Sie sind auf Seite 1von 15

INFEKSI PERNAPASAN BAWAH

I. BRONKITIS

1. DESKRIPSI PENYAKIT

A. Definisi

 Inflamasi pada cabang trakheobronkia tidak termasuk alveol,

yang umumnya berhubungan dengan infeksi pernapasan umum.

Diklasifikasikabn dalam Bronkitis akut dan kronik

 Bronkitis akut terutama terjadi selama musim dingin. Factor

pencetus: cuaca dingin, lembab dan banyak zat pengiritasi seperti

polusi udara, asap rokok.

B. Patofisiologi

 Penyebab utama adalah virus terutama virus common cold,

rhinovirus, coronavirus, virus pathogen pada saluran pernapasan

bawah: virus influenza, adenovirus, respiratory syncytial virus.

 Pathogen penyebab lainnya adalah mycoplasma pneumonia,

chlamydia pbeumoniae, bordetella pertussis.

 Infeksi bronkus dan trakea menyebabkan membrane mukosa

udem dan merah serta peningkatan sekresi bronkus. Kerusakan

epitel saluran pernapasan dapat bervariasi dari ringan-berat dan

dapat berpengaruh pada fungsi mukosiliari bronkus. Selain itu

peningkatan sekresi bronkial yang kental dan lengket akat

menggangun aktifitas mukosiliari


 Infeksi saluran pernapsan akut mungkin berkaitan dengan

pengingkatan hiperreaktivitas saluran pernapasan dan mungkin

menjadu pathogenesis penyakit paru kronis obstruktif.

C. Manifestasi klinik

 Bronkitis adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan jarang

menyebabkan kematian. Bronkitis akut biasanya diawali dengan

infeksi saluran pernapasan atas. Pasien mengalami gejala yang

tidak spesifik seperti : tidak enak badan dan sakit kepala, ingusan,

sakit leher.

 Batuk adalah penanda Bronkitis akut yang terjadi awal dan akan

menetap walaupun keluhan nasal dan nasofaris menghilang.

Seringkali, awalnya batuk nonproduktif tapi berkembang

menghasilkan sputum yang mukopurulen.

 Pemeriksaan dada menunjukkan adanya ronki dan bunyi tidak

normal bilateral (rale moist bilateral). Foto sinar X menunjukkan

hasil normal. Kultur bakteri sputum umumnya digunakan secara

terbatas karena ketidakmampuan untuk meniadakan flora normal

nasofaring dengan teknik sampling.

 Uji deteksi virus dapat digunakan bila diagnose spesifik

dibutuhkan. Kultur atau diagnosa serologi M. pneumonia dan

kultur atau deteksi Ab langsung secara fluorescensi untuk B.

pertusis seharusnya dilakukan pada kasus berat dan lama bila

perkiraan epidemologi menunjukan keterlibatan pathogen

tersebut.
2. TERAPI

A. Tujuan Terapi

Membuat pasien nyaman dan pada kasus berat untuk mengobati

dehidrasi dan gangguan respirasi.

B. Pendekatan Umum

Terapi Farmakologi

 Terapi simtomatis dan suportif. Antipiretik tunggal seringkali

cukup istirahat dan analgesic-antipiretik lemah sering dapat

mengatasi keluhan lemah dan demam. Aspirin atau parasetamol

(650mg untuk dewasa dan atau 10-15mg/kg bb/dosis pada anak

dengan dosis harian maksimum dewasa 4g dan anak 60mg/kg)

 Atau gunakan ibuprofen 200-800 mg pada dewasa, anak

10mg/kg/. dosis maksimum dewasa3,2 g dan 40 mg/kg/dosis

pada anak. Berikan setiap 4-6 jam

 Pasien dianjurkan untuk minum cairan untuk mencegah

dehidrasi dan kemungkinan menurunan sekresi dan kekentalan

mucus. Pada anak pemberian aspirin harus dihindari karena

adanya hubungan antara penggunaan aspirin dengan munculnya

sindrom Reye. Parasetamol lebih dianjurkan.

 Terapi embun dan atau penggunaan uap dapat mengencerkan

secret. Batuk ringan yang menetap yang mengganggu dapat

diterapi dengan dekstromethorphan. Tetapi batuk yang lebih

berat mungkin membutuhkan kodein atau obat yang sejenis.


 Penggunaan rutin antibiotik tidak dianjurkan, tetapi pada pasien

dengan demam menetap dan gejapa pernafasan lebih dari 4-6

hari, kemungkinan adanya infeksi bakteri harus dicurigai.

 Bila mungkin terapi antibiotik ditunjukkan terhadap pathogen

yang diantisipasi (misalnya streptococcus pneumonia dan

haemophilus influenza) dan atau bakteri yang dominan tumbuh

pada kultur kerongkongan.

 M. pneumoniae bila dicurigai atau positif aglutinin dingin (titer

≥1:32) atau dipastikan oleh kultur/serologi. Terapi dengan

eritromisin atau analognya (klaritromisin atau azitromisin).

Fluorokuinolon juga menunjukkan aktivitas terhadap pathogen

tersebut (misalnya gatiflosasin atau levofloksasin dosis tinggi)

dan dapat digunakan pada orang dewasa.

 Selama epidemic yang melibatkan virus influenza A. Amantadin

atau Rimantadin mungkin efektif untuk meminimkan gejala-

gejala terkait bila diberikan di awal penyakit.

II. BRONKITIS KRONIS

1. Deskripsi Penyakit

A. Definisi

Adanya penyakit yang tidak spesifik pada orang dewasa. Biasanya

pasien akan melaporkan batuk dengan sputum hamper sepanjang hari

selama paling tidak 3 bulan berturutan setiap tahun selama 2 tahun

berturutan.
B. Patofisiologi

 Bronkitis kronis terjadi akibat dari beberapa factor pendukung

termasuk merokok, terpapar debu, asap, polusi lingkungan, dan

infeksi bakteri atau virus.

 Pada Bronkitis kronis, dinding bronkus menebal dan jumlah mucus

yang disekrei sel globet di permukaan epitel bronkus besar dan

kecil meningkat nyata. Hipertropi kel mucus dan dilatasi saluran

kelenjar mucus juga ditemui. Akibatnya pasien dengan kronis

Bronkitis mempunyai lebih banyak mucus secara nyata di saluran

nafas dan selanjutnya akan mengganggu pertahanan paru normal

dan menyebabkan penyumbatan mucus di saluran pernapasan yang

lebih kecil. Selanjutnya kondisi patologis ini dapat menyebabkan

parut pada bronkkus kecil dan meningkatkan obtruksi saluran

nafas.

C. Manifestasi Klinik

 Penandaan bronkitis kritis adalah batuk, mual dari batuk ringan

perokok-batuk berat produktif dg sputum purulent. Pengeluaran

dahak jumlah banyak biasanya terjadi pada awal pagi, walau

banyak pasien mengeluarkan dahak sepanjang hari. Spuktum yang

dikeluarkan biasanya kengtal lengket dan berwarna putih-kuning.

 Dengan pengecualian penemuan pulmonal, pemeriksaan fisik

pasien dengan ringan-sedang bronkitis kronis umumnya tidaknyata.


 Peningkatan jumlah granulosit polimorfonukleus di spuktum sering

memperkuat iritasi bronkus, dimana jumlah eosinophil

menunjukkan komponen alergi.

 Bakteri terbanyak yang diidentifikasi dari sputum kultur,

dinyatakan dalam % total kultur, yang diidentifikasi dari pasien-

pasien yang menderita bronkitis kronis kambuhan akut adalah :

 Haemofilus influenzae 24%-26% sering betalaktamase+

 Haemophilus parainfluenzae 20%

 Streptocococcus pneumoniae 15%

 Moroxw;lla carrhalis 15% sering b-laktamase+

 Klebsiella pneumoniae 4%

 Serratia marcescens 2%

 Nesisseria meningitidis 25 sering b-laktamase+

 Pseudomonas aeruginosa 2%

2. Terapi

A. Tujuan Terapi

Mengurangi keparahan gejala dan menghilangkan kekambuhan akut

dan mencapai perpanjangan interval yang bebas infeksi

B. Pendekatan Umum

Prinsip Umum:

 Harus dinilai riwayat pekerjaan/lingkungan untuk menetapkan

paparan yang mengganggu, gas mengiritasi seperti asap rokok.

Awali dengan harus menurunkan paparan terhadap iritasi

bronkous.
 Pelembaban udara inspirasi dapat mengencerkan secret yang

kental sehingga produksi sputum menjadi legih efektif.

Penggunaan aerosol nukolitik (asetilsistein, deoksiribonuklease)

nilainya masih belum jelas.

 Drainase postural mungkin membantu pengeluaran sputum.

Terapi Farmakologi

 Pada eksaserbasi akut pemberian bronkodilator oral atau aerosol

seperti albuterol aerosol

 Untuk pasien yang secara konsisten tetap menunjukkan

keterbatasan dalam masuknya udara pernapasan, perubahan terapi

bronkodilator harus dipertimbangkan.

 Penggunaan antibiotik msh diperdebatkan, walau penting, dan

tidak menimbulkan masalah kepatuhan.

 Pemilihan antibiotik harus mempertimbangkan resistensi patogen

terhadap penisilin yaitu H. influenzae 30-40%, M. pneumoniae

penghasil B lactamase 95% dan S. pneumoniae 30%. Amplisilin

sering dipertimbangkan sebagai pilihan untuk bronkitis kronis

eksaserbasi akut, tetapi regimen dosis dan resisten terhadap

betalaktamase membatasi keamanan dan cost-effectiveness.

 Bila mikoplasma terlibat dalam infeksi, penggunaan makrolid

masih diragukan. Azitromisin dapat dipertimbangkan sebagai

pilihan untuk kasus mikoplasma.

 Fluorokinolon antibiotik alternative yang efektif untuk dewasa

terutama bila pathogen adalah Gram-atau untuk pasien yang


parah. Beberapa S. pneumonii resisten terhadap gluorokinolon

yang generasi awal, sehingga dibutuhkan generasi yang baru

seperti gatifloksasin.

 Pada pasien yang mempunyai riwayat kekambuhan oleh karena

factor pencetus kejadian tertentu seperti musim dingin, percobaan

profilaksis antibiotik mungkin bermanfaat. Bila tidak ada

perbaikan secara klinik, selama periode yang sesuai misalnya2-3

bln/tahun untuk 2-3 tahun, tetapi profilaksis dapat dihentikan.

 Antibiotik yang umum digunakan denag durasi10-14 hari

Antibiotik yang dianjurkan Dosis lazim dewasa (G) Dosis/hari


Ampisilin 0.25-0.5 4
Amoksisilin 0.5
Cefprozil 0.5 2
Cefuroksim 0.5 2
Ciprofloksasin 0.5-0.75 2
Gatifloksasin 0.4 1
levofloksasis 0.5-0.75 1
Doksisiklin 0.1 2
Minosiklin 0.1 2
Tetrasiklin Hcl 0.5 4
Amoksisilin-as 0.5 3
Klavulanat
KO-trimoksazol 160/800mg 2

Obat pengganti
Azitromisin 0.25-0.5 1
Eritromisin 0.5 4
Klaritromisin 0.25-0.5 2
Sefiksim 0.4 1
Sefaleksin 0.5 4
sefaklor 0.25-0.5 2
III. BRONKHIOLOTIS

1. Deskripsi Penyakit

A. Definisi

 Infeksi virus akut pada saluran pernapsan bawah bayi yang

menunjukkan pola musiman yang tetap, puncaknya selama

musim dingin dan menetap sampai awal musim semi. Penyakit

ini umumnya mempengaruhi bayi berumur 2-10 bulan.

 Penyebab utama, 45-60%, adalah virus respiratory syncytial,

penyebab kedua virus parainfluenzae. Bakteri sebagai

pathogen sekunder hanyalah pada sedikit kasus.

B. Manifestasi Klinik

Gambaran klinik

Tanda dan gejala

 Diawali dengan gelisah, demam rendah, batuk, ingusan

 Gejala berkembang; muntah, diare, pernapsan berbunyi,

peningkatan laju pernapsan. Pernapsan lambat dan sulit dengan

dada tertarik, hidung memerah.

Pemeriksaan fisik

Takikardia, laju pernapasan 40-80/menit pada bayi di RS.

pernafasan berbunyi, konjuntivitas ringan pada sepertiga pasien,

otitis media pada 5-10% pasien

Pemeriksaan laboratorium

 Sel darah putih perifer normal atau sedikit meningkat. Gas

darah arteri: hipoksemia dan hipercarbia/hiperkapnia (jarang).


Sering terjadi dehidrasi karena intake cairan kurang pada

penderita yang batuk, demam, mual muntah

 Diagnose terutama berdasarkan pada penemuan klinik dan

riwayat. Isolaso pathogen akan menegakkan diagnose dugaan.

2. Terapi

 Bronkiolotis adalah penyakit yang sembuh sendiri dan umumnya

tidak memerlukan terapi, selain menghilangkan kecemasan dan

antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau dehidrasi.

 Pada kasus berat, terapi pilihan adalah terapi oksigen dan cairan IV

 Terapi beta adrenergik aerosol nampaknya bermanfaat sedikit

untuk sebagian besar pasien tetapi mungkin berguna pada anak

dengan predisposisi yang mengarah ke bronkospasme.

 Karena bakteri bukan penyebab utama maka AB secara rutin

sebaiknya tidak diberikan. Tetapi sering dokter memberikan di

awal karena penemuan klinik dan radiologi sering menunjukkan

kemungkinan pneumonia bakteri.

 Ribavirin dapat dipertimbangkan pada pasien yang menderita

penyakit paru atau jantung denag infeksi akut. Penggunaan obat ini

membutuhkan peralatan khusus, generator aerosol partikel kecil

dan pelaksana terlatih.


IV. PNEUMONIA

1. Deskripsi penyakit

Penyakit yang paling umum menyebabkan kematian di USA. Dapat

terjadi pada semua umur, walau manifestasi klinik terparah muncul

pada anak, orang tua dan penerita penyakit kronis.

A. Patodisiologis

 Mikroorganisme mencapai saluran pernafasan bawah melalui

tiga rute: dapat melalui inhalasi sebagai artikel aerosol, dapat

melalui aliran darah dari tempat infeksi dari luar paru atau

aspirasi dari isi orofaringeal. Infeksi virus pada paru menekan

aktivitas pembersih/pengeluaran bakteri paru dengan cara

memperlemah fungsi makrofag alveol dan pemebersihan oelh

sel mukosiliari, sehingga menyebabkan tahapan infeksi bakteri

sekunder.

 Penyebab utama pneumonia yang didapat di komunitas di USA

adalah S.pneumoniae (70%), atau M. pneumoniae (10-20%)

 Penyebab lain : legionella dan C. pneumoniae, staphylococcs

aereus dan rod gram-negatif terutama di orang tua terutama yang

tinggal di panti, dan yang berkaitan dengan alkoholisme

 Pneumonia yang diperoleh di RS: Baksil G dan S. aureus

 Aspirasi isi lambung atau orofaringeal; anaerob

 Pediatric: virus terutama virus sinsitial, parainfluensa, dan

adenovirus serta bakteri pneumococcus


B. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda

 Demam yang meningkat tajam, batuk produktiff sputum

berwarna atau berdarah, nyeri dada, takikardia takipnea

 Radiografi khas

 Laboratorium : leukositasis terutama sel Poly Morph nuclear,

O2 arteri rendah.

Gejala dan tanda pneumonia bakteri G+/-

 Demam yang meningkat tajam, batuk produktif spuntum

berwarna atau darah, nyeri dada, takikardia takipnea

 Radiografi: khas infiltrate segmental atau lobar yang padat

 Laboratorium: leukositosis terutama sel PMN, O2 arteri rendah

 Infeksi L. pneumophila ditandai dengan gangguan multisitem

termasuk perkembangan cepat penyakit. Onset berjenjang

dengan gejala utama malaise, letargi, lemah, anoreksia pada

awalnya. Batuk kering tidak produktif. Beberapa hari kemudian

menjadi batuk produktif dengan sputum purulent. Demam lebih

dari 40C yang berkaitandengan bradikardi. Nyeri dada dan

progresifdispnea.

 Gejala ekstrapulmonal. Diare, mual, myalgia/atralgia, perubahan

mental selaras dengan perjalanan penyakit. Halusinasi, grand

mal seizures. Laboratorium leuoksitosis


Berdasarkan jenis pneumonia, gejalanya ditandai dengan:

1. Pneumonia anaerobic

 Gejala: batuk, demam ringan, hilang berat badan, sputum

yang berabu adalah ciri khasnya.

 Abses paru berkembang dalam 1-2 minggu pada 20%

pasien

2. Pneumoniae mikoplasma

 Penyebab M. peneumonia. gejala: demam bertahap, sakit

kepala, malaise, batuk yang mulanya nonproduktif, sakit

leher, sakit telinga dan rinore, rale dan ronkhi.

 Gejala ekstrapulmonal: mual, muntah, diare, myalgia,

atralgia, artritis poliarticular, rash, miokarditris, pericarditis,

anemia hemoltik, meningoensefalitis, neuropati kranial,

sindroma guillain Barre. Pewarna gram: PMN

3. Pneumonia virus

Gambaran klinis bervariasu, diagnose dengan test serologi.

4. Pneumonia nosocomial

 Factor utama adalah penggunaan ventilator, yang resiko

meningkat pada penggunaan antibiotik, penggunaan

antagonis reseptor H2, penyakit berat.


C. Diagnose

Adanya infiltrate baru di paru, demam, status pernapasan

memberat, secret kental da nada neutrophil.

2. Terapi

A. Tujuan terapi:

 Eradikasi pathogen dan penyembuhan klinis.

 Menurunkan morbiditas

B. Pendekatan umum

 Tetapkan: fungsi pernapsan, tanda-tanda sakit sistemik:

dehidrasi, sepsis KOLAPS

 TERAPI SUPORTIF: OKSIgen, cairan penggantim

bronkodilator, fisioterapi dada. Nutrisi, pengendalain demam.

 AB empiric dengan Ab spectrum lebar. Bila kultur diketahui,

sempitkan sepektrum. AB aerosol belum terbukti

 Pencegahan dengan vaksin terhadap S. pneumonia dan H.

influenzae.

C. Evaluasi terapi

Nilai: waktu hilangnya batuk, produksi sputum, adanya gejala.

Kemajuan dalam 2 hari pertama, dan lengkap hilang 5-7 hari. Nk:

SDP, ronsen, gas darah

Penggolongan obat infeksi saluran pernapasan

A. Golongan penicillin

1. Benzilpenisilin dan fenoksimetilpenisilin


2. Penisilin tahan penisilinase

3. Penisilin spectrum luas

4. Penisilin anti pseudomonas

Penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding

sel. Obat ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi

kedalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.

Obat ini diekskresikan ke urin dalam kadar terapeutik. Probenesid menghambat

kesresi penisilin oleh tubulus ginjal sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan

masa kerjanya lebih panjang.

Efek samping yang terpenting adalah reaksi yang dapat menimbulkan urtikaria,

dan kadang-kadang reaksi anafilaksis dapat menjadi fatal. Pasien yang alergi

terhadap suatu penisilin biasanya alergi terhadap semua turunan penisilin karena

hipersentivitas ditentukan oleh struktur dasar penisilin. Ensefalopati serius. Hal ini

dapat terjadi pada pemberian dosis yang berlebihan atau dosis normal pada

pasien gagal ginjal. Penisilin tidak boleh diberikan secara intratekal secara

intrtekal karena cara ini dapat menimbulkan ensefalopati yang mungkin fatal.

Das könnte Ihnen auch gefallen