Sie sind auf Seite 1von 11

Efek jangka panjang perkembangan saraf

pada terapi dengan kafein versus Aminophyl-


line untuk apnea prematuritas

S. Khuranaa, M. Shivakumarb, G.V. Sujith Kumar Reddyb, P. Jayashreea, Y. Ramesh Bhata,


L.E.S. Lewisb,∗ and Shashikalab

a
Department of Physiotherapy, School of Allied Health Sciences, Madhav Nagar, Manipal Univer-
sity, Manipal, Karnataka, India

b
Department of Pediatrics, Neonatology Unit, Kasturba Medical College, Madhav Nagar, Mani-
pal University, Manipal, Karnataka, India

diterima 6 November 2016

direvisi 22 March 2017

disetujui 30 May 2017

Abtrak.

TUJUAN: Methylxanthines adalah obat yang paling sering diresepkan dalam ligkup neonatal.
Namun, dokter mengalami ketidaksepakatan dalam memilih agen yang tepat untuk Apnea Prema-
turitas di sebagian besar negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ting-
kat mortalitas dan kelangsungan hidup dengan hasil perkembangan saraf normal dalam 18-24 bu-
lan dari usia yang dikoreksi pada bayi yang diobati dengan kafein dan aminofilin untuk apnea
prematuritas.
METODE: 240 bayi secara acak ditatalaksana dengan kafein dan aminofilin untuk apnea prema-
turitas selama Februari 2012 hingga Januari 2015. Penilaian perkembangan saraf jangka panjang
dilakukan hanya pada anak-anak yang telah mencapai usia koreksi 18 hingga 24 bulan selama
April 2014 hingga Februari 2016. Kognitif, bahasa dan defisit motorik dinilai dengan Skala Bayley
untuk perkembangan bayi dan balita (BSID –III). Karakteristik pascanatal seperti gangguan pen-
dengaran dan penglihatan selama masa rawat NICU dicatat dan di follow up.

HASIL: Bayi yang dialokasikan untuk kelompok kafein menunjukkan risiko 83% lebih rendah
untuk mengalami gangguan kognitif (RR 0,16; CI 95% kisaran 0,02-1,36), 50% lebih rendah risiko
untuk mengembangkan defisit motorik (RR 0,50; CI 95% 0,12 hingga 1,95) dan 24% risiko lebih
rendah untuk mengembangkan masalah bahasa (RR 0,76; CI 95% berkisar 0,36 hingga 1,58). Na-
mun di semua domain perkembangan saraf ,perbedaan antara kelompok tidak signifikan secara
statistik. Risiko kematian pada kelompok kafein adalah 9% lebih rendah dibandingkan kelompok
aminofilin yang secara statistik tidak signifikan (RR - 0,92; CI 95% rentang - 0,45-1,84; p = 0,81).
Parameter pertumbuhan fisik ditemukan serupa di kedua kelompok. Risiko mengembangkan ke-
lainan visual dan gangguan pendengaran juga secara statistik tidak signifikan antara kedua ke-
lompok.

KESIMPULAN: Kafein dan aminofilin menunjukkan efek serupa dalam mengurangi tingkat ke-
matian dan meningkatkan survival tanpa menyebabkan penundaan perkembangan saraf; meskipun
signifikansi klinis kafein yang lebih baik terhadap aminofilin tidak dapat dipatahkan.

Kata kunci: Apnea prematuritas, aminofilin, kafein, kognisi, bahasa, motorik, perkembangan saraf.

1. Pendahuluan

Apnea prematuritas (AOP) adalah salah satu masalah umum pada bayi baru lahir prematur
dengan berat badan lahir rendah [1]. Episode apnea yang multipel, sering dan berulang dapat ber-
kontribusi terhadap perkembangan saraf. Selama lebih dari 40 tahun theophilin dan kafein adalah
methylxanthine yang digunakan sebagai lini utama untuk mengobati AOP. Kelompok obat ini teru-
tama dianggap sebagai stimulan sentral, selain itu obat ini juga menurunkan ambang kemoreseptor
pusat terhadap karbon dioksida dan meningkatkan kontraktilitas otot-otot pernapasan. Methylxan-
thines dikenal sebagai antagonis non selektif reseptor adenosin. Adenosine diketahui dapat mem-
pertahankan level ATP di otak dan melindungi sel otak selama hipoksia dan iskemia yang terlihat
pada percobaan hipoksia yang diinduksi pada model hewan yang berbeda. Bayi prematur lebih
rentan terhadap ekspenditur energi. Pemberian methylxanthines meningkatkan konsumsi oksigen
yang dapat menyebabkan efek yang merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan. J. A.
Kuzemko adalah orang pertama yang mengutamakan untuk pemberian terapi aminofilin untuk
AOP. Dalam beberapa dekade terakhir kafein telah disorot sebagai terapi yang lebih aman dan
nyaman untuk AOP. Percobaan CAP internasional juga mendokumentasikan keamanan jangka
panjang dan kemanjuran kafein dengan membandingkannya dengan kelompok plasebo. Banyak
percobaan telah melaporkan hasil jangka pendek kafein dibandingkan dengan aminophylline.
Kami sebelumnya menilai efek samping komparatif akut dan efektivitas jangka pendek sebelum
para peserta penelitian dibubarkan, dan telah didapatkan kesimpulan bahwa aminofilin sama efek-
tifnya dengan Kafein.
Namun, terdapat kelangkaan literatur tentang efektivitas dan keamanan kafein jika
dibandingkan denga aminophylline mengenai hasil jangka panjangnya pada populasi prematur.
Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil perkembangan jangka panjang
dari kafein dibndingkan dengan aminofilin yang diresepkan untuk AOP pada neonatus prematur
dengan usia kehamilan ≤34 minggu.
Kami berhipotesis kafein sama efektifnya dengan aminofilin dalam hasil perkembangan
saraf jangka panjang.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah kelompok yang
diberi kafein mengalami penurunan tingkat mortalitas dan peningkatan tingkat kelangsungan
hidup dengan hasil perkembangan saraf yang normal pada usia yang dikoreksi (CA) pada 18
hingga 24 bulan follow up. Penelitian ini juga menilai perbedaan dalam parameter pertumbuhan,
pendengaran dan kelainan visual.
2. Material dan Metode
Penelitian ini merupakan bagian dari Indian Council of Medical Research (ICMR) yang
dibiayain dan digunkana untuk melaporkan efek jangka panjang dan jangka pendek dari kafein
dan aminofilin. PEnelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Komite
Institusional Etika (no. IEC 30/2011) . Trial utama didaftarkan pada regsitri trial klinik India
(Clinical Trials Registry of India) dengan No. CTRI/ 2012/ 08/002904). Penelitian ini dilakukan
di unit pelayanan intensif di rumah sakit Kasturba , Manipal. Inform konsen tertulis didapatkan
dari salah satu orang tua. Period trial diatur dari Februari 2012 hingga Janjuari 2015. Populasi
penelitian termasuk neonatus preterm dengan episode apneik multipel yang membutuhkan
ventilasi bag dan mask untuk terminasi apneic spellnya. Bayi baru lahir preterm dengan penyebab
apnea sekunder (sepsis, paten duktus arterios, depresi akibat obat) dan anomali kongenital mayor,
dieksklusi dari penelitian ini. Kondisis yang dapat menyebabkan terganggunya perkembangan
sarad, termasuk korioamniontis, sepsis dengan kultur positif, lekomalasia periventrikular,
nenonatus hipoglikemia, perdarahan intrakranial dengan grade lebih atau sama dari III,
dieksklusikan dari penelitian ini.
2.1. Flow dan tindak lanjut peserta

Sebanyak 240 bayi dilibatkan dalam penelitian utama setelah skrining awal untuk kriteria
inklusi dilakukan. Dengan teknik pengacakan blok menggunakan komputer, bayi yang baru lahir
secara acak dibagi kedalam kelompok intervensi kafein atau aminofilin.

Intervensi pada kelompok kafein menerima dosis loading 20 mg / kg sitrat kafein (10 mg /
kg basis kafein) yang diencerkan dalam dekstrosa 5% dan diberikan selama 30 menit kemudian
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 mg / kg (2,5 mg kafein dasar) per 24 jam iv atau persiapan
oral solusi Cafirate - 20 mg / ml jika tidak tercapai respon yang memadai maka dosis dioptimalkan
hingga 7,5 mg / kg. Neonatus yang dialokasikan untuk kelompok Aminophylline menerima dosis
loading 5 mg / kg aminofilin yang dihitung sesuai dengan berat dan diencerkan dalam 5%
dekstrosa dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1,5 mg / kg per 8 jam (Inj. Aminofilin 250/10
ml ). Jika tidak ada terlihat respon adekuat, dosis dititrasi hingga 2 mg / kg.
Untuk menilai hasil perkembangan saraf jangka panjang, data dikumpulkan hanya dari
anak-anak yang telah mencapai CA (usia koreksi) 18 hingga 24 bulan selama April 2014 hingga
Februari 2016. Karakteristik perinatal seperti usia kehamilan, berat lahir, jenis kelamin, skor AP-
GAR, menangis saat lahir, terapi surfaktan penyelamatan , kebutuhan untuk resusitasi, lingkar
kepala, mode pengiriman dan status gravida dikumpulkan dari catatan medis. Karakteristik pas-
cakelahiran seperti gangguan pendengaran dan penglihatan selama masa tinggal NICU dicatat dan
ditindaklanjuti pada 18-24 bulan dari CA. Skrining pendengaran dilakukan sebelum dikeluarkan,
menggunakan Auditory Brain Evoked Response (ABR) dan Oto-Accoustic Emission (OAE).
Skrining abnormal akan dievaluasi kembali setiap 3 sampai 6 bulan follow-up. Audiometri dil-
akukan untuk menentukan gangguan pendengaran atau kebutuhan amplifikasi dengan alat bantu
dengar atau implan koklea. Skrining ROP dilakukan sampai 44 minggu usia kehamilan dikoreksi
(CGA) dan skrining abnormal ditindaklanjuti dan dievaluasi kembali pada bulan ke 6, 12, 18 dan
24 dari CA. Defisit visual didokumentasikan dari file pasien rawat jalan sebagai kesalahan (error)
refraktif yang didiagnosis pada anak-anak yang terlibat penelitianyang luar biasa sebagai kesala-
han bias didiagnosis oleh oftalmologis umum pada anak-anak yang terlibat dalam penelitian pada
saat kunjungan follow up, dan ketajaman visual kurang dari 20/200 . Defisit kognitif, bahasa dan
motorik dinilai oleh Skala perkembangan bayi dan balita Bayley (BSID –III). Skor kurang dari
85 pada BSID-III dianggap tidak normal. Penilaian pertumbuhan fisik dalam bentuk berat badan ,
tinggi badan dan lingkar kepala diukur pada 24 bulan CA.
Hasil utama adalah untuk menilai kelangsungan hidup bayi dengan satu atau lebih cacat
perkembangan saraf berikut: keterlambatan kognitif, keterlambatan bahasa dan defisit motorik
pada usia 18-24 bulan. Hasil sekunder ditetapkan untuk menilai risiko kematian sebelum CA 18-
24 bulan, perbedaan dalam parameter pertumbuhan (i)berat badan ii) tinggi badan iii) lingkar
kepala antara kelompok dan penilaian gangguan pendengaran dan kelainan penglihatan.

2.2. Analisis statistik

Data dioleh di Microsoft Excel dan dianalisa pada SPSS for Windows (versi 15, Bangalore,
South-East Asia). Semua variabel kontinyu dirangkum menggunakan mean dan standar deviasi
(SD) untuk data terdistribusi normal, dan median dan interquartile range (IQR) dilaporkan distri-
busi miring. Untuk mengevaluasi signifikansi statistik untuk variabel berkelanjutan antara ke-
lompok, uji sampel t Independen dilakukan. Dalam kasus distribusi non-normal, tes Mann Whit-
ney U dilakukan. Uji eksak Chi-square atau Fisher diterapkan untuk hasil biner / kategoris yang
sesuai. Dua sisi interval kepercayaan 95% (CI) dan p-value kurang dari 0,05 dianggap signifikan
secara statistik.
Lebih dari 240 neonatus yang secara acak dialokasikan untuk kelompok Kafein atau Ami-
nofilin selama periode penelitian, hanya 79 bayi yang dievaluasi untuk hasil perkembangan saraf.
Sisa 41% bayi dari 134 yang telah mencapai CA 18-24 bulan dari April 2014 hingga Februari 2016
mengalami lost to follow up digambarkan dalam flow penelitian(Gambar 1).
Karakteristik dasar termasuk faktor ibu dan bayi untuk kedua kelompok dilaporkan pada
Tabel 1. Faktor ibu termasuk diantaranya paritas, jenis kehamilan, cara persalinan dan karakteristik
neonata yang termasuk - usia kehamilan, berat lahir, lingkar kepala, menangis saat lahir, keperluan
untuk resusitasi, APGAR pada 5 menit pertama, Bayi kecil usia gestasi dan terapi surfaktan. Kedua
bayi yang menerima terapi Kafein dan Aminofilin memiliki karakteristik serupa dalam karakteris-
tik ibu dan neonatal.

Insidensi mortalitas ditemukan setinggi 11,2% pada bayi yang diobati dengan kafein di
mana dibandingkan 12,2% pada kelompok Aminofilin. Risiko kematian pada kelompok Kafein
hanya 9% lebih sedikit dibandingkan kelompok Aminofilin namun secara statistik ditemukan se-
rupa (RR - 0,92; CI 95% rentang - 0,45-1,84; p = 0,81). Skor komposit dari tiga komponen -
kognitif, bahasa dan motor dihitung menggunakan BSID - III manual. Kedua kelompok menun-
jukkan skor rata-rata serupa. Tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara dua kelompok
(Tabel 2).
Berdasarkan skor yang dicapai pada kongnitif, bahasa dan domain motorik, bayi dikate-
gorikan ke dalam hasil perkembangan saraf yang buruk (adverse neurodevelopmental) dan kate-
gori normal. Hanya satu anak yang menggunakan kafein selama tinggal NICU yang memiliki hasil
kognitif yang tidak normal (2,3% vs 13,9%; RR 0,16; CI 95% berkisar 0,02 hingga 1,36). Secara
klinis lebih banyak anak-anak yang mendapat terapi Kafein berada dalam kategori normal dalam
domain motorik dan bahasa namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (Tabel 3).
Rata-rata berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala pada 24 bulan CA tidak berbeda
secara signifikan antar kelompok. Total 22 bayi memiliki ROP (Tahap I-tujuh, II- empat dan III -
sebelas) dan 6 mengalami abnormalitas pendengaran pada saat keluar. 28 bayi dinilai bersamaan
untuk perbaikan dalam masalah penglihatan dan pendengaran secara berurutan. Dari 11 bayi dalam
kelompok Kafein yang mengalami ROP saat keluar (5 neonatus dengan stadium III), 28% bayi
mengalami perbaikan. Dari 11 bayi dalam kelompok Amino-phylline (6 neonatus dengan stadium
III), hanya 9% bayi mengalami perbaikan. Bayi yang menerima Kafein memiliki risiko 40% lebih
rendah mengembangkan kelainan visual (RR - 0,60; CI 95% 0,34 hingga 1,04; p = 0,11). Dari 5
neonatus yang menggunakan kafein dengan kelainan pendengaran, 3 bayi menunjukkan perbaikan.
Di mana melawan 1 bayi dengan Aminofilin yang mengalami gangguan pendengaran menetap,
dengan masalah yang sama di saat difollow up. Namun secara statistik kelompok Kafein menun-
jukkan risiko 1,5 kali lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran dibandingkan kelompok
Aminophylline (RR - 1,50; CI 95%, rentang 0,15 hingga 14,67; p = 0,61). Hasil gangguan
penglihatan dan pendengaran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok
(Tabel 4).

3. Hasil
Lebih dari 240 neonantus yang dialokasikan secara random untuk kelompok kafein atau amino-
filin selama periode penelitian, hanya 79 bayi yang dievaluasi untuk hasil perkembangan saraf.
Sisa 41 % infan dari 134 yang telah mencukupi CA 18-24 bulan dari April 20014 hingga Februari
2016 mengalami lost to follow up dan ditampilkan pada flow penelitian.

Karakteristik baseline termasuk faktor maternal dan neonatal untuk kedua grup dilaporkan pada
Tabel 1. Faktor maternal termasuk paritas, jenis gestasi, metode persalinan dan karakteristik neo-
natal termasuk usia gestasi, berat saat lahir, lingkar kepala, apakah menangis saat lahir, kebutuhan
untuk resusirasm APGAS dalam 5 menit, Kecil masa gestas, dan terapi surfaktan, Baik kafein dan
aminofilin pada bayi, serupa dalam karakteristik maternal dan neonatal.
Insidensi mortalistas ditemukan 11.2 % pada bayi dengan terapi kafein, dan 12.2 % pada bayi
di kelompok aminofilin. Risiko mortalitas pada kelompok kafein hanya (% kebih kecil dibanding-
kan dengan kelompok aminofilin, bagaimanapun, tetap ditemukan serupa secata statistik. (RR -
0.92; CI 95% rentanng - 0.45 hingga 1.84 ; p =0.81 ). Skor komposit untuk ketiga kompin - kog-
nitif, bhasam dan motorik, dikalkukasikan menggunakan BSID -III manual. Kedua kelompok
menunjukkan skore mean yang sama, Tidak terdapa perbedaan yang signifikan secara statistik
pada kedua grup.
Berdasarkan skoring yang dinilai dari domain kognitif , bahasa, dan domain motor , bayi dikat-
egorikan kedalam kelompok dengan perkembangan saraf yang terganggu, dan kategori normal.
Hanya satu anak yang berada pada terapi kafein dengan rawat inap NICU yang mengalami hasil
kognitif abnormal. (2.3% vs 13.9%; RR 0.16 ; CI 95% rentang 0.02 hingga 1.36 ). Secara klinis
lebih banyak anak anak yang mendaat terapi kafein yang ditemukan berada pada kategori motorik
dan bahas normal, namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. (TAbel 3)
Berat badan rata rata, tinggi dan lingkar kepala pada bulan ke 24 CA , tidak berbeda secara
signifikan antar grup. Total 22 bayi yang memiliki ROP dan 6 bayi memiliki gangguan pen-
dengaran saat dikeluarkan. Secara bersama sama, 28 bayi dinilai peningkatan visus dan perbaikan
masalah pendengarannya secara berurutan. Dari 11 bayi di kelompok aminofilin, hanya 9% bayi
yang mengalami perbaikan. Bayi yang mendapat terapi kafein memiliki risiko 40% lebih rendah
untuk mengalami abnormalitas visual (RR-0.60; CI 95% rentang 0.34 hingga 1.04;p = 0.11)/ Dari
5 neonaturs yang mendapat terapi kafein dan mengalami abnormalitas pendengaran, 3 bayi
menunjukkan perbaikan. DImana, berbeda dengan 1 bayi dari grup aminofilin yang mengalami
gangguan pendengaran menetap dengan masalah yang sama saat follow up.. Bagaimanapun, ke-
lompok kafein menunjukkan risiko 1.5 x lebih tinggi untuk mengalami ketulian dibandingkan
dengan grup Aminofilin. (RR - 1.50 ; CI 95% rrentang 0.15 hingga 14.67 ; p = 0.61)

4. Diskusi

Penelitian saat ini dilakukan sebagai proyek yang didanai oleh ICMR untuk mendokumen-
tasikan efek jangka pendek dan jangka panjang dari Kafein versus Aminofilin. Dalam efek jangka
pendek kami mengevaluasi bahwa episode apnea yang ditemukan pada kedua kelompok serupa
selama 3 hari pertama dan minggu kedua terapi. Namun dosis standar aminofilin secara signifikan
mengurangi serangan apnea (apneatic spells) pada hari ke 4 hingga hari ke 7 (p = 0,03). Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik yang terlihat pada kejadian berturut-turut apnea dan
desaturasi yang terisolasi pada minggu pertama dan kedua pemberian methylxanthine. Lama rawa-
tan di NICU dan bangsal rumah sakit pada kedua kelompok serupa . Rata-rata HR ditemukan tinggi
pada neonatus yang diobati aminofilin pada hari ke 3 terapi (p = 0,005). Risiko mengembangkan
takikardia pada neonatus yang dirawat dengan kafein adalah 69,2% lebih rendah dibandingkan
kelompok yang dirawat dengan aminofilin [15]. Sebagai efek jangka panjang, kami berencana
untuk mempelajari tingkat kelangsungan hidup dan hasil perkembangan saraf bayi yang terlibat
dan yang telah mencapai usia koreksi 18-24 bulan selama masa studi. Rata-rata kejadian kematian
dilaporkan 11,7% tanpa perbedaan yang signifikan antara kelompok. Angka kematian yang
dilaporkan dalam penelitian kami berada dalam konsensus dengan uji coba terkontrol plasebo mul-
tisenter yang telah dilakukan sebelumnya yang juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang sig-
nifikan dalam tingkat kematian [12].
Bayi prematur berada pada risiko tinggi keterlambatan perkembangan saraf[17]. Hal ini
dapat dikaitkan dengan sistem saraf pusat yang belum matang, ketidakstabilan fisiologis, organ
yang kurang berkembang dan ketidakmampuan untuk mempertahankan homeostasis internal
mereka [18]. Sistem respirasi, khususnya, tidak berkembang dengan baik sampai usia kehamilan
dan bisa menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi hasil perkembangan pada bayi prem-
atur. Ketidakmampuan untuk mengatur pernapasan dan episode apnea berulang dapat lebih
meningkatkan kemungkinan keterlambatan perkembangan saraf pada bayi prematur. Para peneliti
melaporkan bahwa trimester terakhir adalah periode penting dalam perkembangan otak anak. Ini
adalah periode kortikogenesis dan mielinasi, setiap kesenjangan (diskrepansi) yang ditemui selama
periode ini dapat menyebabkan sekuen perkembangan saraf jangka panjang yang serius [20]. Telah
dilaporkan bahwa apnea cenderung berkembang pada populasi prematur. Episode apnea rekuren
dan keparahan apnea, semakin meningkat pada bayi yang lahir pada usia gestasi yang lebih rendah.
Metilxantin tetap menjadi andalan terapi untuk mengobati AOP.
Kedua xanthines termetilasi menggunakan mekanisme aksi yang umum, termasuk pelepa-
san kalsium, inhibisi phosphodiesterase, penghambatan reseptor GABAA dan antagonisme
reseptor adenosin . Adenosin adalah neuromodulator terkenal yang memiliki peran penting dalam
aktivitas pernapasan neonatal. Dengan reseptor adenosin non-selektif antagonis, Methylxanthines
memprovokasi munculnya topik perdebatan baru. Methylxanthines diproklamasikan sebagai
psiko-stimulan tetapi masih merupakan kontroversi apakah dapat dipertimbangkan sebagai neuro-
protektif atau apakah dapat menghasilkan efek merugikan yang merusak perkembangan otak.
Kafein memicu kematian neuronal disertai dengan penyusutan sel tubuh di otak tikus neonatal.
Sebaliknya, intervensi kafein yang diberikan secara kronis pada model hewan menunjukkan neu-
roproteksi saraf dengan spektrum luas . Theophylline memperburuk cedera otak di daerah hippo-
campus baik pada iskemik normoglikemik maupun hiperglikemik yang ditunjukkan pada model
iskemik serebral pada tikus [26]. Sebaliknya theophylline mengurangi cedera otak pada model
hipoksia-iskemia pada tikus berusia 7 hari yang belum dewasa [27].

Awalnya terapi methylxanthine jangka panjang untuk asma digambarkan memiliki efek
merugikan yang signifikan pada perkembangan kognitif dan emosional anak-anak dengan usia 7
hingga 8 tahun [28]. Karena hal ini dilaporkan dengan bukti yang lebih sedikit, sebagai tambahan,
kafein dan teofilin sangat mirip; metaanalisis dilakukan untuk menunjukkan efeknya terhadap ke-
mampuan kognitif dan perilaku pada anak-anak. Analisis ini melaporkan bahwa salah satu obat
tidak terkait dengan efek akut yang tidak menguntungkan pada perilaku dan fungsi kognitif [29].

Methylxanthines adalah obat yang biasa digunakan di seluruh dunia untuk mengobati AOP.
Penelitian ini melaporkan perbedaan kemampuan berbahasa, kognisi, fungsi motorik sebagai do-
main perkembangan saraf. Selain itu pertumbuhan, pendengaran dan penglihatan dinilai dalam
studi partisipan selama 18-24 bulan dari CA. Meskipun kami tidak dapat menemukan perbedaan
statistik, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak anak yang mendapatkan hasil normal
pada semua kategori mendapatkan terapi kafein dialokasikan untuk kelompok Caf-feine berada
dalam kategori normal di semua domain dibandingkan dengan Aminophylline. Hasil kami sejalan
dengan uji coba CAP 2007 yang juga melaporkan Kafein meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup tanpa cacat perkembangan saraf pada bayi berat lahir sangat rendah. Percobaan CAP, ter-
masuk berbagai situs di negara-negara barat dan terkontrol plasebo. Penelitian ini membandingkan
hasil kafein dengan bayi yang diobati aminofilin karena aminofilin adalah bentuk intravena dari
obat konvensional dan prototipe teofilin. Ini adalah obat yang mudah tersedia dan kurang mahal
di banyak negara berkembang. Sebagian besar penelitian menyoroti keamanan jangka pendek
kafein terhadap aminofilin tetapi tidak satupun dari mereka yang menilai tidak ada manfaat / risiko
jangka panjang dari aminofilin atau efek jangka panjang kafein dibandingkan dengan aminofilin.

Seiring dengan tingkat kelangsungan hidup dan hasil perkembangan saraf pada penelitian
ini, penelitian ini juga membandingkan perbedaan dalam parameter pertumbuhan yang dilaporkan
serupa pada kedua kelompok. Selain itu, kami menindaklanjuti bayi dengan ROP dan gangguan
pendengaran saat keluar sampai 18-24 bulan dari CA. Hasil tindak lanjut dari gangguan
penglihatan dan pendengaran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok. Se-
buah penelitian baru-baru ini [30] melaporkan prevalensi ROP dan kerusakan otak adalah 6% dan
13%. Dalam penelitian ini, neonatus dengan penyebab sekunder apnea termasuk usia otak-otak
dikeluarkan selama skrining awal. Di antara seluruh bayi yang direkrut dalam percobaan utama,
prevalensi ROP ditemukan menjadi 7,1%. Namun, kami tidak mengaitkan co-morbiditas dengan
mortalitas atau hasil perkembangan saraf seperti yang dilaporkan dalam Schmidt et al., 2015.
4.1. Keterbatasan
Penulis mengungkapkan bahwa pada awalnya terjadi kehilangan informasi akibat
defisiensi staf. Peneliti tidak dibutakan pada alokasi pasien. Semua neonatus yang direkrut tidak
ditindaklanjuti untuk penilaian penglihatan dan pendengaran mereka

5. Kesimpulan
Pengobatan kafein versus aminofilin untuk AOP, risiko kematian dan kelangsungan hidup
dengan perkembangan yang normal dalam hal kognitif, motorik dan bahasa secara statistik serupa.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pendengaran dan penglihatan pada kedua kelompok.
Pertumbuhan fisik juga ditemukan serupa pada kedua kelompok.
Sumber dana
Indian Council of Medical Research (ICMR), New Delhi.
Nomor Proyek
(IRIS.ID:2010-00970, RFC No.RHN/Ad-hoc/36/ 2011-12 Date: 12.01.2012).
Pengakuan
Penulis sangat berhutang budi pada ICMR karena telah menyediakan dana yang esensial
untuk terlaksananya proyek ini, Penulis juga ingin mengekspresikan rasa terimakasihnya kepada
orang tua yang telah memberikan izin untuk partisipasi bayi mereka. Kami, oleh sebab itu, menya-
takan bahwa agen pendanaan yang disebut diatas tidak memiliki peran apapun dalam rancangan
penelitian, dalam koleksi, analisis dan interpretasi data; dan dalam peneulisan laporan, dan dalam
keputusan untuk mengirimkan artikel untuk publikasi.
Konflik Kepentingan
Penulis tidak memiliki konflik kepentingan.

Das könnte Ihnen auch gefallen