Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DOSEN PEMBIMBING :
Ir.Musyawaroh, MT
OLEH :
I0213050
JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai esensi judul, latar belakang masalah, permasalahan / isu, tujuan
perancangan, sasaran perancangan, metode penyelesaian serta sistematika pembahasan yang
dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan konsep dari perancangan Pusat Fashion Solo
dengan Pendekatan Arsitektur Regionalisme.
I.1.1. JUDUL
Pusat : Sesuatu yang menjadi pokok pangkal atau himpunan dari beberapa kegiatan
Fashion : Gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok
dalam satu waktu baik gaya busana, sepatu ataupun aksesoris
Solo : Suatu kota yang sedang berkembang dan memiliki perkembangan ekonomi yang
pesat. Sebuah kota yang mampu melingkupi kebutuhan aktivitas warganya dan sebuah
kota mandiri dengan perkembangan ketersediaan sarana yang lengkap seperti sarana
hunian, perbelanjaan, perkantoran dan lainnya
Sehingga, judul diatas memiliki pengertian berupa suatu wadah fisik yang bergerak di
bidang mode atau fashion yang menyediakan dan melayani kebutuhan masyarakat akan
segala sesuatu yang berkaitan dengan mode dalam bentuk busana dan perlengkapannya.
Kegiatan utama di dalamnya adalah produksi busana / fashion oleh perancang –
perancang handal kota Solo. Selain itu untuk tempat memamerkan dan menjual hasil
rancangan ke masyarakat.
Dengan adanya industry – industry diatas maka akan sangat membantu dalam pemenuhan
bahan di bidang fashion.
Selain itu kota Solo juga memiliki pasar Klewer dimana di dalamnya terdapat berbagai
jenis busana mulai pakaian batik hingga busana muslim. Fasilitas pemasaran yang tersedia di
pasar Klewer ini berupa kios – kios berukuran 2,5 m x 3 m setiap kaplingnya. Buka setiap hari
mulai pukul 09.00 – 16.00 WIB dengan jumlah pengunjung kurang lebih 500 orang per hari.
Terdapat juga Grosir Beteng Plaza yang berupa retail – retail di dalamnya dengan luasan 3m x
3m dan pengunjung yang datang berkisar 200 – 300 orang per hari.
Terlihat bahwa gaya hidup masyarakat kota Solo sudah hampir menyerupai kota
metropolitan. Mode ataupun fashion merupakan kebutuhan pokok mereka terutama golongan
ekonomi kuat. Minat untuk selalu mengikuti mode atau tren tersebut sudah besar dan rela
meluangkan waktu berjam – jam hanya untuk terlihat lebih menarik penampilannya. Fasilitas
bidang fashion seperti pusat perbelanjaan selalu banyak diminati oleh masyarakat.
Para perancang mode di Surakarta pun sudah memiliki potensi yang besar untuk bisa
tampil dengan rancangan – rancangan busana yang sudah cukup berkelas namun masih kurang
didukung fasilitas karena selama ini promosi mode yang ada di kota Solo hanya berlangsung di
hotel – hotel atau gedung pertemuan serta pusat perbelanjaan / mall. Perancang busana senior
Solo seperti Solo Bagio, Djongko Raharjo, Djoko Widiarto, Tuti dan perancang muda seperti
Endi Ariesta, Dwi, Eko, Hendrik dan Rory Wardana, mereka merancang busana di studio pribadi
yang kebanyakan menyatu dengan rumahnya. Sebagian ada yang memiliki butik dan sebagian
lagi hanya menyediakan ruang pamer di rumahnya.
Dalam dunia mode tentunya selain adanya seorang desainer sebagai perancang busana,
dibutuhkan juga adanya seorang model (peragawati/peragawan) sebagai pembawa hasil
rancangan dan tempat untuk memamerkan (catwalk) hasil rancangan yang dibawakan oleh para
model. Salah satu pendukung terselenggaranya fashion show adalah suatu tempat / ruang (space)
yang menampung segala kebutuhan show, bahkan dilengkapi dengan fasilitas – fasilitas
pendukung ruang show. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bangunan yang dapat mewadahi segala
aktivitas yang berkaitan dengan fashion show. Selain tempat untuk diadakannya pertunjukan
busana; juga berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan fashion masa kini seperti
butik sebagai fasilitas pendukung, yang dapat mencitrakan suatu tempat yang mewadahi
kebutuhan fashion.
Kota Solo sendiri kental dengan budaya Jawanya terlihat pada bangunan – bangunan
masa kini yang cenderung lebih menonjolkan kebudayaan daerah setempat. Sehingga adanya
pendekatan tentang Arsitektur Regionalisme diperlukan untuk memenuhi keinginan memiliki
bangunan yang simple, bersih, fungsional yang mencerminkan keinginan pengguna di dalamnya
tetapi tidak meninggalkan identitas kota Solo sendiri yang kental terhadap arsitektur Jawanya.
Bangunan yang direncakanan nantinya akan berorientasi kepada Arsitektur Regionalisme baik
pada bentuk fasad ataupun tata ruang dalamnya.
Sehingga dengan adanya potensi dan kebutuhan yang ada di kota Solo, maka diperlukan
adanya suatu wadah arsitektur yang berfungsi untuk melingkupi kegiatan fashion dengan
kegiatan utama produksi, promosi hingga informasi. Dengan adanya Pusat Fashion Solo dengan
konsep pendekatan Arsitektur Regionalisme ini dapat memfasilitasi kegiatan – kegiatan di dunia
mode secara utuh dan dapat mencitrakan suatu tempat yang mewadahi kebutuhan fashion masa
kini dengan karakter regionalisme budaya setempat yaitu budaya Jawa Tengah khususnya
Surakarta. Bangunan bertema regionalisme ini akan ditampilkan melalui eksterior bangunan dan
tata ruang dalamnya sesuai dengan kebudayaan setempat kota Solo dan disesuaikan dengan
aktivitas yang akan diwadahi. Sasaran utama pengguna bangunan yang akan direncanakan ini
adalah kepada warga solo ataupun luar kota yang memiliki minat kepada bidang fashion yang
dibutuhkan, baik anak – anak hingga dewasa, perancang Solo, peraga busana, penikmat busana.
Dari pembahasan tentang pustaka mengenai objek yang hampir sama tersebut ditemukan
perbedaan antara milik penulis dan dua objek lainnya. Perbedaan terletak pada beberapa titik
seperti bahasan kegiatan utama di bidang fashion, karena penulis lebih focus kepada kegiatan
utama berupa studio produksi dan butik fashion, sedangkan beberapa judul yang hampir sama
lebih menekankan pada bangunan pendidikan fashion dan pertunjukan saja. Perbedaan lain yang
mencolok adalah dari lokasi yang diangkat, penulis mengangkat lokasi di kota Solo. Dan yang
terakhir, penulis menekankan pada pendekatan Arsitektur Regionalisme yang berkaitan dengan
pengolahan bentuk ruang dan massa bangunan.
Sehingga ditarik kesimpulan, proposal ini merupakan hasil otentik dari penulis dan bukan
hasil plagiat dari proposal lain yang telah ada dengan objek yang sama.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang esensi judul, latar belakang, rumusan permasalahan/isu, persoalan,
tujuan perancangan dan sasaran perancangan, batasan dan lingkup pembahasan,
serta sistematika pembahasan untuk mewujudkan Pusat Fashion Solo dengan
Pendekatan Arsitektur Regionalisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PUSAT FASHION SOLO DENGAN
PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME
Dunia mode adalah dunia yang selalu berubah – ubah, perubahan ini mencakup beberapa
aspek yang mempengaruhi seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Atau dengan kata lain, fashion adalah gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas
anggota sebuah kelompok dalam satu waktu baik gaya busana, sepatu ataupun aksesoris
Perkembangan selanjutnya adalah pemakaian kain bermotif batik yang dimulai sejak jaman
Syailendra. System membatik dengan malam sudah ada sejak abad IV. Kain panjang motif batik
dipakai terbatas oleh golongan atas, sedangkan masyarakat biasa menggunakan kain tenun serta
lurik yang harganya mahal karena bagus serta halus, tetapi bahan tersebut biasanya hanya
dikenakan oleh pengantin.
Mode, sampai di awal dekade delapan puluhan masih dianggap sebagai sekedar hobi
seseorang. Namun sekarang sudah dianggap sebagai bidang serius yang bisa menunjukkan cita
rasa bangsa, sehingga ini semakin menciptakan arena mode di Indonesia yang ramai dengan
apresiasi. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya kegiatan seputar mode dan lomba – lomba
mode serta pekerjaan di bidang mode sudah tidak dipandang sebagai sekedar hobi, namun
kedudukan para perancang mode telah amat dihargai sebagai profesi yang berarti, seperti juga
profesi di bidang seni lainnya seperti interior designer, arsitek ataupun sutradara film.
Perwujudan atau pengadaan mode menurut kuantitas dan kualitas digolongkan menjadi
tiga, yaitu :
- Menurut The Contemporary English Indonesian Dictionary oleh Drs. Peter Salim (1985),
centre berarti pusat, tengah-tengah, titik tengah lingkaran.
- Menurut kamus lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Prof. Dr. S. Wojowasito
dan W.J.S. Poerwadarminta (1980), centre berarti pusat atau pokok.
- Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendiddikan dan Kebudayaan (1989), arti pusat
adalah tempat yang letaknya di bagian tengah, pokok pangkal atau yang jadi tumpunan
(berbagai) urusan hal dan sebagainya.
Dalam buku “Beddington, Design for Shopping Centre” (1982), pusat perbelanjaan
diartikan sebagai suatu wadah dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan
setempat, selain berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan berbelanja atau transaksi jual beli, juga
berfungsi sebagai tempat untuk berkumpul atau berekreasi. Dalam buku “Urban Land Institute,
Shopping Center Development Handbook”, shopping center atau pusat perbelanjaan
didefinisikan sebagai sekelompok kesatuan bangunan komersial yang dibangun dan didirikan
pada sebuah lokasi yang direncanakan, dikembangkan, dimulai, dan diatur menjadi sebuah
kesatauan operasi, berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe toko, dan area perbelanjaan dari unit
tersebut. Unit ini juga menyediakan parkir yang dibuat berhubungan dengan tipe dan ukuran total
dari toko-toko. Selanjutnya dalam buku “Urban Land Institute, Shopping Center Development
Handbook”, Klasifikasi pusat perbelanjaan berdasarkan pengelompokan fisik, yaitu :
Klasifikasi pusat perbelanjaan menurut tingkat kapasitas pelayanan, yaitu sebagai berikut:
Pusat perbelanjaan atau shopping center dalam buku Indonesia “Shopping Centre”, Yuli
Andyono (2006), memiliki pengertian sebagai suatu bangunan yang memiliki bentuk bangunan
atau kumpulan beberapa bangunan dalam satu lokasi, yang mana terdapat beberapa vendor
independent atau beragam toko dengan beragam brand, yang semuanya dihubungkan antara satu
sama lain oleh jalur sirkulasi yang terbuka atau tertutup dengan tujuan untuk mempermudah
pengguna mall pada waktu mengunjungi satu toko dan berjalan ke toko lain dengan aman dan
nyaman.
- Toko berskala kecil atau department store kecil yang menjual barang-barang khusus
seperti baju bergaya (trend) dan aksesoris serta barang-barang merchandise lainnya
- Toko Retail Kecil yang menjual barang khusus seperti kado (hadiah), baju bergaya
(trend), aksesoris, makanan, dan sebagainya.
Selain itu, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan dan merancang
fasilitas peragaan busana ini, yaitu :
- Pengaturan sirkulasi yang jelas antara peraga, pengunjung, dan servis. Misalnya sirkulasi
peraga dari belakang stage atau dari arah penonton
- Pengaturan ruang yang memungkinkan sistem akustik yang baik, termasuk pengaturan
pencahayaan
- Penyediaan ruang yang memungkinkan perubahan - perubahan penataan, sehingga di
dapatkan suasana yang berubah-ubah sesuai dengan keinginan. Beberapa jenis penataan
stage yaitu dengan bentuk stage I, T, H.
Gambar 1.a. Stage I untuk Fashion Gambar 1.b. Stage T untuk Fashion
Show Show
Sumber : www.hktdc.com
Sumber : www.pinterest.com
Sumber : http://www.woodsbagot.com/project/the-one-hong-kong
KEGIATAN PELAYANAN / SERVIS yang membutuhkan fasilitas gedung atau
ruang penunjang. Pada dasarnya fasilitas ini terdiri dari 5 bagian yaitu :
- Foodcourt
- Ruang penyimpanan
- Ruang Pemeliharaan
- Ruang informasi
- Ruang pengelola
Sumber : www.create.se
Bangunan Mode Center ini didesain oleh arsitek Swedia Misca Borowski dan Krister
Akeby. Bangunan ini digambarkan konsep ruang yang diperuntukkan bagi publik dengan
pemanfaatan cahaya matahari dengan maksimum. Pengaturan ruang sederhana dan arah sirkulasi
yang jelas.
Sumber : sweefse.com
Bangunan ini diisi oleh toko – toko pakaian terkemuka yang tersebar di seluruh Eropa
dan menjadi temopat bersatunya agen – agen terkemuka, perancang dan perwakilan perusahaan
mode. Bangunan yang memakai konsep estetika High Tech dengan mengacu pada teori
bangunan futurism St. elia dimana menggunakan kemajuan teknologi dengan menekanakan pada
konstruksi ringan dan material modern. Hal terlihat dengan material seperti baja, kaca, beton dan
elemen prefab.
Sumber : sweefse.com
Dalam bangunan Mode Centre ini terdapat hall yang besar, yang digunakan untuk ruang
bersama karena cahaya matahari masuk dari atap transparan. Lantai ruang ini dihiasi dengan
tanaman serta ditaruh di kursi pengunjung
Sumber : pusatgrosirsolo.com
Pusat Grosir Solo merupakan pusat perbelanjaan (trade center) yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas penunjang kenyamanan dan keamanan baik kepada pedagang maupun kepada
para pengunjungnya. Pusat Perbelanjaan ini melayani kebutuhan fashion bagi pembeli dalam
jumlah grosir maupun eceran. Selain pusat perdagangan, Pusat Grosir Solo juga menjadi tujuan
utama bagi para wisatawan ketika mereka mencari oleh-oleh batik, saat berkunjung ke Kota
Solo.
Pusat Grosir Solo memiliki beberapa spesifikasi seperti :
Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat disimpulkan
sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini dapat diterima untuk segala jaman,
yaitu definisi menurut Tan Hock Beng.
Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan dalam 6 strategi regionalisme, yaitu :
1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkantempat/daerah dan
iklim.
2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk baru yang
lebih kreatif.
3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.
4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan internasional.
5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini (aktual).
6. Menggunakan tuntutan-tuntutan teknologi modern, dari hal yang tradisional
digunakan sebagai elemen-elemen untuk langgam modern.
Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utama
yaitu adanya :
- Dominasi
Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapat dicapai
dengan menggunakan warna, material, maupun objek – objek pembentuk komposisi itu
sendiri.
- Pengulangan
Gambar 11.Contoh penerapan unsur jawa Gambar 12. Contoh penerapan unsur jawa modern di
modern di ruang fashion show hall penerima
Sumber : www.interiorjavanese.com
Gambar 14. Fasad eksterior dengan konsep Gambar 15. Fasad eksterior dengan konsep
regionalisme regionalisme