Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DISUSUN OLEH :
AKUNTANSI F
JAWA TIMUR
SURABAYA
2018
1. NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI
NETO (LCNRV)
Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan
menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya.
1.1 Nilai Realisasi Neto (net realizable value)
Mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi
dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga
penjualan dalam kegiatan bisnis biasa dikurangi estimasi biaya untuk menyelesaikan
dan estimasi biaya untuk melakukan penjualan.
1.2 ILUSTRASI LCNRV
Perusahan mengestimasi nilai realisasi neto berdasarkan bukti yang paling dapat
diandalkan dari jumlah yang dapat direalisasi pada persediaan (harga penjualan yang
diharapkan, biaya penyelesaian yang diharapkan, dan biaya penjualan yang
diharapkan). Berikut adalah contoh dari penghitungan persediaan pada LCNRV
Biaya Nilai realisasi Nilai persediaan
Makanan
perolehan neto akhir
Bayam $8.000 $120.000 $80.000
$384.000
Nilai persediaan akhir:
Bayam, biaya perolehan ($80.000) dipilih karena lebih rendah dari nilai realisasi neto
Wortel, biaya perolehan ($100.000) dipilih karena lebih rendah dari nilai realisasi neto
Kacang potong, nilai realisasi neto ($40.000) dipilih karena lebih rendah dari biaya
perolehan
Kacang-kacangan, nilai realisasi neto ($72.000) dipilih karena lebih rendah dari biaya
perolehan
Campuran sayuran, nilai realisasi neto ($92.000) dipilih karena lebih rendah dari biaya
perolehan
1.3 METODE PENERAPAN LCNRV
LCNRV berdasarkan:
Biaya LCNRV Item Kelompok Total
perolehan individu utama persediaan
Beku
Bayam $80.000 120.000 80.000
Wortel 100.000 110.000 100.000
Kacang potong 50.000 40.000 40.000
Jumlah beku 230.000 270.000 230.000
Kalengan
Kacang potong 90.000 72.000 72.000
Sayuran campur 95.000 92.000 92.000
Total kalengan 185.000 164.000 164.000
Total 415.000 434.000 384.000 394.000 415.000
Mengapa terdapat perbedaan pada pend ekatan LCNRV pada masing-masing item? Ini
dikarenakan ketika perusahaan menggunakan pendekatan kelompok utama atau total
persediaan, item-item nilai realisasi neto yang lebih tinggi dari biaya perolehan akan
menyaling hapus nilai realisasi neto yang lebih rendah dari biaya perolehan. Metode
mana pun yang dipilih, perusahaan harus menerapkan metode tersebut secara konsisten
dari satu periode ke periode lain.
Dasar pengukuran nilai terendah dari biaya dan nilai realisasi neto sebagaimana
disyaratkan oleh PSAK 14 konsisten dengan uji penurunan nilai untuk memastikan
bahwa aset tidak dilaporkan berlebih dari jumlah yang diperkirakan dipulihkan dalam
tanggal pelaporan.
2. DASAR PENILAIAN
2.1 Situasi Penilaian Khusus
Pada umumnya, perusahaan mencatat persediaan pada LCNRV. Namun, ada beberapa
situasi dimana perusahaan beralih dari aturan LCNRV. Perlakuan tersebut dapat
dibenarkan dalam situasi dimana biaya sulit ditentukan, item yang mudah dipasarkan
pada harga pasar kuotasian, dan unit produk yang dapat dipertukarkan. Dua situasi
umum dimana nilai realisasi neto menjadi aturan umum untuk menilai persediaan:
Aset agrikultur
Pengukuran nilai realisasi neto digunakan untuk persediaan ketika persediaan
tersebut terkait dengan kegiatan agrikultur.
Komoditas yang dimiliki oleh pedagang-perantara (broker-trader)
Komoditas ini juga umumnya mengukur persediaan mereka pada nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual (nilai realisasi neto), dengan perubahan nilai
realisasi neto akan diakui pada laporan laba rugi periode saat perubahan terjadi.
2.2 Nilai Penjualan Relatif
Masalah khusus muncul ketika perusahaan membeli kelompok unit yang berbeda dalam
satu pembelian lump-sum (lump-sum purchase), juga disebut pembelian keranjang.
Untuk menilai setiap unit agar akurat, praktik umum dan yang paling logis adalah
dengan mengalokasikan jumlah berbagai unit atas dasar nilai penjualan relatif.
2.3 Komitmen Pembelian-Masalah Khusus
Kelangsungan hidup dan profitabilitas perusahaan bergantung pada ketersediaan
persediaan barang dagang yang mencukupi untuk memenuhi semua pesanan konsumen.
Sehingga sangat wajar apabila sebuah perusahaan membuat komitmen pembelian
terhadap persetujuan pembelian persediaan untuk beberapa minggu, bulan atau bahkan
tahun ke depannya yang dibayar di muka. Hak atas barang dagang atau bahan baku
yang terkait dengan komitmen pembelian ini belum berpindah ke pembeli.
Apabila harga kontrak lebih besar dari harga pasar dan pembeli mengharapkan
bahwa kerugian akan terjadi ketika pembelian terpengaruh, pembeli harus mengakui
liabilitas dan kerugian terkait pada periode di mana penurunan harga pasar tersebut
terjadi.
Komitmen pembelian ini dapat melindungi pihak pembeli sendiri dari probabilitas
penurunan harga pasar barang yang bersangkutan kontrak dengan lindung nilai
(hedging). Lindung nilai dilakukan melalui kontrak futures dimana pihak pembeli
dalam komitmen pembelian pada saat yang sama juga membeli kontrak futures untuk
menjual produk sama dengan kuantitas yang serupa di masa mendatang pada harga
tetap. Jika sebuah perusahaan memegang posisi beli dalam suatu komitmen pembelian
dan memegang posisi jual dalam kontrak futures untuk komoditas yang sama, maka
kerugian dalam suatu kontrak akan ditutupi ole keuntungan dari kontrak lain. Tujuan
lindung nilai adalah untuk saling hapus risiko harga posisi beli dan jual.
3. METODE LABA BRUTO DALAM MENGESTIMASI PERSEDIAAN
Tujuan dasar dari perhitungan fisik persediaan adalah untuk memeriksa keakuratan
catatan persediaan perpetual atau jika tidak ada catatan, untuk mengetahui jumlah
persediaan. Salah satu metode perkiraan persediaan yaitu dengan menggunakan metode
laba kotor. Metode ini bergantung pada tiga asumsi :
1. Persediaan awal ditambah pembelian sama dengan total barang yang diperhitungkan
2. Barang yang belum terjual harus berada di tangan
3. Jika penjualan, dikurangi biaya, dikurangkan dari jumlah persediaan awal ditambah
pembelian, maka hasilnya adalah persediaan akhir
3.1 Perhitungan Persentase Laba Bruto
Persentase laba kotor disediakan sebagai persentase harga jual. Laba kotor atas
harga jual merupakan metode yang umum untuk menghitung laba karena beberapa
alasan : (1) Sebagian besar perusahaan menyatakan barang berdasarkan ritel, tidak
berdasarkan biaya perolehan. (2) Laba yang dinyatakan pada harga penjualan nilainya
lebih rendah daripada yang dinyatakan berdasarkan pada biaya perolehan. Tingkat yang
lebih rendah ini memberikan kesan yang baik pada konsumen. (3) Laba kotor yang
didasarkan atas harga jual tidak pernah melebihi 100%.
Peritel menggunakan rumus berikut untuk menyatakan laba kotor dan persentase
Markup :
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
1. 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 𝑝𝑎𝑑𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 = 100% + 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 𝑝𝑎𝑑𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
2. 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 = 100% + 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 𝑝𝑎𝑑𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Oleh karena harga penjualan melebihi biaya perolehan, dan dengan julah laba bruto
yang sama untuk keduanya, laba bruto pada harga penjualan akan selalu lebih kecil dari
presentase terkait berdasarkan pada biaya perolehan.
3.2 Evaluasi Metode Laba Bruto
Kelemahan dari metode laba kotor yaitu :
1. Metode ini menghasilkan suatu estimasi. Akibatnya, perhitungan fisik persediaan
harus dilakukan satu kali dalam satu tahun untuk memeriksa persediaan yang
benar-benar ada
2. Metode ini menggunakan persentase masa lalu dalam menentukan markup.
Walaupun masa lalu seringkali dapat memberikan jawaban atas masalah masa
depan, namun persentase masa kini pasti lebih akurat
3. Perusahaan harus berhati-hati dlam menerapkan tingkat laba bruto yang universal
Perlakuan untuk item yang mempengaruhi kolom biaya dari metode persediaan ritel
mengikuti perhitungan beban pokok yang tersedia untuk dijual.
Selain itu, beberapa item khusus juga memerlukan analisis seperti berikut :
Pengalihan masuk dari departemen lain, yang dilaporkan dengan cara yang sama
seperti pada pembelian dari perusahaan lain
Kekurangan normal (kerusakan barang), harus mengurangi kolom harga eceran,
karena barang-barang tersebut tidak lagi tersedia untuk dijual. Hal tersebut
ditunjukkan sebagai pengurangan terhadap penjualan yang sama untuk
mendapatkan persediaan akhir menurut harga ritel
Kekurangan Abnormal, harus dikurangkan dari kolom biaya dan harga ritel, dan
dilaporkan sebagai jumlah persediaan khusus atau sebagai kerugian
Diskon karyawan, dikurangkan dari kolom harga ritel, dengan cara yang serupa
seperti pada penjualan
4.4 Evaluasi Metode Persediaan Ritel
Alasan dari penggunaan metode persediaan eceran untuk menghitung persediaan
diantaranya (1) untuk memungkinkan perhitungan laba neto tanpa perhitungan
persediaan fisik, (2) sebagai pengendalian ukuran dalam menentukan kekurangan
persediaan, (3) untuk mengatur kuantitas barang dagang yang ada, dan (4) untuk
informasi asuransi. Karakteristik dari metode persediaan ritel adalah bahwa metode
tersebut memiliki pengaruh rata-rata terhadap tingat laba bruto yang berbeda-beda.
5. PENYAJIAN DAN ANALISI
5.1 Penyajian Persediaan
Standar akuntansi mewajibkan laporan keuangan mengungkapkan
1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam mengukur persediaan, rumus biaya
yang digunakan (average, FIFO)
2. Jumlah tercatat keseluruhan persediaan total dan jumlah tercatat dalam setiap
klasifikasi
3. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat pada nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual
4. Jumlah persediaan yang diakui sabagai beban selama periode berjalan
5. Jumlah setiap penurunan nilai persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode
bersangkutan, dan jumlah setiap pembalikan dari penurunan nilai yang diakui
sebagai pengurangan beban pada periode bersangkutan
6. Kondisi yang menyebabkan pembalikan dari penurunan nilai persediaan
7. Jumlah tercatat persediaan yang dijaminkan sebagai efek untuk liabilitas, jika ada
5.2 Analisis Persediaan
a. Rasio Perputaran Persediaan
Rasio perputaran persediaan mengukur rata-rata persediaan yang terjual selama
suatu periode. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat likuiditas persediaan.
Rasio perputaran persediaan dihitung dengan membagi beban pokok penjualan
dengan rata-rata persediaan yang ada selama periode berjalan. Semakin besar rasio
perputaran persedian, maka risiko perusahaan dalam menghadapi kondisi
kerusakan barang persediaan semakin kecil. Dan laba yang diperoleh perusahaan
meingkat seiring aktivitas penjualan yang semakin meningkat juga.
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 =
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎