Sanggah Merajan dan Pura Paibon biasanya memiliki sebuahPalinggih yang
dinamakan Menjangan Sakaluang. Yang di beberapa daerah tertentu disebut dengan Sanggah Lantang karena bentuknya yang panjang. Ciri utamanya adalah bahwa di Palinggih ini terdapat sebuah kepala menjangan. Berbagai pura lain pun ada juga yang memilikiPalinggih ini tetapi bentuknya sedikit berbeda, yaitu bentuknya tidak panjang dan bertiang tiga. Mungkin karena sakanya hanya tiga atau kurang satu dari yang lazim, maka Palinggih ini diberi nama Sakaluang.(Sudhardana, 2006 : 120-121). Busana (Wastra) yang digunakan dalamPalinggih Menjangan Sakaluang adalah kain berwarna putih kuning. Makna warna kain putih sebagai simbol kesucian. Banten yang di haturkan dalam piodalannya: Banten Tegteg Daksina, Canang Meraka danAjuman. Palinggih Menjangan Sakaluang yang bentuknya panjang (lantang) terdiri dari tiga rong besar, dimana sebuah rong besar terbagi lagi dalam 6 rong kecil-kecil, sehingga secara keseluruhan menjadi rong 9. Bentuk seperti ini rupanya memang dimaksudkan untuk menunujukkan adanya 3 kelompok besar masyarakat, dimana salah satu diantaranya terdiri dari 6 Sub Sekte Agama. Riwayat singkatnya dapat disampaikan sebagai berikut. Ketika pada 1001 M Mpu Kuturan datang ke Bali, beliau melihat adanya 9 Sekte Agama, yang diperkirakan dapat memecah belah persatuan umat. Karena itu, maka beliau berusaha untuk mempersatukan 3 Kelompok Besar dengan 6 Sub Sekte Agama itu, dengan cara mengadakan pertemuan atau Pesamuhan Agung di desa Bedulu(Samuan Tiga). Pasamuhan Agung termaksud dihadiri oleh seluruh unsur masyarakat Bali ketika itu, yaitu: 1) Unsur masyarakat yang berasal dari Jawa dan beragama Siwa. 2) Unsur masyarakat yang beragama Buddha Mahayana (Mpu Kuturan dan para pengikutnya). 3) Unsur masyarakat bali aga yang mewakili 6 Sub Sekte Agama: Sambu, Brahma, Indra, Wisnu, Bayu, Kala. Tetapi menurut R. Goris (sekte-sekte di Bali) sekte-sekte itu ada 9, yaitu : Bhairawa, Buddha, Sogata, Brahmana, Ganapati, Rsi, Pasupati, Sora (Surya), Siwa Sidhanta dan Waisnawa. Apapun nama-nama Sekte tersebut yang penting adanya kesepakatan bahwa ke 6 batang Sub/Sub Sekte termaksud telah mempersatukan dirinya kedalam satu paham yang dinamakan Tri Murthi,yaitu bahwa Tuhan itu hanya satu, namun mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai Pencipta (Brahma), Sebagai Pemelihara (Visnu), dan sebagai Pelebur (Siwa). Paham termaksud sekarang dikenal dengan nama Agama Hindu. Untuk menghormati Mpu Kuturan yang telah berjasa mempersatukan umat berbagai Sekte di Bali, maka didirikanlah PalinggihMenjangan Sakaluang sebagai manifestasi dari bersatunya umat yang tadinya terpecah belah, menjadi pengikut satu aliran baru bernama Tri Murthi atau sebagai penganut Agama Hindu. Lebih lanjut bentukMenjangan Sakaluang pun terlihat sebagai penggambaran atas ke 3 unsur masyarakat dan 6 Sub Sekte diatas: 1. Dilihat dari depan, rong paling kanan, mewakili unsur masyarakat yang berasal dari Jawa dan beragama Siwa. 2. Rong sebelah kirinya, dengan lambang kepala menjangan, mewakili golongan masyarakat pengikut Mpu Kuturan yang beragama Buddha Mahayana. 3. Rong paling kiri masih dilihat dari depan yang terbagi lagi dalam 6 ruang-ruang kecil, mewakili 6 Sekte Agama dari unsur Bali Aga.Disamping mempersatukan 9 Sekte dan Sub Sekte Agama, makaPalinggih Menjangan Sakaluang dipandang sebagai suatu penyatuan pikiran, pandangan dan keinginan keluarga, jadi sebagai lambang persatuan dan kesatuan serta kerukunan rumah tangga dan keluarga. (Suhardana, 2006 : 121-123) Berdasarkan pemaparan di atas, Palinggih Menjangan Sakaluangadalah Palinggih yang sangat apresiatif sekali menerima paham sekteis. Menurut hemat penulis pada Palinggih inilah semua sekte terlihat terintegrasi menjadi satu. Mantra Palinggih Menjangan Sakaluang adalah sebagai berikut Om empu gnijaya ya namah Om empu semeru ya namah Om empu kuturan ya namah Om empu gana ya namah Om resi markandya ya namah