Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
D DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN : HIPERBILIRUBIN DIRUANG
PERINATAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DOKTER AGOESJAM
KETAPANG
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK :
1. ISMAWATI
2. MURYANI DEWI
3. SITI RAUDAH
KABUPATEN KETAPANG
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK :
1. ISMAWATI
2. MURYANI DEWI
3. SITI RAUDAH
KABUPATEN KETAPANG
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah YME yang telah memberikan
rahmat dan karunia –Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien By.D dengan Gangguan Sistem
Pencernaan : Hiperbilirubinemia Diruang Perinatal Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. AGOESDJAM Ketapang. Penulis membuat makalah ini dengan maksud
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Pada Akademi
Keperawatan Pemda Ketapang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi Keperawatan
3.5 Evaluasi Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keperawatan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan berbentuk bio, psiko,
sosial, spiritual, dan cultural yng ditujukan kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan ilmu keperawatan berdasarkan kepada suatu teori
yang sangat luas.
Kesehatan adalah salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan
guna tercapainya kesadaran dan kemauan untuk hidup sehat yang setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal.(Nursalam 2001)
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
badan lahir 2500gr dan mengalami masa gestasi yang diperpendek
maupun pertumbuhan intra uterus kurang dari yang diharapkan
(Rosa M. Sacharin, 1996).
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi
untuk kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah terjadi
gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang dapat
menimbulkan kematian.
Angka kejadian (insidens) BBLR di negara berkembang seperti di Inggris
dikatakan sekitar 7 % dari seluruh kelahiran. Terdapat variasi yang
bermakna dalam insidens diseluruh negeri dan pada distrik yang berbeda,
angka lebih tinggi di kota industri besar (Rosa M. Sacharin, 1996).
Sedangkan di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu
diperhatikan, karena di Indonesia angka kejadiannya masih tinggi.
Berkenaan dengan itu upaya pemerintah menurunkan IMR tersebut
maka pencegahan dan pengelolaan BBLR sangat penting. Dengan
penanganan yang lebih baik dan pengetahuan yang memadai tentang
pengelolaan BBLR, diharapkan angka kematian dan kesakitan dapat
ditekan.
Peran serta perawat dalam pencegahan BBLR dengan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janin yang dikandung, maka perlu dilakukan deteksi
dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan BBLR dengan
penanganan dan pengetahuan yang memadai dengan menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik untuk mengangkat
masalah asuhan keperawatan pada neonatus dengan BBLR di Ruang
Perinatal RSUD AgoesDjam.
Bayi Prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang
normal (37 minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan
penampilan fisik. Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi
secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan badan 1500 gr atau
kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya
peningkatan mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap
sebagai periode kehamilan pendek (Nelson 1988 dan Sacharin 1996).
Masalah kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan asuhan
keperawatan, dimana pada bayi prematur sebaiknya dirawat di rumah sakit
karena masih membutuhkan cairan-cairan dan pengobatan /serta
pemeriksaan Laboratorium yang bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan terapi pada bayi dan anak yang meliputi peran perawat sebagai
advokad, fasilitator, pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan kepada
klien. Tujuan pemberian pelayanan kesehatan pada bayi prematur dengan
asuhan keperawatan secara komprehensif adalah untuk menyelesaikan
masalah keperawatan.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien hiperbilirubin disamping itu juga dapat
memberikan pengalaman secara nyata dalam penulisan dan
penyusunan asuhan keperawatan yang lazim digunakan.
2. Tujuan Khusus
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan hiperbilirubin penyusun
mengharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan tujuan
berikut :
a. Memperoleh gambaran dan melaksanakan pengkajian pada klien
hiperbilirubin.
b. Dapat menyusun diagnosa keperawatan dan memprioritaskan
masalah klien hiperbilirubin.
c. Membuat rencana tindakan keperawatan hiperbilirubin.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
hiperbilirubin.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan pada
klien dengan hiperbilirubin.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan askep ini metode penulisan yang penyusun
terapkan metode deskriptif yaitu metode yang bersifat menggambarkan
suatu peristiwa (kasus) yang objektif. Sedangkan penyajian laporan kasus
penulisan susun dalam bentuk naratif. Untuk menggumpulkan data,
pengarang menggunakan metode sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca, mempelajari, memahami
dan mengutip dari buku-buku sumber bacaan yang dijadikan landasan
ilmiah dalam proses penyelesaian dan penysunan makalah ini.
2. Observasi partisipasi yaitu dengan pengamatan secara langsung
terhadap klien dengan hiperbilirubin melalui anamnesa, observasi,
mempelajari catatan medis dan perawatan, catatan-catatan status klien
yang lain ditambah juga informasi secara langsung dari keluarga klien,
Dokter yang merawat dan perawat ruangan.
3. Studi dokumentasi yaitu mengambil data yang aktual yang
diperlakukan, sehingga terungkap permasalahannya secara nyata.
4. Sumber data yaitu :
a. Data primer : informasi yang diperoleh dari pasien secara
langsung.
b. Data sekunder : informasi diperoleh dari informasi keluarga,
catatan medik dan catan keperawatan, hasil pemeriksaan
laboratorium dan radiologi serta dari tenaga kesehatan lainya.
E. Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan pada askep adalah mulai dari bab 1
yaitu pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, ruang
lingkup penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sitematika
penulisan sedangkan bab II menjelaskan konsep teori tentang
hiperbilirubin dan asuhan keperawatannya secara teoritis dan bab III
menguraikan laporan asuhan keperawatan hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Teori
1. Defenisi
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah (SDM) dan resorpsi
lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil. Kondisi
mungkin tidak berbahaya atau membuat neonatus berisiko terhadap
komplikasi multipel/efek –efek yang tidak diharapkan
(Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, 2001).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal Nilai normal bilirubin indirek
0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning
(Ngastiyah, 2000).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa,
hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal.
2. Anatomi Fisiologi
Hati merupakan organ yang paling besar didalam tubuh kita,
beratnya mencapai ±1,5 kg. Hati terletak dibagian sisi rongga abdomen
disebelah kanan bawah diafragma, dan berada pada kuadran kanan
bawah pada abdomen.
Enzim yang terdapat didalam hati adalah enzim katalase terdapat
hampir disemua makhluk hidup. Enzim ini diperoduksi oleh sel bagian
badan mikro, aitu peroksisom. Organ yang paling dominan
menghasilkan enzim adalah bagian hati ( liver ). Bagian sel, enzim ini
adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi
oksidatif dan racun (toksin) yang bagi kebanyakan organisme
ekuevalen dengan kerusakan.
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT
(Serum Glutamic Piruvic Transaminase) merupakan enzim yang dapat
ditemukan pada sel-sel hati. Karena itu jika terjadi kerusakan
(nekrosis) sel-sel hati, seperti yang terjadi pada infeksi akut virus
hepatitis, enzim-enzim tersebut keluar dari sel hati dan masuk kedalam
darah. Semakin banyak sel-sel hati yang rusak, semakin tinggi pula
kadar SGOT/SGPT yang terukur didalam darah. Secara laboratoris
pemeriksaan enzim hati pada hepatitis akut didapati adanya peninggian
SGOT dan SGPT sampai 20-50 kali normal dengan SGPT lebih tinggi
dari SGOT (SGOT/SGPT < 0,7)
(Syaifudin, 2006).
Hati terbagi atas 2 bagian utama yaitu :
a. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak dibawah diafragma.
b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura
tranfersus.
1. Arteri hepatika
Keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini
mempunyai kejenuhan 95-100% masuk kehati akan membentuk
jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya
keluar sebagai vena hepatika.
2. Vena porta
Yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya kehati, darah ini mempunyai
kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan
usus, guna darah ini membawa zat makanan kehati yang telah
diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira
berdiameter 1 mm. Dimana yang satu dengan yang lain terpisah
oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah kehati,
cabang vena porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus
bersama oleh sebuah balutan dan membentuk saluran porta.
Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel
hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid
darah atau kapiler hepatika. Pembuluh darah ini mengalirkan darah
dalam vena lain yang disebut vena sublobuler, yang satu sama lain
membentuk vena hepatika dan langsung masuk kedalam vena cava
inferior.
Empedu dibentuk didalam sel-sel kecil didalam sel hepar
melalui kapiler empedu yang halus/korekuli. Dengan cara
berkontraksi, dinding perut berotot pada saluran ini mengeluarkan
empedu dari hati. Fungsi hati, terdiri dari:
a) Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang
disimpan disuatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai
dengan pemakaiannya dalam jaringan.
b) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dieksresi dalam
empedu dan urin.
c) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d) Seksreesi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam
sistem retikulo endotilium dialirkan ke empedu.
e) Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah
menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam
bentuk urin.
f) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat
dan air.
Penyimpanan dan penyebaran bahan termasuk glikogen
lemak, vitamin dan zat besi, vitamin yang larut dalam minyak,
atau lemak disimpandi hati.
Hati membantu mempertahakan suhu tubuh sebab luasnya organ
ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang berlangsung
mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini sehingga
eningkatkan suhu tubuh.
(Pearce, 2003).
3. Etiologi
Adapun penyebab dari hiperbilirubinemia antara lain :
a. Penghancuran sel darah merah (hemolisis sel darah merah).
Misalnya: pada ketidak selarasan golongan darah rhesus dan
ABO (inkompatibilitas), definisi G6PD, sepsis.
b. Metabolisme bilirubin yang terganggu. Misalnya: premature,
Cepalenhepar belum matang, hiperprotein/albumin.
4. Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan hiperbilirubinemia
adalah sebagai berikut :
a. Kulit jaundice (kekuningan).
b. Sklera ikterik.
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10mg% pada neonatus
yang cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus yang kurang bula.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan
oleh rendahnya intake kalori.
e. Asfiksia.
f. Hipoksia.
g. Sindrom gangguan pernafasan.
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit.
i. Peses berwarna seperti dempul dan pemerikasaan neurologist dapat
ditemukan adanya kejang.
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung).
k. Terjadi pembesaran hati.
l. Tidak mau minum ASI.
m. Letargi.
n. Refleks Moro lemah atau tidak ada sama sekali.
(AH Markum, 2002).
5. PATOFISIOLOGI
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk
dari pemecahan hemoglobin oleh kerja hemoksidase, biliverdin
reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem
retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam
hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan
adanya ikatan protein.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah
(terkonjugasi) oleh enzim asam uridin disfosfoglukuronat
(UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil
transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar
larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi
melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu
melalui membran kanalikular. Akhirnya dapat masuk ke sistem
gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi
kembali menjadi sirkulasi enteroheptik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen
bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, non-polar (bereaksi
indirek). Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan
hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase.
Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena
penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah
hepatik.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan
hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol
atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai
7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak
terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-
2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu
dan menurun 10 minggu.
Ikterus dikatakan patologis apabila memiliki kriteria :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) Ikterus dengan kadar bilirubin ≥12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan ≥10 mg% pada neonatus kurang bulan.
3) Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubun ≥ 5 mg%/hari
Adapun derajat ikterus adalah :
HEMOGLOBULIN
GLOBIN HEM
A
BILIVERDI FECO
N
Indikasi Fototerapi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bilirubin mencapai puncak kira-kira 6
mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya di atas
10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan prematur kadar
bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari
kehidupan. Kadar bilirubin yang yang lebih dari 14 mg/dl
adalah tidak fisiologis.
(a) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
(b) Protein serum total.
a. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu.
b. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
memebedakan hepatitis dari atresia biliary.
(Suriadi, 2001).
9. Penatalaksanaan
a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak
dini (pemberian ASI).
b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa
kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
d. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik
glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin
konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
e. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
f. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit
melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari
billiverdin.
g. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan
foto terapi.
(Suriadi, 2001).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia dari kelompok atau individu dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Carpenito & Lynda Jual, 2000).
Menurut Nursalam (2001), dikutip dari Gordon (1976),
mengatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan
aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman
dia mampu dan mempunyai kewenangan memberikan tindakan
keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien hiperbilirubin
Carpenito (1998) dan Doengoes (2001) adalah :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan oral.
c. Resiko terjadi gangguan suhu tubuh terhadap perubahan berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
d. Resiko tinggi terhadap cedera keterlibatan sistem saraf pusat
berhubunga dengan prematuritas.
e. Resiko tinggi terhadap cedera efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
f. Resiko tinggi terhadap cedera komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan provil darah abnormal.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai
setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi (Nursalam, 2001).
Tahapan dalam perencanaan ini meliputi : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan
pendokumentasian (Nursalam, 2001).
Terdapat tiga rencana tindakan dalam tahap rencana tindakan yaitu
rencana tindakan perawat, rencana tindakan pelimpahan (medis dan
tim kesehatan lain) dan program atau perintah medis untuk klien yang
dalam pelaksanaannya dibantu perawat (Carpenito, 2000).
Ada beberapa komponen yng perlu diperhatikan dalam langkah-
langkah penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, mementukan rencana tindakan dan
dokumentasi (Nursalam, 2001).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
hiperbilirubin ini, maka rencana keperawatan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher
dan badan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
integritas kulit kembali baik atau normal
Kreteria Hasil :
1) Kadar bilirubin dalam batas normal (0,2 – 1,0 mg/dl)
2) Kulit tidak berwarna kuning atau warna kuning mulai berkurang.
3) Tidak timbul leset akibat penekana kulit yang terlalu lama
Rencana tindakan
1) Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam
Rasional : warna kulit kekuningan sampai jingga dan semakin
pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
tinggi.
2) Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek (kolaborasi dengan
dokter dan analis)
Rasional : kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan
joundice yang diderita.
3) Ubah posisi miring atau tengkurap, perubahan posisi setiap 2 jam
bersamaan dengan perubahan posisi lakukan masase dan monitor
keadaan kulit
Rasional : menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu
lama sehingga mencegah terjadinya dekubitus atau iritasi kulit
pada bayi.
4) Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit atau memandikan dan
pemijatan bayi
Rasional : kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa
nyaman dan menghindari kulit bayi mengelupas atau bersiisik.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan oral.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan cairan tubuh neonatus adekuat.
Kreteria Hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Membran mukosa lembab
3) Intek dan output cairan seimbang
4) Nadi, respirasi dalam batas normal (N :120-160x/menit, RR
:35x/menit), suhu (36,5-37,5ᵒC)
Rencana tindakan
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001).
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan,
oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan
dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat
urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui
yaitu : Persiapan, perencanaan dan pendokumentasian (griffit, et. al,
1968).
Fase persiapan meliputi :
a. Review antisipasi tindakan keperawatan.
b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
c. Mengetahui komp[likasi yang mungkin timbul.
d. Persiapan alat( pesources).
e. Persiapan lingkungan yang kondusif.
f. Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
Fase intervensi, terdiri atas :
a. Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk
atau perintah dokter atau tim kesehatan lainnya.
b. Interdependen : Tindakan perawat yang memerlukan kerja sama
dengan kesehatan lain (gizi, dokkter, laboratorium dan lain-lain).
c. Dependen : Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan
dimana tidakkan medis dilaksanakan.
Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang
telah dilaksanakan, yang terdiri atas tiga type, yaitu : Sources Oriented
Records( SOR), Problem Oriented Records (POR), Computer Assisted
Records(CAR) .
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan gagal ginjal kronik perawat dapat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan
pencatataan / penghimpun data.
5. Evaluasi
Menurut Griffit dan Christensen (1986), evaluasi adalah salah satu
yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status
kesehatan klien. Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994),
mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
Evaluasi terdiri atas 2 jenis, yaitu evaluasi Formatif dan evaluasi
Sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi
jangka pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan
secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan
tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil,
evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu
metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang
diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
“SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana
keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan
melalui hasil perbandingan melalui standar yang telah ditentukan
sebelumnya.
Hasil dari evaluasi yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawatan pada klien dengan gagal
ginjal kronik adalah mempertahankan berat badan ideal tanpa
kelebihan cairan, cedera tidak terjadi, meningkatkan tingkat mental
seperti biasa, mempertankan integritas jaringan kulit, integritas
membran mukosa tetap normal, memahami kondisi/proses penyakit,
pengobatan dan perawatan.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : An.D
Umur : 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Melayu / Indonesia
Bahasa : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Status : -
Alamat : RT 04/RW 03 Jln.Rahadi ismail
2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan kulit anaknya kuning pada seluruh tubuhnya
sudah 3 hari, lemas, perutnya membesar, rewel, tidak mau minum ASI
dan warna urin nya kuning. Sedangkan berat badannya waktu lahir 2,8
kg dengan panjang 48 cm, sekarang berat badannya sudah 3 kg dengan
panjang 48 cm.
5. Riwayat Perkembangan
6. Riwayat Perinatal
Ante Natal : Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan dipuskesmas
sebanyak 4x, imunisasi TT 2x, pada selama kehamilan
mengkonsumsi Fe sebanyak 30 butir dari 90 butir. Kalk
yang diberi dipuskesmas hanya diminum 2 tablet,
keluhan selama hamil mual-mual pada bulan ke-1 dan
ke-2. Selama hamil BB naik 12 kg.
Intra natal: Lahir dalam usia kehamilan 9 bulan, dipuskesmas,
langsung menangis BB 2,8 kg, PB 48 cm.
Post natal : Tali pusat lepas pada hari ke-7, ada riwayat kuning
7. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Hepatitis B, BCG 1x( usia 1 bulan)
1 bln
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Meninggal
: Pasien
i. Pola seksualitas
Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Bentuk simetris, bersih, tidak ada edema dan lesi
1) Rambut : Lurus, bersih, hitam, tidak rontok, tidak mudah
dicabut, dan ada ketombe.
2) Muka : Bentuk simetris, Ikterus, bersih, tidak ada lesi.
3) Mata
Insfeksi : Bentuk mata kiri dan kanan simetris, pupil isokor,
konjungtiva anemis, dan sklera ikterik.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus edmoidalis dan
spenoedalis.
4) Hidung
Insfeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat sekret, dan tidak
ada polip.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis,
maksilaris, edmaoidalis, dan speneodalis.
5) Mulut
Insfeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, bibir
sianosis, rongga mulut bersih,belum ada gigi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada mandibularis.
6) Telinga
Insfeksi : Bentuk daun telinga kiri dan kanan simetris
Palpasi : Daun telinga kiri dan kanan elastis tidak terdapat
nyeri tekan pada tragus, dan tidak ada serumen
b. Leher
Insfeksi :Bentuk simetris, ikterus, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Ultrasound
c. Radioisotope scan
13. Terapy
a. Terapi sinar ( fototerapi) dilakukan selama 24 jam
b. Terapi sinar matahari dilakukan antara jam 07.00 sampai 09.00
c. Phenobarbital
d. Colistrisin
B. ANALISA DATA
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan oral.
3. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh berhubungan dengan efek mekanisme
regulasi tubuh.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
R:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali
sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak
kering.
3. Warna urine kuning
4. Ibu klien tampak memberi
ASI sedikit tapi sering.
III D:
- Ibu klien mengatakan kaki
anaknya teraba dingin.
- Akral klien teraba dingin.
- Klien tampak gelisah.
- Klien tampak sering
mengangis.
A:
10.40 1. Memantau kulit neonatus
dan suhu setiap 2 jam atau
lebih sering sampai stabil
10.50 2. Memonitor Nadi dan
respirasi. setiap 2-4 jam
sesuai kebutuhan.
11.00 3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres
hangat jika demam .
11.10 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik
jika demam.
R:
1. Kulit klien berwarna kuning
dan suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak
telah diberikan.
4. Klien mendapat terapi
antiperetik.
2. Kamis 04 I D:
september - Ibu klien mengatakan kulit
2014 anaknya tampak kuning
- Klien tampak sering
menangis melengking.
- Klien tampak gelisah.
- Kulit klien tampak kuning
A:
09.20 1. Memonitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8 jam.
09.30 2. Mengatur posisi miring atau
tengkurap, perubahan posisi
setiap 2 jam
09.40 3. Menganjurkan kepada ibu
klien untuk menjaga
kebersihan kulit atau
memandikan bayi
09.50 4. Kolaborasi dengan dokter
analis untuk memonitor
keadaan bilirubin direk dan
indirek.
R:
III D:
- Ibu klien mengatakan kaki
anaknya teraba dingin.
- Akral klien teraba dingin.
- Klien tampak gelisa.
- Klien tampak sering
menangis
A:
10.40 1. Memantau kulit neonatus
dan suhu setiap 2 jam atau
lebih sering sampai stabil
10.50 2. Memonitor Nadi dan
respirasi. setiap 2-4 jam
sesuai kebutuhan.
11.00 3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres
hangat jika demam .
11.10 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik
jika demam.
R:
1. Kulit klien berwarna kuning
dan suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak
telah diberikan.
4. Klien mendapat terapi
antiperetik.
3. Jum’at 05 I D:
september - Ibu klien mengatakan kulit
2014 anaknya masih tampak
kuning
- Klien tampak sudah jarang
menangis melengking.
- Klien tampak lebih tenang.
- Kulit klien tampak kuning.
A:
09.20 1. Memonitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8 jam.
09.30 2. Mengatur posisi miring atau
tengkurap, perubahan posisi
setiap 2 jam
09.40 3. Menganjurkan kepada ibu
klien untuk menjaga
kebersihan kulit atau
memandikan bayi
09.50 4. Kolaborasi dengan dokter
analis untuk memonitor
keadaan bilirubin direk dan
indirek.
R:
II D:
- Ibu klien mengatakan
anaknya tidak mau minum
ASI.
- Klien tampak masih sering
menangis.
- Mukosa bibir klien tampak
kering.
- Turgor kulit klien masih
tampak kering.
10.00 A:
1. Memantau masukan dan
pengeluaran cairan, timbang
berat badan bayi 2 kali
sehari.
10.10 2. Memperhatikan tanda-tanda
dehidrasi .
10.20 3. Memperhatikan warna dan
frekuensi defekasi dan urine.
10.30 4. Memberikan masukan cairan
per oral sedikitnya 25%.
R:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali
sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak
kering.
3. Warna urine kuning.
4. Ibu klien tampak memberi
ASI sedikit tapi sering.
III D:
- Ibu klien mengatakan kaki
anaknya masih teraba dingin.
- Akral klien masih teraba
dingin.
- Klien tampak gelisah.
- Klien tampak masih sering
menangis.
A:
10.40 1. Memantau kulit neonatus
dan suhu setiap 2 jam atau
lebih sering sampai stabil
10.50 2. Memonitor Nadi dan
respirasi. setiap 2-4 jam
sesuai kebutuhan.
11.00 3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres
hangat jika demam .
11.10 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik
jika demam.
R:
1. Kulit klien berwarna kuning
dan suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak
telah diberikan.
4. Klien mendapat terapi
antiperetik.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
E:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak kering.
3. Warna urine kuning
4. Ibu klien tampak memberi ASI
sedikit tapi sering.
R : Intervensi tetap dilanjutkan sesuai
yang direncanakan.
III S : Ibu klien mengatakan kaki anaknya
teraba dingin.
O:
- Akral klien teraba dingin.
- Klien tampak gelisa.
- Klien tampak sering menangis
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
1. Memantau kulit neonatus dan
suhu setiap 2 jam atau lebih sering
sampai stabil
2. Memonitor Nadi dan respirasi.
setiap 2-4 jam sesuai kebutuhan.
3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres hangat
jika demam .
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik jika demam.
E:
1. Kulit klien berwarna kuning dan
suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak telah
diberikan.
4. Klien mendapat terapi antiperetik.
R : Intervensi tetap dilanjutkan sesuai
yang direncanakan.
2. Kamis, 04 I S :Ibu klien mengatakan kulit anaknya
september masih tampak kuning
2014 O:
09.20 - Klien tampak sudah jarang
menangis melengking.
- Klien tampak lebih tenang.
- Kulit klien tampak kuning
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan