Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Perdarahan Post Partum
1. Pengertian
Perdarahan post partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500
ml atau lebih dari traktus genetalia (Palupi Widyastuti, 2001).
Perdarah post partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500
ml/lebih setelah persalinan (Kathyn A. Melson, 1999).
Perdarahan post partum (HPP) adalah perdarahan yang terjadi dalm 24
jam setelah persalinan berlangsung (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
Klasifikasi perdarahan post partum :
a. Perdarahan post partum primer
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah bayi lahir, disebut sebab
perdarahan pasca persalinan dini (early post partum hemorrhage) atau lazim
disebut “ Perdarahan pasca persalinan”.
b. Perdarahan post partum sekunder
Perdarahan yang terjadi setelah > 24 jam bayi lahir disebut “Perdarahan nifas”
(puerperal hemorrhage).
2. Etiologi
a. Etiologi HPP primer
1) Atonia uteri (uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan)
2) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan
atau gangguan, misalnya: kelainan yang menggunakan peralatan yang termasuk
seksio sesaria, episiotomi, pemotongan “ghisiri”).
3) Retentio plasenta.
4) Sisa plasenta dan
5) Robekan jalan lahir.
3. Faktor resiko
a. Grande multipara.
b. Jarak persalinan kurang dari 2 tahun.
c. Persalinan yang dilakukan dengan tindakan: pertolongan kala uri sebelum
waktunnya, pertolongan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, persalinan
dengan narkosa, terapi tokolitik.
d. Kelahiran sulit atau manual dari plasenta.
e. Persalinan lama atau di induksi.
f. Persalinan mendadak atau traumatik.
g. Penyakit yang diderita (Penyakit jantung,DM ,dan kelainan pembekuan darah).
4. Patofisiologi
Faktor resiko yang terdiri dari: Grande multipara, jarak persalinan kurang dari 2
tahun, persalinan dengan tindakan: pertolongan dukung, tindakan paksa, dengan
narkosa, kelahiran sulit atau manual dari plasenta, penyakit yang diderita (Penyakit
jantung, DM dan kelainan pembekuan darah) dapat menyebabkan terjadinya atonia
uteri, trauma genital (perineum, vulva, vagina, servik, atau uterus), retensio plasenta,
sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia uterus ditandai dengan uterus tidak
berkontraksi dan lembek menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi
plasenta terbuka sehingga menyebabkan perdarahan. Pada genetalia terjadi robekan
atau luka episiotomi, ruptur varikositis, laserasi dinding servik, inversi uterus
menyebabkan perdarahan. Pada retensio plasenta ditandai plasenta belum lahir
setelah 30 menit. Sisa plasenta ditandai dengan plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan robekan jalan lahir terjadi
perdarahan segera setelah bayi lahir, jika ditangani dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi. Tetapi, apabila perdarahan tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan komplikasi : dehidrasi, hipovolemik, syok hipovolemik, anemia berat,
infeksi dan syok septik, sepsis purpuralis, ruptur uterus, kerusakan otak, trombo
embolik, emboli paru. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan,
hipoksia intra uterin, retardasi pertumbuhan intra uteri dan dampak terakhir
menimbulkan kematian.
5. Manifestasi klinik
a. Atoni uteri
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
b. Trauma genital
1) Titik perdarahan terlihat pada perineum, vulva, dan vagina bagian bawah
2) Titik perdarahan tidak terlihat pada vagina bagian atas, servik dan uterus.
c. Retensio plasenta
1) Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
3) Uterus kontraksi baik.
4) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan.
5) Inversio uteri akibat tarikan.
6) Perdarahan lanjutan
d. Sisa plasenta
1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
3) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
e. Robekan jalan lahir
1) Perdaraha segera setelah anak lahir.
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.
3) Uterus kontraksi baik.
4) Plasenta lengkap.
5) Pucat ,lemah
f. Fragmen plasenta
1) Nyeri tekan perut bawah
2) Sub involusi uterus
3) Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan (persalinan
sekunder)perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak
beraturan) dan berbau jika disertai infeksi
4) Anemia
5) Demam
g. Ruptura uteri
1) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan intra abdominal dan atau
vaginum)
2) Nyeri perut berat
3) Nyeri tekan perut
4) Denyut nadi ibu cepat
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah
Rh, golongan ABO, pencocokan silang
b. Darah lengkap
Hb/Ht menurun, sel darah putih meningkat dan laju endap sedimentasi meningkat
c. Kultur uterus dan vaginal
Infeksi pasca partum
d. Koagulasi
FDP/FSP meningkat, fibrinogen menurun, masa protombin memanjang karena
adanya KID, masa tromboplastin parsial diaktivasi, masa tromboplastin parsial
(APTT/PTT)
e. Sonografi
Menentukan adanya jaringan plasenta tertahan.
7. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Pemberian oksitosin 10 IU IV atau ergometrin 0,5mg IV, berikan IM jika IV
tidak tersedia.
2) Lakukan pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan pencocokan silang.
3) Berikan cairan IV dengan natrium laktat.
4) Jika terjadi perdarahan yang berlebih, tambahkan 40 IU oksitosin/liter pada
infus IV dan aliran sebanyak 40 tetes/ menit
5) Pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander atau tranfusi darah dan
pemberian oksigen
6) Berikan antibiotik berspektrum luas dengan dosis tinggi
§ Benzilpenisillin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam dan gentamisin
100mg stat IM, kemudian 80 mg setiap 8 jam dan metronidazol 400 atau 500 mg
secara oral setiap 8 jam.
§ Atau ampisilin 1gram IV diikuti 500 mg secara im setiap 6 jam dan metronidazol
400/500 mg secara oral setiap 8 jam.
§ Atau benzil penisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta setiap 6 jam dan gentamisin
100mg stat IM lalu 80mg setiap 8 jam.
§ Atau benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU IV setiap 8 jam dan
kloramfenikol 500 mg secara IV setiap 6 jam.
7) Jika mungkin, persiapkan pasien untuk pemeriksaan segera dibawah pengaruh
anestesi.
b. Keperawatan
1) Percepat kontraksi dengan cara melakukan masase pada uterus jika uterus
masih dapat teraba.
2) Kaji kondisi pasien (misalnya kepucatan, tingkat kesadaran) dan perkiraan
darah yang keluar.
3) Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan pencocokan
silang.
4) Pasang infus IV sesuai instruksi medis.
5) Jika pasien mengalami syok pastikan jalan nafas selalu terbuka palingkan wajah
kesamping dan berikan oksigen sesuai dengan indikasi sebanyak 6-8 liter/menit
melalui masker atau nasal kanul.
6) Mengeluarkan setiap robekan uterus yang ada dan menjahit ulang jika perlu.
7) Pantau kondisi pasien dengan cermat. Meliputi TTV, darah yang hilang,
kondisi umum (kepucatan, tingkat kesadaran) asupan kesadaran dan haluaran urine
dan melakukan pencatatan yang akurat.
8) Berikan kenyamanan fisik (posisi yang nyaman) dan hygiene, dukungan
emosionil, lakukan instruksi medis dan laporkan setiap perubahan pada dokter.
8. Komplikasi
a. Infeksi dan syok septic.
b. Anemia berat.
c. Sepsis purpuraris.
d. Ruptur uterus.
e. Syok hipovolemik.
f. Kerusakan otak.
g. Tromboembolik.
h. Emboli paru.
i. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra
uteri, retardasi pertumbuhan intra uteri.
j. Kematian.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemia.
c. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman perubahan status keshatan ,respon
fisiologis (pelepasan katekolamin).
d. Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d penggantian berlebihan cepat dari
kehilangan cairan, perpindahan cairan intravaskuler.
e. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, status cairan tubuh (lokhial)
penurunan Hb, prosedur invasive.
f. Resiko tinggi rasa nyaman nyeri b.d trauma, distensi jaringan.
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan b.d
kurang informasi.
Intervensi
1) Tinjau ulang kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.
R/: Membantu membuat rencana perawatan yang tepat dan membatasi
tejadinya komplikasi.
2) Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut.
R/: Perkiraan kehilang darah, arterial versus vena dan adanya bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
3) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus
R/: Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehila-
ngan darah.
4) Perhatikan hipotensi /takikardi ,pelambatan pengisian kapiler atau sianosis
dasar kuku,membran mukosa dan bibir .
R/: Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemik dan terjadinya syok.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
5) Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30° dan tubuh horizontal .
R/: Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena.
Menjamin persediaan darah ke otak dan organ vital lainya lebih besar .
6) Observasi masukan dan haluaran;perhatikan berat jenis urin.
R/: Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan
cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan haluaran 30-50 ml per
jam atau lebih besar.
7) Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan
vaginal atau rectal.
R/: Dapat meningkatkan haemoragi bila raserasi servik, vagina, atau
perineal atau hematoma terjadi.
8) Kolaborasi
- Pemberian infus melalui vena .Beriakan darah lengkap atau produk darah
(mis:plasma)
R/: Cairan/produk darah meningkatkan volume sirkulasi dan men-
cegah pembekuan
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi ,oksitosin,metilergononovin
naleat,prostaglandin faa
R/: Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan
miometrim, menutup sinus vagina yang terpajan dan menghentikan hemoragi pada
adanya atoni.
- Pemasangan kateter indwelling besar kedalam kanal servikal .
R/: Mengontrol hemoragi yang disebabkan oleh implantasi
plasenta kedalam segmen servikal non kontraktil.
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:Hb,Ht
R/: Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah.
Intervensi:
1) Pantau adanya peningkatan TD dan nadi perhatikan pernafasan terhadap tanda
dispnea, stidor, ronkhi basah atau ronkhi
R/: Bila penggantian cairan berlebih ,gejala-gejala kelebihan beban
sirkulasi dan kesulitan pernafasan (mis: edema paru) dapat terjadi.
2) Pantau frekuensi infus secara manual/elektronik, catat masukan / haluaran, ukur
berat jenis urin .
R/: Masukan harus kurang lebih sama dengan haluaran dengan kadar
cairan stabil. Berat jenis urin berubah kebalikan dengan haluaran sehingga bila fungsi
ginjal membaik angka berat berat jenis urin menurun dan sebaliknya.
3) Kaji status neurologis, perhatikan perubahan perilaku dan peningkatan
iritabilitas.
R/: Perubahan perilaku mungkin tanda awal dari edema serebral
karena retensi cairan.
4) Kolaborasi
- Pantau kadar Ht
R/: Bila volume plasma membaik, kadar Ht menurun
e. Dx.5 Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, statis cairan tubuh (ioktisial)
penurunan Hb. prosedur invasif.
Tujuan :Infeksi tidak terjadi
KH :- TTV dalam batas normal
- Suhu:36,5-37oC
- Nadi 80-100 x/menit
- Tanda-tanda infeksi: dolor (-), kalor (-), tumor (-), rubor (-), fungsio laesa (-)
- Leukosit :5000-10000 ul
- Involusi uterus normal.
Intervensi :
1) Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri
R/: Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
1) Perhatikan perubahan pada tanda-tanda vital atau jumlah SDP.
R/: Peningkatan suhu, takhikardi atau leukositosis menandakan infeksi.
2) Perhatikan gejala malaise, menggigil, anoreksia, nyeri tekan uterus, atau nyeri
pelvis.
R/: Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan
menimbulkan bakteremia, syok dan kematian bila tidak teratasi.
2) Pantau kecepatan involusi uterus dan sifat serta jumlah rabas lokhia.
R/: Infeksi uterus memperlambat involusi dan memperlama aliran lokhia.
3) Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernafasan (perubahan pada
bunyi nafas, batuk produktif, sputum purulen), mastitis (bengkak, eritema, nyeri) atau
infeksi saluran kemih (urin keruh, bau busuk, dorongan frekuensi, nyeri)
R/: Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
4) Kolaborasi
- Kaji kadar Hb/Ht, berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
R/: Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan
merusak system imun.
- Dapatkan pewarnaan gram atau kultur bakteri bila lokhia berbau busuk atau
banyak.
R/: Pewarnaan gram mengidentifikasi tipe infeksi; kultur meng-
identifikasi patogen khusus.
- Berikan antibiotik intra vena, sesuai indikasi
R/: Antibiotik spectrum luas mungkin diberikan sampai hasil kultur
dan sensitivitas tersedia.
4. Imlpememtasi keperawatan
Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan
prioritas masalah dan kondisi pasien.
5. Evaluasi
a. Volume cairan kembali adekuat.
b. Perfusi jaringan adekuat.
c. Cemas berkuarang atau hilang.
d. Volume cairan seimbang.
e. Infeksi tidak terjadi.
f. Nyeri berkurang atau hilang.
g. Pengetahuan klien bertambah.