Sie sind auf Seite 1von 16

REFERAT

CONVERSION DISORDER

Penyusun :
Nur Annisa Septiani Ulfah
1361050054

Pembimbing :
dr. Gerald Mario Semen, Sp. KJ, S.H.
dr. Imelda Wijaya, Sp. KJ
dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
PERIODE 27 AGUSTUS- 28 SEPTEMBER 2018
RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR
JAKARTA
2018

1
KATA PENGANTAR

Segala ucapan syukur kepada Allah, karena atas segala limpahan kasih
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul
‘CONVERSION DISORDER’ ini merupakan salah satu syarat untuk pemenuhan
tugas nilai akhir di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
UKI di RSKO Cibubur, Jakarta.
Penyusunan referat berupa studi observasional ini tidak semata-mata hasil
kerja penulis sendiri, melainkan juga berkat bimbingan dan dorongan dari pihak-pihak
yang telah membantu, baik secara materi maupun secara non materi, dan secara
langsung maupun tidak langsung.
Maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak
terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat dr.
Gerald Mario Semen, Sp. KJ, S.H. , dr. Imelda Wijaya, Sp. KJ , dan dr. Herny Taruli
Tambunan, M.Ked(KJ), Sp. KJ selaku dosen pembimbing referat atas kesediaan
waktu, berbagi pikir, memberi arahan dan pandangan dalam sudut tinjau ilmiah demi
terselesaikannya referat ini.
Dengan terselesaikannya referat ini semoga sebagian amanat yang
dipercayakan kepada penulis dapat terlaksanakan. Terimakasih.

Jakarta, September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………………….... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gangguan Konversi.............................................................. 2
2.2 Epidemiologi Gangguan Konversi..................................................... 2
2.3 Etiologi Gangguan Konversi.............................................................. 3
2.4 Tanda dan gejala Gangguan Konversi ............................................... 4
2.5 Diagnosis Gangguan Konversi........................................................... 5
2.6 Komplikasi Gangguan Konversi......................................................... 10
2.5 Tatalaksana Gangguan Konversi......................................................... 10
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan konversi, juga disebut gangguan gejala fungsional neurologis,


didefinisikan sebagai penyakit kejiwaan di mana gejala dan tanda yang
mempengaruhi motorik volunter atau fungsi sensorik yang tidak dapat dijelaskan oleh
kondisi medis neurologis atau umum. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang
tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi
seperti memori (amnesia psikogenik), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure),
atau fungi sensorik. Menurut DSM V istilah Konversi Disorder (Hysterical Neurosis
± Konversi jenis) adalah kelompok gangguan somatoform, dan digambarkan sebagai
gangguan psikologis, ditandai dengan gejala somatik tanpa kelainan fisiologis, tetapi
dengan dasar psikologis yang mendasari.
Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya
terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang
dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun tidak khas dan
belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan konversi ini
bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan
berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gangguan Konversi


Gangguan konversi, juga disebut gangguan gejala fungsional neurologis,
didefinisikan sebagai penyakit kejiwaan di mana gejala dan tanda yang
mempengaruhi motorik volunter atau fungsi sensorik yang tidak dapat dijelaskan oleh
kondisi medis neurologis atau umum. Menurut DSM V istilah Konversi Disorder
(Hysterical Neurosis ± Konversi jenis) adalah kelompok gangguan somatoform, dan
digambarkan sebagai gangguan psikologis, ditandai dengan gejala somatik tanpa
kelainan fisiologis, tetapi dengan dasar psikologis yang mendasari. 1Adapun menurut
PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau
seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan
penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan kendali
terhadap gerakan tubuh.2

2.2. Epidemiologi Gangguan Konversi


Kejadian yang dilaporkan dari gangguan konversi sangat bervariasi tergantung
pada populasi yang diteliti. Penelitian telah memperkirakan bahwa 20 hingga 25
persen pasien dalam pengaturan rumah sakit umum memiliki gejala perubahan
individual. Gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan secara medis terhitung
sekitar 30 persen dari pasien rawat jalan neurologi yang dirujuk. Dalam sebuah
penelitian terhadap 100 pasien yang dipilih secara acak dari klinik psikiatri, 24 pasien
tercatat memiliki gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan.3
Di antara orang dewasa, wanita yang didiagnosis dengan gangguan konversi
lebih banyak pada pria dibandinkan wanita dengan rasio 2: 1 hingga 10: 1; orang
dengan pendidikan rendah dan orang-orang dengan status sosial ekonomi rendah lebih
beresiko mengalami gangguan konversi; ras tampaknya tidak ada pengaruh. Ada
perbedaan besar antara populasi negara-negara berkembang dibandingkan dengan
negara-negara maju, di negara-negara berkembang, prevalensi gangguan konversi
sebanyak 31 persen. 4

5
Gambar 1. Faktor Sosiodemografi pada gangguan konversi

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Konversi


Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya
terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang
dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun tidak khas dan
belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan konversi ini
bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan
berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.5
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa
 Kepribadian yang labil
 Pelecehan seksual
 Pelecehan fisik
 Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
 Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan
 Perang, bencana, dan penculikan

6
2.4. Tanda dan Gejala Gangguan Konversi
Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali
selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau
bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi : 6
 Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang
 Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,
 Identitas buram
 Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)
 Depersonalisasi

Tabel 1. Tanda dan Gejala Gangguan Konversi

Gejala motorik termasuk kejang, kelumpuhan, kelemahan, diskinesia,


kesetimbangan atau gangguan koordinasi, gangguan vokal, disfagia atau sensasi
tersedak di tenggorokan, bronkospasme, dan inkontinensia urin. Gejala sensorik
termasuk parestesia atau anestesi, kebutaan atau gangguan bicara. Tanda-tanda lain
mungkin termasuk gerakan tersentak, tremor yang tidak dapat dijelaskan, dan pola
jalan aneh. Dystonia dan chorea adalah gejala konversi yang paling umum di antara
anak-anak.7

7
2.5. Diagnosis Gangguan Konversi
Diagnosis gangguan konversi terus menjadi tantangan klinis. Anamnesis dan
pemeriksaan kejiwaan yang menyeluruh diperlukan untuk menjelaskan timbulnya
gejala, adanya stresor, dan adanya kondisi komorbid
Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Kelima
(DSM-5), gangguan konversi ditandai dengan hal-hal berikut:

 Satu atau lebih gejala dari perubahan fungsi motorik atau sensorik volunteer
 Temuan klinis yang menunjukkan bukti ketidakcocokan antara gejala dan
kondisi neurologis atau medis yang diakui
 Gejala atau defisit yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan medis atau
mental lain
 Gejala atau defisit yang menyebabkan gangguan atau kerusakan yang
signifikan secara klinis di bidang sosial, pekerjaan, atau bagian penting
lainnya berfungsi atau menjamin evaluasi medis.1

8
Gambar 2 . Panduan algortima diagnosis gangguan konversi

Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa


pengolongan yaitu : 2
 F444.0 Amnesia Disosiatif
 F.44.1 Fugue Disosiatif
 F.44.2 Stupor Disosiatif
 F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
 F44.4 Gangguan motorik Disosiatif
 F.44.5 Konvulsi Dsosiatif

9
 F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
 F44.7 Gangguan konversi campuran
 F44.8 Gangguan konversi lainnya
 F44.9 Gangguan konversi YTT

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :


1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang
tercantum pada F44.
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala
tersebut.
3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang
jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).
a. F44.0 Amnesia Disosiatif
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian
penting yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental
ogranik atau terlalu luas untuk dijelaskan.
Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang
spesifik saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya
tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan
seseorang.
Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk
identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.
Diagnostik pasti memerlukan :
1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat
stress atau traumatic.
2. Tidak ada gangguan mental organic, intoksikasi atau kelelahan berlebihan

b. F44.1 Fugue Disosiatif


Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku
melakukan perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita
mungkin menggunakan identitas baru.
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan
terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia

10
disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari
rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas
mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali,
tetapi tidak selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru,
walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian
ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif.
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Ciri-ciri amnesia disosiatif
2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang biasa
dilakukannya sehari-hari.
3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenalnya.

c. F.44.2 Stupor Disosiatif


Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari
pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada
gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik
dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau
interpersonal yang menonjol.
Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau
hilangnya gerakan –gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan
luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan kesadaran
dalam artian fisiologis tidak hilang ).
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang
dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.

d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan


Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan
sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap
lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.

11
Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau
psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak
boleh dimasukkan dalam kelompok ini.

e. F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif


Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan
kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak.
Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau
total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khusussnya pada kaki
dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.
f. F44.5 Konvulsi Disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan
inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan
keadaan seperti stupor atau trans.

g. F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif


Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas
yang tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan
kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta
kemampuan motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia
jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.
h. F44.7 Gangguan Konversi Campuran
Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.
i. F44.8 Gangguan Konversi lainnya
 Sindrom ganser
Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya
disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan harus
dimasukkan di sini.
 Gangguan kepribadian multiple
Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu
dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian

12
tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan
sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian pramorbidnya.
 Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja
 Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
j. F44.9 Gangguan konversi YTT

2.6. Komplikasi
Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami
komplikasi, yang terdiri dari :
 Gangguan seksual
 Depresi
 Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur
 Gangguan kecemasan
 Gangguan makan
 Sakit kepala berat

2.7. Tatalaksana Gangguan Konversi


Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak
ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan
psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini
sebagai berikut:
 Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun
tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya
pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu
mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.
Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti
 tiopental
 natrium amobarbital diberikan secara intravena
 Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa
gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk
memulihkan ingatannya yang hilang.
 Amobarbital atau lorazepam parental

13
Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika
suportif-ekspresif.
 Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.
Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena
pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa
konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan
memori yang salah dalam mensugesti.
 Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk
terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi
berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan
membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk
gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang
membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.
 Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini
menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan
kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi.
 Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan
kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif
dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan
apa yang menjadi perilaku pemeriksa.

14
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan Konversi adalah kondisi dimana stress yang berat mengakibatkan


masalah fisik. Diagnosis gangguan konversi terus menjadi tantangan klinis.
Anamnesis dan pemeriksaan kejiwaan yang menyeluruh diperlukan untuk
menjelaskan timbulnya gejala, adanya stresor, dan adanya kondisi komorbid. Selain
itu diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai patologi pasien agar dapat
menegakan diagnosis dengan benar dan tatalaksana yang tepat.
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi
obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang
spesifik dalam menangani gangguan konversi ini.. Bila tidak ditemukan kelainan
fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap
penanganan gejala-gejala yang ada.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual


of mental disorders. DSM-5 (5th ed.). Washington, DC: Author.
2. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept.
Kesehatan RI; 1993. hal. 196-208
3. Feinstein A. Conversion disorder: advances in our understanding. CMAJ.
2013;183(8):915–920. [PMC free article] [PubMed]
4. Carson A, Best S, Postma K, et al. The outcome of neurology outpatients with
medically unexplained symptoms: a prospective cohort study. J Neural
Neurosurg Psychiatry. 2011;74(7):897–900. [PMC free article] [PubMed]
5. Gelder Michael, Mayou Richard, and Geddes John. Dissociative and
Conversion Disorder. In: Psychiatry. Third Edition. New York: Oxford. y:
2010. p94-5.
6. Powsner Sith. Conversion Disorder in Emergency Medicine. [online].
2013. [cited 2018 Sept 12]. Available from: http//www.emedicine.com
7. Jaswinder Kaur, Deepti Garnawat, Deepak Ghimiray, Mansi Sachdev
Department of Physiotherapy, Dr. R.M.L Hospital, New Delhi-110001.
DELHI PSYCHIATRY JOURNAL Vol. 15 No.2. October 2014.

16

Das könnte Ihnen auch gefallen