis : lesi cacat, alopesia, pembedahan. Menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah,
kehilangan control, serta depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Cairan/Makanan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (mis: rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan
pengawet). Anoreksia, mual/muntah, Intoleransi makanan. Perubahan pada BB,
penurunan BB hebat, berkurangnya massa otot.
Tanda : Perubahan pada kelembaban / turgor kulit, mis edema.
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi mis: ketidaknyamanan ringan sampai
nyeri berat.
6. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok).
7. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama /
berlebihan.
Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
C. Rencana/ Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Ketidakefektifan pola napas Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)

1. Dyspnea Setelah diberikan intervensi Manajemen jalan napas


2. Fase ekspirasi memanjang keperawatan selama …klien akan
3. Pennggunaan otot bantu menunjukkan pola napas yang 1. Posisiskan pasien untuk
pernapasan efektif, dibuktikan oleh indikator memaksimalkan ventilasi
4. Penggunaan posisi tiga titik sebagai berikut 2. Identifikasi kebutuhan
5. Pernapasan bibir actual/potensial pasien untuk
6. Pola napas abnormal (mis., Respon penyapihan ventilasi
mekanik: Dewasa memasukan alat membuka jalan
irama, frekuensi, kedalaman)
7. Takipnea 1. Tingkat pernapasan spontan napas
2. Irama pernapasan spontan 3. Motivasi pasien untuk bernapas
Faktor yang berhubungan: 3. Kedalaman pernapasan pelan, dalam, berputar, dan batuk
spontan 4. Instruksikan bagaimana agar bisa
Keletihan otot pernapasan 4. Apikal denyut jantung apical melakukan batuk efektif
5. Ppaco2 (tekanan parsial 5. Auskultasi suara napas, catat area
oksigen dalamm darah arteri) yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara
tambahan
6. Kelola pengobatan aerosol,
Status pernapasan sebagaimana mestinya
1. Frekuensi pernapasan 7. Kelola nebulizer ultrasonik,
2. Irama pernapasan sebagaimana mestinya
3. Kedalaman inspirasi 8. Regulasi asupan cairan untukk
4. Suara auskultasi nafas mengoptimalkan keseimbangan
5. Kepatenan jalan napas cairan
6. Volume tidal 9. Posisikan untuk meringankan sesak
7. Pencapaian tingkatt insentif napas
spinometri 10. Monitor status pernapasan dan
8. Kapasitas vital oksigen, sebagaimana mestinya
9. Saturasi oksigen
10. Tes faal paru
Monitor pernapasan

1. Monitor kecepatan, irama,


kedalaman, dan kesulitan bernapas
2. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
otot bantu napas, dan retraksi pada
otot supraclaviculas dan interkosta
3. Monitor suara napas tambahan
seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya,
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul, pernapasan
1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
5. Monitor saturasi oksigen pada
pasien yang tersedasi (seperti, sao2,
svo2, spo2) sesuai dengan protokol
yang ada
6. Pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif (misalnya, pasang alat
pada jari, hidung, dan dahi) dengan
mengatur alarm pada pasien
berisiko tinggi (misalnya, pasien
yang obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit
dengan terapi oksigen menetap, usia
ekstrim) sesuai dengan prosedur
tetap yang ada
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
8. Perkusi torak anterior dan posterior,
dari apeks ke basis paru, kanan dan
kiri
9. Catat lokasi trakea
10. Auskultasi suara napas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan keberadaan
suara napas tambahan
11. Kaji perlunya penyedotan, pada
jalan napas dengan auskultasi suara
napas ronki di paru
12. Auskultasi suara napas setelah
tindakan, untuk dicatat
13. Monitor nilai fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru, volume
inspirasi maksimal, volume
ekspirasi maksimal selama 1 detik
(fevi) dan fevi/fvc sesuai dengan
data yang tersedia
14. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi
mekanik, catat peningkatan
kelelahan, kecemasan, dan
kekurangan udara pada pasien
15. Catat perubahan pada saturasi o2,
volume tidal akhir co2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
dengan tepat
16. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
17. Catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
18. Monitor sekresi pernapasan pasien

Diagnosa Keperawatan: Definisi:

Nyeri akut Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi

Batasan Karakteistik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
1. Bukti nyeri dengan Tujuan : Manjemen
menggunakan standar lingkungan:kenyamanan
daftar periksa nyeri untuk Setelah dilakukan intervensi
pasien yang tidak dapat selama 1x12 jam nyeri berkurang 6. Ciptakan lingkungan yang tenang
mengungkapkannya (mis., atau teratasi dengan kriteria hasil: dan mendukung
Neonatal Infant Pain 7. Sesuaikan suhu lingkungan yang
Assessment Checklist for klien dapat nyaman untuk pasien
Senior with Limited 8. Sesuaikan pencahaan ruangan
ability tu Communicate) 1. mengenali kapan terjadi nyeri untuk membantu klien dalam
2. Ekspresi wajah nyeri 2. mengenali faktor penyebab beraktivitas
(misalkan wajah kurang nyeri 9. Fasilitasi tindakan kebersihan
bercahaya, tampak kacau, 3. melaporkan nyeri terkontrol untuk kenyamanan individu.
gerakan mata berpencar 4. melaporkan jika mengalami 10. berikan edukasi kepada keluarga
atau tetap pada satu fokus, nyeri terkait manajemen penyakit
meringis). 5. mengambil tindakan untuk
3. Fokus menyempit ( mengurangi nyeri
misalkan persepsi waktu, 6. melakukan manajemen nyeri Pengaturan posisi
proses berpikir, interaksi sesuai dengan keyakinan
dengan orang dan budaya 1. Berikan posisi yang tidak
lingkungan) 7. mengatasi gangguan hubungan menyebabkan nyeri bertambah
interpersonal 2. Tinggikan kepala tempat tidur
Faktor yang berhubungan: 8. menikmati hidup 3. Posisikan pasien ntuk
9. mengatasi kekhawatiran terkait meningkatkan drainase urin
Agen cedera biologis toleransi nyeri 4. Meminimalisir gesekan dan
10. mengatasi kekhawatiran cedera ketikan memposisikan
membebani orang lain atau membalikkan tubuh pasien
11. mengatasi ketakutan terhadap
nyeri yang tidak bisa ditahan Terapi relaksasi
12. Mengatasi ketakutan terhadap
prosedur dan alat 1. minta klien untuk rileks
13. mengatasi rasa marah 2. gambarkan rasionalisasi dan
terhadap dampak nyeri yang manfaat relaksasi serta jenis
menyebabkan relaksasi yang tersebut. (....)
ketidakmampuan 3. ajarkan teknik relaksasi napas
14. suhu dalam batas normal dalam
(36-37,5 C) 4. Ciptakan lingkungan yang tenang
15. kulit wajah tidak pucat 5. Berikan waktu yang tidak
terganggu

Pemijatan

1. Kaji keinginan klien untuk


dilakukan pemijatan
2. Cuci tangan dengan air hangat
3. Gunakan lotion, minyak hangat,
bedak kering
4. Pijat secara terus-menerus, halus,
usapan yang panjang, meremas,
atau getakan di telapak kaki
5. Sesuaikan area pemijatan, teknik
dan tekanan sesuai persepsi
kenyamanan pasien.
6. Dorong klien melakukan nafas
dalam dan rileks selama
pemijatan.

Pemberian obat
1. Kaji adanya riwayat alergi
terhadap obat tertentu
2. Pastikan mengikuti prinsip 6
benar pemberian obat
3. Cek tanggal kadaluarsa obat
4. Monitor respon klien
Diagnosis Keperawatan Definisi

Kekurangan volume cairan Penurunan cairan intravaskular, interstitial, dan/atau intraseluler. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar
natrium.

Batasan Karakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)

1. Kelemahan 1. Cardiac pump effectiveness Cardiac Care


2. Kulit kering 2. Circulation status
3. Peningkatan suhu tubuh 3. Vital sign status 1. Evaluasi adanya nyeri dada
4. Penurunan berat badan (intensitas, lokasi, durasi)
tiba-tiba Kriteria Hasil 2. Catat adanya disritmia jantung
5. Penurunan haluaran urine 3. Catat adanya tanda dan gejala
6. Penurunan tekanan darah 1. Tanda vital dalam rentang penurunan kardiak output
7. Penurunan tekanan nadi normal (tekanan darah, nadi, 4. Monitor status kardiovaskuler
8. Penurunan turgor kulit repsirasi dan suhu) 5. Monitor status pernapasan yang
2. Dapat metoleransi aktivitas menandakan gagal jantung
Faktor yang berhubungan: 3. Tidak ada kelelahan 6. Monitor abdomen sebagai
4. Tidak ada edema paru dan indicator penurunan perfusi
Kehilangan cairan aktif perifer 7. Monitor balance cairan
5. Tidak ada asites 8. Monitor adanya perubahan
6. Tidak ada penurunan tekanan darah
kesadaran 9. Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan anti aritmia
10. Atur periopde latihan dan istirahat
untuk mengindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dispneu, fatigue,
takupneu dan ortopneru
13. Anjurkan untuk menurunkan
stress

Vital sign monitoring

1. Monitoring tekanan darah, nadi,


suhu dan respiration rate
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi tekanan darah pada
kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor kualiras dari nadi
6. Monitor adanya pulsus alterans
7. Monitor bunyi jantung
8. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
9. Monitor suara paru
10. Monitor pola pernapasan
abnormal
11. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
14. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)

1. Ketidakmampuan memakan Setelah diberikan intervensi Manajemen jalan napas


makanan keperawatan selama …klien akan
2. Kurang minat pada menunjukkan pola napas yang 11. Buka jalan napas dengan teknik chin
makanan efektif, dibuktikan oleh indikator lift atau jaw thrust, sebagai mana
3. Membrane mukosa pucat sebagai berikut mestinya.
4. Nyeri abdomen 12. Posisiskan pasien untuk
5. Penurunan berat badan Respon penyapihan ventilasi
mekanik: Dewasa memaksimalkan ventilasi
dengan asupan makan
adekuat b. Tingkat pernapasan spontan 13. Identifikasi kebutuhan
c. Irama pernapasan spontan actual/potensial pasien untuk
memasukan alat membuka jalan
Faktor yang berhubungan: d. Kedalaman pernapasan napas
spontan 14. Motivasi pasien untuk bernapas
e. Apikal denyut jantung apikal pelan, dalam, berputar, dan batuk
Kurang asupan makanan f. Ppaco2 (tekanan parsial 15. Instruksikan bagaimana agar bisa
oksigen dalamm darah arteri) melakukan batuk efektif
16. Auskultasi suara napas, catat area
yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara
Status pernapasan
g. Frekuensi pernapasan tambahan
h. Irama pernapasan 17. Ajarkan pasien bagaimana
i. Kedalaman inspirasi menggunakan inhaler sesuai resep,
j. Suara auskultasi nafas sebagaimana mestinya
k. Kepatenan jalan napas 18. Kelola pengobatan aerosol,
l. Volume tidal sebagaimana mestinya
m. Pencapaian tingkatt insentif 19. Kelola nebulizer ultrasonik,
sebagaimana mestinya
spinometri
n. Kapasitas vital 20. Regulasi asupan cairan untukk
o. Saturasi oksigen mengoptimalkan keseimbangan
1. 10. Tes faal paru cairan
21. Posisikan untuk meringankan sesak
napas
22. Monitor status pernapasan dan
oksigen, sebagaimana mestinya

Monitor pernapasan

19. Monitor kecepatan, irama,


kedalaman, dan kesulitan bernapas
20. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
otot bantu napas, dan retraksi pada
otot supraclaviculas dan interkosta
21. Monitor suara napas tambahan
seperti ngorok atau mengi
22. Monitor pola napas (misalnya,
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul, pernapasan
1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
23. Monitor saturasi oksigen pada
pasien yang tersedasi (seperti, sao2,
svo2, spo2) sesuai dengan protokol
yang ada
24. Pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif (misalnya, pasang alat
pada jari, hidung, dan dahi) dengan
mengatur alarm pada pasien
berisiko tinggi (misalnya, pasien
yang obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit
dengan terapi oksigen menetap, usia
ekstrim) sesuai dengan prosedur
tetap yang ada
25. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
26. Perkusi torak anterior dan posterior,
dari apeks ke basis paru, kanan dan
kiri
27. Catat lokasi trakea
28. Auskultasi suara napas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan keberadaan
suara napas tambahan
29. Kaji perlunya penyedotan, pada
jalan napas dengan auskultasi suara
napas ronki di paru
30. Auskultasi suara napas setelah
tindakan, untuk dicatat
31. Monitor nilai fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru, volume
inspirasi maksimal, volume
ekspirasi maksimal selama 1 detik
(fevi) dan fevi/fvc sesuai dengan
data yang tersedia
32. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi
mekanik, catat peningkatan
kelelahan, kecemasan, dan
kekurangan udara pada pasien
33. Catat perubahan pada saturasi o2,
volume tidal akhir co2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
dengan tepat
34. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
35. Catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
36. Monitor sekresi pernapasan pasien

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Intoleran aktivitas Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk


mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan.

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)

1. Dyspnea setelah Penyembuhan Luka: Primer Perawatan Luka:


beraktivitas
1. Memperkirakan kondisi kulit 1. Angkat balutan dan plester
2. Keletihan
2. Memperkirakan kondisi tepi perekat.
3. Ketidaknyamanan 2. Cukur rambut di sekitar daerah
luka
setelah beraktivitas yang terkena, sesuai kebutuhan
3. Pembentukan bekas luka
4. Respons frekuensi 4. Drainase purulent 3. Monitor karakteristik luka,
jantung abnormal 5. Drainase serosa termasuk drainase, warna, ukuran,
terhadap aktivitas 6. Drainase sanguinis dan bau.
5. Respons tekanan darah 7. Drainase serosanguinis 4. ukur luas luka, yang sesuai.
abnormal terhadap 8. Drainase sanguinis dari drain 5. singkirkan benda-benda yang
aktivitas 9. Drainase sero sanguinis dari tertanam [pada luka] (misalnya,
drain serpihan, kutu, kaca, kerikil,
10. Eritema kulit di sekitarnya logam).
11. Lebab di kulit di sekitarnya 6. Bersihkan dengan normal saline
Faktor yang berhubungan: 12. Periwound edema atau pembersih yang tidak
13. Peningkatan suhu kulit beracun, dengan tepat.
Tirah baring 14. Bau luka busuk 7. Berikan rawatan insisi pada luka,
yang diperlukan.
8. Berikan perawatan ulkus pada
Penyembuhan Luka: Sekunder kulit, yang diperlukan.
9. Oleskan salep yang sesuai dengan
1. Granulasi kulit/lesi.
2. Pembentukan bekas luka 10. Berikan balutan yang sesuai
3. Ukuran luka berkurang dengan jenis luka.
4. Drainase purulent 11. Perkuat balutan [luka], sesuai
5. Drainase serosa kebutuhan.
6. Drainase sanguinis 12. Pertahankkann teknik balutan
7. Drainase serosanguinis steril ketika melakukan perawatan
8. Eritema di kulit sekitarnya luka, dengan tepat.
9. Periwound edema 13. Ganti balutan sesuai
10. Peradangan luka denganjumlah eksudat dan
11. Kulit melepuh drainase.
12. Kulit maserasi 14. Periksa luka setiap kali perubahan
13. Nekrosis balutan.
14. Pelepasan sel (sloughing) 15. Bandingkan dan catat setiap
15. Lubang pada luka perubahan luka.
16. Kantung luka
17. Pembentukan saluran sinus Perawatan Luka Tekan
18. Bau busuk luka
1. Catat karakteristik luka tekan
setiap hari, meliputi ukuran
(panjang x lebar x dalam),
tingkatkan luka (I – IV), lokasi,
eksudat, granulasi, atau jaringan
nekrotik, dan epitelisasi.
2. Monitor warna, suhu, udem,
kelembaman, dan kondisi area
sekitar luka.
3. Jaga agar luka tetap lembab untuk
membantu proses penyembuhan.
4. Berikan pelembab yang hangat
disekitar area luka untuk
meningkatkan perfusi darah dan
suplai oksigen.
5. Bersihkan kulit sekitar luka
dengan sabun yang lembut dan air.
6. Lakukan debridement jika
diperlukan.
7. bersihkan luka dengan cairan yang
tidak berbahaya, lakukan
pembersihan dengan gerakan
sirkuler dari dalam keluar.

Pengecekan Kulit

1. Periksa kulit dan selaput lendir


terkait dengan adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, edema, atau
drainase.
2. Amati warna, kehangatan,
bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas.
3. Periksa kondisi luka operasi,
dengan tepat.
4. Gunakan alat pengkajian untuk
mengidentifikasi pasien yang
berisiko mengalami kerusakan
kulit (misalnya, skala braden)
5. Monitor warna dan suhu kulit.
6. Monitor kulit dan selaput lendir
terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah.
7. Monitor kulit untuk adanya ruam
dan lecet.
8. Monitor kulit untuk adanya
kekeringan yang berlebihan dan
kelembaban.
9. Monitor sumber tekanan dan
gesekan.
10. Monitor infeksi, terutama di
daerah edema.
11. Periksa pakaian yang terlalu ketat.
12. Dokumentasikan perubahan
membrane mukosa.

Perlindungan infeksi

1. Monitor adanya tanda dan gejala


infeksi sistematik dan lokal.
2. Monitor kerentanan terhadap
energi.
3. Tinjau riwayat dilakukannya
perjalanan internasional dan
global.
4. Monitor hitung mutlak granulosit,
WBC, dan hasil-hasil diferensial.
5. Ikuti tindakan pencegahan
neutropenia, yang sesuai.
6. Batasi jumlah pengunjung, yang
sesuai.
7. Hindari kontak dekat dengan
hewan peliharaan dan penjamu
dengan imunitas yang
membahayakan (immune-
compromised).
8. Skrining semua pengunjung
terkait penyakit menular.
9. Pertahankan asepsis untuk pasien
berisiko.
10. Pertahankan teknik-teknik isolasi,
yang sesuai.
11. Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area yang mengalami
edema.
12. Periksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, atau drainase.
13. Periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka.
14. Dapatkan kultur yang diperlukan.
15. tingkatkan asupan nutrisi yang
cukup.
16. Anjurkan asupan cairan, dengan
tepat.
17. Anjurkan istrahat

Diagnosa Keperawatan Definisi

Defisiensi pengetahuan Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan
topic tertentu.

Batasan Karakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
1. Knowledge : Disease Process Teaching : Disease Proses
1. Ketidakakuratan 2. Knowledge : Health Hehavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
mengikuti tes pengetahuan pasien tentang proses
2. Ketidakakuratan Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
mengikuti perintah 2. Jelaskan patofisiologidari penyakit
1. Pasien dan keluarga dan bagaimana hal ini
3. Kurang pengetahuan menyatakan pemahaman berhubungan dengan anatomi dan
4. Perilaku tidak tepat (mis., tentang penyakit, kondisi, fisiologi, dengan cara yang tepat.
hysteria, bermusuhan, prognosis, dan program 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
agitasi, apatis) pengobatan biasa muncul pada penyakit,
2. Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
Faktor yang berhubungan: melaksakan prosedur yang 4. Identifikasi kemungkinan
dijelaskan secara benar penyebab, dengan cara yang tepat
Kurang informasi 3. Pasien dan keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada pasien
menjelaskan kembali apa yang tentang kondisi, dengan cara yang
dijelaskan perawat/tim tepat
kesehatan lainnya 6. Hindari jaminan yang kosong
7. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
8. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang
akan datang dan ata proses
pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
11. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas local, dengan
cara yang tepat
12. Intruksikan pasien mengenal tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)
Daftar Pustaka

Ariani, N. F. (2016). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Klen Systemaic
Lupus Eritematous. Malang: Universitas Brawijaya.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.

Depkes (2017). Situasi Lupus di Indonesia. Diakes pada tanggal 13 Mei 2018 di halaman
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus-
2017.pdf

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.

Mahendrasari, D., & Fandika, R. A. (2016). Unnes Journal of Public Health 5 (3), Hubungan
keparahan penyakit, aktivitas dan kualitas tidur terhadap kelelahan pasien systemic lupus
erythematosus.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier

Roviati, E. (2013). Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan auto imun bawaan yang
langka dan mekanismme, molekulernya. Jurnal Scientiae Educatia Volume 2 Edisi 1, 20-
33.

Das könnte Ihnen auch gefallen