A. Gangguan Gastrointestinal Kadang-kadang, orang dewasa dapat mengalami mual-mual, muntah-muntah, dan diare. Hal ini jarang dijumpai pada anak-anak. Candidiasis oral atau vagina dapat timbul sebagai efek perubahan mikroba flora normal. B. Gangguan Sumsum Tulang Chloramphenicol biasanya menimbulakan suatu supresi reversibel terhadap produksi sel darah merah yang terkait-dosis, pada dosis 50/mg/kg/hari setelah 1-2 minggu. Anemia aplastikjarang menjadi konsekuensi pemberian chloramphenicol melalui jalur apapun. Hal ini merupakan reaksi indiosikrasi yang tidak ada hubungannya dengan dosis, sekalipun lebih sering timbul seiring dengan perpanjangan penggunaan. Kecendrungannya ireversibel dan dapat menjadi fatal. Anemia aplastik mungkin ditemukan pada satu dari 24.000-40.000 pasien yang menggunakan chloramphenicol. C. Toksisitas pada Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir kekurangan mekanisme konjugasi asam glukoronat (glucoronic acid)yang efektif untuk degradasi dan detoksifikasi chloramphenicol. Lebih jauh lagi, apabila bayi- bayi ini diberi dosis di atas 50mg/kg/hari, obat dapat terakumulasi dan mengakibatkan sindrom bayi kelabu (gray baby sindrome). Cirri-cirinya: muntah-muntah, tonus otot menurun (flasid), hipotermi, perbuhan warna menjadi kelabu, renjatan, dan kolaps. Untuk menghindari efek toksin ini, chloramphenicol harus digunakan hati-hati pada anak-anak dan dosisnya dibatasi maksimal 50mg/kg/hari atau kurang dari itu (selama satu minggu pertama masa kehidupan) untuk bayi-bayi normal dan 25mg/kg/hari untuk bayi-bayi premature. D. Interaksi dengan Obat Lain Chloramphenicol menghambat enzim-enzim mikrosom hati yang memetabolisme beberapa obat. Waktu diperpanjang, sementara konsentrasi serum phenytoin, tolbutamide, chlorpropamide, dan warfarin ditingkatkan. Seperti halnya hinhibitor bakteriostatik dari chloramphenicol juga dapat mengantagonis obat-obat bakterisid seperti penicillin atau aminoglycoside.