Sie sind auf Seite 1von 59

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN By.

D DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN : HIPERBILIRUBIN DIRUANG
PERINATAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DOKTER AGOESJAM
KETAPANG

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK :

1. ISMAWATI
2. MURYANI DEWI
3. SITI RAUDAH

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN KETAPANG

TAHUN AJARAN 2014


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN By.D DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN : HIPERBILIRUBIN DIRUANG
PERINATAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DOKTER AGOESJAM
KETAPANG

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK :

1. ISMAWATI
2. MURYANI DEWI
3. SITI RAUDAH

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN KETAPANG

TAHUN AJARAN 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah YME yang telah memberikan
rahmat dan karunia –Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien By.D dengan Gangguan Sistem
Pencernaan : Hiperbilirubinemia Diruang Perinatal Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. AGOESDJAM Ketapang. Penulis membuat makalah ini dengan maksud
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Pada Akademi
Keperawatan Pemda Ketapang.

Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat kesulitan, namun


berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat di
selesaikan. Maka pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :

1. Bapak Akhmizar,SST,MM.Pd Selaku direktur Akademi Keperawatan


Pemda Ketapang.
2. Ibu Ismajianti S.SiT Selaku dosen pembimbing mata kuliah perawatan
anak
3. Rekan – rekan Mahasiswa/i seangkatan yang telah memberikan dorongan
dan motivasi sehingga terselesaikannya makalah ini.
Dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi materi mau pun penyampaian. Oleh karna itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin.

Ketapang,14 September 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Ruang Lingkup Penulisan
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP TEORI


2.1.1 Definisi
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.5 Patofisiologi
2.1.6 Pathway
2.1.7 Komplikasi
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.9 Penatalaksanaan

2.2 ASUHAN KEPERAWATA


2.2.1 Pengkajian
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.3 Perencanaan
2.2.4 Pelaksanaan
2.2.5 Evaluasi

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi Keperawatan
3.5 Evaluasi Keperawatan
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan berbentuk bio, psiko,
sosial, spiritual, dan cultural yng ditujukan kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan ilmu keperawatan berdasarkan kepada suatu teori
yang sangat luas.
Kesehatan adalah salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan
guna tercapainya kesadaran dan kemauan untuk hidup sehat yang setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal.(Nursalam 2001)
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
badan lahir  2500gr dan mengalami masa gestasi yang diperpendek
maupun pertumbuhan intra uterus kurang dari yang diharapkan
(Rosa M. Sacharin, 1996).
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi
untuk kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah terjadi
gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang dapat
menimbulkan kematian.
Angka kejadian (insidens) BBLR di negara berkembang seperti di Inggris
dikatakan sekitar 7 % dari seluruh kelahiran. Terdapat variasi yang
bermakna dalam insidens diseluruh negeri dan pada distrik yang berbeda,
angka lebih tinggi di kota industri besar (Rosa M. Sacharin, 1996).
Sedangkan di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu
diperhatikan, karena di Indonesia angka kejadiannya masih tinggi.
Berkenaan dengan itu upaya pemerintah menurunkan IMR tersebut
maka pencegahan dan pengelolaan BBLR sangat penting. Dengan
penanganan yang lebih baik dan pengetahuan yang memadai tentang
pengelolaan BBLR, diharapkan angka kematian dan kesakitan dapat
ditekan.
Peran serta perawat dalam pencegahan BBLR dengan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janin yang dikandung, maka perlu dilakukan deteksi
dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan BBLR dengan
penanganan dan pengetahuan yang memadai dengan menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik untuk mengangkat
masalah asuhan keperawatan pada neonatus dengan BBLR di Ruang
Perinatal RSUD AgoesDjam.
Bayi Prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang
normal (37 minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan
penampilan fisik. Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi
secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan badan 1500 gr atau
kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya
peningkatan mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap
sebagai periode kehamilan pendek (Nelson 1988 dan Sacharin 1996).
Masalah kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan asuhan
keperawatan, dimana pada bayi prematur sebaiknya dirawat di rumah sakit
karena masih membutuhkan cairan-cairan dan pengobatan /serta
pemeriksaan Laboratorium yang bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan terapi pada bayi dan anak yang meliputi peran perawat sebagai
advokad, fasilitator, pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan kepada
klien. Tujuan pemberian pelayanan kesehatan pada bayi prematur dengan
asuhan keperawatan secara komprehensif adalah untuk menyelesaikan
masalah keperawatan.

B. Ruang Lingkup Penulisan


Mengingat luasnya permasalahan, maka penyusun membatasi
hanya pada pembahasan “ Asuhan Keperawatan By.D dengan gangguan
sistem pencernaan : Hiperbilirubinemia di Ruang Perrinatal Rumah Sakit
Umum AgoesDjam Daerah Ketapang ”. Adapun lama perawatan
dilakukan selama 3 hari, yaitu dari tanggal 03 September – 06 September
2014.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien hiperbilirubin disamping itu juga dapat
memberikan pengalaman secara nyata dalam penulisan dan
penyusunan asuhan keperawatan yang lazim digunakan.
2. Tujuan Khusus
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan hiperbilirubin penyusun
mengharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan tujuan
berikut :
a. Memperoleh gambaran dan melaksanakan pengkajian pada klien
hiperbilirubin.
b. Dapat menyusun diagnosa keperawatan dan memprioritaskan
masalah klien hiperbilirubin.
c. Membuat rencana tindakan keperawatan hiperbilirubin.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
hiperbilirubin.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan pada
klien dengan hiperbilirubin.

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan askep ini metode penulisan yang penyusun
terapkan metode deskriptif yaitu metode yang bersifat menggambarkan
suatu peristiwa (kasus) yang objektif. Sedangkan penyajian laporan kasus
penulisan susun dalam bentuk naratif. Untuk menggumpulkan data,
pengarang menggunakan metode sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca, mempelajari, memahami
dan mengutip dari buku-buku sumber bacaan yang dijadikan landasan
ilmiah dalam proses penyelesaian dan penysunan makalah ini.
2. Observasi partisipasi yaitu dengan pengamatan secara langsung
terhadap klien dengan hiperbilirubin melalui anamnesa, observasi,
mempelajari catatan medis dan perawatan, catatan-catatan status klien
yang lain ditambah juga informasi secara langsung dari keluarga klien,
Dokter yang merawat dan perawat ruangan.
3. Studi dokumentasi yaitu mengambil data yang aktual yang
diperlakukan, sehingga terungkap permasalahannya secara nyata.
4. Sumber data yaitu :
a. Data primer : informasi yang diperoleh dari pasien secara
langsung.
b. Data sekunder : informasi diperoleh dari informasi keluarga,
catatan medik dan catan keperawatan, hasil pemeriksaan
laboratorium dan radiologi serta dari tenaga kesehatan lainya.
E. Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan pada askep adalah mulai dari bab 1
yaitu pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, ruang
lingkup penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sitematika
penulisan sedangkan bab II menjelaskan konsep teori tentang
hiperbilirubin dan asuhan keperawatannya secara teoritis dan bab III
menguraikan laporan asuhan keperawatan hiperbilirubin.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teori
1. Defenisi
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah (SDM) dan resorpsi
lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil. Kondisi
mungkin tidak berbahaya atau membuat neonatus berisiko terhadap
komplikasi multipel/efek –efek yang tidak diharapkan
(Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, 2001).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal Nilai normal bilirubin indirek
0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning
(Ngastiyah, 2000).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa,
hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal.

2. Anatomi Fisiologi
Hati merupakan organ yang paling besar didalam tubuh kita,
beratnya mencapai ±1,5 kg. Hati terletak dibagian sisi rongga abdomen
disebelah kanan bawah diafragma, dan berada pada kuadran kanan
bawah pada abdomen.
Enzim yang terdapat didalam hati adalah enzim katalase terdapat
hampir disemua makhluk hidup. Enzim ini diperoduksi oleh sel bagian
badan mikro, aitu peroksisom. Organ yang paling dominan
menghasilkan enzim adalah bagian hati ( liver ). Bagian sel, enzim ini
adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi
oksidatif dan racun (toksin) yang bagi kebanyakan organisme
ekuevalen dengan kerusakan.
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT
(Serum Glutamic Piruvic Transaminase) merupakan enzim yang dapat
ditemukan pada sel-sel hati. Karena itu jika terjadi kerusakan
(nekrosis) sel-sel hati, seperti yang terjadi pada infeksi akut virus
hepatitis, enzim-enzim tersebut keluar dari sel hati dan masuk kedalam
darah. Semakin banyak sel-sel hati yang rusak, semakin tinggi pula
kadar SGOT/SGPT yang terukur didalam darah. Secara laboratoris
pemeriksaan enzim hati pada hepatitis akut didapati adanya peninggian
SGOT dan SGPT sampai 20-50 kali normal dengan SGPT lebih tinggi
dari SGOT (SGOT/SGPT < 0,7)
(Syaifudin, 2006).
Hati terbagi atas 2 bagian utama yaitu :
a. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak dibawah diafragma.
b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura
tranfersus.

Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian


atas hati, selanjutnya hati dibagi menjadi 4 belahan: lobus kanan, lobus
kiri, lobos kaudata, dan lobus quadrais.

Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan


vena porta, keterangan lebih lanjut dapat kita baca dibawah ini :

1. Arteri hepatika
Keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini
mempunyai kejenuhan 95-100% masuk kehati akan membentuk
jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya
keluar sebagai vena hepatika.
2. Vena porta
Yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya kehati, darah ini mempunyai
kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan
usus, guna darah ini membawa zat makanan kehati yang telah
diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira
berdiameter 1 mm. Dimana yang satu dengan yang lain terpisah
oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah kehati,
cabang vena porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus
bersama oleh sebuah balutan dan membentuk saluran porta.
Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel
hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid
darah atau kapiler hepatika. Pembuluh darah ini mengalirkan darah
dalam vena lain yang disebut vena sublobuler, yang satu sama lain
membentuk vena hepatika dan langsung masuk kedalam vena cava
inferior.
Empedu dibentuk didalam sel-sel kecil didalam sel hepar
melalui kapiler empedu yang halus/korekuli. Dengan cara
berkontraksi, dinding perut berotot pada saluran ini mengeluarkan
empedu dari hati. Fungsi hati, terdiri dari:
a) Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang
disimpan disuatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai
dengan pemakaiannya dalam jaringan.
b) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dieksresi dalam
empedu dan urin.
c) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d) Seksreesi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam
sistem retikulo endotilium dialirkan ke empedu.
e) Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah
menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam
bentuk urin.
f) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat
dan air.
Penyimpanan dan penyebaran bahan termasuk glikogen
lemak, vitamin dan zat besi, vitamin yang larut dalam minyak,
atau lemak disimpandi hati.
Hati membantu mempertahakan suhu tubuh sebab luasnya organ
ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang berlangsung
mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini sehingga
eningkatkan suhu tubuh.

Perlekatan peritoneal dan ligamentum hati yaitu;

(a) ligamentum falsiformis, merupakan lipatan peritonium berlapis


ganda berjalan keatas dari umbilikalis menuju kehati berjalan ke
permukaan anterior dan superior hati.
(b) Ligamentum teres hepatik, berjalan masuk kefisura, yang terdapat
pada permukaan viseral hati bersatu dengan cabang kiri vena
porta.
(c) Ligamen venosum, suatu pita fibrosa yang merupakan sisa duktus
venosus melekat pada cabang kiri vena porta, duktus venosus
tertutup menjadi pita vibrosa.
(d) Omentum minus, berasal daripinggir vorta hepatis dan visura
yang melewati ligamintum venosum dan bejalan kebawah menuju
kurvatura minor lambung.
(e) Bilirubin, hati berperan sbagai organ detoksivikasi dan alat eksresi
berbagai macam zat. Sedangkan bilirubin adalah hasil produk
perombakan hemoglobin menjadi heme dan globin. Heme oleh
magrofak lien dan sumsum tulang belakang di ubah menjadi
bilirubin. Pembentukan blirubin dimulai dengan proses oksidasi
yang menghasilkan biliverdin sera beberapa zat lain. Bilirubin ini
lah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas.

Bilirubin direk; bilirubin yang di ransper ke liver


berupabilirubin direk yaitu bilirubin yang melekat pada albumin.
Bilirubin direk yang terikat pada albumin tidak larut dalam air,
karenanya tidak didapati di urin. Nilai normal bilirubin direk adalah
0,1 - 0,4 g/dt.
Bilirubin indirek; dalam liver bilirubin direk akan dilepas dari
ikatannya dengan albumin dan akan berikatan dengan asam
glukuronat membentuk bilirubin indirek. Semuabilirubin indirek
iniakan di kumpulkan dalam empedu dan dalam keadaan normal tidak
ada dalam plasma darah. Adanya bilirubin indirek dalam plasma darah
menunjukan adanya keaadaan tidak normal. Karena bilirubin indirek
larut dalam air maka bilirubin bisa ddapati dalam urin

(Pearce, 2003).

3. Etiologi
Adapun penyebab dari hiperbilirubinemia antara lain :
a. Penghancuran sel darah merah (hemolisis sel darah merah).
Misalnya: pada ketidak selarasan golongan darah rhesus dan
ABO (inkompatibilitas), definisi G6PD, sepsis.
b. Metabolisme bilirubin yang terganggu. Misalnya: premature,
Cepalenhepar belum matang, hiperprotein/albumin.

c. Ekskresi bilirubin yang terganggu.


d. Peningkatan produksi bilirubin dan sirkulasi enterohepatik,
penurunan ambilan bilirubin ke dalam hepar.
e. Bayi dari ibu diabetes (IDM).
f. Peningkatan destruksi SDM seperti :
1) Isoimunisasi (Kehamilan dan Pelahiran Risiko Tinggi,
inkompatibilitas ABO atau RH): periksalah golongan darah
dan RH bayi, Coombs, hitung darah lengkap, serta hitung
retikulosit untuk menentukan adanya penyakit hemilitik.
2) Defek metabolisme SDM: Defek enzim SDM menganggu
fungsi eritrosit dan memperpendek rentang hidup SDM
(misal : definisi G6PD, defisiensi piruvat kinase, defisiensi
heksokinase, serta porfiria eritropoietik kongenital).
3) Abnormalitas struktur SDM : eritrosit berbentuk abnormal
tak dapat bersirkulasi dengan baik dan dianggap asing oleh
limpa yang mengakibatkan peningkatan destruksi (misal :
sferositosis infantil).
4) Hemoglobinopati : sekelompok penyakit yang mengenai
eritrosit akibat adanya satu atau lebih molekul hemoglobin
yang berbentuk abnormal (misal anemia sel sabit dan
talasemia).
g. Infeksi
h. Sekuestrasi, hiperbilirubinemia terjadi ketika tubuh
memetabolis kumpulan darah yang banyak. Etiologinya
meliputi trauma kelahiran (miasl memar, sefalohematoma, dan
hematomasubdural atau subgaleal) serta hemangioma besar
(misal sindrom Kasabach-Merritt).
i. Polisitemia sekunder akibat dari diabetes militus, ‘pemerahan’
tali pusat, transfusi maternal-fetal, dan hipoksia janin.
j. Gangguan konjungasi bilirubin, seperti ;
1) Hipotiroidisme
2) Crigler-Najjar tipe I dan II yaitu, gangguan yang
disebabkan oleh defek strukur atau inaktiviitas enzim
UDPGT.
3) Sindrom Gilbert yaitu defek ambilan bilirubin hepar dan
penurunan fungsi UDPGT.
4) Sindrom Lucey-Driscoll yaitu gangguan yang
disebabkan oleh inhibitor glukoronil tranferase yang tak
teridentifikasi mengakibatkan hiperbilirubinemia tak
terkonjungasi nonhemolitik berat.
k. Gangguan sirkulasi dan ekskersi, seperti :
1) Obstruksi usus, kelambatan penyaluran feses,
struuktural (stenosis atau atresia) atau mekanis
(sumbatan ileus atau mekonium), stenosis pilorus,
penyakit Hirschprung dan fibrosis kistik.
2) Ikterus ASI terjadi setelah hari kelima kehidupan dan
memuncak pada 3 minggu kehidupan. Diperkirakan
sebagai akibat peningkatan sirkulasi enterohepatik
bilirubin tak terkonjungasi sekunder akibat faktor dalam
ASI yang belum diketahui.

4. Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan hiperbilirubinemia
adalah sebagai berikut :
a. Kulit jaundice (kekuningan).
b. Sklera ikterik.
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10mg% pada neonatus
yang cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus yang kurang bula.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan
oleh rendahnya intake kalori.
e. Asfiksia.
f. Hipoksia.
g. Sindrom gangguan pernafasan.
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit.
i. Peses berwarna seperti dempul dan pemerikasaan neurologist dapat
ditemukan adanya kejang.
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung).
k. Terjadi pembesaran hati.
l. Tidak mau minum ASI.
m. Letargi.
n. Refleks Moro lemah atau tidak ada sama sekali.
(AH Markum, 2002).

5. PATOFISIOLOGI
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk
dari pemecahan hemoglobin oleh kerja hemoksidase, biliverdin
reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem
retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam
hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan
adanya ikatan protein.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah
(terkonjugasi) oleh enzim asam uridin disfosfoglukuronat
(UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil
transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar
larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi
melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu
melalui membran kanalikular. Akhirnya dapat masuk ke sistem
gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi
kembali menjadi sirkulasi enteroheptik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen
bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, non-polar (bereaksi
indirek). Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan
hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase.
Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena
penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah
hepatik.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan
hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol
atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai
7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak
terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-
2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu
dan menurun 10 minggu.
Ikterus dikatakan patologis apabila memiliki kriteria :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) Ikterus dengan kadar bilirubin ≥12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan ≥10 mg% pada neonatus kurang bulan.
3) Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubun ≥ 5 mg%/hari
Adapun derajat ikterus adalah :

DAERAH LUAS IKTERUS KADAR BILIRUBIN


(mg/%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian 9
atas
3 Daerah 1, 2 + badan 11
bagian bawah dan tungkai
4 Daerah 1,2 dan 3 + lengan 12
dan kaki dibawah dengkul
5 Daerah 1,2,3, dan 4 + 16
tangan dan kaki.

(Prof. Dr. Abdul Bari Syaifuddin, 2002).


6. Pathway

HEMOGLOBULIN

GLOBIN HEM
A

BILIVERDI FECO
N

Peningkatan Dekstrusi Eritrosit (Gangguan Konjugasi Bilirubin/Gangguan Transport


Bilirubin/Peningkatan Siklus Enterohempatik)Hb Dan Eritrosit Abnormal

Pemecahan Bilirubin Berlebih/Bilirubin Yang Tidak Berikatan Dengan Albumin Meningkat

Suplai Bilirubin Melebihi Kemampuan Hepar

Hepar Tidak Mampu Melakukan Konjugasi

Sebagian Masuk Kembali Kesiklus Emerohepatik

Peningkatan Bilirubin Uncunjugned Dalam Darah,Pengeluaran Mekonium


Terlambat/Obtruksi Usus,Tinja Berwarna Pucat
KERUSAKAN Ikterus Pada Skelera Leher Dan Badan,
INTEGRITAS KULIT Peningkatan Bilirubin Indirect > 12 Mg/ Dl

Indikasi Fototerapi

SINAR DENGAN INTENSITAS


TINGGI

7. Komplikasi RESIKO RESIKO


Keadaan bilirubin KEKURANGAN GANGGUAN SUHU
yang tidak teratasi akan menyebabkan
VOLUME CAIRAN TUBUH
memperburuk keadaan, dan menyebabkan
TUBUH komplikasi seperti :
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius).
b. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi
mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot
dan tangisan yang melengking (Suriadi, 2001).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bilirubin mencapai puncak kira-kira 6
mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya di atas
10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan prematur kadar
bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari
kehidupan. Kadar bilirubin yang yang lebih dari 14 mg/dl
adalah tidak fisiologis.
(a) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
(b) Protein serum total.
a. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu.
b. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
memebedakan hepatitis dari atresia biliary.
(Suriadi, 2001).

9. Penatalaksanaan
a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak
dini (pemberian ASI).
b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa
kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
d. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik
glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin
konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
e. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
f. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit
melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari
billiverdin.
g. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan
foto terapi.
(Suriadi, 2001).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


Menurut Nursalam (2001) proses keperawatan adalah metode dimana
suatu konsep diterapkan dalam paraktik keperawatan. Hal ini disebut
sebagai suatu pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu, teknik
dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
klien/keluarga. Proses keperawatan tersebut terdiri dari lima tahap
antara lain :
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan
hipospadia adalah dilakukan sebagai berikut :
a. Aktivitas/istirahat : letargi, malas
b. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin
lambat, feces mungkin lunak Urine berwarna kuning.
d. Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral buruk).
e. Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
f. Neurosensori;
1) Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau
kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran.
2) Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis,
mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
3) Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4) Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis
lirih, aktifitas kejang.
g. Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah muda.
h. Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis
berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik
pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i. Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA),
bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi
besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes.
Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
(Suriadi, 2001).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia dari kelompok atau individu dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Carpenito & Lynda Jual, 2000).
Menurut Nursalam (2001), dikutip dari Gordon (1976),
mengatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan
aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman
dia mampu dan mempunyai kewenangan memberikan tindakan
keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien hiperbilirubin
Carpenito (1998) dan Doengoes (2001) adalah :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan oral.
c. Resiko terjadi gangguan suhu tubuh terhadap perubahan berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
d. Resiko tinggi terhadap cedera keterlibatan sistem saraf pusat
berhubunga dengan prematuritas.
e. Resiko tinggi terhadap cedera efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
f. Resiko tinggi terhadap cedera komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan provil darah abnormal.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai
setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi (Nursalam, 2001).
Tahapan dalam perencanaan ini meliputi : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan
pendokumentasian (Nursalam, 2001).
Terdapat tiga rencana tindakan dalam tahap rencana tindakan yaitu
rencana tindakan perawat, rencana tindakan pelimpahan (medis dan
tim kesehatan lain) dan program atau perintah medis untuk klien yang
dalam pelaksanaannya dibantu perawat (Carpenito, 2000).
Ada beberapa komponen yng perlu diperhatikan dalam langkah-
langkah penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, mementukan rencana tindakan dan
dokumentasi (Nursalam, 2001).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
hiperbilirubin ini, maka rencana keperawatan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher
dan badan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
integritas kulit kembali baik atau normal
Kreteria Hasil :
1) Kadar bilirubin dalam batas normal (0,2 – 1,0 mg/dl)
2) Kulit tidak berwarna kuning atau warna kuning mulai berkurang.
3) Tidak timbul leset akibat penekana kulit yang terlalu lama
Rencana tindakan
1) Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam
Rasional : warna kulit kekuningan sampai jingga dan semakin
pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
tinggi.
2) Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek (kolaborasi dengan
dokter dan analis)
Rasional : kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan
joundice yang diderita.
3) Ubah posisi miring atau tengkurap, perubahan posisi setiap 2 jam
bersamaan dengan perubahan posisi lakukan masase dan monitor
keadaan kulit
Rasional : menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu
lama sehingga mencegah terjadinya dekubitus atau iritasi kulit
pada bayi.
4) Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit atau memandikan dan
pemijatan bayi
Rasional : kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa
nyaman dan menghindari kulit bayi mengelupas atau bersiisik.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan oral.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan cairan tubuh neonatus adekuat.
Kreteria Hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Membran mukosa lembab
3) Intek dan output cairan seimbang
4) Nadi, respirasi dalam batas normal (N :120-160x/menit, RR
:35x/menit), suhu (36,5-37,5ᵒC)

Rencana tindakan

1) Pantau masukan dan haluan cairan, timbang berat badan bayi


2x sehari.
Rasional: bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya
dengan foto terapi, meningkatkan resiko dehidrai bila jadwal
pemberian makanan yang sering tidak diperhatikan.
2) Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (misal: penurunan haluaran
urin, fontanel terletak, kulit hangat atau kering dengan turgor
buruk, dan mata cekung).
Rasional : peningkatan kehilangan air melalui feses dan
evaporasi dapat menyebabkan dehidrasi.
3) Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urin
Rasional: defekasi encer, sering dan kehijauan serta urin
kehijauan menandakan keefektifan foto terapi dengan
pemecahan dan eksresi bilirubin. Feses yang encer
meningkatkan resiko kekurangan volume cairan akibat
pengeluaran cairan berlebihan
4) Tingkatkan masukan cairan peroral sedikitnya 25% beri air
diantara menyusui atau memberi susu botol
Rasional : meningkatkan infut cairan sebagai kompensasi
pengeluran fesesyang encer sehingga mengurangi resiko bayi
kekurangan cairan.
5) Pantau turgor kulit
Turgor kulit yang buruk, tidak elastis merupakan indikator
adanya kekurangan volume cairan dalam tubuh bayi.
6) Berikan cairan parenteral
Rasional : mungkian perlu untuk memperbaiki atau mencegah
dehidrasi berat.
c. Resiko terjadi gangguan suhu tubuh terhadap perubahan
berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan
tidak terjadi gangguan suhu tubuh.
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal ( 36,5ᵒC- 37ᵒC ).
2) Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N: 120-160 X/menit
RR; 35 x/menit)
3) Membran mokosa lembab
Rencana tindakan
Mandiri
1) Pantau kulit neonatus dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering
sampai stabil (mis; suhu aksila).
Rasional: pruktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebai respon
terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
2) Monitor nadi, dan respirasi
Rasional : peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena dehidrasi
akibat paparan sinar dengan intensitas tinggi sehingga akan
mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga peningkatan nadi
dan respirasi merupakan aspek penting yang harus di waspadai.
3) Anjurkan keluarga klien untuk melakukan kompres hangat jika
demam
Rasional : untuk mengembalikan suhu tubuh klien dalam batas
normal.
4) Kolaborasi pemberian antifiretik jika demam.
Rasional : Antipiretik cepat membantu menurunkan demam
bayi.
d. Resiko tinggi tehadap cedera keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi resiko cedera sistem saraf pusat.
Kreteria Hasil :
1) Menunjukkan kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada
bayi cukup bulan pada usia 3 hari.
2) Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
3) Bebas dari keterlibatan SSP
Rencana tindakan :
1) Monitor pemberian makan oral awal dalam 4-6 jam setelah
kelahiran, khusus nya bila bayi diberi ASI.
Rasional : menurunkan resorpsi bilirubin dari usus dengan
meningkatkan pasase mekonium.
2) Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan
suhu inti dengan sering.
Rasional : dingin berpotensi melepaskan asam lemak, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan).
3) Observasi bayi dalam sinar alamiah, perhatikan sklera dan
mukosa oral.
Rasional : mendeteksi bukti atau derajat ikterik.
4) Kolaborasi dengan dokter dari hasil pemeriksaan laboratorium
bilirubin direk dan indirek
Rasional : peningkatan kadar bilirubin indirek 18-20 mg/dl
pada bayi cukup bulan, atau lebih besar dari 13-15 mg/dl pada
bayi.
e. Resiko tinggi terhadap cidera efek samping tindakan
fototerapi berhungan dengan sifat fisik dari intervensi
terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi cedera dari efek samping fototerapi
Kriteria hasil
1) Mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam
batas normal
2) Bebas dari cedera kulit atau jaringan
3) Mendemonstrasikan pola interaksi yang diharapkan
4) Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum
Rencana tindakan :
1) Monitor warna dan fkekuensi defekasi dan urin
Rasional : defekasi encer, sering dan kehijauan serta urin
kehijauan menandakan ke efektifan fototerapi dengan
pemecahan dan eksresi bilirubin.
2) Pantau kulit neonatus dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih
sering sampai stabil.
Rasional : fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagi respon
terhadap pemajanan sinar, radiasi, dan konveksi.
3) Pantau masukan dan haluaran cairan, timbang berat badan bayi
2x sehari.
Rasional : peningkatan kehilangan air melalui feses dan
evaporasi dapat menyababkan dehidrasi.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberiam cairan
perparenteral sesuai indikasi.
Rasional : untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.
f. Resiko tinggi terhadap cedera komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan profil darah abnormal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi cedera akibat tranfusi tukar.
Kreteria Hasil :
1) Menyelesaikan tranfusi tukar tanpa komplikasi
2) Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum
Rencana tindakan :
1) Kaji bayi terhadap perdarahan berlebihan dari lokasi 1.V.
setelah transfusi
Rasional : penginfusan darah yang diberi heparin mengubah
koagulasi selama 4-6 jam setelah tranfusi tukar dapat
mengakibatkan perdarahan.
2) Pantau kesegarahan darah (tidak lebih dari 2 hari usianya)
Rasional : darah yang lama lebih mungkin mengalami
hemolisis, karenanya meningkatkan kadar bilirubin.
3) Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekuensi pernnafasan/
kemudahan sebelum, selama , dan setelah tranfusi.
Rasional : mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil dan
mempertahankan jalan nafas.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan sesuai
indikasi kalsium glukonat 5%
Rasional : dari 2-4ml kalsium glukonat dapat diberikan setelah
setiap 100ml penginfusan darah untuk memperbaiki
hipokalsemia dan meminimalkan kemingkinan iritabilitas
jantung.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001).
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan,
oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan
dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat
urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui
yaitu : Persiapan, perencanaan dan pendokumentasian (griffit, et. al,
1968).
Fase persiapan meliputi :
a. Review antisipasi tindakan keperawatan.
b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
c. Mengetahui komp[likasi yang mungkin timbul.
d. Persiapan alat( pesources).
e. Persiapan lingkungan yang kondusif.
f. Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
Fase intervensi, terdiri atas :
a. Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk
atau perintah dokter atau tim kesehatan lainnya.
b. Interdependen : Tindakan perawat yang memerlukan kerja sama
dengan kesehatan lain (gizi, dokkter, laboratorium dan lain-lain).
c. Dependen : Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan
dimana tidakkan medis dilaksanakan.
Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang
telah dilaksanakan, yang terdiri atas tiga type, yaitu : Sources Oriented
Records( SOR), Problem Oriented Records (POR), Computer Assisted
Records(CAR) .
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan gagal ginjal kronik perawat dapat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan
pencatataan / penghimpun data.

5. Evaluasi
Menurut Griffit dan Christensen (1986), evaluasi adalah salah satu
yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status
kesehatan klien. Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994),
mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
Evaluasi terdiri atas 2 jenis, yaitu evaluasi Formatif dan evaluasi
Sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi
jangka pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan
secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan
tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil,
evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu
metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang
diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
“SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana
keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan
melalui hasil perbandingan melalui standar yang telah ditentukan
sebelumnya.
Hasil dari evaluasi yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawatan pada klien dengan gagal
ginjal kronik adalah mempertahankan berat badan ideal tanpa
kelebihan cairan, cedera tidak terjadi, meningkatkan tingkat mental
seperti biasa, mempertankan integritas jaringan kulit, integritas
membran mukosa tetap normal, memahami kondisi/proses penyakit,
pengobatan dan perawatan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN By.D DENGAN GANGGUAN


SISTEM PENCERNAAN: HIPERBILIRUBIN DIRUANG PERINATAL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER AGOESJAM
KABUPATEN KETAPANG

Tanggal masuk : 02 September 2014, jam 20.00 Wib


Ruangan : Perinatal
No.Register : -
Diagnosa Medis : Hiperbilirubinemia
Tanggal pengkajian : 03 September 2014, jam 08.00 Wib

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : An.D
Umur : 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Melayu / Indonesia
Bahasa : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Status : -
Alamat : RT 04/RW 03 Jln.Rahadi ismail

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. S
Umur : 21
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : RT 04/RW 02 Jln.Rahadi ismail
Hubungan dengan klien : Ibu

2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan kulit anaknya kuning pada seluruh tubuhnya
sudah 3 hari, lemas, perutnya membesar, rewel, tidak mau minum ASI
dan warna urin nya kuning. Sedangkan berat badannya waktu lahir 2,8
kg dengan panjang 48 cm, sekarang berat badannya sudah 3 kg dengan
panjang 48 cm.

3. Riwayat Penyakit sekarang


Klien By. D umur 1 bulan, klien datang melalui UGD, dibawa oleh
Ibunya, masuk pada tanggal 02 September 2014 jam 20.00, dengan
kesadaran compos mentis, dengan keluhan kulit anaknya kuning pada
seluruh tubuh, rewel, tidak mau minum ASI (Hipotenik) dan warna
urinnya kuning.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu klien mengatakan pada usia 2-3 hari kulit anaknya tampak
kuning, kemudian setelah berumur 7 hari hilang dengan sendirinya.

5. Riwayat Perkembangan
6. Riwayat Perinatal
Ante Natal : Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan dipuskesmas
sebanyak 4x, imunisasi TT 2x, pada selama kehamilan
mengkonsumsi Fe sebanyak 30 butir dari 90 butir. Kalk
yang diberi dipuskesmas hanya diminum 2 tablet,
keluhan selama hamil mual-mual pada bulan ke-1 dan
ke-2. Selama hamil BB naik 12 kg.
Intra natal: Lahir dalam usia kehamilan 9 bulan, dipuskesmas,
langsung menangis BB 2,8 kg, PB 48 cm.
Post natal : Tali pusat lepas pada hari ke-7, ada riwayat kuning

7. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Hepatitis B, BCG 1x( usia 1 bulan)

8. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu klien mengatakan dari anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit yang sama,dan tidak ada menderita penyakit
keturunan atau menular seperti : TBC, Asma, HIV, Jantung,
Diabetes,dan hipertensi.
Genogram : Genogram :

1 bln
Keterangan

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Meninggal

: Pasien

………. : Tinggal serumah

9. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi penyakit


Ibu klien mengatakan rumah klien dipinggir sungai dan MCK
dilakukan disungai.

10. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi dan tertib laksana kesehatan
Ibu klien mengatakan jika anaknya sakit jarang dibawa ke
dokter dan puskesmas, hanya diberikan sirup untuk penurun panas.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya minum ASI
sebanyak 10x/hari.
Saat sakit : Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau
minum ASI.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya BAB 1-2
kali/hari,dan BAK 6 – 8 kali/hari.
Saat sakit : Ibu klien mengatakan anaknya BAB 1
kali/hari,dan BAK 4 – 5 kali/hari
d. Pola Aktivitas dan kebersihan
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya hanya tidur
dan berbaring dan ibu klien dapat
membersihkan anaknya 2 kali/hari.
Saat sakit : Ibu klien mengatakan anaknya hanya bisa
menangis melengking dan sangat rewel,
sehingga klien sulit untuk dibersihkan dan
hanya dibersihkan menggunakan tissu basah.

e. Pola kognitif dan persepsi sensori


Klien dapat menangis, dan semua kebutuhan dipenuhi oleh
ibunya.

f. Pola konsep diri


Ibu klien mengatakan ia sudah satu hari di rumah sakit, ia
merasa sedih melihat anaknya sakit karena tidak bisa berkumpul
bersama keluarganya lagi.

g. Pola Istirahat tidur


Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan biasanya tidur malam
9- 10 jam/hari dan tidur siang 8-9 jam/hari.
Saat sakit :Ibu klien mengatakan bayinya hanya tidur
siang 3-4 jam dan tidur malam 4-5 jam
karena sering terbangun dan sangat rewel.

h. Pola peran hubungan


Ibu klien berhubungan baik dengan keluarga, masyarakat di
sekitarnya, dan di rumah sakit klien juga berhubungan baik dengan
perawat dan pasien lainnya.

i. Pola seksualitas

11. Pemeriksaan Fisik


Status kesehatan umum
1) Keadaan umum :Lemah
2) Kesadaran umum :Compos mentis,GCS:15
(E:4, V:5, M:6)
3) Tanda – tanda vital :
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,80c
Panjang : 48cm
Berat badan
Sebelum sakit : 3 Kg
Saat sakit : 2,8 Kg

Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Bentuk simetris, bersih, tidak ada edema dan lesi
1) Rambut : Lurus, bersih, hitam, tidak rontok, tidak mudah
dicabut, dan ada ketombe.
2) Muka : Bentuk simetris, Ikterus, bersih, tidak ada lesi.
3) Mata
Insfeksi : Bentuk mata kiri dan kanan simetris, pupil isokor,
konjungtiva anemis, dan sklera ikterik.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus edmoidalis dan
spenoedalis.
4) Hidung
Insfeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat sekret, dan tidak
ada polip.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis,
maksilaris, edmaoidalis, dan speneodalis.
5) Mulut
Insfeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, bibir
sianosis, rongga mulut bersih,belum ada gigi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada mandibularis.
6) Telinga
Insfeksi : Bentuk daun telinga kiri dan kanan simetris
Palpasi : Daun telinga kiri dan kanan elastis tidak terdapat
nyeri tekan pada tragus, dan tidak ada serumen
b. Leher
Insfeksi :Bentuk simetris, ikterus, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

c. Dada : Bentuk simetris, ikterus, tidak ada lesi dan tidak


ada masa.
d. Abdomen
Insfeksi : Bentuk abdomen cembung, ikterus, tidak ada
edema dan tidak ada lesi.
Auskultasi : Suara peristaltik usus 8x/menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Hipertympani.
e. Genetalia
Inspeksi : Bersih, dan ikterik
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
f. Eksremitas
1). Atas
Insfeksi : Ikterik, bentuk simetris, dan normal
Palpasi : Akral hangat, CRT normal <3 detik, turgor kulit
elastis.
2). Bawah
Insfeksi : Bentuk simetris, ikterik dan normal.
Palpasi : Turgor kulit elastis, dan normal.

12. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan bilirubin serum inderik lebih dari 20 mg/
dl pada 48 jam pertama.
2) Kadar Bilirubin Direk ≥3,5 mg/dl pada minggu
pertama.
3) Hb kurang dari 12 gr / dl.
4) HCT, Hitung Darah Lengkap.
5) Protein serum total.

b. Ultrasound
c. Radioisotope scan

13. Terapy
a. Terapi sinar ( fototerapi) dilakukan selama 24 jam
b. Terapi sinar matahari dilakukan antara jam 07.00 sampai 09.00
c. Phenobarbital
d. Colistrisin
B. ANALISA DATA

No Hari/tgl Data Etiologi Masalah


1. Rabu, 03 Ds : Peningkatan kadar Kerusakan
septembe - Ibu klien bilirubin indirek integritas kulit
r 2014 mengatakan dalam darah, ikterus
08.00 kulit anaknya pada sclera leher dan
berwarna badan.
kuning
Do :
- Klien tampak
sering menangis
melengking.
- Klien tampak
gelisah.
- Kulit klien
tampak kuning
2. Rabu, 03 Ds : Penurunan masukan Resiko
septembe - Ibu klien oral kekurangan
r 2014 mengatakan volume cairan
08.15 anaknya tidak
mau minum
ASI.
Do :
- Klien tampak
mendapat
penyinaran.
- Mukosa bibir
klien tampak
kering.

3. Rabu, 03 Ds : efek mekanisme Risiko terjadi


septembe - Ibu klien regulasi tubuh. gangguan suhu
r 2014 mengatakan tubuh
08.30 kaki anaknya
teraba dingin.
Do :
- Akral klien
teraba dingin.
- Klien tampak
gelisah.
- Klien tampak
sering
mengangis.

Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan oral.
3. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh berhubungan dengan efek mekanisme
regulasi tubuh.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Hari/tgl Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
1. Rabu, Setelah dilakukan 1. Monitor warna 1. Warna kulit kekuningan
03 tindakan dan keadaan kulit sampai jingga dan
septem keperawatan setiap 4-8 jam. semakin pekat
ber selama 3x 24 jam menandakan konsentrasi
2014 di harapkan bilirubin indirek dalam
08. 45 integritas kulit darah tinggi
kembali baik/ 2. Atur posisi 2. Menghindari adanya
normal, Dengan miring atau penekanan pada kulit
Kriteria Hasil : tengkurap, yang terlalu lama
1.Kadar bilirubin perubahan posisi sehingga mencegah
dalam batas setiap 2 jam terjadinya dekubitus atau
normal ( 0,2 – 1,0 iritasi kulit pada bayi
mg/dl ). 3. Anjurkan kepada 3. Kulit yang bersih dan
2.Kulit tidak ibu klien untuk lembab membantu
berwarna kuning/ menjaga memberi rasa nyaman
warna kuning kebersihan kulit dan menghindari kulit
mulai berkurang. atau memandikan bayi mengelupas atau
3.Tidak timbul lesi bayi; bersisik.
akibat penekanan 4. Kolaborasi 4. Untuk mengetahui kadar
kulit yang terlalu dengan dokter bilirubin bayi.
lama. analis untuk
memonitor
keadaan bilirubin
direk dan indirek.

2. Rabu, Setelah dilakukan 1. Pantau masukan 1. Bayi dapat tidur lebih


03 tindakan dan pengeluaran lama dalam
septem keperawatan cairan, timbang hubungannya dalam
ber selama 3x24 berat badan bayi fototerapy meningkatkan
2014 diharapkan cairan 2 kali sehari. resiko dehidrasi bila
09.00 tubuh neonatus jadwal pemberian makan
adekuat. Dengan yang sering tidak
kriteria Hasil: diperhatikan
1. Tugor kulit 2. Perhatikan tanda- 2. Peningkatan kehilangan
baik tanda dehidrasi . air melalui feses dan
2. Membran evaporasi dapat
mukosa menyebabkan dehidrasi.
lembab. 3. Perhatikan warna 3. Defekasi encer, sering
3. Intake dan dan frekuensi dan kehijauan serta urine
output defekasi dan kehijauan menandakan
cairan urine. keefektifan foto terapi
seimbang dengan pemecahan dan
4. Nadi, eksresi bilirubin
respirasi 4. Berikan masukan 4. Untuk menjaga
dalam batas cairan per oral cairan tubuh klien
normal ( N: sedikitnya 25%.
120-160
x/menit, R :
35 x/menit )
suhu ( 36,5-
37,5 C )
3. Rabu, Setelah dilakukan 1. Pantau kulit 1. Fruktuasi dalam pada
03 tindakan neonatus dan tubuh dapat terjadi
septem keperawatan suhu setiap 2 jam sebagai respon
ber selama 3x24 jam atau lebih sering terhadap pemajanan
2014 diharapakan klien sampai stabil sinar, radiasi dan
09.10 tidak terjadi konfeksi
gangguan suhu 2. Monitor 2. Untuk mengetahui
tubuh, Dengan Nadi dan peningkatan suhu
kriteria hasil : respirasi. tubuh dan respirasi
1. Suhu tubuh setiap 2-4 merupakan aspek
dalam jam sesuai penting yang harus
rentang kebutuhan. di waspadai
normal 3. Anjurkan 3. Untuk
(36,50C- keluarga mengembalikan
370C ) klien untuk suhu tubuh klien
2. Nadi dan melakukan dalam batas normal.
respirasi kompres
dalam batas hangat jika
normal ( N : demam .
120-160 4. Kolaborasi 4. Agar suhu tubuh
x/menit, RR dengan klien dalam batas
: 35 x/menit dokter dalam normal
) pemberian
3. Membran antipiretik
mukosa jika demam.
lembab.

D. IMPLEMENTASI

No. Hari/Tgl Diagnosa Tindakan Ttd


1. Rabu 03 I D:
september - Ibu klien mengatakan kulit
2014 anaknya tampak kuning
- Klien tampak sering
menangis melengking.
- Klien tampak gelisah.
- Kulit klien tampak kuning
A:
09.20 1. Memoonitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8 jam.
09.30 2. Mengatur posisi miring atau
tengkurap, perubahan posisi
setiap 2 jam
09.40 3. Menganjurkan kepada ibu
klien untuk menjaga
kebersihan kulit atau
memandikan bayi
09.50 4. Kolaborasi dengan dokter
analis untuk memonitor
keadaan bilirubin direk dan
indirek
R:
1. Warna kulit kekuningan
sampai jingga.
2. Keluarga klien tampak
memandikan klien
3. Keluarga klien tampak
mengubah posisi tidur klien
setiap 2 jam.
4. Dokter analis tampak sedang
memonitor keadaan bilirubin
direk dan indirek.
II D:
- Ibu klien mengatakan
anaknya tidak mau minum
ASI.
- Klien tampak mendapat
penyinaran.
- Mukosa bibir klien tampak
kering.
A:
10.00 1. Memantau masukan dan
pengeluaran cairan, timbang
berat badan bayi 2 kali
sehari.
10.10 2. Memperhatikan tanda-tanda
dehidrasi .
10.20 3. Memperhatikan warna dan
frekuensi defekasi dan urine.
10.30 4. Memberikan masukan cairan
per oral sedikitnya 25%.

R:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali
sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak
kering.
3. Warna urine kuning
4. Ibu klien tampak memberi
ASI sedikit tapi sering.
III D:
- Ibu klien mengatakan kaki
anaknya teraba dingin.
- Akral klien teraba dingin.
- Klien tampak gelisah.
- Klien tampak sering
mengangis.
A:
10.40 1. Memantau kulit neonatus
dan suhu setiap 2 jam atau
lebih sering sampai stabil
10.50 2. Memonitor Nadi dan
respirasi. setiap 2-4 jam
sesuai kebutuhan.
11.00 3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres
hangat jika demam .
11.10 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik
jika demam.
R:
1. Kulit klien berwarna kuning
dan suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak
telah diberikan.
4. Klien mendapat terapi
antiperetik.
2. Kamis 04 I D:
september - Ibu klien mengatakan kulit
2014 anaknya tampak kuning
- Klien tampak sering
menangis melengking.
- Klien tampak gelisah.
- Kulit klien tampak kuning
A:
09.20 1. Memonitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8 jam.
09.30 2. Mengatur posisi miring atau
tengkurap, perubahan posisi
setiap 2 jam
09.40 3. Menganjurkan kepada ibu
klien untuk menjaga
kebersihan kulit atau
memandikan bayi
09.50 4. Kolaborasi dengan dokter
analis untuk memonitor
keadaan bilirubin direk dan
indirek.
R:

1. Warna kulit kekuningan


sampai jingga.
2. Keluarga klien tampak
memandikan klien
3. Keluarga klien tampak
mengubah posisi tidur klien
setiap 2 jam.
4. Dokter analis tampak sedang
memonitor keadaan bilirubin
direk dan indirek.
II D:
- Ibu klien mengatakan
anaknya tidak mau minum
ASI.
- Klien tampak sering
menangis.
- Mukosa bibir klien tampak
kering.
- Turgor kulit klien tampak
kering.
A:
10.00 1. Memantau masukan dan
pengeluaran cairan, timbang
berat badan bayi 2 kali
sehari.
10.10 2. Memperhatikan tanda-tanda
dehidrasi .
10.20 3. Memperhatikan warna dan
frekuensi defekasi dan urine.
10.30 4. Memberikan masukan cairan
per oral sedikitnya 25%.
R:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali
sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak
kering.
3. Warna urine kuning
4. Ibu klien tampak memberi
ASI sedikit tapi sering.

III D:
- Ibu klien mengatakan kaki
anaknya teraba dingin.
- Akral klien teraba dingin.
- Klien tampak gelisa.
- Klien tampak sering
menangis
A:
10.40 1. Memantau kulit neonatus
dan suhu setiap 2 jam atau
lebih sering sampai stabil
10.50 2. Memonitor Nadi dan
respirasi. setiap 2-4 jam
sesuai kebutuhan.
11.00 3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres
hangat jika demam .
11.10 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik
jika demam.
R:
1. Kulit klien berwarna kuning
dan suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak
telah diberikan.
4. Klien mendapat terapi
antiperetik.

3. Jum’at 05 I D:
september - Ibu klien mengatakan kulit
2014 anaknya masih tampak
kuning
- Klien tampak sudah jarang
menangis melengking.
- Klien tampak lebih tenang.
- Kulit klien tampak kuning.
A:
09.20 1. Memonitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8 jam.
09.30 2. Mengatur posisi miring atau
tengkurap, perubahan posisi
setiap 2 jam
09.40 3. Menganjurkan kepada ibu
klien untuk menjaga
kebersihan kulit atau
memandikan bayi
09.50 4. Kolaborasi dengan dokter
analis untuk memonitor
keadaan bilirubin direk dan
indirek.
R:

1. Warna kulit kekuningan


sampai jingga.
2. Keluarga klien tampak
memandikan klien
3. Keluarga klien tampak
mengubah posisi tidur klien
setiap 2 jam.
4. Dokter analis tampak sedang
memonitor keadaan bilirubin
direk dan indirek.

II D:
- Ibu klien mengatakan
anaknya tidak mau minum
ASI.
- Klien tampak masih sering
menangis.
- Mukosa bibir klien tampak
kering.
- Turgor kulit klien masih
tampak kering.
10.00 A:
1. Memantau masukan dan
pengeluaran cairan, timbang
berat badan bayi 2 kali
sehari.
10.10 2. Memperhatikan tanda-tanda
dehidrasi .
10.20 3. Memperhatikan warna dan
frekuensi defekasi dan urine.
10.30 4. Memberikan masukan cairan
per oral sedikitnya 25%.
R:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali
sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak
kering.
3. Warna urine kuning.
4. Ibu klien tampak memberi
ASI sedikit tapi sering.

III D:
- Ibu klien mengatakan kaki
anaknya masih teraba dingin.
- Akral klien masih teraba
dingin.
- Klien tampak gelisah.
- Klien tampak masih sering
menangis.
A:
10.40 1. Memantau kulit neonatus
dan suhu setiap 2 jam atau
lebih sering sampai stabil
10.50 2. Memonitor Nadi dan
respirasi. setiap 2-4 jam
sesuai kebutuhan.
11.00 3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres
hangat jika demam .
11.10 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik
jika demam.
R:
1. Kulit klien berwarna kuning
dan suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak
telah diberikan.
4. Klien mendapat terapi
antiperetik.
E. EVALUASI KEPERAWATAN

No. Hari/Tgl/jam No.Dx Catatan Perkembangan Paraf


1. Rabu, 03 I S:
september Ibu klien mengatakan kulit anaknya
2014 tampak kuning
09.20 O:
- Klien tampak sering menangis
melengking.
- Klien tampak gelisah.
- Kulit klien tampak kuning
A: Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
1. Memoonitor warna dan keadaan
kulit setiap 4-8 jam.
2. Mengatur posisi miring atau
tengkurap, perubahan posisi
setiap 2 jam
3. Menganjurkan kepada ibu klien
untuk menjaga kebersihan kulit
atau memandikan bayi
4. Kolaborasi dengan dokter analis
untuk memonitor keadaan
bilirubin direk dan indirek
E:
1. Warna kulit kekuningan sampai
jingga.
2. Keluarga klien tampak
memandikan klien
3. Keluarga klien tampak mengubah
posisi tidur klien setiap 2 jam.
4. Dokter analis tampak sedang
memonitor keadaan bilirubin
direk dan indirek.
R : Intervensi tetap dilanjutkan sesuai
yang di rencanakan.
II S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak
mau minum ASI.
O:
- Klien tampak sering menangis.
- Mukosa bibir klien tampak
kering.
- Turgor kulit klien tampak kering.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi dilanjutkan
I:
1. Memantau masukan dan
pengeluaran cairan, timbang berat
badan bayi 2 kali sehari.
2. Memperhatikan tanda-tanda
dehidrasi .
3. Memperhatikan warna dan
frekuensi defekasi dan urine.
4. Memberikan masukan cairan per
oral sedikitnya 25%.

E:
1. Berat badan bayi sudah di
timbang sebanyak 2 kali sehari.
2. Turgor kulit bayi tampak kering.
3. Warna urine kuning
4. Ibu klien tampak memberi ASI
sedikit tapi sering.
R : Intervensi tetap dilanjutkan sesuai
yang direncanakan.
III S : Ibu klien mengatakan kaki anaknya
teraba dingin.
O:
- Akral klien teraba dingin.
- Klien tampak gelisa.
- Klien tampak sering menangis
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
1. Memantau kulit neonatus dan
suhu setiap 2 jam atau lebih sering
sampai stabil
2. Memonitor Nadi dan respirasi.
setiap 2-4 jam sesuai kebutuhan.
3. Menganjurkan keluarga klien
untuk melakukan kompres hangat
jika demam .
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik jika demam.
E:
1. Kulit klien berwarna kuning dan
suhu 38 ͦC
2. R : 26 x/m dan N : 89 x/m.
3. Kompres hangat tampak telah
diberikan.
4. Klien mendapat terapi antiperetik.
R : Intervensi tetap dilanjutkan sesuai
yang direncanakan.
2. Kamis, 04 I S :Ibu klien mengatakan kulit anaknya
september masih tampak kuning
2014 O:
09.20 - Klien tampak sudah jarang
menangis melengking.
- Klien tampak lebih tenang.
- Kulit klien tampak kuning
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

II S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak


mau minum ASI.
O:
- Klien tampak masih sering
menangis.
- Mukosa bibir klien tampak
kering.
- Turgor kulit klien masih tampak
kering kering.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi dilanjutkan
III S : Ibu klien mengatakan kaki anaknya
masih teraba dingin.
O:
- Akral klien masih teraba dingin.
- Klien tampak gelisah.
- Klien tampak masih sering
menangis
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
3. Jum’at 05 I S : Ibu klien mengatakan kulit anaknya
september sudah tidak berwarna kuning lagi.
2014 O:
09.20 - Klien tampak tidak menangis lagi.
- Klien tampak tenang.
- Kulit klien tampak berwarna
normal
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

II S: Ibu klien mengatakan anaknya sudah


mau minum ASI.
O:
- Klien tampak tenang.
- Mukosa bibir klien tampak
lembab.
- Turgor kulit klien lembab.
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan

III S : Ibu klien mengatakan kaki anaknya


teraba hangat.
O:
- Akral klien teraba hangat.
- Klien tampak tenang.
- Klien tampak tidak rewel lagi.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Das könnte Ihnen auch gefallen