Sie sind auf Seite 1von 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan, yang sebagian besar


wilayahnya adalah berupa lautan. Sejumlah 17.508 pulau, baik pulau besar dan
kecil terdapat di Indonesia, dengan panjang garis pantai 81.000 km, yang
merupakan terpanjang ke 2 di dunia, dan luas wilayah 21 juta km2, Indonesia
merupakan negara yang luas dan kaya. Luas dalam arti sangat besar wilayahnya
dan keanekaragaman wilayahnya mulai dari daratan, kepulauan, sampai
lautannya. Serta kaya dalam artian sangat berpotensi mempunyai kekayaan alam
di wilayah yang sangat luas yang dimilikinya, baik di daratan maupun di lautan,
karena seperti kita ketahui sebagai seorang ahli geologi, yang telah memahami
proses-proses geologi, seperti tektonik lempeng dan lain sebagainya, bahwa
Indonesia berada di zona yang sangat berpotensi terdapatnya sumberdaya alam
yang berlimpah. Geologi kelautan sendiri secara prinsip hampir sama dengan
geologi dipermukaan atau didaratan, baik itu proses-proses geologinya dan lain
sebagainya, hanya saja permukaannya tertutupi suatu massa air. Dalam Geologi
kelautan seperti juga kita mempelajari geologi di daratan, akan menampakkan
juga suatu kenampakkan geomorfologi, hanya saja sekali lagi kenampakkan itu
tertutup oleh massa air. Dalam mempelajari Geologi kelautan, ada beberapa
istilah kenampakkan geomorfologi seperti halnya kenampakkan geomorfologi
didarat.

Page 1
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum geologi Kelautan ini adalah sebagai salah satu syarat
kelulusan dalam proses perkuliahahan geologi kelautan.
Sedangkan tujuan dari praktikum geologi kelautan ini adalah mahasiswa dapat
menganalisa aspek- aspek geologi kelautan yang terjadi di dalam suatu lokasi
pengamatan atau suatu daerah dan menuangkanya dalam bentuk laporan data analisa.

1.2 .Letak,Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian

Secara geografis letak lokasi praktimum stasiun satu,berada pada titik kordinat LS 02̊
37’9,72’’dan BT 140̊ 41’27,88’’ sedangkan pada stasiun dua berada pada titik
kordinat LS 02̊ 39’18,51’’ dan BT 140̊ 44’8,37’’
Pratikum geologi sejarah ini dilaksanakan pada:
Hari/tanggal :
Waktu :
Lokasi :
Lokasi praktikum ini dapat di tempuh dengan menggunakan kedaraan roda dua dan
speed boad.

Page 2
1.4 .Metod dan Tahapan Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan pada praktikum ini meliputi pengambilan
data langsung di lapangan dan dilanjutkan dengan pengolahan data dengan tahapan
penelitian sebagai bertikut :
 Tahapan pengambilan data
Tahapan pengambilan data hanya dilakukan sekali yaitu langsung dengan
pengambilan data secara detail.data yang di ambil adalah data-data kordinat
titik pengamatan, akurasi,foto sampel ,pengambilan sampel dll.
 Tahapan pengolahan data
Pengolahan data yang dilakukan adalah berupa ,deskripsi sampel batuan dan juga
fosil yang ditemukan di lapangan.
 Tahapan penyusunan laporan
Setelah pengolahan data selesai, maka disusunlah hasil-hasil penelitian tersebut
dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk laporan.

1.5 Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
- Kompas geologi
- GPS
- palu geologi
- Penggaris
- Papan data
Bahan yang di gunakan dalam praktikum adalah :
- Kertas hvs (A4)
- ATK

Page 3
1.6. Penenitian Terdahulu
Adapun peneliti yang sudah pernah melakukan penelitian pada
lokasi praktikum ini adalah:

1. BAKER. G. (1955), Membahas tentang kompleks batuan dasar daerah


Cycloops, meliputi distribusi, karakteristik dan komposisi kimianya.
2. VISER dan HERMES, (1962), melakukan penyelidikan Geologi dalam
rangka eksplorasi minyak bumi di Netherland New Guinea (sekarang
dengan nama Papua).
3. PIETERS. P. E, RYBURN. R. J. C. J, TRAILS. D. S, (1979),
Membahas mengenai Geology Reconnaisance of Irian Jaya
4. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, (1982), melakukan penyelidikan
Pemetaan Hidrogeologi daerah Jayapura, yang menghasilkan peta
Hidrogeologi daerah Jayapura dan sekitarnya.
5. N. SUWARNA dan NOYA, (1984), membuat laporan geologi tinjau
daerah Jayapura Irian Jaya dengan skala 1: 25.000, diterbitkan oleh
Derektorat Geologi Tata Lingkungan Bandung.
6. D. B. DOW, G. P ROBINSON (BMR), U. HARTONO dan N.
RATMAN (GRDC), (1986) membuat peta Geologi Irian Jaya, Indonesia
dengan skala 1 : 1.000.000, yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
7. TAMBUNAN, (1993), mengadakan penelitian kembali mengenai
evaluasi kerentanan gerakan tanah dan potensi sumber daya air daerah
Jayapura, Propinsi Irian Jaya, diterbitkan oleh bidang Geologi dan
Sumber Daya mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Propinsi
Irian Jaya, Jayapura.

4
BAB II
GEOMORFOLOGI

2.1 Gemorflogi regional


Tatanan tektonik lempeng Papua telah diulas oleh beberapa ahli geologi
seperti Charlton (1986), Dow dkk (1988) dan Hall (2001) yang dapat
dijadikan sebagai kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah
tektonik. Konfigurasi tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada
bagian tepi utara Lempeng Australia, yang berkembang akibat adanya
pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan
Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini
mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi berkaitan erat dengan
perkembangan proses magmatik dan pembentukan busur gunungapi
yang berasosiasi dengan mineralisasi emas porfiri dan emas epithermal
(Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Tatanan tektonik lempeng Papua (Dow dkk., 1988)

4
Struktur geologi berupa antiklin, sinklin, sesar normal, sesar naik dan
sesar mendatar. Arah umum struktur regional pada batuan sedimen adalah
baratlaut-tenggara, beberapa hampir mendekati barat-baratlaut, timur-
tenggara dan utara-baratlaut; selatan-tenggara terutama pada batuan
Tersier. Struktur timur-timurlaut – barat- baratdaya terdapat pada batuan
metamorf dan ultrabasa, sedangkan yang hampir utara-selatan pada
batugamping Kuarter dan juga batuan metamorf.
Sejak kala Kapur sampai Miosen Awal, diperkirakan telah terjadi
kegiatan gunungapi bawah laut yang membentuk Formasi Auwewa.
Kegiatan tektonik pada Oligosen Tengah menyebabkan susut laut dan
pada saat tersebut batuan ultramafik, mafik dan metamorf muncul ke
permukaan, sementara kegiatan gunungapi berlangsung terus. Pada
Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah terjadi sedimentasi batugamping
ganggang-koral dan batugamping pelagos tufaan dalam lingkungan laut
dangkal-agak dalam, membentuk Formasi Numbay. Pada Miosen Awal
terjadi pengendapan sedimen turbidit Formasi Makats, yang disusul oleh
susut laut pada Pliosen Akhir-Plistosen. Mulai Plistosen Awal sekeliling
“Tinggian Cycloop” terjadi sedimentasi batugamping terumbu koral
dalam lingkungan laut dangkal-laut terbuka agak dalam. Pengangkatan
kuat pada Akhir Plistosen diikuti oleh suatu pelipatan dan penyesaran
yang kuat pada Formasi Jayapura serta mempertajam pelipatan pada
Formasi Makats. Kegiatan pengangkatan pada akhir pembentukan Formasi
Jayapura ditandai oleh adanya julang setinggi 750 meter. Tektonik saat
tersebut berpengaruh pada pembentukan Batuan Campuraduk dan Satuan
Endapan Lumpur. Gejala poton yang masih aktif dan kelurusan yang
diduga sesar pada sedimen klastika kasar dan batugamping koral, serta
adanya terumbu terangkat berupa undak, menjadi bukti tektonika masih
aktif (Suwarna dan Noya, 1995).

4
2.1.1 Pegunungan Ofiolit(Ophiolit mountain)
Pegunungan Ofiolite merupakan pegunungan antara daerah tengah dan
“Meervlakte” Membentuk suatu daerah penghalang yang tinggi, terutama
tersusun oleh batuan ultrabasa dan plutonik basa yang diatas 30 km
panjangnya tidak beraturan. Pegunungannya tersusun dari batuan – batuan
ultrabasa yang memperlihatkan penyebaran yangl uas tetapi bagian
dalamnya terpotong akibat punggungan – punggungan membulat yang
pejal yang dipisahkan oleh lembah – lembah terjal berbentuk “V”

Gambar 2.2.2 Fisiografi Papua (DOW & SUKAMTO, 1988)

Vegetasi pada batuan ini merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh secara
kerdildan topografi yang pejal ini memberikan suatu pola yang khas pada
foto udara. Batuan Plutonik terpotong jelas dengan mengikuti pole dendritik
tetapi punggunganya memiliki kekerasan yang sama dan dicirikan oleh
punggungan – punggungan bersisi terjal dan tajam dan berkembang baik
ditutup rimba.

4
2.1.2 Pedataran Danau (meerlavke)
Merupakan suatu kata geografi yang asing, tentang sebagian
drainase dari daerah pegunungan dari wilayah tubuh atau badan yng
mengalir kedalam depresi antara pegunungan yang disebut dengan
“Meervlakte” (Dataran Danau), Sebagian besar rawa – rawa dialiri meander
Sungai Rufear dan sungai Idenburg yang berhubunngan dengan Sungai
Mamberamo yang kemudian terputus oelh pegunungan bagian utara yang
sepanjang 100 km.

2.1.3 pegunungan utara ( northern Mountains)


terletak di bagian utara “Meervlakte” yang merupakan daerah hamburan
Relatife rendah-sedang.

2.2.Geomrfologi Daerah Penelitian

satuan geomorfologi daerah praktikum dengan vegetasi: Heterogen Lebat,Jenis


soil:Pedokal,,Litologi: Batugamping pasiran,,Batu gamping biomikro,
berdasarkan satuan geomorfologi Menurut (Thornbury, 1969),dengan relief:datar
hampir datar tidak ada proses denudasi yang berarti(0-2%), Kelas lereng dengan
sifat–sifat proses, menurut (Van Zuidam, 1985 dan 1986). daerah pulau kosong
dan kayo pulo merupakan perbukitan karts

2.2.1 Satuan Geomorfologi kayo pulo dan pulau kosong

Berdasarkan daerah praktikum ditemukan satu jenis batuan dan terumbu


karang yang tersebar di daerah kayo pulo dan pulau kosong yang dilihat
berdasarkan Peta geologi sebagian lembar jayapura, diadaptasi dari Noya dan
Suwarna, 1995, BP3G Bandung. Daerah penelitian termaksud pada formasi (Qa)
dan (Qpj)

4
Aluvial dan Endapan Pantai (Qa)

kerikil, kerakal, pasir, lanau dan lumpur di lingkungan rawa dan pantai. Endapan
pantai mengandung pecahan koral Resen. Satuan ini terletak sepanjang barat laut
hingga Timur di pantai Enggros dengan memiliki sedimen yang berukuran pasir
dan juga adanya fragmen-fragmen cangkang biota laut yang telah mati. Serta
adanya sedimen yang mempunyai pasir hingga lempung pada Channel Bar sungai
Suborgonjie. Maka satuan ini dapat di sebandingkan dengan Satuan Aluvium dan
Endapan Pantai (Noya & Suwarna 1995) satuan ini berumur Holosen dan
berhubungan tidak selaras dengan batuan yang berumur lebih tua

Formasi Jayapura (Qpj)

batugamping koral – ganggang, kalsirudit, kalkarenit, setempat batugamping


kapuran, batugamping napalan dan napal, berlapis jelek, setempat berstruktur
terumbu; setempat berselingan dengan batugamping pelagos. Lingkungan
pengendapan laut terbuka yang tak ada lagi bahan rombakan daratan; terangkat
kurang lebih 700 m dari permukaan laut. Tebal 400 meter

4
BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Regional

Stratigrafi regional daerah penelitian terdiri dari kelompok jalur ofiolit


Irian Jaya dan batuan sedimen yang ada di sekitarnya. Penamaan ini pertama kali
digunakan oleh Dow dan Sukamto, 1984, opcit Dow dkk., 1988). Batuannya
terdiri dari batuan kelompok malihan Cycloop (pTmc) dan Ultramafik (um)
serta batuan-batuan sedimen yang ada di sekitarnya.

3.1.1.Formasi Jayapura (Qpj)


batugamping koral – ganggang, kalsirudit, kalkarenit, setempat
batugamping kapuran, batugamping napalan dan napal, berlapis jelek, setempat
berstruktur terumbu; setempat berselingan dengan batugamping pelagos.
Lingkungan pengendapan laut terbuka yang tak ada lagi bahan rombakan
daratan; terangkat kurang lebih 700 m dari permukaan laut. Tebal 400 meter.
3.1.2.Formasi Aluvium dan endapan pantai (Qa)
kerikil, kerakal, pasir, lanau dan lumpur di lingkungan rawa dan pantai.
Endapan pantai mengandung pecahan koral Resen.

3.2. Stratigrafi daerah Praktikum

Berdasarkan daerah praktikum ditemukan satu jenis batuan yang tersebar


di daerah kayo pulau dan pulau kosong yang dilihat berdasarkan Peta geologi
sebagian lembar jayapura, diadaptasi dari Noya dan Suwarna, 1995, BP3G Bandung.
daerah praktikum termasuk pada formasi Qa dan Qpj

4
3.2.1 Satuan Batuan
daerah praktikum ditemukan satu jenis batu gamping terumbu yang
tersebar di daerah kayo pulo dan pulau kosong yang dicirikan dengan adanya
beberapa jenis terumbu karang seperti Acropora cervicornis, Acropora micropthalma
dan dll.

3.2.1.1. Ciri Litologi

Penamaan satuan batuan ini didasarkan pada ciri litologi batuan tersebut
yang meliputi tekstur, struktur dan ciri fisik. Pada kondisi segar dilapangan,
batuan ini menunjukan warna putih kapur hingga agak keabu-abuan. Terdiri dari
fragmen allochen bermatriks relic yang tersemenkan oleh kandungan karbonat

3.2.1.2. Mekanisme Pembentukan Batuan

Menurut para ahli geologi seperti Shepard (1971), Kuenen (1960), Bird
(1976) dan Mater dan Bennet (1984) proses terbentuknya terumbu karang
berbeda – beda tetapi intinya mereka mengemukakan bahwa 75 % dari seluruh
terumbu karang terbentuk pada masa Pleistosen.

Pada masa Pleistosen itu terjadi “tectonic subsidence” (penurunan lapisan kerak
bumi di dasar samudra akibat letusan gunung berapi) dan fluktuasi paras muka
laut akibat terjadinya perubahan massa es mulai zaman Pleistosen hingga perioda
resen yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang paparan
kontinental (continental shelf). Dengan adanya variasi pada kedalaman laut di
sepanjang paparan kontinental inilah yang menyebabkan tumbuhnya karang
secara berkesinambungan.

4
Kita ketahui bersama bahwa terdapat 3 formasi terumbu karang, yaitu :

1. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat
di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.
2. Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang
dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter.
3. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin
yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan.

4
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Imu Geologi Kelautan.

Geologi laut atau disebut juga geologi marine adalah salah satu cabang
ilmu geologi untuk mengetahui komposisinya, struktur dan proses pembentukan
dasar laut. Ilmu ini berguna untuk pembangunan struktur dibawah laut maupun
pelayaran, seperti pembangunan dermaga, anjungan pemboran minyak, kabel
bawah laut, jembatan antar dua pulau.

Geologi kelautan mencakup penelitian geofisika, geokimia, sedimentologi, dan


paleontologi di dasar samudera dan daerah pesisir. Geologi kelautan berkaitan erat
dengan oseanografi fisik dan tektonik lempeng.Penelitian geologi kelautan
menjadi sangat penting untuk memberikan bukti mengenai pemekaran lantai
samudera dan tektonik lempeng pada tahun-tahun setelah Perang Dunia ke-2.
Dasar samudera secara esensial merupakan daerah terakhir yang belum
dieksplorasi dan dipetakan secara detail dengan dukungan tujuan militer (kapal
selam) dan tujuan ekonomi (penambangan logam dan minyak bumi) sebagai
alasan penelitian.Cincin Api di sekitar Samudera Pasifik yang kehadirannya
mengintensifkan aktivitas vulkanisme dan seismik memberikan ancaman utama
untuk bencana gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung api. Semua sistem
peringatan dini untuk peristiwa bencana ini membutuhkan pemahaman yang lebih
detail mengenai geologi kelautan di lingkungan pesisir dan busur kepulauan.

4
4.2. Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan


sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae.Terumbu karang termasuk
dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas
Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia)
dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan
Fisiologi.

Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih
terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa
tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya,
namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak
membentuk karang..Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut
Polip.Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang
mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas
dan dikelilingi oleh Tentakel.Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu
polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut
koloni.Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat
menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies
tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum
diketahui.

4.2.1. Klasifikasi

Secara umum, terumbu karang dapat diklasifikasikan ke dalam 4 bagian, yaitu:

1. Berdasarkan Kemampuannya dalam Memproduksi Kapur

1. Karang hermatipik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang


yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan
di daerah tropis.

4
2. Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan
kelompok yang tersebar luas di seluruh dunia.

2. Berdasarkan Bentuk dan Tempat Tumbuh

1. Terumbu (reef) merupakan endapan masif batu kapur (limestone),


terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh
hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi
kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur biogenis
yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir.
2. Karang (coral) disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari
Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Dalam proses
pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan
penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu.
Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan
individu yang disebut polip.
3. Karang terumbu merupakan pembangun utama struktur terumbu, biasanya
disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang
yang menghasilkan kapur.
4. Terumbu karang merupakan ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun
terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis
karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di
dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, krustasea, echinodermata,
polikhaeta, porifera, dan tunikata, serta biota-biota lain yang hidup bebas
di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis
nekton.

3. Berdasarkan Letak

1. Terumbu karang tepi (karang penerus/fringing reefs) adalah jenis terumbu


karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang

4
terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas
pesisir pantai dari pulau-pulau besar.
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs) menyerupai terumbu karang
tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu
karang ini terletak sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh
perairan berkedalaman hingga 75 meter.
3. Terumbu karang cincin (attols) merupakan terumbu karang yang
berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Terumbu
karang berbentuk cincin mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
4. Terumbu karang datar (gosong terumbu/patch reefs) kadang-kadang
disebut juga sebagai pulau datar. Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas
sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu
pembentukan pulau datar.

4. Berdasarkan Zonasi

1. Terumbu yang menghadap angin (windward reef) merupakan sisi yang


menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu
yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang
melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh
karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat
teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi
dan karang tumbuh dengan subur.
2. Terumbu yang membelakangi angin (leeward reef) merupakan sisi yang
membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki
hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan
memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba
biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk

4
pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air
yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

4.2.2. Morfologi

Morfologi terumbu karang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) dan terdiri
atas lempeng dasar, merupakan lempeng yang berfungsi sebagai pondasi dari
septa yang muncul membentuk struktur tegak dan melekat pada dinding yang
disebut epiteka. Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut
koralit, sedangkan keseluruhan skeleton yang terbentuk dari banyak polip dari
satu individu atau koloni disebut koralum. Permukaan koralit yang terbuka
disebut kalik. Septa dibedakan menjadi septa pertama, kedua, ketiga, dan
seterusnya, tergantung dari besar-kecil dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga
mencapai dinding luar dari koralit disebut kosta. Pada dasar sebelah dalam dari
septa tertentu umumnya dilanjutkan oleh suatu struktur yang disebut pali. Struktur
yang berada di dasar dan tengah koralit sering merupakan kelanjutan dari septa
yang disebut kolumela (IPB, 2008).
Sedangkan menurut Manuputty (1998), Karang lunak sesuai dengan namanya
memiliki tubuh yang lunak tapi lentur. Jaringan tubuhnya disokong oleh
kumpulan duri-duri kecil yang kokoh, tersusun sedemikian rupa sehingga
tubuhnya lentur dan tidak mudah putus atau sobek. Duri-duri tersebut disebut
spikula, mengandung karbonat kalsium. Secara sepintas karang lunak tampak
seperti tumbuhan karena bentuk koloninya bercabang seperti pohon, memiliki
tangkai yang identik dengan batang dan tumbuh melekat pada substrat dasar yang
keras

4.2.3. Pertumbuhan

Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih
terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa
tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya,

4
namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak
membentuk karang.

4.2.4.Parameter Lingkungan

4.2.4.1. Cahaya

Sama seperti tumbuhan, terumbu karang juga membutuhkan sinar matahari. Agar
bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik, terumbu karang memerlukan keadaan
lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu yang hangat yang berkisar di atas 20̊ C.
Terumbu karang kadang juga hidup di lingkungan perairan yang airnya jernih dan tidak
berpolusi. Karena ini bisa berdampak ke penetrasi cahaya oleh terumbu karang. Beberapa
jenis terumbu karang memerlukan sinar matahari untuk melakukan
fotosintesis.Cahaya diperlukan bagi proses fotosintesa algae simbiotik.
Kedalaman penetrasi sinar mempengaruhi kedalaman pertumbuhan karang
hermatipic seperti telah dikemukakan di muka kebutuhan oksigen untuk respirasi
fauna di suatu terumbu karang dapat diatasi dengan adanya algae simbiotik yang
disebut zooxanthellae. Oksigen tambahan tersebut dihasilkan dari proses
fotosintesa, yaitu proses yang hanya dapat berlangsung apabila ada cahaya
matahari. Jadi intensitas dan kualitas cahaya yang dapat menembus air laut
amatlah penting untuk fotosintesa pada zooxanthellae yang seterusnya akan
menentukan pula sebaran vertikal karang batu yang mengandungnya.

Semakin dalam laut semakin kurang intensitas cahaya yang dapat mencapainya
yang berarti semakin kecil pula produksi oksigen oleh zooxanthellae. Menurut
Younge (1940) dalam Sukarno dkk (1982) kedalaman laut maksimum untuk
karang batu pembentuk terumbu karang adalah 45 meter. Lebih dalam dari ini
cahaya sudah terlampau lemah untuk memungkinkan zooxanthellae menghasilkan
oksigen yang cukup bagi karang batu.Melalui fotosintesa, zooxanthellae merubah
karbon dioksida dan air menjadi oksigen dan karbohidrat. Polip koral
memanfaatkan karbohidrat sebagai makanan. Polip juga menggunakan oksigen

4
untuk respirasi, dan pada akhirnya akan mengembalikan karbon dioksida kepada
zooxanthellae. Melalui pertukaran ini koral menghemat energi, kalau tidak energi
ini akan digunakan untuk mengeleminasi karbon dioksida Nitrogen dan Phosphor
diputar antara zooxanthellae dan polyp koral. Sebagai contoh, zooxanthellae
mengambil ammonia yang dilepaskan oleh polip sebagai kotoran dan merubahnya
kembali menjadi asam amino. Zooxanthellae juga merangsang kalsifikasi oleh
polip dengan memanfaatkan karbon dioksida selama fotosintesa. Pada keadaan
yang optimal akan mempercepat permbentukan cangkang (kalsifikasi). Senyawa
racun di dalam karang lunak (Ordo Alcynacea) membuat koral tidak disukai oleh
predator. Koral berkompetisi untuk mendapatkan ruang hidup di terumbu.
Beberapa koral pembentuk terumbu dapat mencerna jaringan dan menginvasi
koral lainnya.

4.2.4.2. Suhu

Diperkirakan terdapat lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini. Meski
terlihat kokoh seperti batuan karang, ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan. Suhu optimum bagi pertumbuhan terumbu karang berkisar 26-28°C. Dengan
toleransi suhu berkisar 17-34°C.Perubahan suhu dalam jangka waktu yang panjang bisa
membunuh terumbu karang. Ekosistem ini juga memerlukan perairan yang jernih,
sehingga matahari bisa menembus hingga lapisan terdalamnya.

4.2.4.3. Sanilitas

Karang batu mempunyai toleransi terhadap salinitas tinggi 27 – 40 ‰. Adanya


aliran air tawar akan menyebabkan kematian pada karang batu, juga membatasi sebaran
karang batu secara lokal. Karang batu dapat hidup dalam batas – batas salinitas tertentu
yang menurut Smith (1948) dalam Sukarno dkk (1982) berkisar antara 25 ‰ – 40 ‰. Di
depan muara sungai yang besar biasanya pertumbuhan karang batu tidak subur, diduga
karena rendahnya salinitas disamping tingkat kekeruhannya yang tinggi.

4
4.2.4.4. Arus

Pembentukan terumbu umumnya lebih banyak di daerah yang mempunyai


aktivitas gelombang yang kuat, karena gelombang akan membawa makanan, unsur hara
dan oksigen ke terumbu, menyebarkan larva koral dan mencegah terjadinya pengendapan
sedimen dari terumbu karang. Pergerakan air atau arus diperlukan untuk tersedianya
aliran suplai makanan jasad renik dan oksigen maupun terhindarnya karang dari timbunan
endapan. Di daerah terumbu karang pada siang hari oksigen ini banyak diperoleh dari
hasil fotosintesa zooxanthellae di samping dari kandungan oksigen yang telah ada di
dalam massa air itu sendiri. Tetapi di malam hari seperti telah dinyatakan oleh Verwey
(1929) dalam Sukarno dkk (1982) sangat diperlukan adanya arus yang kuat yang dapat
memberi suplai oksigen yang cukup bagi fauna di terumbu karang. Di laut terbuka suplai
oksigen ini selalu mencukupi tetapi di laut yang agak tertutup pertumbuhan karang batu
lebih dihalangi oleh kekurangan oksigen dari pada kekurangan makanan (Kuenen 1950)
dalam Sukarno dkk (1982). Oleh karenanya pertumbuhan karang batu di tempat yang
airnya selalu teraduk oleh angin, arus dan ombak lebih baik dari pada di perairan tenang
dan terlindung.

4.2.4.5. Sedimentasi

Salah satu bentuk ancaman terhadap pertumbuhan terumbu karang adalah


sedimentasi. Sedimentasi dapat menghambat pertumbuhan terumbu karang
bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak yang dapat ditimbulkan termasuk
kategori kecil – sedang hingga sedang – bahaya. Pada tingkatan ini dapat
mempengaruhi persentase tutupan karang hidup dan keanekaragaman karang.
Bentuk pertumbuhan karang didominasi Coral Foliose, Coral Massive, Coral
Submassive, dan Coral Encrusting.

4
4.2.5. Transpalasi Karang

Transplantasi Terumbu Karang merupakan salahsatu upaya rehabilitasi


terumbu karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau
pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang
mengalami kerusakan atau menciptakan habitat baru. Teknik ini semakin populer
baik di pihak pemerintah (KKP-red) maupun di kalangan masyarakat.

4
BAB V
METODOLOGI PRAKTIKUM

5.1. Metode Pengambilan Data


pengambilan data dilakukan di tiap stasiun pengamatan yaitu dengan
mengambil sample air laut ,pengambilan sample batu karang juga data yang di
ambil adalah berupa kordinat titik pengamatan, akurasi,foto sampel , juga sketsa
lokasi.
5.2.Teknik analisa data
Analisa data dilakukan dengan 2 cara yaitu intrepertasi data dilihat pada
peta regional dan juga pada literatur yang sudah ada sebelumnya dan dilakukan
pengujian lab dengan menganalisa sanilitas juga kadar garam pada sample analisa.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa di daerah penelitian
terdapat beberapa jenis karang di antaranya Acropora cervicornis, Acropora
elegantula, Acropora acuminata, Acropora digitifera, Acropora hyacinthus,
Acropora gemmifera, Acropora palifera, Montipora tuberculosa,dan beberapa
biota laut sepeti bintang laut,timun laut (teripang) juga berbagai spesies ikan
penghuni karang.

5.2. Saran
Dibutuhkan kedepannya persiapan yang matang dan juga perencanaan
yang baik dari mulai praktikum sampai ke analisa laboratorim.
Juga harus adanya panduan prosedur kerja analisa yang akan di analisis.

4
LAMPIRAN

- DATA LAPANGAN
- FOTO UDARA CITRA SATELIT

4
-

Das könnte Ihnen auch gefallen