Sie sind auf Seite 1von 15

Penanganan Syok

POSTED BY YUSUF WEMPIE POSTED ON 03:23 WITH 1 COMMENT


Pengertian :
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat,
yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi
kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus
ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu
mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah
dan kematian sel maupun jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat
atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui tubuh. Ada kegagalan sistem
peredaran darah untuk mempertahankan aliran darah yang memadai sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi ke organ vital
terhambat. Kondisi ini juga mengganggu ginjal sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh.
Macam-macam Syok :
Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

Patofisiologi Syok :

Penyebab :
Perdarahan (syok hipovolemik)
Dehidrasi (syok hipovolemik)
Gagal jantung (syok kardiogenik)
Trauma atau cedera berat
Serangan jantung (syok kardiogenik)
Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
Infeksi (syok septik)
Reaksi alergi (syok anafilaktik)
Sindroma syok toksik.

Tanda-tanda syok :
Gelisah, pucat, keringat berlebihan dan kulit lembab
Bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
Nyeri dada
Kulit Lembab Dan Dingin
Pembentukan Air Kemih Berkurang Atau Sama Sekali Tidak Terbentuk Air Kemih
Pusing
Pingsan
Tekanan Darah Rendah (Hipotensi), tapi Tidak semua hipotensi adalah syok
Denyut nadi yang cepat,pernafasan dangkal , Lemah dan sampai tidak sadarkan diri

Penanganan Syok
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat
ada korban dalam keadaan syok adalah :
Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya :
di tengah kobaran api)
Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
Periksa pernafasan korban (Breathing)
Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba.

Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit
Pengobatan :
Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
Jangan diberikan apapun melalui mulut.
Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
Obat-obatan diberikan secara intravena.
Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.
Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terus
berlanjut atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.
Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang mengkerutkan pembuluh darah.

Penanganan Cidera Kepala (Trauma Capitis)


POSTED BY YUSUF WEMPIE POSTED ON 23:18 WITH NO COMMENTS
Berperan pada hampir seluruh kematian akibat trauma. Di amerika merupakan penyebab kematian
terbanyak pada kelompok usia 15 - 44 thn, laki-laki > wanita.
Glasgow : 151 Otopsi PD.CK 91% Ikshemi

Hasil akhir optimal.


Cepat dan sistematis --> Transportasi ke RS, UGD Perawatan intensif.
Dokter dan perawat terlatih : Pengelolaan awal, Jalan napas, Hemodinamik, Status Neurologik
Langkah yang tentutanya harus diketahui untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien adalah melakukan pemeriksaan GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilaitingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma
atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan
dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
Berdasarkan Beratnya :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)


GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

Berdasarkan Morfologi :
Fraktur tengkorak
Kalvaria Linear, Stelat, Depresi, NonDepresi,
Terbuka, Tertutup

PENATALAKSANAAN

CKR (Cidera Kepala Ringan)

Definisi : Penderita sadar & berorientasi (GCS 14 – 15 ) CKR 80% UGD, Sadar, Amnesia, Pingsan
sesaat pulih sempurna, Gejala sisa ringan.
Anamnesa : Nama, Umur, Jenis kelamin, Ras, Pekerjaan, Mekanisme dan waktu cedera.
Sadar atau tidak sadar, Tingkat kewaspadaan,amnesia Antegrad / Retrograd, Sakit kepala.
Pemeriksaan umum : Tensi, Nadi, Respirasi, Luka-luka tempat lain.
Pemeriksaan mini neurologik : GCS, Pupil, Reaksi cahaya, Motorik.
Foto polos kepala : Jejas kepala
CT-Scan kepala : Atas indikasi
Indikasi rawat : Pingsan > 15 : PTA > Jam, Pada OBS. Penurunan kesadaran, SK >>, Fraktur,
Otorhoe / Rinorhoe, Cedera penyerta, CT-Scan ABN, Tidak ada keluarga, Intoksikasi alkohol /
Obat-obatan.
Indikasi pulang : Tidak memenuhi kriteria rawat, Kontrol setelah satu minggu.
Pesan untuk penderita / keluarga :
Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb : Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam, mual dan muntah >>, SK >>,
Kejang kelemahan tungkai & lengan, Bingung / Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.

CKS (Cidera Kepala Sedang)


Definisi :
Penurunan kesadaran, Masih mampu mengikuti perintah sederhana ( GCS 9 – 13 ).
Pemeriksaan awal : Sama dengan CKR + Pem. Darah sederhana. Pem.CT-Scan kepala, Rawat untuk observasi.
Setelah rawat : Pem. Tanda vital & Pem.Neurologik periodik, Pem. CT-Scan kepala ulang bila ada pemburukan.
Bila membaik: Pulang, Kontrol poli setelah 1 minggu
Bila memburuk : CT-Scan kepala ulang = CKB.
CKB (Cidera Kepala Berat)
Definisi :
Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana OK. Kesadaran menurun ( GCS 3 – 8 )
Penatalaksanaan : ABC (AirWay, Breathing, Circulation).
Cedera otak sekunder. 100 Penderita CKB, Hipoksemia ( PAO2 < 65mm HG ) 30 %, Hipotensi ( Sistolik < 95mm HG ) 13 %
Anemia ( HT < 30 % ) 12 %.
Hipotensi mati 2 X, Hipotensi + Hipoksia mati 75 %
Pemeriksaan mini neurologik, Pemeriksaan CT-Scan kepala.
Kepala lebih tinggi 10 - 30 derajat ( Head Up )
Intubasi, Pasang infus RL /NaCl 0,9 %, Pasang catheter
Obat – obatan : Manitol 20 % : 1 – 2 mg/ Kg.BB, 3 X Pemberian, Tetesan cepat : TD SIST, > 100 mmHg. Anti konvulsan,
Hiperventilasi, pada kasus TTIK untuk mengeluarkan CO2.

Langkah-langkah BHD (Bantuan Hidup Dasar)


POSTED BY YUSUF WEMPIE POSTED ON 03:38 WITH NO COMMENTS
Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan
adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

INDIKASI BHD :
Henti Napas : Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban / pasien
Henti Jantung : Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadi henti jantung.

Langkah-langkah BHD :

A. Prosedur Dasar CPR


1. Pastikan keamanan penolong dan pasien
2. Nilai Respon klien
Segera setelah aman
Memeriksa korban dengan cara menepuk bahu “Are you all right ?”
Hati-hati kemungkinan trauma leher
Jangan pindahkan / mobilisasi pasien bila tidak perlu
3. Segera Berteriak Minta Pertolongan
4. Memperbaiki Posisi Pasien
Posisi Supine
Bila pasien tidak memberikan respon : tempatkan pd permukaan datar dan keras
Bila curiga cedera spinal; pindahkan pasien dengan cara: kepala, bahu dan badan bergerak bersamaan (log roll / in-line)
5. MEMPERBAIKI POSISI PENOLONG Posisi penolong : di samping pasien / di atas kepala (kranial)
pasien

B. Survei Primer
1. AIRWAY (JALAN NAFAS)
a. Pemeriksaan jalan nafas
Jangan lakukan head tilt sebelum pastikan tidak ada sumbatan jalan nafas.
b. Membuka Jalan Nafas :
Head tild - Chin lif atau Jaw thrust

2. BREATHING
Terdiri dari 2 tahap :
- Memastikan pasien tidak bernafas :
- Melihat (look), mendengar (listen), merasakan (feel) à <10 detik

APNEU, NAFAS ABNORMAL, NAFAS TIDAK ADEKUAT


1. Memberikan Bantuan Napas
2. Hembusan nafas : 2x hembusan nafas
3. Waktu/hembusan : 1,5-2 detik
4. Volume : 700-1000 ml (10 ml/kg BB) atau sampai terlihat dada pasien mengembang Konsentrasi
hanya 16-17%.
Bila volume berlebihan dan laju inspirasi terlalu cepat → distensi lambung
- Mulut ke mulut
- Mulut ke mask

EVALUASI :
Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif, periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien
serta perbaiki posisi tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat. Lakukan sampai dapat dilakukan 2 kali nafas
buatan yang adekuat.
Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar, ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bila
pasien muntah tidak terjadi aspirasi .
Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali, jika terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan
nafas buatan kembali.

3. CIRCULATION
Pastikan tidak ada denyut jantung pada arteri karotis atau brakhialis (anak) Memastikan ada tidaknya denyut jantung < 10
detik
Lakukan Compresi 30 kali
Pada 1/2 bawah mid sternum, diantara 2 putting susu dengan posisi tangan menggunakan
metode “rib margin”
Kedalaman kompresi jantung minimal 2 inci (5 cm)
Kompresi Jantung Luar 30 kali ( satu atau 2 penolong) membutuhkan waktu 18 detik
Kecepatan kompresi min. 100x/mnt

RJP Sebelum & Sesudah Intubasi

Sebelum intubasi
- Dewasa (>8 th) = Rasio 30 : 2 (utk 1 & 2 penolong)
- Khusus :Anak (1-8 th) dan Bayi (<1 th )
30 : 2 (1 penolong)
15 : 2 (2 penolong)

Setelah intubasi
- Kompresi 100 x/mnt
- Ventilasi 8 - 10 x/mnt
- 5 x siklus 30 :2 (= 2 mnt) à nilai ulang sirkulasi

4. EVALUASI CIRCULATION, AIRWAY & BREATHING


Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudin pasien dievaluasi kembali.
Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan rasio 30:2.
Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakan pasien pada posisi mantap.
Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10 x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit.
Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
Penting :
Setiap evaluasi dimulai dari sirkulasi :

Sirkulasi ( - ) : teruskan Kompresi + Ventilasi (5 siklus)


Sirk (+) Nafas (-) : nafas buatan 10 x/menit
Sirk (+) Nafas (+) : posisi sisi mantap, jaga jalan nafas
MACAM-MACAM SYOK

Syok

DEFINISI
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu
mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah
rendah dan kematian sel maupun jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung
(misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi)
atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
PENYEBAB
Syok bisa disebabkan oleh:
Perdarahan (syok hipovolemik)
Dehidrasi (syok hipovolemik)
Serangan jantung (syok kardiogenik)
Gagal jantung (syok kardiogenik)
Trauma atau cedera berat
Infeksi (syok septik)
Reaksi alergi (syok anafilaktik)
Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
Sindroma syok toksik.
GEJALA
Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok.
Gejalanya bisa berupa:
- gelisah
- bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
- nyeri dada
- linglung
- kulit lembab dan dingin
- pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih
- pusing
- pingsan
- tekanan darah rendah
- pucat
- keringat berlebihan, kulit lembab
- denyut nadi yang cepat
- pernafasan dangkal
- tidak sadarkan diri
- lemah.
DIAGNOSA
Diagnosais ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
PENGOBATAN
Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
Jangan diberikan apapun melalui mulut.
Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
Obat-obatan diberikan secara intravena.
Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan
darah.
Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terlus
berlanjut atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume
darah.
Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang mengkerutkan pembuluh darah.
Pemberian obat ini dilakukan sesingkat mungkin karena bisa mengurangi aliran darah ke jaringan.
Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan usaha untuk memperbaiki kinerja jantung.
Kelainan denyut dan irama jantung diperbaiki dan volume darah ditingkatkan (bila perlu).
Untuk memperlambat denyut jantung bisa diberikan atropin.
Obat lainnya bisa diberikan untuk memperbaiki kemampuan kontraski otot jantung.
Pada serangan jantung, bisa dimasukkan pompa balon ke dalam aorta, yang untuk sementara waktu bisa meredakan
syok.
Sesudah prosedur ini, mungkin perlu dilakukan operasi bypass arteri koroner atau pembedahan untuk memperbaiki
kelainan jantung.
Pada beberapa kasus yang terjadi setelah serangan jantung, untuk memperbaiki aksi pompa jantung yang tidak memadai
dan untuk memperbaiki syok, dilakukan angioplasi koroner transluminal perkutaneusdarurat guna membuka arteri yang
tersumbat.
Jika tindakan tersebut tidak dilakukan, diberikan obat trombolitik sesegera mungkin.
Syok yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah yang berlebihan diatasi terutama dengan obat-obat yang
mengkerutkan pembuluh darah.
PROGNOSIS
Jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal.
Jika diobati, hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara timbulnya syok sampai dilakukannya pengobatan
serta jenis pengobatan yang diberikan.
Kemungkinan terjadinya kematian pada syok karena serangan jantung atau syok septik pada penderita usia lanjut sangat
tinggi.
PENCEGAHAN
Mencegah syok lebih mudah daripada mencoba mengobatinya.
Pengobatan yang tepat terhadap penyebabnya bisa mengurangi resiko terjadinya syok.
source : www.medicastore.com
http://monosit.wordpress.com/syok/

Berdasarkan etiloginya maka syok digolongkan atas beberapa macam yaitu :Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik, Syok
Distributif, dan Syok Obstruktif

SYOK HIPOVOLEMIK
Pengertian
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh
terkandung dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total
sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial. Volume cairan
interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15%
sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg.
Etiologi
Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1) kehilangan cairan eksternal seperti :
trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker,
asites dan peritonitis
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan
peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3)
memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
Pengobatan penyebab yang mendasari.
Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan
pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal.
Penggantian Cairan dan Darah
Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan.
Maksudnya memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.
Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).
Redistribusi cairan
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan,
trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya
gravitasi.
Terapi Medikasi
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin
akan diberikan pada pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus,
preparat anti diare untuk diare dan anti emetic untuk muntah-muntah.
Military anti syoc trousersn(MAST)
Adlah pkain yang dirancang untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan memberikan tekanan balik
disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakan tahanan perifer artificial dan membantu menahan perfusi coroner.

SYOK KARDIOGENIK
Pengertian
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang
atau berhenti sama sekali.
Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium,
Sedangkan Non-koronerdisebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah :
Membatasi kerusakan miocardium lebih lanjut
Memulihkan kesehatan miocardium
Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.
Penatalaksanaan utama syok kardiogenik mencakup :
Mensuplai tambahan oksigen
Pada tahap awal syok, suplemen oksigen diberikan melalui kanula nasal 3 – 5 Liter / menit.
Mengontrol nyeri dada
Jika pasien menglami nyeri dada, morfin sulfat diberikan melalui intravena untuk menghilangkan nyeri. Pemberian posisi semi
fowler, dapat membantu untuk memberikan posisi nyaman & meningkatkan ekspansi paru.
Pemberian obat-obat vasoaktif
Terapi obat vasoaktif terdiri atas strategi farmakologi multiple untuk memulihkan dan mempertahankan curah jantung yang
adekuat. Pada syok kardiogenik koroner, terapi obat diujukan untuk memperbaiki kontraktilitas jantung, mengurangi preload
dan afterload, atau menstabilkan frekuensi jantung. Contoh, Dopamin dan nitrogliserin.
Dukungan cairan tertentu
Pemberian cairan harus dipantau dengan ketat oleh perawat untuk mendeteksi tanda kelebihan cairan. Bolus cairan intravena
yang terus diingkatkan harus diberikan dengan sangat hati-hati dimulai dengan jumlah 50 ml untuk menentukan tekanan
pengisian optimal untuk memperbaiki curah jantung.

SYOK DISTRIBUTIF
Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika
darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel.
Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla
spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3)
syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini
kedalam 3 tipe :
1. Syok Neorugenik
Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus simpatis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera
medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan
atau kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan
bukan dingin, lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardi.
Penatalaksanaan :
- Pengobatan spesifik syok neurogenik tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya Hipoglikemia (syok insulin)
dilakukan pemberian cepat glukosa.
- Syok neurogenik dapat dicegah pada pasien yang mendapakan anastesi spinal atau epidural dengan meninggikan bagian
kepala tempat tidur 15 – 20 derajat untuk mencegah penyebaran anastetik ke medula spinalis.
- Pada Kecurigaan medula spinal, syok neurogenik dapat dicegah melalui imobilisasi pasien dengan hati-hati untuk mencegah
kerusakan medula spinalis lebih lanjut.
- Stocking elastik dan meninggikan bagian kaki tempat tidur dapat meminimalkan pengumpulan darah pada tungkai.
Pengumpulan darah pada ekstremitas bawah menempatkan pasien pada peningkatan resiko terhadap pembentukan trombus.
- Pemberian heparin, stocking kompresi, dan kompresi pneumatik pada tungkai dapat mencegah pembentukan trombus.
2. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda
asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik.
Penatalaksanaan :
- Pemberian obat-obat yang akan memulihkan tonus vaskuler, dan mendukung kedaruratan fungsi hidup dasar. Contoh :
epinefrin ,aminofilin. Epinefrin diberikan secara intravena untuk menaptkan efek vasokonstriktifnya. Difenhidramin diberikan
secara intavena untuk melawan efek histamin dengan begitu mengurangi efek permeabilitas kapiler. Aminofilin diberikan
secara intravena untuk melawan bronkospasme akibat histamin.
- Jika terdapat ancaman atau terjadi henti jantung dan henti napas, dilakukan resusitasi jantung paru (RJP)
3. Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik
dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden
luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara
menyeluruh
Etiologi
- Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh,
pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah pada perembesan cairan
dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
Penatalaksanaan :
- Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan tekhnik aseptik.
- Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan selama 4 hari dari awitan syok.
- Pemberian cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk antibiotik dan obat-obat vasoaktif untuk memulihkan
volume vaskuler
GAMBARAN KLINIS
Manifestasi spesifik akan bergantung pada penyebab syok, tetapi semua, kecuali syok neurogenik akan mencakup :
Kulit yang dingin dan lembab
Pucat
Peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan
Penurunan drastis tekanan darah
Individu dengan syok neurogenik akan memper;ihatkan kecepatan denyut jantung yang normal atau melambat tetapi akan
hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
KOMPLIKASI
Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan
Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia
http://semangateli.blogspot.com/2008/06/berdasarkan-etiloginya-maka-syok.html

BAB II
PEMBAHASAN

I. PENANGANAN SHOCK

A. Definisi Shock
Shock adalah keadaan dimana terjadi kegagalan sirkulasi darah perifer/tepi yang menyeluruh, sehingga aliran darah ke jaringan
perifer tidak memadai untuk menunjang hidup
B. Prosedur
Persiapan
Alat :
1. Tensimete
2. Disposable spuit
3. Kanula vena
4. Infusion set
5. Tabung oksigen beserta regulator dan flowmeter
6. Nasala prong atau masker beserta slang
7. Ambu bag

C. Macam-Macam Shock

1. Shock hipovolemik
2. Shock kardiogenik
3. Shock vasomotor
4. Shock kombinasi dari ketiganya

D. Sebab-Sebab Shock
1. Shock hipovolemik
a. Perdarahan external yang exesive (banyak)
b. Kehilangan cairan tubuh yang banyak
c. Pengeluaran cairan yang banyak melalui ginjal
d. Kekurangan pemasukan cairan
2. Shock Kardiogenik (volume darah cukup)
a. Kegagalan ventrikuler
b. Gangguan irama jantung
c. Infark miokard
d. Pneumothorak, embolus paru
e. Tamponade jantung
3. Vasodilatasi shock
a. Sepsis (sepsis shock)
b. Intoksikasi obat (anafilaktik shock)
c. Trauma serebral (neurogenik shock)

E. Gejala-Gejala Umum Shock

1. Penurunan kesadaran/gelisah
2. Hipotensi, tekanan sistolik < 90 mmhg
3. Hipotensi perifer, kulit teraba dingin, lembab, nadi kecil dan cepat
4. Perbedaan tekanan darah pada posisi terlentang dengan posisi duduk/berdiri lebih dari 10 mmhg
5. Perbedaan frekuensi nadi pada posisi terlentang dengan posisi duduk >15 x/menit

F. Tingkatan Shock
1. Ringan (kehilangan volume darah <20%)
Tanda klinis: rasa dingin, hipotensi postural, takikardi, kulit lembab, urine pekat, diuresis kurang, kesadaran masih normal
2. Sedang (kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total)
Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi, hipotensi, takikardi, nafas cepat dan
dalam, oliguri, asidosis metabolik.

G. Pedoman Awal Penanganan Shock

1. Kenali macam shock dan penyebabnya


2. Lakukan tindakan awal penanganan shock secara umum dengan segera
3. Koreksi penyebabnya bila memungkinkan

H. tindakan penanganan shock pada umumnya

1. Penderita diterlentangkan dengan kaki ditinggikan


2. Bebaskan jalan nafas
3. Beri o2 5-6 lter/menit
4. Pasang jalur infus nacl 0,9% atau rl 50 tetes/menit
5. Obat-obatan:
a. adrenalin pada kolaps kardiovaskuler yang berat diberikan secara SC / IM 0,3-0,5 cc atau 3 cc adrenalin 1 ampuls yang
dilarutkan dalam 9 cc NaCl 0,9%
b. oradexon/kortikosteroid 10-20 mg IV
c. vasopresor, bila cairan saja tak memberikan hasil yang memadai (dopamine, dobuject/kombinasi)

II. RESUSITASI JANTUG PARU (RJP)

A. Definisi
Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada
henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu
sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.

B. Pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) dibagi dalam 3 fase, yaitu :

1. Bantuan Hidup Dasar (BDH).


2. Bantuan Hidup Lanjut (BHL).
3. Bantuan Hidup Jangka Lama.

9 langkah dengan menggunakan huruf abjad


Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari :
1) Airway Control : penguasaan jalan nafas.
2) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat.
3) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi
buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok.

Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari :


4) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu
hasil EKG.
5) Electrocardioscopy (Cardiography).
6) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).
Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari :
7) Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh
mana pasien dapat diselamatkan.
8) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang
baru dan
9) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

1. Fase I (Bantuan Hidup Dasar)


Bila terjadi nafas primer, jantung terus dapat memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang berada dalam
paru darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan
jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ
vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai dengan fenomena listrik berikut : fibrilasi fentrikular,
takhikardia fentrikular, asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis.
Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi meliputi posisi pembukaan jalan nafas buatan dan kompresi
dada luar dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP dimulai
dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada nafas dan tidak ada nadi.
Pada korban yang tiba- tiba kolaps, kesadaran harus segera ditentukan dengan tindakan goncangan atau teriak yang
terdiri dari menggoncangkan korban dengan lembut dan memanggil keras.
Bila tidak dijumpai tanggapan hendaknya korban diletakkan dalam posisi terlentang dan ABC BHD hendaknya
dilakukan. Sementara itu mintalah pertolongan dan bila mungkin aktifitaskan sistem pelayanan medis darurat.

1 . Airway (Jalan Nafas)


Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada
pasien yang tidak sadar dengan posisi terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah
dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka yaitu dengan metode ekstensi kepala angkat leher, metode ekstensi
kepala angkat dagu dan metode angkat dagu dorong mandibula, dimana metode angkat dagu dorong mandibula lebih efektif
dalam membuka jalan nafas atas daripada angkat leher.
Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode paling aman untuk memelihara jalan nafas atas
tetap terbuka, pada pasien dengan dugaan patah tulang leher. Bila korban yang tidak sadar bernafas spontan dan adekuat
dengan tidak ada sianosis, korban sebaiknya diletakkan dalam posisi mantap untuk mencegah aspirasi. Bila tidak diketahui
atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan atau dipindahkan bila memang mutlak diperlukan karena
gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan paralisis pada korban dengan cedera leher. Disini teknik dorong mandibula tanpa
ekstensi kepala merupakan cara yang paling aman untuk membuka jalan nafas, bila dengan ini belum berhasil dapat dilakukan
sedikit ekstensi kepala.

2. Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat
dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan
ventilasi buatan.
Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu
sikap yang telah disebutkan diatas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua kali ventilasi dalam. Kemudian
segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan
ventilasi yang dalam sebesar 800 ml sampai 1200 ml setiap 5 detik.
Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi
yang dilakukan oleh seorang penolong dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang dilakukan oleh 2
penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup ada
udara keluar melalui hidung dan mulut korban selama respirasi sebagai tambahan selama pemberian ventilasi pada korban,
penolong dapat merasakan tahanan dan pengembangan paru korban ketika diisi.
Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif daripada fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke
stoma hendaknya dilakukan pada pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil
baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda
asing.
Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut
korban dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang
lain kedalam satu sisi mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing,
hendaknya dikerjakan hentakan abdomen atau hentakan dada, sehingga tekanan udara dalam abdomen meningkat dan akan
mendorong benda untuk keluar.
Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang, teknik ini sama dengan kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan
adalah:
1. Berikan 6 sampai 10 kali hentakan abdomen.
2. Buka mulut dan lakukan sapuan jari.
3. Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan dapat dilakukan
dengan sukses.
Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong mandibula), pembersihan mulut dan faring
ternyata masih ada sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas. Bila dengan ini belum berhasil perlu
dilakukan intubasi trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi trakheal, sebagai alternatifnya adalah
krikotomi atau fungsi membrane krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 14 G). Bila masih
ada sumbatan di bronkhus maka perlu tindakan pengeluaran benda asing dari bronkhus atau terapi bronkhospasme dengan
aminophilin atau adrenalin.

4. Circulation (Sirkulasi)
Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tanda- tanda henti jantung adalah:
a. Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung.
b. Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakhialis pada bayi).
c. Henti nafas atau megap- megap.
d. Terlihat seperti mati.
e. Warna kulit pucat sampai kelabu.
f. Pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung)
g. Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering mungkin merupakan tanda utama henti
jantung. Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian
ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat.
Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras agar kompresi dada luar yang dilakukan efektif. Penolong
berlutut di samping korban dan meletakkan sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang
sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari dari persambungan episternum. Tangan penolong yang lain diletakkan diatas tangan
pertama, jari- jari terkunci dengan lurus dan kedua bahu tepat diatas sternum korban, penolong memberikan tekanan ventrikel
ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 sampai 5 cm.
Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban, dianjurkan lama
kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju 80 sampai 100 kali/ menit) harus
diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2 sampai 3 detik). Dalam satu menit harus ada 4 siklus kompresi dan ventilasi
(yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi). Jadi 15 kali kompresi dan 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik.
Bila ada 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 sampai 100 kali/ menit dan pemberian satu
kali ventilasi dalam 1 sampai 1,5 detik oleh penolong kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam satu menit minimal harus
ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi lima kompresi dan satu ventilasi maksimal dalam 5 detik.
Kompresi dada harus dilakukan secara halus dan berirama. Bila dilakkan dengan benar, kompresi dada luar dapat
menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100 mmHg, dan tekanan rata- rata 40 mmHg pada arteri karotis. Kompresi dada tidak
boleh terputus lebih dari 7 detik setiap kalinya, kecuali pada intubasi trakheal, transportasi naik turun tangga dapat sampai 15
detik. Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi dengan rasio 15 : 2, lakukan reevaluasi pada pasien. Periksa apakah denyut
karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada denyut lanjutkan dengan langkah berikut : Periksa pernafasan 3 sampai 5 detik
bila ada, pantau pernafasan dan nadi dengan ketat. Bila tidak ada lakukan ventilasi buatan 12 kali per menit dan pantau nadi
dengan ketat. Bila RJP dilanjutkan beberapa menit dihentikan, periksa apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan begitu
seterusnya

2. Fase II (Banuan Hidup Lanjut)


Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban
dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan
khusus dan penggunaan obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus diteruskan
sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi
diteruskan dengan langkah DEF.
Drug and Fluid (Obat dan Cairan)
Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan :
1. Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak.
Cara pemberian : iv, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan dengan 9
ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg adrenalin). Jika
keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih).
Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan atau mati jantung.
2. Natrium Bikarbonat : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit)
kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai timbul denyut
jantung spontan atau mati jantung.
Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama,
yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan yang lama dan efisien, sebab kalau tidak
asidosis intraseluler justru bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini
bukanlah hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat segera
menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh respirasi.
3. EKG
Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis.
4. Fibrilation Treatment (Terapi Fibrilasi)
Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas, defibrilasi luar arus searah:
100– 300 joule pada dewasa.
100 – 200 joule pada anak.
50– 100 joule pada bayi.

3. Fase III (Bantuan Hidup Jangka Lama Atau Pengelolaan Pasca


Resusitasi).
Jenis pengelolaan pasien yang diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung sepenuhnya kepada resusitasi.
Pasien yang mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan
intensif dan observasi terus menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan hati. Pasien yang mempunyai
kegagalan satu atau lebih dari satu sistem memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau resusitasi
otak.
Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemik dan iskemik selama henti jantung adalah otak. Satu dari lima orang
yang selamat dari henti jantung mempunyai defisit neurologis. Bila pasien tetap tidak sadar, hendaknya dilakukan upaya untuk
memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah
sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak dan penggunaan diuretik untuk menurunkan
tekanan intracranial. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajad sedang juga membantu.

4. Keputusan Untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi.


Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah diagnosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi
dokter pribadi korban hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya resusitasi dihentikan. Tidak sadar ada
pernafasan spontan dan refleks muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih merupakan
petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau dibawah efek barbiturat atau dalam anesthesia umum. Akan tetapi tidak
adanya tanggapan jantung terhadap tindakan resusitasi. Tidak ada aktivitas listrik jantung selama paling sedikit 30 menit
walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal menandakan mati jantung.
Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati, jika :
1. Terdapat tanda- tanda mati jantung.
2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan
dan refleks muntah serta pupil tetap dilatasi selama 15 sampai 30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau
dibawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum.

Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada
dokter).
3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya).
4. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
5. Pasien dinyatakan mati
Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah atau satu jam
terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP).

C. RJP Pada Anak


1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2. Tiup nafas dua kali (tanpa alat atau dengan alat)
3. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak tangan di atas tulang dada, di tengah
sternum.
4. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun ± 3-4 cm dengan frekuensi 100 kali/menit.

D. RJP Pada Bayi


1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2. Tiup nafas 2 kali
3. Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan
dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan dada bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan
atau jari manis langsung menekan dada.
4. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterio

E. Gambar – Gambar Tindakan RJP


1. Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang
belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya karena disini
tedapat syaraf-syaraf yg mengatur fungsi vital manusia (bernapas, denyut jantung)
a. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin Lift.

Chin lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu (bagian dagu yang keras) ke atas. Ini
disertai dengan melakukan Head tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan posisi seperti figure berikut. Ini dilakukan
untuk membebaskan jalan napas korban.
b. Jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit kepala pasien dengan paha, usahakan agar
kepalanya tidak bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust

Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.

2. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan Breathing (Pernapasan)
pasien. Metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel

Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ?
Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang
abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian)

3. Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :


a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas
bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan
langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang
digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah
apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah),
maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah
dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).

Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan
pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja
4. Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka dapat dilakukan :
a. Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula di
punggung
b. Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik tangan ke arah belakang atas.
c. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu
mendorong tangan kearah dalam atas.

Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban ?
5. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan
normal adalah 12 -20 kali permenit)
6. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan Look Listen and Feel
7. Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail tentang nafas bantuan dibawah)
8. Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan dibawah)
9. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis yang terletak di leher (ceklah dengan 2 jari,
letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher
(sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi carotis selama 10 detik.
10. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung(figure D dan E , figure F pada bayi), diikuti dengan nafas
buatan(figure A,B dan C),ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung
11. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen and Feel (kembali
ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin nomer 17.
12. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c. Bantuan sudah dating
d. Teraba denyut nadi karotis
13. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada pasien :
a. Denyut nadi >100 kali per menit
b. Telapak tangan basah dingin dan pucat
c. Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien dg kuku pemeriksa
selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)
14. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat kaki
pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung
15. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang
16. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara menekan atau
membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat mengakibatkan jaringan yg
dibebat mati)
17. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look Listen and
Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.

F. Tindak Lanjutan RJP


1. Nafas Bantuan
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal.
Misal frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas
permenitnya menjadi normal (12 kali).
Prosedurnya :
a. Posisikan diri di samping pasien
b. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain sebagai
pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan penyakit2
c. Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yg tadi digunakan untuk head tilt untuk
menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak terbuang lewat hidung).
d. Mata memperhatikan dada pasien
e. Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong
f. Hembuskanlah nafas satu kali ( tanda jika nafas yg diberikan masuk adalah dada pasien
Mengembang)
g. Lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien
menghembuskan nafas keluar (ekspirasi)
h. Lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal
2. Pijat Jantung

Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan
pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti dijelaskan
pada algortima di atas)
Prosedur pijat jantung :
a. Posisikan diri di samping pasien
b. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest ( tepat ditengah-tengah dada)
c. Posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar
d. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip joint)
e. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)
f. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal (seperti gambar kanan atas)
g. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan menghitung
dapat dihitung dengan cara menghitung sebagai berikut :
1) Satu Dua Tiga EmpatSATU
2) Satu Dua Tiga Empat DUA
3) Satu Dua Tiga Empat TIGA
4) Satu Dua Tiga Empat EMPAT
5) Satu Dua Tiga Empat LIMA
6) Satu Dua Tiga Empat ENAM

h. Prinsip pijat jantung adalah :


1) Push deep
2) Push hard
3) Push fast
4) Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
5) Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh diinterupsi)
III. SOP OBAT EMERGENCY/RESUSITASI
A. Pengertian
1. koreksi hipoksia
2. mempertahankan sirkulasi spontan pada kondisi tekanan darah (TD) yang adekuat
membantu optimalisasi fungsi jantung
3. menghilangkan nyeri
4. koreksi asidosis
5. mengatasi gagal jantung kongestif

B. Obat-Obat Resusitasi Jantung-Paru Dan Obat-Obat Perbaikan Sirkulasi


1. Oksigen
2. meningkatkan TD : epinefrin/adrenalin, vasopresin, dopamine
3. meningkatkan denyut jantung/nadi (HR : Heart Rate) : atropine
4. menurunkan/mengatasi aritmia ventrikel : amiodaron, lidokain/lignokain, prokainamid, magnesium sulfat
5. menurunkan/mengatasi aritmia supraventrikel : adenosin, diltiazem, amiodaron
6. obat-obat untuk IMA : morfin, nitrogliserin, aspirin, fibrinoli
7. Lain-lain

C. Obat Resusitasi Jantung-Paru (Rjp)


1. Epinefrin/adrenalin.
2. Amiodaron.
3. Lidokain.
4. Atropin.

D. Obat Perbaikan Sirkulasi


1. Dopamin
2. Dobutamin
3. Noradrenalin

E. Lain-Lain
1. Furosemid
2. Morfin
3. Nitrogliserin
4. Digoksin
5. Aminofilin

Das könnte Ihnen auch gefallen

  • Diabetes Mellitus Ketoasidosis
    Diabetes Mellitus Ketoasidosis
    Dokument4 Seiten
    Diabetes Mellitus Ketoasidosis
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Vitiligo
    Vitiligo
    Dokument1 Seite
    Vitiligo
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Hipo Dan Hipertermia Bayi Baru Lahir
    Hipo Dan Hipertermia Bayi Baru Lahir
    Dokument5 Seiten
    Hipo Dan Hipertermia Bayi Baru Lahir
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Alveolektomi Atau Alveloplasty
    Alveolektomi Atau Alveloplasty
    Dokument8 Seiten
    Alveolektomi Atau Alveloplasty
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Diabetes Mellitus Ketoasidosis
    Diabetes Mellitus Ketoasidosis
    Dokument4 Seiten
    Diabetes Mellitus Ketoasidosis
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Tumor Parotis
    Tumor Parotis
    Dokument13 Seiten
    Tumor Parotis
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • 422 EP 2 - BUKTI PENYAMPAIAN INFO Revisi
    422 EP 2 - BUKTI PENYAMPAIAN INFO Revisi
    Dokument14 Seiten
    422 EP 2 - BUKTI PENYAMPAIAN INFO Revisi
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Alzheimer
    Alzheimer
    Dokument3 Seiten
    Alzheimer
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Medical Store BCC
    Medical Store BCC
    Dokument3 Seiten
    Medical Store BCC
    ratih
    Noch keine Bewertungen
  • Sekujur Bangkai
    Sekujur Bangkai
    Dokument1 Seite
    Sekujur Bangkai
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Adhesi
    Adhesi
    Dokument2 Seiten
    Adhesi
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • EXCISI
    EXCISI
    Dokument1 Seite
    EXCISI
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Distosia DAN INERTIA UTERI
    Distosia DAN INERTIA UTERI
    Dokument3 Seiten
    Distosia DAN INERTIA UTERI
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Dampak Hospitalisasi
    Dampak Hospitalisasi
    Dokument2 Seiten
    Dampak Hospitalisasi
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • BIOPSI
    BIOPSI
    Dokument3 Seiten
    BIOPSI
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Spondylosis
    Spondylosis
    Dokument3 Seiten
    Spondylosis
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • ALAT
    ALAT
    Dokument1 Seite
    ALAT
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Ekg
    Ekg
    Dokument10 Seiten
    Ekg
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Kisah Maling Kundang
    Kisah Maling Kundang
    Dokument3 Seiten
    Kisah Maling Kundang
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen Tanpa Judul
    Dokument1 Seite
    Dokumen Tanpa Judul
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Drainase Abses Apendix
    Drainase Abses Apendix
    Dokument3 Seiten
    Drainase Abses Apendix
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Xantoma
    Xantoma
    Dokument1 Seite
    Xantoma
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • CPC
    CPC
    Dokument8 Seiten
    CPC
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • BHP Lab
    BHP Lab
    Dokument1 Seite
    BHP Lab
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • De Bride Men
    De Bride Men
    Dokument2 Seiten
    De Bride Men
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Erupsi Obat
    Erupsi Obat
    Dokument10 Seiten
    Erupsi Obat
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • Guideline Batu Saluran Kemih IAUI
    Guideline Batu Saluran Kemih IAUI
    Dokument38 Seiten
    Guideline Batu Saluran Kemih IAUI
    Resti Fratiwi Fitri
    100% (1)
  • Granula Si
    Granula Si
    Dokument1 Seite
    Granula Si
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen
  • A Melo Blast Oma
    A Melo Blast Oma
    Dokument10 Seiten
    A Melo Blast Oma
    Jhaloe Papa Fawwaz
    Noch keine Bewertungen