Sie sind auf Seite 1von 21

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER RECTUM

DOSEN PEMBIMBING : Ns. ASIH FATRIANSARI,M.Kep

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 1


1. RIZKY FARA ANISYA NIM : A21612060
2. SUVY MARHANI NIM : A21612067
3. SISMA SARI NIM : A21612065
4. SISWANTO NIM : A21612066

TUGAS : SISTEM PENCERNAAN


PRODI : S1 KEPERAWATAN / IVB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SITI KHADIJAH PALEMBANG

T.A 2017/2018

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulilah penulis ucapkan atas kehadiran allah SWT serta nikmat ilmu
dan limpahan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “asuhan keperawatan Kanker Rectum” Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini terutama kepada dosen pengajar mata
kuliah sistem endokrin dan anggota kelompok yang sangat kompak dan saling membantu
untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Palembang, Mei 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................3
LAPORAN PENDAHULUAN ....................................................................4
A. Definisi ...............................................................................................4
B. Anatomi dan Fisiologi........................................................................6
C. Etiologi ...............................................................................................6
D. Klasifikasi ..........................................................................................7
E. Manifestasi klinis ...............................................................................9
F. Pathway ..............................................................................................10
G. Pemeriksaan penunjang .....................................................................10
H. Penatalaksanaan medis.......................................................................13
ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................21

3
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum.Secara anatomi rektum


terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. (Patrick C.D.
Gagola,dkk.2015)
arsinoma recti adalah keganasan yang menyerang pada daerah rektum.
Keganasan ini banyak menyerang laki-laki usia 40-60 tahun, jenis keganasan yang terbanyak
adalah adenoma carsinoma 65%. Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian
terpanjang di usus besar) atau jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum
anus). ( Nelson,1999:212)
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior sakrum
dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junctionterletak pada bagian akhir
mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkusoleh peritoneum.
Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalahektraperitoneal.
(Arisman,2004:157)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Secara anatomis, rektum berada setinggi vertebrae sakrum ke-3 sampai ke garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopis, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan
spinchter. Bagian spinchter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus
levator ani dan fascia coli dari fascia supra ani. Bagian ampula terbentang dari vertebra
sakrum ke-3 sampai diafragma pelvis pada insersio muskulus levator ani. Panjang
rektum berkisar antara 10-15 cm dengan keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid
junction, dan 35 cm pada bagian yang terluas yaitu ampula. Pada manusia, dinding
rektum terdiri dari 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), serta lapisan serosa.

4
Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior,
media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior (arteri rektalis superior) merupakan
kelanjutan dari arteri mesentrika inferior, arteri ini memiliki 2 cabang yaitu dekstra dan
sinistra. Arteri hemoroidalis media (arteri rektalis media) merupakan cabang dari arteri
iliaka interna, dan arteri hemoroidalis inferior (arteri rektalis inferior) merupakan cabang
dari arteri pudenda interna.3,8
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis interna dan berjalan
ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior untuk selanjutnya melalui vena
lienalis dan menuju vena porta. Vena ini tidak memiliki katup, sehingga tekanan dalam
rongga perut atau intraabdominal sangat menentukan tekanan di dalam vena tersebut. Hal
inilah yang dapat menjelaskan terjadinya hemoroid interna pada pasien-pasien dengan
kebiasaan sulit buang air besar dan sering mengejan. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke vena pudenda interna, untuk kemudian melalui vena iliaka interna
dan menuju sistem vena kava.
Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung – ujung serabut
saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh massa feses. Sensasi rectum
ini berperan penting pada mekanisme continence dan juga sensasi pengisian rectum
merupakan bagian integral penting pada defekasi normal. Hal ini dapat digambarkan
sebagai berikut : pada saat volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan
memicu kontraksi dengan mengosongkan isinya ke dalam rectum. Studi statistika tentang
fisiologi rectum ini mendeskripsikan tiga tipe dari kontraksi rectum yaitu : (1) Simple
contraction yang terjadi sebanyak 5 – 10 siklus/menit ; (2) Slower contractions sebanyak
3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100 cmH2O ; dan (3) Slow Propagated
Contractions dengan frekuensi amplitudo tinggi. Distensi dari rectum menstimulasi
reseptor regang pada dinding rectum, lantai pelvis dan kanalis analis. Bila feses

5
memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal aferent yang menyebar
melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolon sigmoid dan rectum sehingga feses terdorong ke anus. Setelah
gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh
adanya sinyal yang menghambat dari pleksus mienterikus; dan sfingter ani eksterna pada
saat tersebut mengalami relaksasi secara volunter,terjadilah defekasi.Pada permulaan
defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal oleh kontraksi otot–otot kuadratus
lumborum, muskulus rectus abdominis, muskulus obliqus interna dan eksterna, muskulus
transversus abdominis dan diafraghma.
Muskulus puborektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan
relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus. Perlu diingat bahwa area
anorektal membuat sudut 900 antara ampulla rekti dan kanalis analis sehingga akan
tertutup. Jadi pada saat lurus, sudut ini akan meningkat sekitar 1300 – 1400 sehingga
kanalis analis akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. Muskulus sfingter ani
eksterna kemudian akan berkonstriksi dan memanjang ke kanalis analis. Defekasi dapat
dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh kesadaran (
volunteer ). Bila defekasi ditahan, sfingter ani interna akan tertutup, rectum akan
mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses yang terdapat di dalamnya.
Mekanisme volunter dari proses defekasi ini nampaknya diatur oleh susunan saraf pusat.
Setelah proses evakuasi feses selesai, terjadi Closing Reflexes. Muskulus sfingter ani
interna dan muskulus puborektalis akan berkontraksi dan sudut anorektal akan kembali
ke posisi sebelumnya. Ini memungkinkan muskulus sfingter ani interna untuk
memulihkan tonus ototnya dan menutup kanalis analis.

C. ETIOLOGI
Pada dasarnya penyebab timbulnya carsinoma recti sampai sekarang belum
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menjadi pendukung timbulnya kanker recti,
seperti: polipotus, familial, defisiensi imonologik, kolitis, Ulserasi, granulomatis
kolitis. Insiden keganasan ini diberbagai daerah berbeda dan ternyata ada
hubungannya dengan faktor lingkungan terutama kebiasaan makan (diit). Masyarakat
yang diitnya rendah selulosa tinggi protein hewani dan lemak mempunyai insiden
yang tinggi terjadinya kanker recti, sebaliknya masyarakat yang diitnya banyak
mengandung serat, insiden terjadinya carsinoma recti rendah.

6
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah
teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga, riwayat penyakit usus
inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta rendah serat.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1123 ).

 Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam
kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian
besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat
menjadi kanker.

 Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama
bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar
 Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat
terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat
kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko
yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
 Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar,
khususnya jika saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
 Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi
lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar
terkena kanker colorectal.

 Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua.
Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50
tahun ke atas.

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi Dukes
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

7
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis
dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun
tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

8
E. PATHWAY
KARSINOMA RECTI
Diet Makanan Berzat Kimia Makanan Berlemak Daging Goreng / Panggang Lemak Hewan

- Pemeriksaa
n feses TUMOR RECTI dan KOLON ASENDENS
- USG
putih
- Pemeriksaa Meluas ke Lumen
n darah - CT – SCAN
samar Menembus Dinding Kolon dan Jaringan Sekitarnya
- Hb - Timbang BB
Perdarahan Obtruksi Usus Halus
Koping Individu
Perdarahan saluran cerna distensi abdomen
Gangguan eliminasi bowel
Anemia peningkatan bunyi usus mual atau muntah
peningkatan defekasi cair peningkatan bunyiusus
Anseitas Perubahan warna feses
Nyeri abdomen peningkatan defekasi

Diare
Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

9
F. MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
 Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
 Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
 Feses yang lebih kecil dari biasanya
 Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri
 Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
 Mual dan muntah,
 Rasa letih dan lesu
 Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum, antara lain:
1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika
ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara
patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar
90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa,
carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.2
2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242, CA
,
19-9 uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di
jaringan.18,22,23
3. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur). Sekitar 75%
karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan dengan rektal
touche akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, massa akan
teraba keras dan menggaung.
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

10
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os
coccygis.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan
otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam
umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke
struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina
atau dinding anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
4. Foto rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung barium,
dimasukkan melalui rektum untuk kemudian dilakukan foro rontgen.

Foto rontgen dengan barium enema

5. Endoskopi
a. Sigmoidoskopi
yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.
Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50 tahun
merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang
asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk menderita
kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan pada flexible

11
sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi, karena
meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di distal kolon biasanya
berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10% pasien.
b. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip
dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi
sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar
67%.2 Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,
mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur
yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara
yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel
disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding,
megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi
pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik. 18

Kolonoskopi

6. Virtual colonoscopy (CT colonography)


Kolonoskopi virtual merupakan diagnostik non-invasif yang baru, menggunakan X-
ray dan software komputer,untuk melihat dua dan tiga-dimensi dari seluruh usus
besar dan rektum untuk mendeteksi polip dan kanker kolorektal.14
7. Imaging Tehnik

12
MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon,
tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi
standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1) Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam
stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan
ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal
dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan
kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy,
dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada
stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan,
meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi,
beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah
pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor
dapat dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen.
Jika kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan
polypectomy.
 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum
lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel
kanker.
Gambar Reseksi dan Anastomosis

13
 Reseksi dan kolostomi .

2) Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan
untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama
ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko
kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%.
Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek lokal
dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan
sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang
unresectable
3) Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau
tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi
standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan
leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU
merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi
leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira 15% dan
menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.

14
Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu
dikaji adalah:
1) Aktivitas/istirahat:
 Gejala:
 Kelemahan, kelelahan/keletihan
 Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
 Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat
stres tinggi.
2) Sirkulasi:
 Gejala:
 Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
 Tanda:
 Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.
3) Integritas ego:
 Gejala:
 Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi
stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan
religius/spiritual)
 Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
 Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
 Tanda:
 Menyangkal, menarik diri, marah.
4) Eliminasi:
 Gejala:
 Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
 Tanda:
 Perubahan bising usus, distensi abdomen
 Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
5) Makanan/cairan:

15
 Gejala:
 Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat
aditif dan bahan pengawet)
 Anoreksia, mual, muntah
 toleransi makanan
 Tanda:
 Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6) Nyeri/ketidaknyamanan:
 Gejala:
 Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung
proses penyakit
7) Keamanan:
 Gejala:
 Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
 Tanda:
 Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
8) Interaksi sosial
 Gejala:
 Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
 Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.
9) Penyuluhan/pembelajaran:
 Riwayat kanker dalam keluarga
 Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
 Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
 Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari

B. Diagnosa keperawatan
1) Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen
usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Peningkatan bunyi usus/peristaltik
 Peningkatan defekasi cair

16
 Perubahan warna feses
 Nyeri/kram abdomen
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,
status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot
buruk
 Peningkatan bunyi usus
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat
 Mual, muntah, diare
3) Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan
status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan
rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
 Eksaserbasi penyakit tahap akut
 Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
 Iritabel
4) Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui
ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri
hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
 Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
 Menyatakan diri tidak berharga
 Depresi dan ketergantungan
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
 Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan
konsep
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

17
C. Intervensi keperawatan
DX Kep 1 : Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan
parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.

Intervensi Rasional
1. Bantu kebutuhan defekasi (bila 1. Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa
tirah baring siapkan alat yang tanda sehingga perlu diantisipasi
diperlukan dekat tempat tidur, dengan menyiapkan keperluan klien.
pasang tirai dan segera buang
feses setelah defekasi). 2. Mencegah timbulnya maslah
2. Tingkatkan/pertahankan asupan kekurangan cairan.
cairan per oral.
3. Ajarkan tentang makanan- 3. Membantu klien menghindari agen
minuman yang dapat pencetus diare.
memperburuk/mencetus-kan
diare.
4. Observasi dan catat frekuensi 4. Menilai perkembangan maslah.
defekasi, volume dan karakteristik
feses. 5. Mengantisipasi tanda-tanda bahaya
5. Observasi demam, takikardia, perforasi dan peritonitis yang
letargi, leukositosis, penurunan memerlukan tindakan kedaruratan.
protein serum, ansietas dan 6. Antibiotika untuk
kelesuan. membunuh/menghambat pertumbuhan
6. Kolaborasi pemberian obat- agen patogen biologik, antikolinergik
obatan sesuai program terapi untuk menurunkan peristaltik usus
(antibiotika, antikolinergik, dan menurunkan sekresi digestif,
kortikosteroid). kortikosteroid untuk menurunkan
proses inflamasi.

18
DX Kep 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Intervensi Rasional

1. Pertahankan tirah baring selama fase 1. Menurunkan kebutuhan metabolik


akut/pasca terapi untuk mencegah penurunan kalori
2. Bantu perawatan kebersihan rongga dan simpanan energi.
mulut (oral hygiene). 2. Meningkatkan kenyamanan dan
3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam selera makan.
bentuk yang sesuai perkembangan 3. Asupan kalori dan protein tinggi
kesehatan klien (lunak, bubur kasar, perlu diberikan untuk
nasi biasa) mengimbangi status
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan hipermetabolisme klien
sesuai indikasi (roborantia) keganasan.
5. Bila perlu, kolaborasi pemberian 4. Pemberian preparat zat besi dan
nutrisi parenteral. vitamin B12 dapat mencegah
anemia; pemberian asam folat
mungkin perlu untuk mengatasi
defisiensi karen amalbasorbsi.
5. Pemberian peroral mungkin
dihentikan sementara untuk
mengistirahatkan saluran cerna.

Dx Kep 3 : Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman)


perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola
interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).
Intervensi Rasional

1. Orientasikan klien dan orang 1. Orientasikan klien dan orang


terdekat terhadap prosedur rutin terdekat terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang diharapkan. dan aktivitas yang diharapkan.
2. Eksplorasi kecemasan klien dan
2. Eksplorasi kecemasan klien dan
berikan umpan balik.
berikan umpan balik. 3. Tekankan bahwa kecemasan
3. Tekankan bahwa kecemasan adalah adalah masalah yang lazim dialami
masalah yang lazim dialami oleh oleh banyak orang dalam situasi
banyak orang dalam situasi klien klien saat ini.
saat ini. 4. Ijinkan klien ditemani keluarga
4. Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase
kecemasan dan pertahankan
(significant others) selama fase
ketenangan lingkungan.
kecemasan dan pertahankan 5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.
ketenangan lingkungan. 6. Pantau dan catat respon verbal dan

19
5. Kolaborasi pemberian obat sedatif. non verbal klien yang menunjukan
6. Pantau dan catat respon verbal dan kecemasan.
non verbal klien yang menunjukan
kecemasan.

Dx Kep 4 : Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi)


b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis,
ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).
Intervensi Rasional

1. Bantu klien mengembangkan 1. Penderita kanker tahap dini dapat


strategi pemecahan masalah yang hidup survive dengan mengikuti
sesuai didasarkan pada kekuatan program terapi yang tepat dan
pribadi dan pengalamannya.
dengan pengaturan diet dan
2. Mobilisasi dukungan emosional
dari orang lain (keluarga, teman, aktivitas yang sesuai
tokoh agama, penderita kanker 2. Dukungan SO dapat membantu
lainnya) meningkatkan spirit klien untuk
3. Kolaborasi terapi mengikuti program terapi.
medis/keperawatan psikiatri bila 3. Terapi psikiatri mungkin
klien mengalami depresi/agresi diperlukan pada keadaan
yang ekstrim.
depresi/agresi yang berat dan
4. Kaji fase penolakan-penerimaan
klien terhadap penyakitnya (sesuai lama sehingga dapat
teori Kubler-Ross) memperburuk keadaan kesehatan
klien.
4. Menilai perkembangan masalah
klien.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. Download :


18 Juni 2009)
2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com.
(Download : 18 Juni 2009).
3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available from
www.republika.co.id . (Download : 18 Juni 2009)
4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer Society
Inc. Atlanta
5. Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer
Center,University of Texas.

21

Das könnte Ihnen auch gefallen