Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan
sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal.
Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau
azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah
cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang
menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
A. DEFINISI
Acute Kidney Injury adalah salah satu dari sejumlah kondisi yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. AKI didefinisikan oleh penurunan
mendadak fungsi ginjal, adalah sindrom klinis yang luas yang mencakup berbagai
etiologi, termasuk penyakit ginjal tertentu (misalnya, interstitial akut nefritis,
glomerulus akut dan penyakit ginjal vaskulitis); kondisi non-spesifik (misalnya,
iskemia, cedera beracun); demikian juga sebagai patologi extrarenal (misalnya,
azotemia prerenal, dan akut postrenal nefropati obstruktif).
Acute Kidney Injury (AKI) adalah sindrom yang ditandai dengan kerusakan
fungsi ginjal yang cepat (jam hingga hari). Sering didiagnosis dalam konteks
penyakit akut lain dan sangat umum pada pasien sakit kritis. Konsekuensi klinis
dari AKI termasuk akumulasi produk limbah, elektrolit, dan cairan, tetapi juga
efek yang kurang jelas, termasuk mengurangi kekebalan dan disfungsi organ non-
ginjal (organ cross-talk).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal.
Fisiologi
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan.
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila
orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler
glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi
lengkap dan kemudian akan dieksresi.
B. ETIOLOGI
Etiologi AKI dibagi menajdi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yaitu :
AKI Prarenal
I. Hipovolemia
V. Sindrom hiperviskositas
I. Obstruksi renovaskular
- Glomerulonefritis, vaskulitis
AKI Pascarenal
1.Obstruksi ureter
2. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis
C. GEJALA KLINIK
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah
volume urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari,
anuri bila produksi urin < 50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi
kemampuan konsentrasi terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal
failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l,
edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik
dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor
penyebabnya.
D. KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain
(1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja
perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis
penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang
sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului
peningkatan Cr serum; (4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr
serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker)
penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja. ADQI
mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau
kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2
kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat
pada table.
RIFLE: Ini adalah sampai 2004 Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) telah
mengembangkan klasifikasi RIFLE oleh konsensus ahli bermaksud untuk
membakukan definisi AKI pada orang dewasa. Singkatan RIFLE merupakat
singkatan kelas tingkat rendah hingga beratnya disfungsi pada ginjal, untuk cedera
pada ginjal dan kegagalan dengan penurunan mendalam fungsi ginjal. Pendekatan
baru ini mencakup variasi kreatinin serum (SCr) dan Output Urine sebagai
komponen dasar. Sebagai tingkat keparahan meningkatkan kekhususan sistem
klasifikasi ini meningkat sementara sensitivitas berkurang. Dua kriteria yang ada,
Loss dan End-Stage Kidney Disesase, didefinisikan oleh kerangka waktu
penurunan terus-menerus dalam fungsi ginjal, 4 minggu dan 3 bulan. Kriteria
RIFLE telah divalidasi di lebih dari 500.000 pasien di beberapa penelitian
multinasional, dan telah menjadi cara standar untuk mengklasifikasikan pasien
dengan AKI.
1) Kenaikan kadar Cr serum sebesar >0,3 mg/dL sebagai ambang definisi AKI
karena dengan kenaikan tersebut telah didapatkan peningkatan angka
kematian 4 kali lebih besar (OR=4,1; CI=3,1-5,5).
Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada tabel 2. Sebuah penelitian
yang bertujuan membandingkan kemanfaatan modifikasi yang dilakukan oleh
AKIN terhadap kriteria RIFLE gagal menunjukkan peningkatan sensitivitas,
dan kemampuan prediksi klasifikasi AKIN dibandingkan dengan kriteria
RIFLE.
E. DIAGNOSIS
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK.
Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain
riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis
(anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan
ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal
umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan
membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya
pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI,
dan penentuan komplikasi.
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO
dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan
OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda
hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP),
penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan
hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis.
Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan
status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik
dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin
endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal
lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti
gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna.
AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau
suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih.
Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi
ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan
pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi
akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan
pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
dari 35%.
G. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan
pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi
(kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana opti-
mal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya.
Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia,
terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan
menghindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran
cairan harus dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan
dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup
berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara
ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin
dan serum.
Terapi Nutrisi
terlebih dahulu.
H. KOMPLIKASI
I. PENCEGAHAN
J. PROGNOSIS
Mortalitas akibat AKI bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi
yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan
memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%),
perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas
(15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan
sebagainya. Pasien dengan AKI yang menjalani dialysis angka kematiannya
sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu
ditekankan.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta,2012.