Sie sind auf Seite 1von 25

PSIKOFARMAKA

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


KEPERAWATAN JIWA

DOSEN PENGAMPU : RIRIN NASRIATI, S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun oleh Kelompok 1/3B :

NIM NAMA
16612829 Irvan Romdhony
16612833 Etika Dinda Mahelia
16612841 Cindy Intan Vradila
16612845 NaditaFfitri Musdalifah
16612849 Husna Nur Afifah
16612868 Chandra
16612863 Fitri Nur Hanifah
16612862 Luki Nadila Sari
16612846 Azittama Bastenjar
16612851 Arisda Fahma Yogantara

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunia,
rahmat, dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “PSIKOFARMAKA” dapat
terselesaikan tepat waktu.

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa. Kami
berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan. Namun, kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun
penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima
dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini bisa
memberikan informasi dalam komunikasi pada keluarga dan bermanfaat bagi para
pembacanya dan semoga Allah SWT senantiasa meridai segala usaha kita. Amin

Ponorogo, Oktober 2018

Penyusun

2i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFRAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok ........................................................................ 3
2.2 Prinsip Dasar Komunikasi Kelompok .................................................................... 3
2.2.1 Obat Anti-Psikosis ......................................................................................... 4
2.2.2 Obat Anti-Depresan ....................................................................................... 7
2.2.3 Obat Anti-Mania............................................................................................ 11
2.2.4 Obat Anti-Ansietas ........................................................................................ 15
2.2.5 Obat Anti-Insomia ......................................................................................... 18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 21
3.2 Saran ....................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 22

3ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan kemanpuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri
sendiri , orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujutan keharmonisan
fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang bias terjadi, sehingga
individu tersebut merasa puas dan mampu (Rasmun, 2001).
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan
sebelum sakit, beberapa pasien meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenali realitas, serta perilaku kekanak-kanakan yang berdampak
pada penurunan produktifitas hidup. Maka dari itu setiap pasien gangguan jiwa
memerlukan perawatan khusus untuk tetap mempertahankan produktifitasnya.
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penurunan produktifitas maka pada
pasien yang dirawat inap dilakukan upaya rehabilitasi sebelum pasien dipulangkan dari
rumah sakit. Tujuannya untuk mencapai perbaikan fisik dan mental sbesar-besarnya,
penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam
hubungan perseorangan dan social sehingga bias berfungsi sebagai anggota masyarakat
yang mandiri dan berguna (Nasution, 2006).
Dalam pelaksanaan rehabilitas tentu saja pemberian obat untuk menstabilkan mental
pasien sangat diperlukan. Pemberian obat yang sesuai dengan kebutuhan setiap pasien
berbeda-beda berdasarkan tanda dan gejala yang di tunjukan setiap pasien. Maka penting
bagi team rehabilitas memahami obat-obatan yang bisa di berikan pada pasien gangguan
jiwa atau disebut juga dengan psikofarmaka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari psikofarmaka?
2. Apa jenis-jenis macam-macam psikofarmaka?
3. Apa indikasi dari psikofarmaka?
4. Apa efek samping dari psikofarmaka?

4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari psikofarmaka.
2. Mengetahui jenis-jenis macam-macam psikofarmaka.
3. Mengetahui indikasi dari psikofarmaka.
4. Mengetahui efek samping dari psikofarmaka.

1.4 Manfaat
1. Secara teoritis
Untuk mengembangkan pengetahuan dalam perawatan kulit dan badan pada
lansia.
2. Secara Praktis
a. Bagi Mahasiswa : Untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah Keperawatan
Jiwa semester ganjil di Universitas Muhamadiyah Ponorogo.
b. Bagi Dosen : Untuk melatih dan mengetahui sampai mana kemampuan dan
pemahaman mahasiswa mengenai psikofarmaka.
c. Bagi Masyarakat : Untuk memberitahukan wawasan yang luas kepada
masyarakat mengenai psikofarmaka.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
system saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup pasien.. Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku.
Perubahan dan kemajuan farmakoterapi diawali dengan ditemukannya
klorpromazin, reserpin sampai ke meprobramat dan senyawa benzodiazepin yang
digunakan sebagai transquilizer, tetapi obat-obat modern tersebut tidak dapat
menggantikan terapi shock atau terapi renjatan listrik (ECT = Electro Convulsive
Therapy) yang masih digunakan oleh psikiater untuk mengatasi depresi hebat dengan
kecenderungan bunuh diri. Tetapi keuntungan pengobatan menggunakan obat-obatan ini
adalah mudah, murah dan pasien tidak perlu menginap di rumah sakit.
Obat-obatan psikofarmaka bekerja langsung terhadap saraf otak dengan
mempengaruhi kerja neurotransmitter yaitu suatu neurohormon yang meneruskan impuls
dari sistem adrenergik di otak seperti noradrenalin, serotonin dan dopamin.

2.2 Jenis Obat-Obat Psikofarmaka


Obat psikofarmaka atau psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,
diantaranya: antipsokosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia.
Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain : transquilizer, neuroleptic,
antidepressant dan psikomimetika.

6
2.2.1 Obat Anti-Psikosis
Obat-obat neuroleptika juga disebut transquillizer mayor, obat anti psikotik atau
anti skizofren, karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi
juga efejtif untuk psikotik lain, seperti keadaan manic atau delirium. Obat-obat
anti psikotik ini terbagi atas dua golonga besar, yaitu :
1. Obat anti psikotik tipikal
a. Phenothiazine
1) Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE

Levomepromazine

2) Rantai piperazine : Perphenazine


Trifluoperazine

Flupheazine

3) Rantai piperidine : Thioridazine


b. Butyrophenone : Haloperidol
c. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide
2. Obat anti psikotik atipikal
a. Benzmide : Sulpride
b. Dibenzodiazepine : Clozapine
Olanzapine

Quetiapine

c. Benzisoxazole : Risperidon

Mekanisme Kerja

Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade


reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan
histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak
terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptor

7
dopamine D2. Anti-psikosis “atypical ” memblokade reseptor dopamine dan juga
serotonin dan beberapa diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic,
terutama pada striatum

Cara Penggunaan

Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di


hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra
muscular (IM) atauIntra Venous (IV). Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti
haloperidol dan flupenthixol), bias diberikan larutan ester bersama vegetable oil
dalam bentuk “depot” IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat- obatan depot
lebih mudah untuk di monitor. Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis
tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu
memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis
tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir
dengan baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan :

a. Onset efek primer (efekklinis) : sekitar 2-4 minggu


b. Onset efek sekunder (efeksamping) : sekitar 2-6 jam
c. Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
d. Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping,
sehingga tidak mengganggu kualitas hidup pasien

Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran→ dinaikkan setiap 2-3 hari
→hingga dosis efektif (sindroma psikosis reda) → dievaluasi setiap 2 minggu dan
bila perlu dinaikkan → dosis optimal → dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) → diturunkan setiap 2 minggu → dosis maintenance→ dipertahankan
selama 6 bulan – 2 tahun (diselingidrug holiday 1-2 hari/minggu→tapering off
(dosisditurunkantiap 2-4 minggu) → stop.

8
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejalal epasobat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil.
Jika dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu : gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dan lain-lain dan akan mereda jika
diberikan anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet
trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral.
Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi
stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia.

Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatic pada waktu


merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil
IM). Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan
tablet trihexylfenidil 3-4 x 2 mg/hari.

Indikasi

Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk


mengurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif
dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani
mania, Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan
demensia, juga dapat dikombinasikan dengan anti depresan dalam penanganan
depresi delusional.

Efek samping

a. Extrapiramidal: distonia akut, parkinsonism, akatisia, dikinesia tardiv


b. Endokrin: galactorrhea, amenorrhea
c. Antikolinergik: hiperprolaktinemia
Bila terjadi gejala tersebut, obat anti psikosis perlahan-lahan dihentikan. Bisa
diberikan obat resrpin 2,5 mg/hari. Obat pengganti yang paling baik adalah klozapin
50-100 mg/hari
Reaksi idiosinkrasi yang timbul dapat berupa diskrasia darah, fotosensitivitas
jaundice dan neuroleptic malignant syndrome (NSM). NSM berupa hiperpireksia,

9
rigiditas, inkontinensi urine, dan perubahan status mental dan kesadaran. Bila terjadi
NSM hentikan pemakaian obat, perawatan suportif dan berikan agonis dopamine
(bromokriptin 3x7,5-60 mg/hari, L-Dopa 2x100 mg atau amantidin 200 mg/hari)

2.2.2 Obat Anti-Depresan

Anti depresan terutama digunakan untuk mengobati depresi, gangguan obsesif


kompulsif, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan fobik dan
pada kasus tertentu, enuresis nocturnal ( anti depresan trisiklik) dan bulimia nervpsa
(fluoxetine). Penggolongan anti depressant pada neurotransmitter biogenicamin
memiliki mekanisme yang berbeda pada setiap golongan anti depressant. Terapi
jangka panjang dengan obat-obat tersebut telah membuktikan pengurangan
reuptake norepinephrine atau serotonin atau keduanya, penurunan jumlah reseptor
beta pascasinaptik, dan berkurangnya pembentukan AMP.

Tiga Fase pengobatan Gangguan Depresif

Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada


penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan
depresif:

1. Fase akut bertujuan untuk meredekan gejala


2. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
3. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

Dipelayanan kesehatan primer, obatan depresan yang tersedia biasanya


golongan trisiklik. Meskipun anti depresan trisilik sampai saat ini merupakan obat
anti depresan yang paling banyak digunakan, tetapi penggunaanya masih belum
optimal karena kemampuan diagnostik dari pelayanan kesehatan primer belum
diangkat juga belum berperannya konselor apoteker. Dari hasil penelitian ternyata
dosis yang digunakan masih terlalu rendah. Akibatnya, efek terapi yang ingin
dihasikan tidak tercapai.

10
Efek samping anti depresan trisiklik cukup banyak, tetapi hal ini tidak
menghalangi penggunaanya, karena obat ini telah terbukti efektif didalam
mengobati depresi. Dengan memberikan obat ini sebgai dosistunggal pada malam
hari, dan melakukan titrasi peningkatan dosis, efek samping yang mengganggu
sedikit banyak akan dapat diatasi.

Anti depresan baru trlihat efeknya dalam 4-12 minggu. Sebelum ia mengurangi
atau menghapus gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya dirasakan sudah
membuat perbaikan dalam 2-3 minggu. Selama masa ini efek sampinga kan terasa.
Banyak efek samping bersifat sementara dan akan menghilang ketika obat
diteruskan, dan beberapa efek samping menetap seperti mulut kering, konstipasi dan
efek seksual. Orang berusia lanjut perlu mendapat kan perhatian atas daya absorbs
dan kepekaannya terhadap efek obat. Monitor obat dan gejala perlu lebih cermat.

Mekanisme kerja

Trisiklik (TCA) memblokade reupatake dari noradrenalin dan serotonin yang


menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin.MAOI
menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps.Mianserin dan mirtazapin
memblokade reseptor alfa 2 presinaps.setiap mekanisme kerja dari antidepresan
melibatkan modulasi pre atau disebut respon elektrofisiologis.

Cara Penggunaan

Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa di berikan sekali sehari dan
mengalami proses Frist-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang
timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu untuk sindroma ringan dan
sedang,pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan depresi ringan dan
sedang,pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan :

Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)

11
Langkah 3 : golongan tetrasiklik,atypical,MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.

Hipotensi
Jenis Obat Dosis mg/nan Anti kolinergik Sedasi
artostatik
Amitriptilin 50-300 ++++ ++++ +++
(laroxyl)
Klomiparim 25-250 +++ +++ +++
(anafranil)
Imipramin 30-300 ++ ++ ++
(tofranil)
Tabel 1. Gambaran ant depresan TCA.

Tabel 2.Gambaran obat anti depresan SSRI.

Jenis Obat Dosis mg/hari Antikolinergik Sedasi Hipotensi

Ortostatik 20-50 0/+ 0/+ 0


paraxotin
Fluoxatin 20-60 0 0/+ 0
Sertalin 50-200 0 0/+ 0
Fluvoxamin 50-300 0 0/+ 0

Perama-tama menggunakan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal


(meninggalkan kepatuhan minumobat,bisa di gunakan pada berbagai kondisi
medik),spectrum efek anti- depresi luas ,dan gejala putus obat minimal,serta ”lethal
dose” yang tinggi (6000 mg) sehingga relatif aman.

Bila telah di berikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang
cukup(sekitar 3 bulan) Tidak efektif, dapat beralih ke pilihan ke dua ,golongan
trisklik,yang spektrum anti depresinya juga luas tetapi tetapi efek sampingnya relatif
lebih berat .

12
Bila pilihan kedua blum berhasil,dapat beralih ketiga dengan spectrum anti
depresi yang lebih sempit,dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan
trisiklik,yang teringan adalah golongan MAOI.di samping itu juga di pertimbangkan
bahwa pergantian SSRI ke MAOI membutuhkan waktu 24 minggu istirahat untuk
“washout period” guna mencegah timbulnya “serotonin malignant syndrome”.

Pemberian Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan

1. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu


2. Onset sekunder (efek samping) : sekitar 12-24 jam
3. Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:

a. Initiating dasage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu
1. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari 1 dan 2, 50 mg/hari pada hari ke
3 dan 4, 100 mg/hari pada hari ke 5 dan 6.
b. Tirating dosage (control optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis
efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya, amytriptylin 150 mg/hari
selama 7 sampai 15 hari (minngu 2), kemudian minggu 3 200 mg/hari dan
minggu 4 300 mg/hari.
c. Stabilizing dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya, antytriphylin 300 mg/hari dosis optimal kemudian diturunkan sampai
dosis pemeliharaan.
d. Maintining dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya, amytriptylin 150 mg/hari.
e. Tappering dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating
dosage. Misalnya, amytriphylin 150 mg/hari – 100 mg/hari selama 1 minggu,
100 mg/hari – 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari – 50 mg/hari selama 1
minggu, 50 mg/hari – 25 mg/hari selama 1 minggu.

13
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada
dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour
before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI
diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. Pemberian obat anti depresi
dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena “addiction potential”nya sangat
minimal.

2.2.3 Obat Anti-Mania


Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan aktiftas fisik
yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang secara keseluruhan tidak
sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal ini terjadi dalam jangka waktu
paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana
perasaan) yang meningkat ekspresif atau iritabel. Sindroma mania disebabkan oleh
tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya pada system limbic,
yang berdampak terhadap “dopamine receptor supersensitivity”. Lithium karbonat
merupakan obat pilihan utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis
terhadap serangan sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif bipolar.
Bentuk mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania sering kali merupakan
bagian dari kelainan bipolar (penyakit manic-depresif). Beberapa orang yang
tampaknya hanya menderita mania, mungkin sesungguhnya mengalami episode
depresi yang ringan atau singkat. Mania maupun hipomania lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan depresi. Mania dan hipomania agak selut dikenali, kesedihan
yang berat dan berkelanjutan akan mendorong sesorang untuk berobat ke dokter,
sedangkan kegembiraan jarang mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena
penderita mania tidak menyadari adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun
perilaku mentalnya.
Table 1. sediaan Obat Anti Mania dan Dosis Anjuran
No. Nama Nama Dagang Sediaan
Generik
1. Lithium Frimania (Mersifarma) Tab. 200 mg, 300 mg, 400 mg,

14
Karbonat 500 mg
2. Karbamazepin Tegretol (Novartis), Tab. 200 mg
Bamgetol (Mersifarma) Kaplet. 200 mg
3. Natrium Depakote (Abobott) Tab. 125 mg, Tab 250 mg, Tab.
Divalproex 500 mg, Caps 250 mg, Syr.
250mg/5ml
4. Haloperidol Haloperidol (Indofarma), Tab. 0,5 mg; 1,5 mg; 5 mg
Haldol (Janssen), Liq. 2mg/ml
Serenace (Searle) Amp. 5mg/ml
5. Asam Depakene Caps.250 mg, Syr. 250mg/ 5ml
Valproat

Cara Penggunaan Obat

Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada
gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi litium
karbonat sebagai obat profilaks. Dapat mengurangi frekuensi, berat dan lamanya
suatu kekambuhan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkan dapat
digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sinfroma mania akut dan
profilaks serangan sindrom mania pada gangguan afektif bipolar.
Dan gangguan afektif unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga dengan obat
antidepresi SSRI yang lebih ampuh daripada litium karbonat. Dosis awal harus lebih
rendah pada pasien lanjut usia atau pasien gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi
ginjal. Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sempel darah pagi hari, yaitu
sebelum makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.

Mekanisme Kerja

Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan Sindrom


mania akut atau profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang kambuhan pada
gangguan afektif bipolar.Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan
kemampuannya mengurangi ”dopamine receptor supersensitivity”, meningkatnya

15
”cholinergic-muscarinic activity”, dan menghambat ”cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides”

Indikasi

Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:

1. Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat
keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif dan iritabel.
2. Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala berikut:
a. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual),
atau ketidak-tenangan fisik .
b. Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk bicara
terus menerus
c. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba
d. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf sampai
waham/delusi)
e. Berkurangnya kebutuhan tidur
f. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada
stimulus luar yang tidak penting
g. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung
kemungkina resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana

Kontra Indikasi

Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui plasenta dan masuk
peredaran darah janin, khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid

16
Efek samping

1. Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik pasien.
2. Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama: mulut kering, haus,
gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot,
poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyata pada pasien usia lanjut dan
penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan) Tidak ada efek
sedasi dan gangguan akstrapiramidal.
3. Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi
tiroid, edema pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan
kosentrasi pikiran
4. Gejala intoksikasi
a. Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil.
b. Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran menurun,
oliguria, kejang-kejang.
c. Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah
5. Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
a. Demam (berkeringat berlebihan)
b. Diet rendah garam
c. Diare dan muntah-muntah
d. Diet untuk menurunkan berat badan
e. Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi nonsteroid
6. Tindakan mengatasi intoksikasi lithium :
a. Mengurangi faktor predisposisi
b. Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara IV sebanyak
10 m
7. Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan
kontrol rutin

17
2.2.4 Obat Anti-Ansietas

Anti ansietas adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan dan
juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.

Antiansietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat


yang mendepresi system saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuk sedasi siang
hari pada pengobatan ansietas, namun penggunaannya saat ini telah ditinggalkan.
Alasannya ialah antara golongan barbiturate dan memprobamat lebih toksik pada
takar lajak (overdoses)

Dari golongan benzodiazepine yang dianjurkan untuk antiansietas adalah


klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam,
alparazolam, dan halozepam. Sedangkan klorazepam lebih dianjurkan untuk
pengobatan panic disorder.

Klasifikasi yang sering dipakai adalah

1. Derivate benzodiazepine
a. Diazepam (valium)
b. Bromazepam (lexotan)
c. Lorazepam (ativan)
d. Alprazolam (xanax)
e. Clobazam (frisium)
2. Derivate glisetol
a. Memprobamat
3. Derivate berbiturat

Mekanisme Kerja

Mayoritas neurotransmiter yang melakukan inhibisi di otak adalah asam amino


GABA (gamma-aminobuytric acid A). Secara selektif reseptor GABA akan
membiarkan ion Chlorid masuk ke dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron
dam menghambat penglepasan transmisi neuronal. Secara umum obat-obat

18
antianssietas ini bekerja di reseptor GABA. Benzodiazeoine menhasilkan efek
pengikatan terhadap reseptor GABA tersebut.

Cara Penggunaan

1. Benzodiazepin memiliki rasio terapetik yang tinggi sebagai anti ansietas dan
kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan
meprobamate atau fenobarbital.
2. Benzodiazeopin sebagai “drug of choice” karena memiliki spesifitas, potensi dan
keamanannya.
3. Spectrum klinis benzodiazepin meliputi efek anti ansietas (lorazepam,clobazam,
bromazepam), antikonvulsan, anti insomnia (nitrazepam/flurazepam), dan
premedikasi tingkat operatif (midazolam).
4. Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai “steady state”
dimana dapat dicapai 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali sehari. Onset of action cepat
dan langsun.
5. Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5
hari sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu,
kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis
pemeliharaan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8
minggu.
6. Pemberian obat tidak boleh lebih dari 1-3 bulan dan penghentian selalu secara
bertahap.

Efek samping dan Kontra Indikasi

Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul efek samping seperti rasa mengantuk,
tetapi pada kadar takar lajak (overdosis) benzodiazepine menimbulkan efek depresi
SSP. Efek samping akibat depresi susunan saraf pusat berupa kantuk dan ataksia yang
merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik obat-obat tersebut. Efek antiansietas
diazepam dapat diharapkan terjadi bila kadar dalam darah mencapai 300-400 ng/mL,
dan dan pada kadar ini sudah terjadi efek sedasi dan gangguan psikomotor.
Intoksikasi SSP yang menyeluruh terjadi pada kadar diatas 900-1000 ng/Ml.

19
Hal yang ganjil adalah sesekali terjadi peningkatan ansietas. Respon semacam ini
terjadi khusus pada pasien yang merasa ketakutan dan terjadi penumpulan daya pikir
sebagai akibat efek samping sedasi antiansietas. Efek yang unik juga adalah dimana
terjadi peningkatan nafsu makan yang mungkin ditimbulkan oleh derivate
benzodiazepn secara mental.

Umumnya, toksisitas klinik benzodiazepin rendah. Bertambahnya berat badan,


yang mungkin disebabkan karena perbaikan nafsu makan, terjadi pada beberapa
pasien. Banyak efek samping yang dilaporkan pasien tumpang tindih dengan gejala
ansietas, oleh sebab itu anamnesis yang cermat sangat penting sehingga dapat
dibedakan aakah benar merupakan efek samping atau merupakan gejala ansietas.
Pemberian dalam jumlah besar dan jngka waktu lama dapat menyebabkan toleransi
dan dependesi, serta gejala putus zat apabila obat dihentikan secara tiba-tiba.

Devrivate benzodiazepine sebaimnya jangan diberikan bersama dengan alcohol,


barbiturate dan atau fenotiazin. Kombinasi ini mungkin menimbulkan efek depresi
yang berlebih. Pada pasien dengan gangguan pernapasan, benzodiazepine dapat
memperberat gejala sesak nafas.

Indikasi dan Sediaan

Deviate benzoazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa


cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain
sebagai antiansietas derivate benzodiazepin juga digunakan sebagai hipnotik,
antikonvulsan, pelemas otot, dan induksi anetesi umum yang tentunya dosis untuk
masing-masing tujuan penggunaan berbeda.

Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat
diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25-100 mg seharidalam 2
atau 4 pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari, dan pemberian suntik dapat
diulang tiap 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis
terbagi.

20
Klodiazepoksid tersedia dalam bentuk tablet 5 mg diazepam tersedia dalam
bentuk tablet 2 mg dan 5 mg, diazepam tersedia sebagai lautan untuk pemberian
rektal pada anak dengan kejang demam. Alprazolan tersedia dalam bentuk tablet 0,5
mg, 1 mg, dan 2 mg.

Toleransi dan Ketergantungan Fisik

Keadaan ini terjadi apabila benzodiazepine diberikan dalam dosis tinggi dan
dalam jangka waktu yang lama. Jadi pemberian golongan obat ini lebih dari 3 minggu
sebaiknya dihindari. Habitusi dapat terjadi akibat benzodiaazepine, namun karena
waktu paruhnya panjang dan terjadi perubahan mmenjadi metabolit aktif, gejala putus
obat mungkin tidak akan nampak selama 1 minggu sesudah penhentian obat pada
pemakaian kronik. Umumnya pada pemberian dengan dosis biasa akan terjadi gejala
putus obat.

2.2.5 Obat Anti-Insomia

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu


benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

1. Benzodiazepine (Nitrazepam, Trizolam, Estaszolam)


2. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

1. Initial Insomnia (sulitmasukkedalam proses tidur). Obat yang


dibutuhkanadalahbersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitugolongan
benzodiazepine (Short Acting). Misalnyapadagangguananxietas.
2. Delayed Insomnia (proses tidurterlalucepatberakhirdansulitmasukkembalike
proses tidurselanjutnya). Obat yang dibutuhkanadalahbersifat “Prolong latent
phase Anti-Insomnia”, yaitugolonganheterosiklikantidepresan
(TrisiklikdanTetrasiklik). Misalnyapadagangguandepresi.
3. Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidakutuhdanterpecah-
pecahmenjadibeberapabagian / multiple awakening). Obat yang
dibutuhkanadalahbersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitugolongan

21
phenobarbital ataugolongan benzodiazepine (Long Acting).
Misalnyapadagangguan stress psikososial.

PengaturanDosis

1. Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur


2. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat)
3. Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-
lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
4. Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedative dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian

1. Pemakaian obat anti-insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari
2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu
dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan
lamanya.
2. Kesulitan pemberhentian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur
dapat ditanggulangi.

EfekSamping

1. Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur


2. Hati – hati pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia, gangguan fungsi
hati, oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP, dan dapat
memudah kantimbulnya koma. Pada pasien usia lanjut dapat terjadi “over
sedation”, sehinggaresikojatuhdan trauma menjadibesar, yang sering terjadia
dalah “hip fracture”.
3. Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-
insomnia (waktuparuh) :

22
a. Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala rebound lebih
berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
b. Waktu paruh sedang, seperti Estazolam, gejala rebound lebih ringan
c. Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam, menimbulkan gejala “hang over”
pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”
d. Penggunaan lama obat anti-insomnia benzodiazepine dapat terjadi
“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction” (perilaku
penyerang dan ganas).

Perhatian Khusus

1. Kontra indikasi :
a. Sleep apneu syndrome
b. Congestive Heart Failure
c. Chronic Respiratory Disease
2. Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan
“teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester
pertama. Juga benzodiazepine diekskresikan melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP)

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpilan

Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

Obat psikofarmaka atau psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,


diantaranya: antipsokosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia.
Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain : transquilizer, neuroleptic,
antidepressant dan psikomimetika

3.2 Saran
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah pengetahuan baru menganai psikofarmaka. Penyusun pun sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih banyak kesalahan dalam
pembuatannya. Maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-
lima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007.
Maslim R. Panduan Praktis : Penggunaan Obat Psikotropik(Psychotropic Medication).
Edisi ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Ama
Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI 2010
Support Hope Inc.Antipsychotic : Haloperidol, Haldol Disitasi dari
http://www.supporthope.com/medication/anti_anxiety/index.html. Last update:
Januari 2008.

25

Das könnte Ihnen auch gefallen