Sie sind auf Seite 1von 10

DATA PENUNJANG

 Pemeriksaan gula darah pada pasien diabetes melitus antara lain :


a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl
Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan.
Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia, atau IGT 115-140 mg/dl.
b. Gula darah 2 jam post prodial <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan didiagnostik.
c. Gula darah sewaktu <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
GD <115 mg /dl ½ jam, 1 jam, 11/2 jam <200 mg/dl, 2 jam <140 mg/dl. TTGO dilakukan
hanya pada pasien yang telah bebas dan diet dan beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes
tidak di anjurkan pada (1) hiperglikemia yang sedang puasa, (2) orang yang mendapat
thiazide, dilantin, propanol, lasik, thyroid, estrogen, pil KB, steroid. (3) pasien yang
dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif.
e. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TIGI)
Dillakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang memperngaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes Toleransi Kortison Glukosa
Digunakan jika TTGO tidak bermakna , kortison menyebabkan peningkatan kadar gula
darah abnormal dan menurunkan penggunaan gula dara perifer pada orang yang
berprediposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap
sebagai hasil positif.
g. Glycosatet Hemoglobin
Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg /dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
Untuk mengukur proinsulin (produks samping yang tak aktif secara biologis) dari
pembentukkan insulin dapat membantu mengetahui sekresi insulin.
i. Insulin serum puasa 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, tidak digunakan
secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau
dalam penelitian diabetes.
BAB II

TINJAUAN TEORI

Definisi Diabetes Meitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada orang dewasa yang
membutuhkan supervisi medis berkelanjuttan dan edukasi keperawatan mandiri pada pasien.

Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia
(kenaikkan kadar gula serum) akibat kurangnya hormon insulin, menurunnya efek insulin atau
keduanya.

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang komples yang melibatkan kelayanan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan
neurologis.

Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes mellitus dan pergolongan intoleransi glukosa yang lain :

1. Insulin dependent Diabetes mellitus ( IDDM)


Yaitu defisiensi insulin karena kerusakkan sel- sel Langerhans yang berhubungan dengan
type HLA ( Human Leucocyte Antigen ) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena
autoimun ( cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda).
Kelainan ini terjadi karena kerusakkan sistem imunitas (kekebalan tubuh ) yang kemudian
merusak sel-sel pulau Langerhans di pancreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan
produksi insulin.
2. Non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur.
Kebanyakan penderitaaan kelebihan berat badan, ada kecendrungan familiar, mungkin
perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stress.
3. Diabetes mellitus yang lain adalah DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; yaitu penyakit pankreas, hormonal,
obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindroma genetic tertentu.
4. Impaired glukosa tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal
atau tetap tidak berubah.
5. Gastroinstentinal diabetes mellitus (GDM)
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat untuk persiapan menyusui. Menjelang aterm,
kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai tiga kali lipat dari kedaan normal. Bila
seseorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin
maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya
hormone estrogen, progresteron, prolaktin, dan plasenta laktogen. Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin paa sel sehinga mempengaruhi aktivitas.

Etiologi
Diabetes melilitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel – sel beta
pulau Langerhans.Jenis juvenilis ( usia muda ) disebabkan oleh predisposisi herediter
terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel – sel beta atau degenerasi sel – sel beta.
Diabetes jenis awitan paturitas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta akibat penuaan dan
akibat kegemukkan atau obesitas. Tipe ini jelass disebabkan oleh degenerassi sel-sel beta
sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas mempredisposisi
terhadap obesitas ini karena di perlukan insulin dalam jumlah besar untuk pengelolahan
metabolisme pada orang kegemukkan di bandingkan orang normal.

Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas tetapi faktor yang
banyak berperan antara lain:
1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang dapat mengidap diabetes.
Ini terjadi karena DNA pada orang diabtets melitus akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun
dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang
kaya akan pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap
kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibatkan pada kenaikan
kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin.
4) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko tekanan
diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkat
ganguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung
terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5) Obesitas
Obesitas dapat mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas
untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
6) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel
pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.

Patofisiologi

Pada individu yang secara genetik rentan terhadap diabetes tipe 1, kejadian pemicu, yakni
kemungkinan infeksi virus, akan menimbulkan produksi auto antibodi terhadap sel-sel beta
pankreas. Destruksi sel beta yang diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi insulin dan
akhirnya kekurangan hormon insulin. Dispensi insulin mengakibatkan keadaan hiperglikemia,
peningkatan hipolisis (penguraian lemak) dan metabolisme protein. Karakteristik ini terjadi ketika
sel-sel beta yang mengalami destruksi melebihi 90%.

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau faktor berikut
ini: kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat di dalam hati, atau penurunan
sensitivitas reseptor insulin perifer. Faktor genetik merupakan hal yang signifikan, dan awitan
diabetes dipercepat oleh obesitas serta gaya hidup sedentari (sering duduk). Stress tambahan dapat
menjadi faktor penting.

Diabetes gestasional terjadi ketika seseorang wanita yang sebelumnya tidak di diagnosis sebagai
penyandang diabetes memperlihatkan intoleransi glukosa selama kehamilan ny. Hal ini dapat
terjadi jika hormon-hormon plasenta melawan balik kerja insulin sehingga timbul resistensi insulin
diabetes kehamilan merupakan faktor risiko yang signifikan bagi terjadinya diabetes melitus tipe
2 di kemudian hari.

Manifestasi klinik

Manifestasi diabetes melitus dikaitakan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin (price &
wilson)

1. Kadar glukosa puasa tidak normal


2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas
vulva.

Data penunjang
Komplikasi

a. Penyakit mikro vaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dan neuropati


b. Dislipidemia
c. Penyakit makrovaskuler, termasuk penyakit arteri koroner, arteri perifer dan arteri
serebri
d. Ketoasidosis diabetik
e. Sindrom hiperosmoler hiperglikemik nonketotik
f. Kenaikan berat badan yang berlebihan
g. Ulserasi kulit
h. Gagal ginjal kronis

Penatalaksanaan

a. Obat
Obat-obatan hipoglikemik oral (OHO)
1. Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merasangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan
insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi
pengikatan insulin, mempertinggi kepekatan jaringan terhadap insulin dan menekan
pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat golongan sulfoniluria adalah: bila berat
badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin
kurang dari 40 u / hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi berat / perasi. (Junadi,
1982)
2. Golongan binguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan binguanid dapat
menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan tidak pernah menyebabkan
hipoglikemi. (Junadi,1982)
Efek samping penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, neusea, nyeri
abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien dengan gangguan hati dan
ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau insufisiensi cardiorespiratory.

3. Alfa Glukosidase Inhibitor


Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post
prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor dapat menghambat
bioavailabilitas metformin jika dibiarkan bersamaan pada orang normal.
4. Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah
akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
b. Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang penting menurut cara
kerjanya, yakni menurut junadi, 1982, diantaranya adalah:
 Yang kerjanya cepat: RI (Regular Insulin) dengan masa kerja 2-4 jam Contoh
obatnya: Actrapid.
 Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6-12 jam.
 Yang kerjanya lambat: PZI (Protamme Zinc Insulin) masa kerjanya 18-24 jam.

Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai dengan dosis
rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah.

c. Diet
1. Tujuan umum penatalaksanaan diet pada diabetes milletus adalah:
a. Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
c. Mecegah kompilikasi akut dan kronik.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
2. Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut:
 Untuk menentukan diet kita harus tahu dulu kebutuhan energi dari penderita
Diabetes Melitus. Kebutuhan itu dapat kita tentukan sebagai berikut:
 Pertama kita tentukan berat badan ideal pasien dengan rumus (Tinggi Badan –
100)-10% Kg.
 Kedua kita tentukan kebutuhan kalori penderita. Kalau wanita BB ideal x 25.
Sedangkan kalau laki-laki BB ideal x 30.
 Kalau sudah ketemu kebutuhan energi maka kita dapat menerapkan makanan
yang dapat dikonsumsi penderita diabetes melitus dengan berpatokan pada
jumlah bahan makanan harian dari tiap makanan.
 Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang di konsumsi penderita diabetes
milletus harus ditekankan adanya serat. Sumber serat yang baik adalah buah-
buahan san sayur-sayuran.
 Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner pada diabetes milletus.
Lemak jenuh harus dibatasi sampai sepertiga atau kurang dan kalori lemak yang
dianjurkan, dan lemak jenuh harus memenuhi sepertiga dari total kalori lemak.
 Alkohol, mempunyai banyak hal yang tidak menguntungkan untuk penderita
diabetes mellitus. Alkohol dapat memperburuk hiperlipidemia, dan dapat
mencetuskan hipoglikemia, terutama jika tidak makan.
 Natrium individu dengan diabetes milletus dianjurkan tidak makan lebih dari 3
gr natrium setiap harinya. Konsumsi yang berlebihan cenderung akan timbul
hipertensi.
 Bagi seorang muslim dianjurkan berhenti makan sebelum kekenyangan
meskipun enak. Karena masih ada disekitar kita kaum dhuafa yang
membutuhkan makanan dari kita. Tuntutan ini selain untuk mencegah
kelebihan berat badan, kelebihan glukosa darah juga dapat meningkatkan
kualitas hidup penderita untuk lebih bermakna bagi orang lain.
d. Olah raga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih ½ jam
yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythmiccal Intensity Progressive
Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan selama 3 hari dalam
seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olahraga
kesenangan nya. Adanya kontraksi otot yang teratur akan merangsang peningkatan
aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes milletus yang
memulai olahraga tanpa makan akan berisiko terjadinya stravasi sel dengan cepat
dan akan berdampak pada nekrosis sel. Olahraga lebih di anjurkan pada pagi hari
(sebelum jam 06.00) karena selain udara yang masih bersih juga suasana yang
belum ramai sehingga membantu penderita lebih nyaman dan tidak mengalami
stress yang tinggi.

A. Leher
Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe leher dapat
muncul apabila ada infeksi sistemik.
B. Toraks dan paru-paru
a. Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman, dan upaya bernapas antara lain: takipnea,
hipernea, dan pernapasan Chyne Stoke (pada kondisi ketoasidosis).
b. Amati bentuk dada : normal atau dada tong.
c. Dengarkan pernapasan pasien.
i. Stridor pada obstruksi jalan napas
ii. Mengi (apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat asma atau bronchitis
kronik.
C. Dada
a. Dada posterior
1. Inspeksi antara lain : deformitas atau asimetris dan retruksi inspirasi abdomen.
2. Palpasi antara lain : adanya nyeri tekan atau tidak.
3. Perkusi antara lain : pekak terjadi bila cairan atau jaringan padat menggantikan
bagian paru yang normalnya terisi udara (terjadi pada penderita dengan penyakit
lain seperti effuse pleura, tumor atau pasca penyembuhan TBC)
4. Auskultasi antara lain : bunyi napas vesikuler, bronkovesikuler (dalam kondisi
norml).
b. Dada anterior
1. Inspeksi antara lain : deformitas atau asimetris
2. Palpasi antara lain : adanya nyeri tekan, ekspansi pernapasan.
3. Perkusi antara lain : pada penderita normal area paru terdengar sonor.
4. Auskultasi bunyi napas vaskuler, bronkovesikuler (dalam kondisi tanpa penyerta
penyakit lain).
D. Aksila
a. Inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi
b. Palpasi kelenjar aksila sentralis apakah ada linfodenopati

E. Sistem kardiovaskuler
Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan darah yang cenderung
meningkat, disritmis, nadi yang menurun, rasa kesemutan dan kebas pada ekstremitas
merupakan tanda gejala dari penderita diabetes mellitus.
F. Abdomen
a. Inspeksi
Pada kulit apakah ada strie dan simteris adanya pembesaran organ (pada penderita
dengan penyerta penyakit sirosis hepatic atau hepatomegaly dan splenomegaly).
b. Auskultasi
Auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan motilitas.
c. Perkusi
Perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tympani serta kepekaan.
d. Palpasi
Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan/massa.
G. Ginjal
Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral.
H. Genetalia
Penis
Pada inspeksi apakah ada timosis pada prepusium dan apakah ada hipospadia pada meatus

Das könnte Ihnen auch gefallen