Sie sind auf Seite 1von 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah

lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2

tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita

dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya

dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference

Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan

(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar

deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted).1,2

Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting

(Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013) dengan prevalensi stunting kelima

terbesar di dunia. Di Indonesia kejadian stunting tertinggi yaitu di provinsi NTT

dengan persentase 40% sedangkan Provinsi Kalimantan selatan merupakan

provinsi dengan kejadian stunting tertinggi kesembilan dengan persentase 34.2%.

Di Provinsi Kalimantan selatan kejadian stunting tertinggi di Kabupaten Kotabaru

dengan persentase 40.7% untuk Kota Banjarmasin kejadian stuntingnya sebesar

31.5%. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting

akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih

rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya

1
tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar

ketimpangan.3

Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja,

sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta

mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga

dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga

mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan

kemiskinan antar-generasi.3

Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh

rumah tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga

dialami oleh rumah tangga/keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40 %

tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi. Seperti yang digambarkan dalam grafik

dibawah, kondisi anak stunting juga dialami oleh keluarga/rumah tangga yang

tidak miskin.1,3

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan

oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi

yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh

karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak

balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat

digambarkan sebagai berikut : 1). Praktek pengasuhan yang kurang baik,

(termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan

2
pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. 2). Masih terbatasnya

layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan

untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang

berkualitas. 3). Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan

bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong

mahal.Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS),

komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi,

India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura.

Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah

berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia. 4). Kurangnya

akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan

bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang

terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.

Beberapa penyebab seperti yang dijelaskan di atas, telah berkontibusi pada masih

tingginya pervalensi stunting di Indonesia dan oleh karenanya diperlukan rencana

intervensi yang komprehensif untuk dapat mengurangi pervalensi stunting di

Indonesia.4,5,6

Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia

terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.

Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan intervensi yang

ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan

berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi

spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat

3
jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.

Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik

dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa

kehamilan ibu hingga melahirkan balita.5

Kerangka Intervensi Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang

kedua adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui

berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada

70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat

secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama

Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan

melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas

Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada

penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut: 1).

Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih. 2). Menyediakan dan

memastikan akses terhadap sanitasi. 3). Melakukan fortifikasi bahan pangan. 4).

Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB). 5).

Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 6). Menyediakan Jaminan

Persalinan Universal (Jampersal). 7). Memberikan pendidikan pengasuhan pada

orang tua. 8). Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal. 9).

Memberikan pendidikan gizi masyarakat. 10). Memberikan edukasi kesehatan

seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja. 11). Menyediakan bantuan dan

jaminan sosial bagi keluarga miskin. 12). Meningkatkan ketahanan pangan dan

gizi. Kedua kerangka Intervensi Stunting diatas sudah direncanakan dan

4
dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional untuk

mencegah dan mengurangi pervalensi stunting.6,7

B. Permasalahan

Data Puskesmas Sungai Jingah bulan Agustus-Oktober tahun 2017

menunjukkan jumlah kejadian stunting di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah

sebanyak 191 orang, Posyandu dengan kejadian stunting tertinggi yaitu Posyandu

Harapan Ibu sebanyak 25 orang, Posyandu Dahlia sebanyak 23 orang, dan

Posyandu Sedap Malam sebanyak 23 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa angka stunting di wilayah Puskesnas Sungai Jingah tinggi.

Dari survei yang dilakukan pada 20 anak yang stunting di wilayah Posyandu

Dahlia dan Posyandu Harapan Ibu, ditemukan hal yang menyebabkan tingginya

angka stunting dengan hasil survei sebagai berikut:

Tabel 1.1 Pengetahuan tentang gizi anak


Faktor yang mempengaruhi Buruk Cukup Baik Jumlah
Pengetahuan tentang gizi anak 12 7 1 20
Persentase 60% 35% 5% 100%

Tabel 1.2 Pola pemberian makan


Faktor yang mempengaruhi Buruk Cukup Baik Jumlah
Pola pemberian makan 9 10 1 20
Persentase 45% 50% 5% 100%

Tabel 1.3 Pendapatan orang tua


Faktor yang mempengaruhi Kurang dari Lebih dari UMP Jumlah
UMP
Pendapatan orang tua 19 1 20
Persentase 95% 5% 100%

Tabel 1.4 Data penggunaan ASI eksklusif


Faktor yang mempengaruhi Tidak Ya Jumlah
ASI ekslusif 12 8 20

5
Persentase 60% 40% 100%

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian stunting di wilayah

kerja Posyandu Harapan Ibu dan Posyandu Dahlia adalah pendapatan keluarga

yang rendah, pengetahuan tentang gizi yang rendah, dan rendahnya ASI eksklusif

di wilayah tersebut Berdasarkan hasil analisis situasi ini, didapatkan beberapa

alternatif pemecahan masalah diantaranya menekankan kepada masyarakat

tentang dampak buruk Stunting bagi anak balita, melakukan penyuluhan tentang

Gizi balita, meningkatkan kesadaran pentingnya Asi Eksklusif.

Berdasarkan permasalahan seperti yang terdapat pada uraian dalam latar

belakang akar permasalahan diagram problem tree sebagai berikut:

Penurunan Perkembangan Menurunkan


Rentan terhadap
tingkat terhambat produktivitas
penyakit
kecerdasan

Kejadian Stunting

Pengetahuan
Pendapatan Tidak ASI Pola makan yang
tentang gizi
Rendah eksklusif buruk
rendah

Gambar 1.1 Problem Tree


C. Alternatif Pemecahan Masalah

Adapun alternatif pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang dampak buruk Stunting, yaitu:

6
Tabel 1.5 Daftar Alternatif Pemecahan Masalah
Masalah Pemecahan Masalah
1. Rendahnya pendapatan keluarga 1. Melakukan penyuluhan tentang gizi

di wilayah tersebut seimbang dan makanan bergizi yang

2. Kurangnya pengetahuan tentang ekonomis

2. Melakukan penyuluhan tentang


Gizi Balita
pentingnya ASI eksklusif
3. Rendahnya cakupann Asi
3. Program makanan tambahan bagi
Eksklusif di wilayah tersebut
keluarga miskin

D. Prioritas Pemecahan Masalah

Penentuan prioritas masalah merupakan hal yang sangat penting, setelah

masalah-masalah kesehatan teridentifikasi. Metode yang dapat dilakukan dalam

penentuan prioritas masalah dibedakan atas 2, yaitu: secara scoring dan non-

scoring. Kedua metode tersebut pelaksanaanya berbeda-beda dan pemilihannya

berdasarkan data yang tersedia.

Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan masalah menggunakan teknik

scoring jenis metode PAHO CENDES.

Kriteria pemecahan masalah menurut metode PAHO-CENDES yaitu:

a. Magnitude

1. Sangat tidak menyelesaikan masalah

2. Tidak menyelesaikan masalah

3. Cukup menyelesaikan masalah

4. Menyelesaikan masalah

5. Sangat menyelesaikan masalah

7
b. Vunerability

1. Alternatif pemecahan masalah tidak efektif digunakan

2. Alternatif pemecahan masalah efektif digunakan

c. Importancy

1. Tidak ada kepentingan untuk pemecahan masalah

2. Kepentingannya sangat rendah untuk pemecahan masalah

3. Kepentingannya cukup rendah untuk pemecahan masalah

4. Kepentingannya cukup tinggi untuk pemecahan masalah

5. Kepentingannya sangat tinggi untuk pemecahan masalah

d. Cost

1. Sangat tidak murah

2. Tidak murah

3. Cukup murah

4. Murah

5. Sangat murah

Alternatif pemecahan masalah tersebut kemudian diberi pembobotan untuk

menentukan prioritas pemecahan masalah yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.6 Prioritas Pemecahan Masalah

Kriteria Nilai Komposit Ranking


No Masalah
Prioritas
M V I C MxVxIxC
Melakukan penyuluhan
tentang gizi seimbang dan
1 4 2 4 5 160 1
makanan bergizi yang
ekonomis
2 Melakukan penyuluhan 3 2 4 5 120 2

8
tentang pentingnya ASI
eksklusif
Menciptakan keluarga sadar
3 5 2 4 2 80 3
gizi
Pemberian makanan
4 tambahan untuk keluarga 4 4 2 64 4
miskin
Menciptakan lapangan
5 5 5 1 50 5
pekerjaan

9
BAB II

TARGET, LUARAN DAN TUJUAN

A. Target dan Luaran

Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun maka target luaran

yang diharapkan setelah pelaksanaan PBL di wilayah kerja Puskesmas

Sungai Jingah, Banjarmasin dapat ditunjukkan pada tabel 2.1.


Tabel 2.1 Target dan Luaran Kegiatan

N TARGET KEGIATAN TARGET LUARAN

O
1 Peningkatan pengetahuan 1) Peningkatan kesadaran Ibu

tentang pentingnya gizi balita terhadap pentingnya gizi balita


2) Penurunan kasus Stunting di
terhadap ibu hamil dan
wilayah kerja Puskesmas Sungai
2 menyusui
Jingah

Peningkatan motivasi untuk

memberikan ASI Eksklusif 1) Peningkatan kesadaran ibu

pada ibu hamil dan menyusui terhadap pentingnya ASI

Eksklusif terhadap balita

B. Tujuan Kegiatan

10
Untuk mencapai target dan luaran tersebut maka dilakukan

kegiatan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Meningkatkan pengetahuan tentang dampak Stunting terhadap anak

sebelum dan sesudah penyuluhan


2. Penyuluhan tentang Gizi Balita terhadap ibu hamil dan menyusui.
3. Penyuluhan tentang gizi seimbang dan makanan ekonomis.

11

Das könnte Ihnen auch gefallen