Sie sind auf Seite 1von 22

ARSITEKTUR TEMATIK

“Pusat Fashion Solo dengan Pendekatan Arsitektur


Regionalisme”

DOSEN PEMBIMBING :

Ir.Musyawaroh, MT

OLEH :

LEONI NOOR DAMARANI

I0213050

JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai esensi judul, latar belakang masalah, permasalahan / isu, tujuan
perancangan, sasaran perancangan, metode penyelesaian serta sistematika pembahasan yang
dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan konsep dari perancangan Pusat Fashion Solo
dengan Pendekatan Arsitektur Regionalisme.

I.1. ESENSI JUDUL

I.1.1. JUDUL

Perencanaan Pusat Fashion Solo dengan Pendekatan Arsitektur Regionalisme

I.1.2. PENGERTIAN JUDUL

Pusat : Sesuatu yang menjadi pokok pangkal atau himpunan dari beberapa kegiatan

Fashion : Gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok
dalam satu waktu baik gaya busana, sepatu ataupun aksesoris

Solo : Suatu kota yang sedang berkembang dan memiliki perkembangan ekonomi yang
pesat. Sebuah kota yang mampu melingkupi kebutuhan aktivitas warganya dan sebuah
kota mandiri dengan perkembangan ketersediaan sarana yang lengkap seperti sarana
hunian, perbelanjaan, perkantoran dan lainnya

Arsitektur Regionalisme : Gaya arsitektur yang menganjurkan penampilan bangunan


yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme dengan pola cultural dan teknologi
modern dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi yang masih di anut oleh masyarakat
setempat.

Sehingga, judul diatas memiliki pengertian berupa suatu wadah fisik yang bergerak di
bidang mode atau fashion yang menyediakan dan melayani kebutuhan masyarakat akan
segala sesuatu yang berkaitan dengan mode dalam bentuk busana dan perlengkapannya.
Kegiatan utama di dalamnya adalah produksi busana / fashion oleh perancang –
perancang handal kota Solo. Selain itu untuk tempat memamerkan dan menjual hasil
rancangan ke masyarakat.

I.2. LATAR BELAKANG


Kota Solo berpotensi sebagai lokasi pembangunan Pusat Fashion Solo karena peluang
untuk pengembangan produk mode. Hal ini disebabkan karena industry tekstil dan sandang yang
ada di Solo sudah cukup banyak dan ditunjang dengan adanya industry batik yang terkenal baik
di dalam maupun luar negeri. Potensi yang besar tersebut harus ditunjang dengan fasilitas yang
memadai, yang bisa memajukan industri busana dan mode di Solo.

No. Industri Jumlah


1. Tekstil 28
2. Benang dan Jarum 3
3. Pakaian Jadi 35
4. Batik 45
Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan & Solopos

Dengan adanya industry – industry diatas maka akan sangat membantu dalam pemenuhan
bahan di bidang fashion.

Selain itu kota Solo juga memiliki pasar Klewer dimana di dalamnya terdapat berbagai
jenis busana mulai pakaian batik hingga busana muslim. Fasilitas pemasaran yang tersedia di
pasar Klewer ini berupa kios – kios berukuran 2,5 m x 3 m setiap kaplingnya. Buka setiap hari
mulai pukul 09.00 – 16.00 WIB dengan jumlah pengunjung kurang lebih 500 orang per hari.
Terdapat juga Grosir Beteng Plaza yang berupa retail – retail di dalamnya dengan luasan 3m x
3m dan pengunjung yang datang berkisar 200 – 300 orang per hari.

Terlihat bahwa gaya hidup masyarakat kota Solo sudah hampir menyerupai kota
metropolitan. Mode ataupun fashion merupakan kebutuhan pokok mereka terutama golongan
ekonomi kuat. Minat untuk selalu mengikuti mode atau tren tersebut sudah besar dan rela
meluangkan waktu berjam – jam hanya untuk terlihat lebih menarik penampilannya. Fasilitas
bidang fashion seperti pusat perbelanjaan selalu banyak diminati oleh masyarakat.
Para perancang mode di Surakarta pun sudah memiliki potensi yang besar untuk bisa
tampil dengan rancangan – rancangan busana yang sudah cukup berkelas namun masih kurang
didukung fasilitas karena selama ini promosi mode yang ada di kota Solo hanya berlangsung di
hotel – hotel atau gedung pertemuan serta pusat perbelanjaan / mall. Perancang busana senior
Solo seperti Solo Bagio, Djongko Raharjo, Djoko Widiarto, Tuti dan perancang muda seperti
Endi Ariesta, Dwi, Eko, Hendrik dan Rory Wardana, mereka merancang busana di studio pribadi
yang kebanyakan menyatu dengan rumahnya. Sebagian ada yang memiliki butik dan sebagian
lagi hanya menyediakan ruang pamer di rumahnya.

Dalam dunia mode tentunya selain adanya seorang desainer sebagai perancang busana,
dibutuhkan juga adanya seorang model (peragawati/peragawan) sebagai pembawa hasil
rancangan dan tempat untuk memamerkan (catwalk) hasil rancangan yang dibawakan oleh para
model. Salah satu pendukung terselenggaranya fashion show adalah suatu tempat / ruang (space)
yang menampung segala kebutuhan show, bahkan dilengkapi dengan fasilitas – fasilitas
pendukung ruang show. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bangunan yang dapat mewadahi segala
aktivitas yang berkaitan dengan fashion show. Selain tempat untuk diadakannya pertunjukan
busana; juga berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan fashion masa kini seperti
butik sebagai fasilitas pendukung, yang dapat mencitrakan suatu tempat yang mewadahi
kebutuhan fashion.

Kota Solo sendiri kental dengan budaya Jawanya terlihat pada bangunan – bangunan
masa kini yang cenderung lebih menonjolkan kebudayaan daerah setempat. Sehingga adanya
pendekatan tentang Arsitektur Regionalisme diperlukan untuk memenuhi keinginan memiliki
bangunan yang simple, bersih, fungsional yang mencerminkan keinginan pengguna di dalamnya
tetapi tidak meninggalkan identitas kota Solo sendiri yang kental terhadap arsitektur Jawanya.
Bangunan yang direncakanan nantinya akan berorientasi kepada Arsitektur Regionalisme baik
pada bentuk fasad ataupun tata ruang dalamnya.

Sehingga dengan adanya potensi dan kebutuhan yang ada di kota Solo, maka diperlukan
adanya suatu wadah arsitektur yang berfungsi untuk melingkupi kegiatan fashion dengan
kegiatan utama produksi, promosi hingga informasi. Dengan adanya Pusat Fashion Solo dengan
konsep pendekatan Arsitektur Regionalisme ini dapat memfasilitasi kegiatan – kegiatan di dunia
mode secara utuh dan dapat mencitrakan suatu tempat yang mewadahi kebutuhan fashion masa
kini dengan karakter regionalisme budaya setempat yaitu budaya Jawa Tengah khususnya
Surakarta. Bangunan bertema regionalisme ini akan ditampilkan melalui eksterior bangunan dan
tata ruang dalamnya sesuai dengan kebudayaan setempat kota Solo dan disesuaikan dengan
aktivitas yang akan diwadahi. Sasaran utama pengguna bangunan yang akan direncanakan ini
adalah kepada warga solo ataupun luar kota yang memiliki minat kepada bidang fashion yang
dibutuhkan, baik anak – anak hingga dewasa, perancang Solo, peraga busana, penikmat busana.

I.3. RUMUSAN MASALAH DAN PERSOALAN


I.3.1. RUMUSAN PERMASALAHAN
 Bagaimana merencanakan dan merancang Pusat Fashion Solo dengan Pendekatan
Arsitektur Regionalisme di Surakarta.
 Bagaimana membuat konsep perencanaan dan perancangan dalam pengolahan tata ruang,
sirkulasi serta tampilan bangunan yang berkaitan dengan kegiatan Pusat Fashion Solo
yaitu Kegiatan Produksi, Promosi dan Informasi dengan mengaplikasikan Arsitektur
Regionalisme kota Surakarta yang diharapkan mampu mencerminkan kegiatan yang ada
di dalamnya.
I.3.2. PERSOALAN
 Bagaimana menentukan lokasi dan site yang strategis dan sesuai untuk mendukung
keberadaan Pusat Fashion Solo dengan Pendekatan Arsitektur Regionalisme di Surakarta
 Bagaimana menentukan pola sirkulasi yang terjadi baik sirkulasi pengunjung maupun
pengelola di dalam dan luar bangunan zona yang berkaitan dengan kegiatan yang
diwadahi yaitu kegiatan Produksi, Promosi dan Informasi
 Bagaimana menentukan pola tata massa bangunan terhadap site, bentuk gubahan massa
dan penampilan bangunan yang mencerminkan karakter mode dengan
mempertimbangkan arsitektur regionalisme bangunan yang ada di Surakarta sekaligus
menjadi daya tarik pengunjung.
 Bagaimana mengaplikasikan ornamen – ornamen ataupun tatanan bangunan Arsitektur
Regionalisme ke dalam bentuk fasad bangunan ataupun tatanan dalam bangunan sehingga
terpancar bangunan yang bersifat kedaerahan namun tetap atraktif.
I.4. TUJUAN DAN SASARAN
I.4.1. TUJUAN
Membuat desain bangunan Pusat Fashion Solo dengan Pendekatan Arsitektur
Regionalisme yang dapat mengakomodasi kebutuhan regional masyarakat Surakarta dan
sekitarnya khusunya dan nasional / internasional pada umumnya di bidang moda busana.
I.4.2. SASARAN
 Memperoleh site yang tepat dan mendukung peletakan bangunan dalam lokasi terpilih
untuk memperoleh nilai ekspose tinggi pada bangunan sebagai point of interest kawasan.
 Memperoleh jenis kegiatan dan kebutuhan ruang untuk menentukan program ruang dan
zonofikasi dalam kaitannya dengan sirkulasi bangunan.
 Memperoleh bangunan yang kreatif mencerminkan karakter mode dan mengaplikasikan
arsitektur regionalism kota Surakarta yang dapat mencerminkan bangunan yang atraktif
dan menarik pengunjung.

I.5. BATASAN DAN LINGKUP PEMBAHASAN


I.5.1. BATASAN
Persoalan yang diangkat meliputi perencanaan fisik bangunan dengan mengabaikan
perhitungan finansial.
I.5.2. LINGKUP PEMBAHASAN
 Lingkup pembahasan ditekankan hanya pada lingkup arsitektural yang melandasi faktor –
faktor perancangan fisik bangunan. Sedangkan disiplin ilmu lain digunakan sebagai
penunjang materi dan tidak dibahas secara mendalam.
 Pembahasan dilakukan berdasarkan analisa data yang ada dan bersumber pada hasil
survey yang dilakukan, peraturan – peraturan Pemerintah kota Surakarta, standar –
standar dalam desain dan studi literatur.

I.6. KEASLIAN PENELITIAN


Berdasarkan penelusuran kepustakaan, penelitian berjudul “Pusat Fashion Solo dengan
Pendekatan Arsitektur Regionalisme” terdapat beberapa penelitian yang hampir serupa tetapi
tidak sama telah dilakukan oleh beberapa penulis, antara lain :
No. Penulis Judul Pembahasan
1. Yunita Chintamany Skripsi : Pada bahasan skripsi ini, lebih
(2009) Perencanaan dan banyak membahas tentang
Perancangan bangunan perencaan sebuah bangunan
Jogja Fashion Center fashion yang berlokasi di
Yogyakarta. Kegiatan utama
yang diambil adalah sebagai
bangunan pertunjukan fashion
saja. Dan dari segi format
penulisan juga ditemukan
perbedaan karena format
penulisan milik Yunita ini
adalah berbentuk konsep
perancangan.
2. Y. Anggraeni S Skripsi : Bahasan skripsi ini membahas
(2007) Fashion Design and tentang bagaimana merancang
Modelling Center di bangunan fashion dengan
Bandung kegiatan utama berupa
pendidikan dunia fashion dan
pertunjukannya yang
berlokasi di kota Bandung.
Sehingga berbeda dengan
bahasan penulis yang
membahas tentang bangunan
fashion berupa studio dan
butik fashion.

Dari pembahasan tentang pustaka mengenai objek yang hampir sama tersebut ditemukan
perbedaan antara milik penulis dan dua objek lainnya. Perbedaan terletak pada beberapa titik
seperti bahasan kegiatan utama di bidang fashion, karena penulis lebih focus kepada kegiatan
utama berupa studio produksi dan butik fashion, sedangkan beberapa judul yang hampir sama
lebih menekankan pada bangunan pendidikan fashion dan pertunjukan saja. Perbedaan lain yang
mencolok adalah dari lokasi yang diangkat, penulis mengangkat lokasi di kota Solo. Dan yang
terakhir, penulis menekankan pada pendekatan Arsitektur Regionalisme yang berkaitan dengan
pengolahan bentuk ruang dan massa bangunan.
Sehingga ditarik kesimpulan, proposal ini merupakan hasil otentik dari penulis dan bukan
hasil plagiat dari proposal lain yang telah ada dengan objek yang sama.

I.7. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang esensi judul, latar belakang, rumusan permasalahan/isu, persoalan,
tujuan perancangan dan sasaran perancangan, batasan dan lingkup pembahasan,
serta sistematika pembahasan untuk mewujudkan Pusat Fashion Solo dengan
Pendekatan Arsitektur Regionalisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Membahas mengenai literatur tentang gambaran umum pusat fashion, tinjauan
pusat fashion yang meliputi perkembangan mode di Indonesia dan Solo
khususnya, pengertian, pedoman perancangan bangunan fashion, standar dan
teknis perancangan, analisis pelaku, analisis aktivitas , analisis fasilitas, sistem
pengelolaan, studi banding preseden yang didapat.

BAB III METODE PERENCANAAN DAN PERANCANGAN


Membahas tentang metode membangun gagasan dengan observasi fenomena di
lapangan ataupun media sosial, metode pengumpulan data, metode analisis,
metoda sintesa, metode desain yang terdiri dari strategi perancangan Pusat Fashion
Solo dengan Pendekatan Arsitektur Regionalisme.

BAB IV GAMBARAN UMUM


Membahas tentang tinjauan kota Solo antara lain data – data fisik dan nonfisik
yang berupa letak geografi, luas wilayah, kondisi topografi, iklim, demografi, serta
kebijakan tata ruang wilayah di kota Solo. Dibahas pula mengenai potensi yang
ada di kota Solo dan faktor – faktor yang mendukung proyek pembangunan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PUSAT FASHION SOLO DENGAN
PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME

II.1. TINJAUAN FASHION


II.1.1. PENGERTIAN FASHION DAN DUNIA FASHION
Fashion adalah cara, ragam yang terbaru pada suatu waktu tertentu baik tentang pakaian,
rambut corak hiasan dan sebagainya. Busana selalu berkaitan dengan fashion, hal ini dikarenakan
busana dalam penciptaannya tidak lepas dari masalah keindahan. Rancangan tersebut tidak akan
berarti bagi kehidupan manusia apabila rancnagan tersebut tidak diajukan menjadi sebuah benda
yang berguna atau berfungsi bagi manusia.

Dunia mode adalah dunia yang selalu berubah – ubah, perubahan ini mencakup beberapa
aspek yang mempengaruhi seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Atau dengan kata lain, fashion adalah gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas
anggota sebuah kelompok dalam satu waktu baik gaya busana, sepatu ataupun aksesoris

II.1.2. PERKEMBANGAN FASHION MODE DI INDONESIA


Sejarah busana di Indonesia dimulai pada zaman dahulu kala pakaian yang dipakai terdiri
dari kulit pohon kayu. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaran kulit kayu mulai dihias
dengan motif – motif tertentu seperti motif ‘pilin’ (bentuk huruf S). Seiring dengan
meningkatnya kebudayaan, mereka mulai mengenal alat tenun. Kain tenun hanya mampu
memberikan motif – motif tertentu yang statis sifatnya. Kain – kain ini dibentuk dalam bentuk
kain sarung yang pemakaian serta pemeliharaannya lebih praktis. Tetapi kain tenun ini
cenderung kurang luwes serta kurang kaya akan motif maupun cara pemakaiannya.

Perkembangan selanjutnya adalah pemakaian kain bermotif batik yang dimulai sejak jaman
Syailendra. System membatik dengan malam sudah ada sejak abad IV. Kain panjang motif batik
dipakai terbatas oleh golongan atas, sedangkan masyarakat biasa menggunakan kain tenun serta
lurik yang harganya mahal karena bagus serta halus, tetapi bahan tersebut biasanya hanya
dikenakan oleh pengantin.

Mode, sampai di awal dekade delapan puluhan masih dianggap sebagai sekedar hobi
seseorang. Namun sekarang sudah dianggap sebagai bidang serius yang bisa menunjukkan cita
rasa bangsa, sehingga ini semakin menciptakan arena mode di Indonesia yang ramai dengan
apresiasi. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya kegiatan seputar mode dan lomba – lomba
mode serta pekerjaan di bidang mode sudah tidak dipandang sebagai sekedar hobi, namun
kedudukan para perancang mode telah amat dihargai sebagai profesi yang berarti, seperti juga
profesi di bidang seni lainnya seperti interior designer, arsitek ataupun sutradara film.

II.1.3. PENGADAAN MODE ATAU BUSANA

Perwujudan atau pengadaan mode menurut kuantitas dan kualitas digolongkan menjadi
tiga, yaitu :

- Houte Couture (Adi Busana)


Yaitu jenis busana berselera dan bermutu tinggi dengan bahan – bahan yang dipilih
secara cermat, garis – garis rancangannya dipelajari secara mendalam dan pola – polanya
dipersiapkan secara mendetail dan diproduksi tidak lebih dari satu atau berdasarkan
pesanan seseorang.
- Semi Houte Couture
Merupakan jenis busana yang diproduksi dalam jumlah tertentu dan sekian proses
pekerjaan tangan diambil alih oleh mesin. Produk ini lebih komersial sifatnya, agar harga
pakaian – pakaian yang bermutu dapat ditekan harganya dan para produsen mengalami
peningkatan bisnis.
- Ready to Wear / Pret a Porter (pakaian jadi, konveksi)
Adalah jenis busana yang diproduksi dalam jumlah besar dengan harga yang relative
murah sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh sejumlah besar konsumen.

II.1.4. DIFERENSIASI FASHION

Menurut Betsy Cullum-Swan dan P.K. Mnning 1990, fashion dibedakan :


- High fashion, yaitu pakaian yang didesain secara khusus untuk orang-orang khusus dan
dijual di outlet-outlet khusus. Segmen ini tidak bisa dilepaskan dengan desainer
professional.
- Mass fashion, yaitu sistem mencipta, mendistribusikan, dan menjual salinan dari pakaian
karya para desainer.
- Vulgar fashion, merupakan pakaian yang diciptakan lewat produksi misalnya dari salinan
mass fashion, dengan selang beberapa waktu setelah sebuah produk mass fashion
beredar di pasaran.

II.2. PUSAT FASHION


II.2.1. PENGERTIAN CENTER / PUSAT
Berikut adalah pengertian center dari berbagai sumber, antara lain :

- Menurut The Contemporary English Indonesian Dictionary oleh Drs. Peter Salim (1985),
centre berarti pusat, tengah-tengah, titik tengah lingkaran.
- Menurut kamus lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Prof. Dr. S. Wojowasito
dan W.J.S. Poerwadarminta (1980), centre berarti pusat atau pokok.
- Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendiddikan dan Kebudayaan (1989), arti pusat
adalah tempat yang letaknya di bagian tengah, pokok pangkal atau yang jadi tumpunan
(berbagai) urusan hal dan sebagainya.

II.2.2. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI PUSAT PERBELANJAAN

Dalam buku “Beddington, Design for Shopping Centre” (1982), pusat perbelanjaan
diartikan sebagai suatu wadah dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan
setempat, selain berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan berbelanja atau transaksi jual beli, juga
berfungsi sebagai tempat untuk berkumpul atau berekreasi. Dalam buku “Urban Land Institute,
Shopping Center Development Handbook”, shopping center atau pusat perbelanjaan
didefinisikan sebagai sekelompok kesatuan bangunan komersial yang dibangun dan didirikan
pada sebuah lokasi yang direncanakan, dikembangkan, dimulai, dan diatur menjadi sebuah
kesatauan operasi, berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe toko, dan area perbelanjaan dari unit
tersebut. Unit ini juga menyediakan parkir yang dibuat berhubungan dengan tipe dan ukuran total
dari toko-toko. Selanjutnya dalam buku “Urban Land Institute, Shopping Center Development
Handbook”, Klasifikasi pusat perbelanjaan berdasarkan pengelompokan fisik, yaitu :

- Pasar sederhana, mempunyai karakter tradisional


- Pusat perbelanjaan (shopping centre atau mall). Memiliki karakteristik dikelola secara
teratur dan mempertimbangkan kenyamanan.

Klasifikasi pusat perbelanjaan menurut tingkat kapasitas pelayanan, yaitu sebagai berikut:

- Pusat perbelanjaan lokal (Neighbourhood Centre)


o Menjual barang kebutuhan sehari-hari (supermarket, unit-unit toko)
o Luas lantai penjualan 2870 – 9290 m²
o Tingkat pelayanan untuk 5000 - 40000 penduduk (skala radius 5mil)
- Pusat Perbelanjaan Distrik
o Menjual barang dalam lingkup yang lebih besar dari kebutuhan sehari-hari
o Luas lantai penjualan 9290 -27870 m²
o Tingkat pelayanan untuk 40000 - 150000 penduduk
- Pusat Perbelanjaan Regional
o Menjual barang dengan kebutuhan sehari-hari (supermarket, unit-unit toko,
department store dengan supermarket, shop, sinema, bank, dsb)
o Luas lantai penjualan 27870 - 92000 m²
o Tingkat pelayanan untuk 150000 - 400000 penduduk

Pusat perbelanjaan atau shopping center dalam buku Indonesia “Shopping Centre”, Yuli
Andyono (2006), memiliki pengertian sebagai suatu bangunan yang memiliki bentuk bangunan
atau kumpulan beberapa bangunan dalam satu lokasi, yang mana terdapat beberapa vendor
independent atau beragam toko dengan beragam brand, yang semuanya dihubungkan antara satu
sama lain oleh jalur sirkulasi yang terbuka atau tertutup dengan tujuan untuk mempermudah
pengguna mall pada waktu mengunjungi satu toko dan berjalan ke toko lain dengan aman dan
nyaman.

II.2.3. PENGERTIAN BUTIK


Butik berasal dari bahasa Perancis, Boutique yang berarti toko tempat menjual pakaian
jadi dengan segala kelengkapannya terutama untuk wanita. (Badudu, 2001) Boutique memiliki
pengertian :

- Toko berskala kecil atau department store kecil yang menjual barang-barang khusus
seperti baju bergaya (trend) dan aksesoris serta barang-barang merchandise lainnya
- Toko Retail Kecil yang menjual barang khusus seperti kado (hadiah), baju bergaya
(trend), aksesoris, makanan, dan sebagainya.

II.2.4. PENGERTIAN GERAI FASHION YANG LAIN


- Factory Outlet, adalah gerai pakaian dengan konsep pemasaran yang menawarakan
barang-barang dengan merk terkenal yang langsung didapat dari pabrik, tanpa memalui
distributor, sehingga harga lebih murah. (dictionary.com)
- Boutique Outlet, adalah gerai fashion dengan barang-barang lebih berkelas dibanding
Factory Outlet, dan Boutique Outlet lebih pribadi dan memanjakan pelanggan.
(dictionary.com)

II.2.5. KEGIATAN DI PUSAT FASHION SOLO


 KEGIATAN DESAIN DAN PRODUKSI FASHION
Kegiatan ini merupakan kegiatan pembuatan pakaian yang dirancang oleh desainer.
Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu :

- Merancang desain pakaian yang akan dibuat


- Membuat pola
- Membuat desain/motif kain dan corak kain yang nantinya akan dipakai sebagai bahan
dasar pakaian
- Menjahit kain yang sudah di desan oleh desainer
- Konsultasi fashion
Pada kegiatan ini membutuhkan ruang – ruang, seperti :
- Ruang Desain / Perancangan  merupakan area untuk mendesain karya-karya seperti
pakaian dan aksesorisnya
- Ruang Menjahit  merupakan area untuk menjahit karya - karya yang dibuat
 KEGIATAN PROMOSI
Kegiatan promosi yang membutuhkan fasilitas gedung atau ruang peragaan. Pada
dasarnya fasilitas ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
- Stage, merupakan area pertunjukkan atau panggung peragaan
- Audience, merupakan area untuk pengunjung dan penonton
- Area penunjang, terdiri dari ruang persiapan yang meliputi ruang ganti, dan ruang rias,
ruang servis, dan lobby

Selain itu, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan dan merancang
fasilitas peragaan busana ini, yaitu :

- Pengaturan sirkulasi yang jelas antara peraga, pengunjung, dan servis. Misalnya sirkulasi
peraga dari belakang stage atau dari arah penonton
- Pengaturan ruang yang memungkinkan sistem akustik yang baik, termasuk pengaturan
pencahayaan
- Penyediaan ruang yang memungkinkan perubahan - perubahan penataan, sehingga di
dapatkan suasana yang berubah-ubah sesuai dengan keinginan. Beberapa jenis penataan
stage yaitu dengan bentuk stage I, T, H.

Gambar 1.a. Stage I untuk Fashion Gambar 1.b. Stage T untuk Fashion
Show Show

Gambar 1.c. Stage H untuk Fashion


Show
- Pengaturan yang memenuhi tuntunan kenyamanan pandangan penonton kearah stage.
Penataan ruangan untuk penonton ada 2 jenis, yaitu penataan teater dan penataan meja.

Gambar 1.d. Penataan Teater

Gambar 1.e. Penataan Meja

 KEGIATAN DISTRIBUSI DAN PAMERAN


Kegiatan distribusi dan pameran membutuhkan fasilitas semacam pertokoan atau
butik merupakan suatu kelompok shop unit atau spesialis busana dan asesoris pendukungnya.
Shop unit ini terdiri dari gerai – gerai fashion seperti butik. Hal- hal yang harus diperhatikan
dalam merencanakan pertokoan, terutama pertokoan indoor, yaitu :
- Memaksimalkan suasana yang atraktif dan efisien di dalamnya untuk memaksimalkan
promosi. Pengaturan elemen- elemen, seperti pencahayaan, penghawaan, dan sirkulasi
- Memberikan batas pemisah atau border antara area penjualan dengan area servis dan
penyimpanan barang (storage )
- Menciptakan fasade yang atraktif untuk menarik pengunjung atau pembeli kedalam
pertokoan.
Gambar 2. Contoh layouting retail Gambar 3. Pemanfaatan Space

Sumber : www.thinkling.com Sumber : www.thinkling.com

Gambar 4. Contoh Tampilan Eksterior Retail

Sumber : www.hktdc.com

Gambar 5. Contoh Tampilan Interior Retail

Sumber : www.pinterest.com

Gambar 6. Contoh TampilanMain Entrancel

Sumber : http://www.woodsbagot.com/project/the-one-hong-kong
 KEGIATAN PELAYANAN / SERVIS yang membutuhkan fasilitas gedung atau
ruang penunjang. Pada dasarnya fasilitas ini terdiri dari 5 bagian yaitu :
- Foodcourt
- Ruang penyimpanan
- Ruang Pemeliharaan
- Ruang informasi
- Ruang pengelola

II.2.6. TINJAUAN BANGUNAN PUSAT FASHION ATAU GRAHA BUSANA


- Stockholm Mode Centre

Gambar7. Stockholm Modecenter

Sumber : www.create.se

Bangunan Mode Center ini didesain oleh arsitek Swedia Misca Borowski dan Krister
Akeby. Bangunan ini digambarkan konsep ruang yang diperuntukkan bagi publik dengan
pemanfaatan cahaya matahari dengan maksimum. Pengaturan ruang sederhana dan arah sirkulasi
yang jelas.

Data bangunan Stockholm Mode Centre :

o Luas bangunan 30.000 m2.


o Hall atau Lobby berupa atrium dengan ukuran 18 x 24 dengan kapasitas 1000
orang
o Toko toko atau Retail Stores dan Kantor Agen Mode
o Kantor perwakilan perusahaan yang berkaitan dengan mode.
o Kantor perancang
o Restoran
o Ruang Konveksi
o Ruang Service

Gambar8. Interior Stockholm Modecenter

Sumber : sweefse.com

Bangunan ini diisi oleh toko – toko pakaian terkemuka yang tersebar di seluruh Eropa
dan menjadi temopat bersatunya agen – agen terkemuka, perancang dan perwakilan perusahaan
mode. Bangunan yang memakai konsep estetika High Tech dengan mengacu pada teori
bangunan futurism St. elia dimana menggunakan kemajuan teknologi dengan menekanakan pada
konstruksi ringan dan material modern. Hal terlihat dengan material seperti baja, kaca, beton dan
elemen prefab.

Gambar 9. Hall dan Modelling Room Stockholm Modecenter

Sumber : sweefse.com

Dalam bangunan Mode Centre ini terdapat hall yang besar, yang digunakan untuk ruang
bersama karena cahaya matahari masuk dari atap transparan. Lantai ruang ini dihiasi dengan
tanaman serta ditaruh di kursi pengunjung

- Pusat Grosir Solo


Gambar 10. Pusat Grosir Solo

Sumber : pusatgrosirsolo.com

Sektor perdagangan adalah sektor yang terus-menerus mengalami peningkatan


dan menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi roda perekonomian Kota Solo. Pusat Grosir
Solo hadir sebagai wadah bagi para penguasaha di bidang perdagangan yang bergerak di
penjualan produk fashion terutama batik.

Pusat Grosir Solo merupakan pusat perbelanjaan (trade center) yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas penunjang kenyamanan dan keamanan baik kepada pedagang maupun kepada
para pengunjungnya. Pusat Perbelanjaan ini melayani kebutuhan fashion bagi pembeli dalam
jumlah grosir maupun eceran. Selain pusat perdagangan, Pusat Grosir Solo juga menjadi tujuan
utama bagi para wisatawan ketika mereka mencari oleh-oleh batik, saat berkunjung ke Kota
Solo.
Pusat Grosir Solo memiliki beberapa spesifikasi seperti :

Luas Tanah : 10.190 m2 Parkir Mobil : 350 lot


Luas Bangunan : 30.278 m2
Jumlah Lantai : 5 lantai
Jumlah Kavling : 1221
Parkir Motor : 350 lot

II.3. TINJAUAN ARSITEKTUR REGIONALISME

II.3.1. PENGERTIAN ARSITEKTUR REGIONALISME


Regional menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah 'bersifat kedaerah' atau
'kedaerahan'. Sedangkan pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada “pandangan
identitas” ( Frampton, dan Buchanan ). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan menerima
tekanan modernisme yang menciptakan “universalism” (Buchanan); melalaikan “kualitas
kehidupan” (Spence) atau “jiwa ruang”(Yang); dan mengambil “kesinambungan” (Abel).

Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat disimpulkan
sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini dapat diterima untuk segala jaman,
yaitu definisi menurut Tan Hock Beng.
Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan dalam 6 strategi regionalisme, yaitu :
1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkantempat/daerah dan
iklim.
2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk baru yang
lebih kreatif.
3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.
4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan internasional.
5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini (aktual).
6. Menggunakan tuntutan-tuntutan teknologi modern, dari hal yang tradisional
digunakan sebagai elemen-elemen untuk langgam modern.

II.3.2. PENERAPAN ARSITEKTUR REGIONALISME DALAM DESAIN


Arsitektur Masa Lampau (AML) dan Arsitektur Masa Kini (AMK) keduanya
secara visual luluh menjadi satu kesatuan. Menurut Wondoamiseno, kemungkinan –
kemungkinan pengkaitan tersebut adalah :

- Tempelan elemen AML pada AMK


- Elemen fisik AML menyatu didalam AMK
- Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK
- Ujud AML mendominasi AMK
- Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML

Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utama
yaitu adanya :

- Dominasi
Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapat dicapai
dengan menggunakan warna, material, maupun objek – objek pembentuk komposisi itu
sendiri.

- Pengulangan

Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang bentuk, warna,


tekstur maupun proporsi. Di dalam pengulangan dapat dilakukan dengan berbagai irama
atau repetisi agar tidak terjadi kesenadaan (monotone)

- Kesinambungan dalam Komposisi


Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung maya (imaginer)
yang menghubungkan perletakan objek – objek pembentuk komposisi.

II.3.3. PENERAPAN ARSITEKTUR REGIONALISME DALAM BANGUNAN PUSAT


FASHION
Penerapan arsitektur regionalism dapat diaplikasikan pada beberapa bagian bangunan di
Pusat Fashion Solo ini baik bagian eksterior ataupun interior. Pada eksterior dapat diaplikasikan
pada fasad yang berfungsi untuk ornamen – ornamen sehingga bangunan lebih menarik.
Sedangkan pada interior dapat diaplikasikan pada layout ruang hall, ruang konsultasi bahkan
ruang fashion show.

Gambar 11.Contoh penerapan unsur jawa Gambar 12. Contoh penerapan unsur jawa modern di
modern di ruang fashion show hall penerima

Sumber : www.interiorjavanese.com Sumber : www.interiorjavanese.com


Gambar 13. Aplikasi ornamen jawa pada eksterior bangunan

Sumber : www.interiorjavanese.com

Gambar 14. Fasad eksterior dengan konsep Gambar 15. Fasad eksterior dengan konsep
regionalisme regionalisme

Sumber : www.interiorjavanese.com Sumber : www.interiorjavanese.com

Das könnte Ihnen auch gefallen