Sie sind auf Seite 1von 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting

pada negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS,

bronkiektasis mengalami penurunan sering dengan kemajuan pengobatan.

Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosial

ekonomi yang rendah. 1,5

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui

pasti. Di negara-negara Barat, insidensi bronkiektasis diperkirakan

sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidensi bronkiektasis cenderung

menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi

perlu diingat bahwa insidensi ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok,

polusi udara dan kelainan kongenital. 5,6

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti

mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan

diklinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat

diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital. 5, 6, 7

Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990

menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain

didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat inap.7

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya

dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi

1
tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru.

Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru

obstruksi kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran nafas dan

mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan

sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk

dan kadang-kadang hemoptisis. 1, 2, 3

Brpnkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai : proses fokal

yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau proses yang

bersifat difus dan melibatkan kedua paru. Proses pertama adalah yang

umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit

sistemik atau penyakit sinopulmoner dan asma.1

Bronkiektasis merupakan akibat dari patologis yang berlagsung luas

dan lama, termasuk kelainan struktur bronkus (Definisi kartilago pada

William Cambell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus

(Fibrosiskistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat

pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (kolitis

ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering

dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas.2

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa

lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari

saluran pernafasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah di bawahnya

(submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan paru-

paru dari zat-zat yang berbahaya. Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh

2
serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan

bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh

darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makan dan sistem

pertahanan untuk dinding bronkus.4

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala

respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk tiap hari, produksi sputum yang

kental dan penemuan radiografi seperti penebalan dinsing bronkus dan

dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari

pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap, ditandai dengan dilatsi kronik

dan bersifat patologis. Bronkiektasis disebabkan oleh perubahan – perubahan

dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot

polos bronkus.

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi

(ekstasi) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologik dan berjalan kronik,

persisten atau ireversibel. Kelaian bronkus tersebut disebabkan oleh

perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis,

otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah bronkus yang

terkena umumnya bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus besar umumnya

jarang. Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi :

1. Setempat (localized) yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau

lingula, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat dapat juga

karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan dari luar

(kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di lobus atas

biasanya disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis brokopulmonar.

4
2. Menyeluruh (generalized) biasanya karena infeksi sistem pernafasan yang

berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilliary

clearance.

Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi α-1-antitripsin, AIDS,

sindrom merfan, SLE, sindrom syorgen dan sarkoidosis.5,6

B. ETIOLOGI

Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun

diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6

1. Kelainan kongenital

Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam

kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan

memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital

biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua

bronkus. Selain itu, bronkiektasis kengenital biasanya menyertai penyakit-

penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William

Campbellsyndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll. 1,2,3,5,6,7

2. Kelainan didapat

a. Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderia

pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia

merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita

semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. Aspergillosis

5
bronkopulmonalis alergi dapat menyebabkan bronkiektasis karena

infasi jamur pada saluran nafas yang kemudia merusak saluran nafas.

b. Obstruksi

Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macama sebab

seperti korpus lienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar

lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui

bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu nyata

(automatis) menimbulkan bronkiektasis.

c. Non infeksi

Paparan substansi toksik yaitu terhirupnya gas toksik (amonia,

aspirasi asam dari cairan lambung, dll). 1,2,4

C. ANATOMI

Gambar di bawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar 1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan 18)

6
Dari gambar

dapat kita lihat

bahwa cabang

utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus

segmentalis. Percabangan ini berlangsung terus menerus menjadi bronkus yang ukurannya

semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminali, yaitu bronkiolus yang tidak

mengandung alveoli. Brokiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga

ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran

penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi.9

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional dari paru-paru. Asinus terdiri atas bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis.

Asinus atau kadang disebut lobus primer memiliki diameter 0,5

sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea

sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari

alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini

7
dinamakan pori-pori Khon yang memungkinkan komunikasi antara

sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus

yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas

lapangan tennis. 9

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang

dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas

akan membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung

mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat

ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein

yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi

saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi. 9

Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus

dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik

utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang

adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Definisi surfaktan, enzim

biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berujung pada pelepasan

produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar

patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya. 9

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari

bronkus dextradan bronchus sinistra.

1. Bronkus Dextra,mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan

letaknyalebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh

desakan dariarcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan,

8
sehingga benda-bendaasing mudah masuk ke dalam bronkus dextra.

Panjangnya ± 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggivertebra

thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.

Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian beradadi

sebelah ventralnya.

Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke

lobussuperior, lobus medius, dan lobus inferior.

Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial

arteri pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang

menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal arteri

pulmonalis desebut bronkus hyparterialis.Selanjutnya bronkus

sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen

pulmo.10

2. Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya

lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae,

menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta

thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di

sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus

bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus

hyparterialis.

Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terhadapat lymponodus

tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal)

terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.10

9
Bronkus memperoleh vascularisasi dai a. Thyroidea inferior. Innervasinya

berasal dari n. Vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10

D. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan definisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan

dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (>2mm dalam diameter) yang

merupakan akibat dari destruksi komponen muscular dan elastic pada dinding

bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses

infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi , nitrit okside dan

netrophilic protease yang dilepaskan oleh sistem imun tubuh sebagai respon

terhadap antigen.5

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari

dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan

normal jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan

cairan berupa mucus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya

dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mucus tersebut akan dipindahkan

naik ke tenggorokan dan kemudian dibatukkan keluar atau tertelan.3

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung

atau tidak langsung,daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi

inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan

keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta

membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi

juga meningkatkan sekresi mucus. Karena sel yang bersilia mengalami

10
kerusakan, secret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas

dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-

bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga manjadi lingkaran

setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.3

E. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum

harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum

yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan

jalan nafas dengan infeksi akut.1

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik

dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya

merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada

lobus atas.1

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada

pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien

relatif mengalami episode berulang dari bronchitis atau infeksi paru, yang

11
merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik.

Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh

peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan

sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.1

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi

hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan

infeksi saluran pernafasan atas ang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu

mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam,

tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder.

Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen dengan bau

yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk

membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari

10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-

150 ml perhari digolongjan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebig

dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat

ringannya bronkiektasis diklasifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada

pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak disbanding

penyakit penyebab bronkiektasis lainnya.1,2,5,8

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis.

Homoptisis mungkin terjadi massif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada

artetri bronkial. Hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering,

walaupun angka kejadan dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.1,2

12
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% asien bronkiektasis tapi bukan

merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan

bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.1,2

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas

yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga

mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.1,2

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46%

pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada

batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.1,2

Penuruna berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi

yang berta. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori

berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada

jalan nafas. Namun pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan

penurunan bera badan.1

Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.1

2. Gambaran Radiologis

I. Foto Thorak

Dengan pemeriksaan foto thorak, maka pada bronkiektasis dapat

ditemukan gambaran seperti dibawah ini :

13
a. Ring Shadow

Gambar kanan. Tampak Ring Shadow yang pada bagian bawah paru yang

menandakan adanya dilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar kiri. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah (dikutip

dari kepustakaan 1)

14
Gambar diatas Tampak Ring Shadow yang menandakan adanya dilatasi bonkus

(dikutip dari kepustakaan 13)

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai

diameter 1 cm) dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga

membentuk gambaran “honey comb appearance” atau “bounches of grapes”.

Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada

bronkus.11,12,13,14

b. Tramline Shadow

15
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini

terlihat terdiri dari dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh

daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan

pada daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal

dan bukan pada daerah parahilus.11,12,13,14

c. Tubular Shadow

Gambar diatas Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung

(dikutip dari kepustakaan 13)

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8

mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan

sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk

bronkiektasis.11,13

16
d. Glove Finger Shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-

jari pada sarung tangan.11,13

II. Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media

kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral,

Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga

dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk

silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.12,13

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasi

yang akan dilakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya

paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.12

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena

prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan

gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.5

17
III. CT-Scan Thorak

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik

untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklasifikasi temuan dari foto thorak

dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos

thorak. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan

spesifitas sebesar 93%.2,8,14

CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan

penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana

yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan

pembedahan.14

F. PATOLOGI ANATOMI

Terdapat berbagai variasi bronkiektasi, baik mengenai jumlah atau

luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.6

Perubahan morfologis bronkus yang terkena:

1. Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa

proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan

patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses

inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami

kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.6

2. Mukosa bronkus

18
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia

pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,

dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi

akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan.6

3. Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara

lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat

pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti

jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.6

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis:

Pada tahun 1950, Reid mengklasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :

1. Bentuk tabung (tubular,cylindrical, fusiform bronkiektasis)

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering

ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik.1,5,6

2. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya

dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irreguler. Bentuk ini

kadang-kadang berbentuk kista.1,5,6

3. Varicose bronkiektasis

Bentuknya merupakan bentuk antara bentuk tabung dan bentuk kantong.

Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai

varises pembuluh vena.1,5,6

G. DIAGNOSIS BANDING

19
Fibrosis kistik

Kelainan yang ditemukan dapat bias bervariasi dari pasien satu ke pasien lain,

namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang dapat

memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrotic kistik yang meliputi :

hiperinflamasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid

impaction, kistik radiolusen , peningkatan tanda interstisial dan penyebaran

nodul –nodul.4,6

H. PENGOBATAN

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri dari 2 kelompok , yaitu :

1. Pengobatan konservatif

a. Pengelolaan umum meliputi,

i. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien.

ii. Memperbaiki drainase secret bronkus .

iii. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian

anti biotic

b. Pengelolaan khusus

i. Kemoterapi pada bronkiektasis

ii. Drainase secret dengan bronkoskopi

c. Pengobatan simptomatik

a. Pengobatan obstruksi bronkus , misalnya dengan obat

bronkodilator.

b. Pengobatan hipoksia dengan pemberian oksigen.

20
c. Pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat- obat hemostatik.

d. Pengobatan demam dengan pemberian antipiretik dan antibiotik.

2. Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen

atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis terbatas

dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan

konservatif yang adekuat , selain itu juga pada pasien bronkiektasis

terbatas , tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang

berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis massif seperti ini

mutlak perlu tindakan operasi.

I. PROGNOSIS

1. Kelangsungan hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya

serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan

pengobatan secara tepat (konservatif dan pembedahan) dapat memperbaiki

prognosis penyakit . Pada kasus – kasus yang berat dan tidak diobati ,

prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun .

Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia , empiema, payah

jantung kanan , hemoptisis dan lain- lain.Pada kasus-kasus tanpa

komplikasi berat5 dan difus disabilitasnya ringan.4,6

2. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan

ukuran sedang . Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan

21
muscular dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan

daerah peri bronchial . Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan

timbulanya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Emmons EE. 2007. Bronchiectasis.www.emedicine.com (diakses pada tanggal

21 Juli 2012)

2. O’Regan AW, Berman. 2004. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7th.

Editor James D. Crapo, MD. Lippicott Willuams & Walkins. Philadelphia. Pp

255-74

3. Benditt, JO. 2008. Lung and Airway Disorder :

Bronchiectasis.www.merck.com (diakses pada tanggal 21 Juli 2012)

4. Hassan I. 2006. Bronchiectasis. www.emedicine.com (diakses pada tanggal 21

Juli 2012)

5. Rahmatullah P. 2001. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Pp 861-

871.

6. Alsagaff H, Mukty A. 2006. Bronkiektasis. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru,

Surabaya : Airlangga University Press. Pp 256-61

7. Barker AF. 2002. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. Pp

346; 1383-93.

22
8. Wilson L M. 2006. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor

Hartanto Huriawati, dkk. Jakarta : EGC. Pp 737-40.

9. Luhulima JW. 2004. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomy Systema

Respiratorius. Makasar : Bagian Anatomi FKUH. Pp 13-14.

10. Meschan I. 1975. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of

Roentgen Sign in General Radiology. Philadelphia. Pp 55-56.

11. Kusumawidjaja K. 2006. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan

Ekayuda. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Pp 108-15.

12. Sutton D. 2003. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Tottenham :

Churchill Livingstone. Pp 45, 163, 164, 168.

13. Patel PR. 2005. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. Pp

40-41.

14. Eng P, Cheah FK. 2005. Interpreting Chest X-rays. New York : Cambridge

University Press. Pp 67-68

15. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

2005. hal 40-41

16. Greif J. 2008. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibriosis.

www.eradimaging.com (Diakses pada tanggal 21 Juli 2012)

17. K e t a i L H . 2 0 0 9 . I n f e c t i o u s L u n g D i s e a s e . F u n d a m e n t a

l o f C h e s t R a d i o l o g y , 2 ndEdition, Loren H. Ketai Richard

Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. a

23

Das könnte Ihnen auch gefallen