Sie sind auf Seite 1von 51

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA NON COMMUNICABLE DISEASE


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Keperawatan Komunitas

Disusun Oleh: Kelompok II

Ahmad Muttasar 16.IK.455


Antika Cahyani 16.IK.460
Darmawati Kurnia 16.IK.464
Fachriyal Hami 16.IK.467
Hardiyanti 16.IK.470
Intan Nur Islamiaty 16.IK.473
Masliani 16.IK.481
Neky Mawaddah 16.IK.485
Puspa Ayu Devira 16.IK.488
Salivahana Adhitia 16.IK.492
Siti Muhibbah 16.IK.496
Syiva Hermawinda 16.IK.499
Zelin Resiana Putri 16.IK.503

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas selesainya
makalah yang berjudul “Laporan pendahuluan asuhan keperawatan komunitas
pada penyakit tidak menular”. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan dengan tujuan
membangun agar mampu menyempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, Desembar 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian NCD .................................................................................................. 3
B. Penyakit Hipertensi ............................................................................................. 3
C. Penyakit DM ........................................................................................................ 7
D. Penyakit Kanker ............................................................................................... 10
E. Penyakit Stroke ................................................................................................. 14
BAB III Fokus Pengkajian pada NCD ........................................................................ 18
BAB IV Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Populasi NCD .............................. 22
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 46
B. Saran .................................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 47

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian


terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih
merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan
morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda
dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam
pembangunan bidang kesehatan di Indonesia (depkes, 2017).

Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak dapat ditularkan


kepada orang lain. Penyakit tidak menular biasnya terjadi karena faktor
keturunan dan gaya hidup yang tidak sehat. Meskipun bersentuhan dengan
si penderita Anda tidak akan tertular penyakit tersebut.

Data WHO tahun 2012 mencatat terdapat sekitar 38 juta orang


meninggal akibat penyakit tidak menular, dari total 56 juta orang yang
meninggal di tahun tersebut. Kematian terkait penyakit tidak menular ini
sebagian besar disebabkan karena kanker, penyakit kardiovaskular,
penyakit pernafasan kronis, serta diabetes.

Di Indonesia, studi beban penyakit global ini menemukan adanya


peningkatan angka harapan hidup di Indonesia dari 63,6 tahun di tahun
1990 menjadi 71,7 tahun di tahun 2016. Perempuan mengalami
peningkatan angka harapan hidup lebih tinggi, yaitu 8,7 tahun, sementara
laki-laki 7,4 tahun. Meski kabar tersebut merupakan kabar baik, di sisi lain
dalam kurun waktu yang sama ditemukan bahwa angka penyakit tidak
menular di Indonesia justru naik drastis. Kematian dan disabilitas yang
timbul akibat diabetes di Indonesia pada 2016, misalnya, tercatat
mengalami kenaikan 38,5 persen sejak 2006. Hasil studi ini mencatat,
penyakit kardiovaskular seperti jantung dan stroke serta diabetes kini
menempati tiga urutan teratas beban penyakit di Indonesia. Beban penyakit
ini maksudnya adalah dampak seperti kerugian finansial dan kematian

1
yang disebabkan oleh penyakit. Beban penyakit ini diukur dengan
menggunakan berbagai indikator seperti keuangan, angka kematian,
maupun morbiditas atau keadaan sakit.

Di Kalimantan Selatan, menunjukkan angka 25.000 untuk penyakit


tidak menular, dari data tersebut bisa kita simpulkan bahwa sangat banyak
penyakit tidak menular yang ada di Banjarmasin.

B. Rumusan masalah

a. Apa yang di maksud dengan penyakit diabetes mellitus, hipertensi,


kanker, stroke ?
b. Bagaimana etiologi nya penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
kanker, stroke ?
c. Bagaimana manifestasi klinis penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, kanker, stroke ?
d. Bagaimana pengobatan penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
kanker, stroke ?
e. Bagaimana pencegahan penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
kanker, stroke ?
f. Bagaimana pengkajian fokus pada populasi NCD ?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, kanker, stroke
b. Untuk mengetahui etiologi penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
kanker, stroke
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, kanker, stroke
d. Untuk mengetahui pengobatan penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, kanker, stroke
e. Untuk mengetahui pencegahan penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, kanker, stroke
f. Untuk mengetahui pengkajian fokus pada populasi NCD

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Non Communicable Disease


NCD (Non Communicable Disease) atau yang disebut dengan
penyakit tidak menular (PTM) merupakan suatu kondisi medis atau
penyakit yang tidak disebabkan oleh infeksi sehingga penyakit tersebut
tidak ditularkan atau disebarkan dari manusia ke manusia. Penyebab
penyakit tidak menular antara lain :
1. Faktor keturunan
2. Gaya hidup yang tidak sehat
3. Kelainan genetik
Penyakit yang tergabung dalam NCD dapat berkembang secara
lambat atau menyebabkan kematian yang mendadak, contohnya adalah :
1. Penyakit jantung
2. Hipertensi
3. Diabetes
4. Osteoporosis
5. Alzheimer
6. Fibromyalgia
7. Kanker

B. Penyakit Hipertensi
1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal


tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus
lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).

Hal ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli


membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri.Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010).

3
Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg
(Syamsudin, 2011).

2. Etiologi
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi; (Kemenkes RI,
2013)

a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun


dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivas) dan pola makan. Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90% pada
semua kasus hipertensi.

b. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekiar 5-10% penderita


hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal, sekitar 1-2% penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu, misalnya pil KB.

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang biasa ditimbulkan pada penderita hipertensi


menurut Nurarif dan Kusuma (2013) adalah :

a. Tidak ada gejala

Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak merasakan perubahan


kondisi tubuh, seringkali hal ini mengakibatkan banyak penderita hipertensi
mengabaikan kondisinya karna memang gejala yang tidak dirasakan.

b. Gejala yang lazim

Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala dan kelelahan.
Beberapa pasien memerlukan pertolongan medis karena mereka mengeluh skit
kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah,
epistaksis, kesadaran menurun. Hipertensi yang menaun dan tergolong
hipertensi berat biasanya akan menimbulkan keluhan yang sangan nampak

4
yaitu : sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, nafas pendek
(terengah-engah), gelisah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang,
emosional, telinga berdengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, nyeri kepala
bagian belakang dan didada, otot lemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan
pergelangan kaki, keringat berlebih, denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak
teratur, impotensi, perdarahan di urine, bahkan mimisan (Martuti, 2009).

4. Pengobatan

Pengobatan tekanan darah tinggi dapat dibagi menjdai dua yaitu


pengobatan non obat (non farmakilogis) dan pengobatan dengan obat
(farmakologis). Pengobatan non farmakologis yaitu ada diet sehat/diet hipertensi
yang meliputi diet rendah garam, diet kegemukan, diet rendah kolesterol dan
lemak yang terbatas, diet tinggi serat. Dan ada juga yang menggunakan gaya
hidup sehat seperti olahraga secara teratur, menghindari rokok dan minum
alkohol, hidup santai dan tidak emosional ( Martuti, 2009).

Tujuan diet hipertensi menurut Sustrani (2008) adalah :

a. Mengurangi asupan garam

Mengurangi garam sering juga diimbangi dengan asupan lebih banyak


kalsium, magnesium, dan kalium. Puasa garam untuk kasus tertentu dapat
menurunkan tekanan darah secara nyata. Umumnya kita mengkonsumsi lebih
banyak garam dari pada yang dibutuhkan tubuh. Idealnya kita cukup
menggunakan sekitar satu sendok teh saja atau sekitar 5 gr garam perhari.

b. Memperbanyak serat

Mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah atau makanan rumahan yang
mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan
sebagian asupan natrium.

c. Menghentikan kebiasaan merokok

Menghentikan rokok, kopi, dan alkohol dapat mengurangi beban jantung,


sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan resiko
kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh

5
darah jantung bekerja lebih keras. Sedangkan alkohol dapat memacu tekanan
darah. Karena itu 90 ml perminggu adalah batas tertinggi yang boleh
dikonsumsi. Ukuran tersebut sama dengan 6 kaleng bir @360 ml atau 6 gelas
anggur @120 ml. Selain itu kopi dapat memacu detak jantung. Menghentikan
atau mengurangi kopi berarti menyayangi jantung agar tidak terbebani lebih
berat.

d. Perbanyak asupan kalium

Penelitian menunjukan bahwa dengan mengkonsumsi 3500 mg kalium


dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah
yang ideal dapat dicapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja
mengusir natrium dari senyawanya, sehingga lebih mudah dikeluarkan. Sumber
kalium mudah didapatkan dari asupan makanan seharihari seperti mentimun,
tomat, pisang, jagung dan brokoli.

5. Pencegahan

Adapun beberapa pencegahan agar meminimalisir terjadinya hipertensi adalah :

a. Berolahraga secara teratur Olaraga secara teratur bisa menurunkan tekanan


darah tinggi. Jika Anda menderita tekanan darah tinggi, pilihlah olahraga
ringan seperti berjalan kaki, bersepeda, berlari, dan berenang. Lakukan
selama 30 sampai 45 menit sehari 3 kali seminggu.

b. Kurangi konsumsi garam Jika Anda menderita tekanan darah tinggi


sebaiknya hindari makanan yang mengandung garam.
c. Konsumsi makanan yang mengandung potassium, magnesium dan kalsium.
Kalium, magnesium dan kalsium bisa menurunkan tekanan darah tinggi.
d. Hidari stres Jalankan terapi anti stres untuk mengurangi stres dan Anda bisa
mengendalikan emosi Anda.
e. Kurangi konsumsi kopi dan merokok Bahaya kopi dan rokok, bisa
merangsang kecanduan yang akhirnya mengganggu aritmia jantung dan
berbagai kerusakan lainnya.
f. Istirahat yang cukup Kita minimal istirat itu 8 jam perharinya.
g. Kurangi berat badan yang berlebih.

6
C. Penyakit Diabetes Mellitus
1. Defenisi

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010)

Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus


apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan
polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah
puasa ≥126 mg/dl

2. Etiologi

Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat


heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran
utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).

Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit


Diabetus Melitus antara lain :

a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan
terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain
agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan
kehamilan.
c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system
imunologi.
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat

7
3. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :

a. Pengeluaran urin (Poliuria)


Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan
kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011)
b. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Subekti, 2013).
c. Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam
darah cukup tinggi (PERKENI, 2011)

d. Peyusutan berat badan


Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2013).

4. Pengobatan

Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita


setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan
perawatan dalam jangka panjang

a. Medis
Menurut Sugondo (2012 ), penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin :
a) Ada penurunan BB dengan drastic
b) Hiperglikemi berat

8
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
e) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,
tindakannya antara lain :

1) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus diabetikum.

2) Neucrotomi

3) Amputasi

b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2012), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan
yaitu :

1) Diet
Diet harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
2) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan –
jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
3) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri
dan optimal.
4) Terapi Insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan
dan pada malam hari
5) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala
komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.

9
6) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement,
karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang
dikeluarkan.
7) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti
bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan.
Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan dan
perawatan (medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan
mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi debridement tersebut.
8) Tindakan pembedahan
Ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik.

D. Penyakit Kanker
1. Definisi Kanker
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Kanker sering dikenal oleh masyarakat
sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah segala
benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi dalam dua golongan, yaitu
tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis
tumor ganas (Brunicardi, et al, 2010).

2. Etiologi
Penyebab kanker belum dapat ditentukan, tetapi terdapat beberapa faktor risiko
yang telah ditetapkan, keduanya lingkungan dan genetic. Spindle cell sarcoma
adalah sejenis kanker jaringan ikat dimana sel berbentuk spindle saat diperiksa di
bawah mikroskop. Tumor umumnya mulai di lapisan jaringan ikat seperti di
bawah kulit, antara otot, dan organ sekitarnya, dan umumnya akan mulai sebagai

10
benjolan kecil dengan peradangan yang tumbuh. Pada awalnya benjolan itu akan
menjadi mandiri karena tumor ada di tahap 1, dan tidak akan selalu berkembang
melampaui bentuknya yang terenkapsulasi. Namun, hal itu mungkin
mengembangkan proses kanker yang hanya bisa dideteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis.
Faktor genetic dan lingkungan meningkatkan faktor risiko terjadinya kanker.
Salah satu yang penting adalah riwayat keluarga. Beberapa keluarga memiliki
risiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan
keluarga lainnya. Faktor risiko lainnya seperti kelainan kromosom, faktor
lingkungan salah satu contohnya adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring, dan kandung kemih. Faktor
risiko lainnya makanan yang lebih banyak menyebabkan kanker pada saluran
pencernaan. Bahan kimia tertentu dalam makanan diketahui dapat menyebabkan
kejadian kanker. Virus dan infeksi juga meningkatkan faktor risiko seseorang
terkena kanker (Smeltzer dan Bare, 2013).

3. Manifestasi Klinis
Gejala kanker secara umum yaitu nyeri yang dapat terjadi akibat tumor yang
meluas menekan syaraf dan pembuluh darah disekitarnya, reaksi kekebalan dan
peradangan terhadap kanker yang sedang tumbuh, dan nyeri juga disebabkan
karena ketakutan atau kecemasan. Pendarahan atau pengeluaran cairan yang tidak
wajar, misalnya ludah, batuk atau muntah yang berdarah, mimisan yang terus
menerus, cairan puting susu yang mengandung darah, cairan liang senggama yang
berdarah (diantara menstruasi/menopause), darah dalam tinja, darah dalam air
kemih. Selain gejala umum, gejala khusus juga biasanya dapat dilihat sesuai
dengan organ yang terkena kanker, seperti pada kanker otak gejala yang muncul
adalah sakit kepala pada pagi hari dan berkurang pada tengah hari, epilepsi,
lemah, mati rasa pada lengan dan kaki, kesulitan berjalan, mengantuk, perubahan
tidak normal pada penglihatan, perubahan pada kepribadian, perubahan pada
ingatan, sulit bicara. Hal ini diakibatkan sel kanker menyerang saraf di otak
(Brunicardi, et al, 2010).

11
Gejala yang muncul pada kanker mulut yaitu terdapat sariawan pada mulut,
lidah dan gusi yang tidak kunjung sembuh. Pada kanker saluran pernapasan gejala
yang terjadi biasanya batuk terus menerus, suara serak atau parau, dahak
bercampur darah, rasa sakit di dada. Pada kanker payudara gejala yang muncul
biasnya terdapat benjolan, penebalan kulit (tickening), perubahan bentuk, gatal-
gatal, kemerahan, rasa sakit yang tidak berhubungan dengan menyusui atau
menstruasi. Pada kanker saluran pencernaan biasanya terdapat darah pada feses
yang ditandai dengan warna merah terang atau hitam, nyeri perut, benjolan pada
perut, rasa sakit setelah makan, penurunan berat badan, serta adanya perubahan
pola buang air besar (diare atau sulit buang air besar). Pada kanker saluran
reproduksi wanita biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak saat periode
menstruasi, pengeluaran darah saat mens tidak seperti biasanya dan rasa sakit
yang luar biasa. Kanker pada saluran reproduksi juga dapat menyebabkan infertile
(kemandulan). Pada kanker saluran perkemihan kandung kemih atau ginjal gejala
yang muncul biasanya terdapat darah pada urin, rasa sakit atau perih pada saat
buang air kecil, keseringan atau kesulitan buang air kecil, sakit pada kandung
kemih, nyeri pada pinggang. Pada kanker testis biasanya terdapat benjolan pada
testis, ukuran penampungan pada testis yang membesar dan menebal secara
mendadak, nyeri pada perut bagian bawah. Pada leukemia gejala yang terjadi
adalah pucat, kelelahan kronis, penurunan berat badan, sering terkena infeksi,
mudah terluka, rasa sakit pada tulang dan persendian, mimisan. Gejala pada
kanker kulit biasanya terdapat benjolan pada kulit yang menyerupai kutil
(mengeras seperti tanduk), infeksi yang tidak sembuh-sembuh, bintik-bintik
berubah warna dan ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, perubahan warna kulit
berupa bercak-bercak (Brunicardi, et al, 2010).

4. Pengobatan
Penanganan kanker tidak cukup dengan mengandalkan satu modalitas terapi.
Terapi kanker memerlukan multimodalitas terapi yang dapat dilakukan secara
bersama-sama atau tidak bersama-sama. Masing-masing modalitas terapi
memiliki kelebihan dan kekurangan. Bila digunakan bersama maka apa yang
kurang dari terapi yang satu akan didapatkan dari terapi lainnya. Demikian juga

12
dalam hal efektivitas dan toxisitas terapi akan dapat dikendalikan dengan
melakukan terapi tersebut. Alasan penting lainnya adalah karena sel-sel kanker
adalah sel-sel dengan populasi yang heterogen. Masing masing sel kanker
memiliki kepekaan terhadap terapi masing-masing (Brunicardi, et al, 2010).
Berikut ini adalah beberapa terapi yang digunakan pada pasien kanker, yaitu
pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, dan biological theraphy.
Pembedahan dapat dikatakan sebagai terapi utama dalam penanganan kanker
solid. Pada semua level kanker (T,N,M) dapat dilakukan tindakan pembedahan.
Pembedahan memiliki tujuan kuratif atau paliatif. Namun, tidak semua keadaan
kanker dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pembedahan sendiri juga memiliki
kelemahan yaitu rekurensi tumor karena tidak semua tepi dapat dieksisi dengan
benar. Oleh sebab itu, pembedahan sendiri harus diikuti dengan modalitas terapi
lainnya, khususnya pada kanker yang diperkirakan telah mengalami metastase.
Pemberian radioterapi dapat ditujukan sebagai bagian dari terapi primer atau
menjadi bagian dari terapi tambahan terhadap pembedahan atau kemoterapi.
Tidak semua kanker sensitif terhadap radioterapi. Radioterapi digunakan dalam
dosis yang terbatas dan tempat yang terbatas. Radioterapi pada seluruh bagian
tubuh tidak dapat dilakukan. Kemoterapi menggunakan obat-obat antikanker yang
bersifat cytotoxic. Kemoterapi diberikan pada tumor-tumor yang sensitif terhadap
kemoterapi. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan sebelum atau sesudah terapi
pembedahan. Pemberian obat ini harus melalui infus dan masuk RS. Kemoterapi
memiliki respon yang cepat dan dalam waktu yang singkat dapat dilihat
responnya. Efek samping dari kemoterapi biasanya akan menyebabkan pasien
mual hebat, pusing, kerontokan pada rambut, dan lain-lain. Pemberian terapi
hormonal ditujukan pada kanker-kanker yang tumbuh oleh karena rangsangan
hormonal. Pemberian obat ini dapat efektif bila tumor tersebut memiliki reseptor
hormonal yang baik. Penggunaan terapi ini cukup baik pada kanker payudara
dengan cara memblok atau menurunkan produksi hormon estrogen dan
progesteron. Terapi hormonal bekerja pada sel kanker dengan respon terapi yang
cukup lama, berbeda dengan pemberian kemoterapi. Terakhir adalah Biological
Therapy, yaitu terapi kanker melalui manipulasi faktor mekanisme pertahanan
tubuh secara natural yang berefek sebagai antitumor. Biological therapy

13
merangsang, menggunakan atau memodifikasi sistem imun tubuh untuk
mengenali dan menghancurkan sel kanker secara efektif. Terapi ini penting untuk
pengobatan kanker, bersama-sama dengan pembedahan, radioterapi, maupun
kemoterapi. Terapi jenis ini masih dalam proses pengembangan dengan harga
yang cukup mahal (Schwartz, Seymour, 2010).

5. Pencegahan
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker sebenarnya berada dalam
kendali dan ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
terkena kanker. Menurut World Cancer Research Fund dan American Institute for
Cancer Research, hal-hal di bawah ini akan membantu menurunkan risiko terkena
kanker :

a. Hidup aktif.
b. Makan lebih banyak buah dan sayuran.
c. Mengurangi daging merah dan minuman manis.
d. Menggunakan bahan-bahan segar dalam memasak.
e. Mengurangi menyantap makanan yang mengandung bahan tambahan
pengawet seperti nitrat, atau diproses melalui pengasapan, diasinkan, atau
dikeringkan, karena proses ini dapat menghasilkan senyawa karsinogenik
dalam makanan.

E. Penyakit Stroke
1. Defenisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

14
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et
al, 2002).

2. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada
48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.

15
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
oedema, dan mungkin herniasi otak.
2. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

16
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
3. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

17
BAB III

PENGKAJIAN FOKUS PADA POPULASI NCD

A. INTI KOMUNITAS
1. Demografi dan etnik group
a. Jumlah penduduk
1) Berdasarkan jenis kelamin
2) Berdasarkan kelompok usia
b. Berdasarkan agama
c. Pertambahan/pengurangan penduduk
1) Emigrasi
2) Kelahiran
d. Status perkawinan
1) Menikah
2) Duda
3) Janda
e. Etnikgroup

2. Status dan Statistik Kesehatan


a. Kesehatan Ibu dan Anak
1) Jumlah ibu hamil
2) Pemeriksaan kehamilan
3) Kelengkapan imunisasi TT
4) Jumlah balita
5) Pemeriksaan balita keposyandu/poskesmas
6) Kelengkapan imunisasi balita

b. Keluarga Berencana
1) Jumlah Penduduk Usia Subur
2) Keikutsertaan dalam program KB
3) Jenis kontrasepsi yang diikiuti

18
c. Kesehatan Remaja
1) Jumlah penduduk remaja
2) Jenis kegiatan mengisi waktu luang

d. Kesehatan Lanjut Usia


1) Jumlah penduduk usia lanjut
2) Penyakit yang paling sering diderita pada lanjut usia
3) Kegiatan yang dilakukan lanjut usia

e. Distribut Penyakit di Masyarakat


1) Pada anak
2) Pada remaja
3) Pada dewasa dan lanjut usia

f. Budaya, Kepercayaan
1) Budaya masyarakat secara umum
2) Bagaimana masyarakat setempat memegang teguh budaya

B. SUBSISTEM KOMUNITAS
1. Lingkungan fisik
a. Data Geografi
1) Lokasi
2) Batas daerah
3) Peta daerah
b. Keadaan tanah menurut pemanfaatannya
1) Pekarangan
2) Makam
3) Daerah usaha
4) Pemukiman

c. Kondisi tanah
d. Kondisi udara

19
e. Sumber air penduduk dan kualitas air
1) Sumber air rumah tangga
2) Sumber air pertanian
3) Sumber air memenuhi syarat kesehatan/tidak
f. Jenis rumah
1) Status rumah
2) Lantai rumah
g. Pembuangan limbah
1) Kebiasaan membuang sampah
2) Pembuangan air limbah
h. Kandang ternak
1) Kepemilikan kandang ternak
2) Letakkan dan ternak
i. Jamban
j. Halaman rumah
1) Kepemilikan pekarangan
2) Pemanfaatan perkarangan/halaman rumah
3) Keadaan pekarangan
k. Pelayanan umum

2. Pendidikan
a. Penduduk berdasarkan pendidikan (Usia Sekolah)
b. Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan formal
c. Angka buta huruf
d. Sekolah dilingkungan kampung atau desa
3. Keamanan dan transportasi
a. Transportasi
1) Transportasi umum
2) Transportasi pribadi
3) Keamanan

20
4. Pelayanan kesehatan sosial
a. Jenis fasilitas kesehatan
b. Pemanfaatan penduduk terhadap sarana pelayanan
c. Sarana transportasi menuju fasilitas kesehatan
d. Keterjangkauan biaya sarana kesehatan oleh penduduk

5. Komunikasi
a. Sarana komunikasi penduduk
b. Bahasa yang digunakan penduduk
c. Media pengumuman untuk penduduk

6. Rekreasi
a. Lapangan untuk bermain dan berolahraga penduduk

7. Ekonomi penduduk
a. Karakteristik pekerjaan penduduk
b. Status pekerjaan
c. Penghasilan rata-rata perbulan

C. Persepsi Masyarakat dan Petugas Kesehatan


1. Persepsi masyarakat terhadap keadaan wilayahnya

21
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA POPULASI NCD

A. Asuhan Keperawatan
1. Hipertensi
a. Pengkajian Hipertensi
1) Keluhan Utama
-
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan proses atau alur bagaimana keluhan bisa terjadi. Bila di
dalam keluhan utama tidak dijelaskan bagaiman bisa keluhan
utama dalam hipertensi itu muncul, maka di dalam riwayat
penyakit sekarang dimunculkan. Pada pengkajian ini bisa muncul
berbagai keluhan yang lainnya. Yang perlu ditanyakan pada klien
adalah bagaimana proses keluhan menyangkut hipertensi itu bisa
terjadi, tindakan yang telah dilakukan pasien dan keluarga untuk
meringankan keluhan yang muncul akibat hipertensi (termasuk
pengobatan yang telah dilakukan), bagaimana prosesnya sampai
pasien dibawa ke rumah sakit. Misalnya jika dalam hipertensi ini
biasanya pasien merasa pusing.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah ada penyakit yang pernah pasien derita di masa
lalu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penyakit
terdahulu yang pernah diderita berdampak pada penyakit yang
muncul pada pasien saat ini. Hal yang perlu dikaji apakah dulunya
pasien punya riwayat hipertensi dan pernah MRS dengan keluhan
yang sama. Selain itu perlu ditanyakan pula apakah pasien pernah
menderita penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler
lainnya. c. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat kesehatan keluarga
ditujukan untuk mencari apakah ada factor keturunan atau pun
bawaan. Hal yang ditanyakan adalah adakah anggota keluarga
yang pernah menderita penyakit hipertensi sebelumnya. Pengkajian

22
pada riwayat kesehatan keluarga ini jangan lupa sertakan
genogram.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga ditujukan untuk mencari apakah ada
factor keturunan atau pun bawaan. Hal yang ditanyakan adalah
adakah anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
hipertensi sebelumnya. Pengkajian pada riwayat kesehatan
keluarga ini jangan lupa sertakan genogram.

b. Analisa Data
DS:
1) Pasien mengatakan kepalnya terasa sakit dan lehernya terasa kaku.
2) Pasien mengatakan pendangannya terlihat kabur dan berkunang-
kunang saat berdiri dan berjalan
3) Pasien mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk
melakukan aktivitasnya secara mandiri
DO:
1) Pasien terlihat menahan nyeri
2) skala nyeri
3) pasien terlihat sempoyongan saat berjalan dan selalu berpegangan
4) pasien terlihat bedres
5) Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas karena
lelah

c. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d. peningkatan afterload
2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan yang dialami oleh pasien akibat
hipertensi
3) Nyeri akut b.d sakit kepala
4) Kebutuhan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. obesitas

d. Intervensi Keperawatan

23
1) Diagnosa Keperawatan 1
a) Intervensi Keperawatan:
Mandiri :
 pantau TD. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi
awal. Gunakan ukuran menset yang tepat dan tehnik yang
akurat.
 Catat keberadaan , kualitas denyutan sentral dan parifer.
 Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
 Amati warna kulit,kelembaban,suhu, dan masa pengisian
kapiler.
 Catat edema umum/tertentu.
 Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi
aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung
dan lamanya tinggal.
 Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat
tidur/kursi; jadwal priode istirahat tanpa gangguan; bantu
pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
 Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman; seperti pijatan
punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
 Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi,aktivitas
pengalihan.
Kolaborasi:
Berikan obat-obat sesuai dengan indikasi, contoh:
 Diuretik tiazid, mis. Klorotiazid (diuril); hidroklorotiazid
(Esidrix/hidroDIURIL);bendroflumentiiazid (naturetin).
 Diuretik loop, mis. Furosemid (lasix); asam etakrinic
(edecrin);bumetanid (burmex).
 Diuritik hemat kalium, mis, spironolakton (aldactone);
triamterene (dyrenium); amilioride (midamore).
 Inhibitor simpatis, mis, propanolol (inderal); metroponol
(lepressor);atenolol (ternomin); nadolol (corgard);

24
metildopa (aldomet); reserpine (serpasil); klonidin
(catapres).
 Vasodilator,mis, minoksidil (loniten); hidralazin
(apresoline); bloker saluran kalsium, mis, nifedipin
(procardia); verapamil (calan)
 Agen-agen antiadrenergik; alfa-1 blocker prazosin
(minipres); tetazosin (hytrin).
 Bloker nuron adrenergik: guanadrel (Hyloree) quanetidin
(Ismelin); reserpin (Serpasil).
 Inhibitor adrenergik yang kerja secara sentral: klonidin:
(Catapres); guanabens (Wytension); metildopa (Aldomet).
 Vasolidator kerja-langsung: hidralazin (Apresoline);
minoksidil; (Loniten)
 Vasolidator oral yang bekerja langsung: diazoksid
(Hyperstat); nitroprusid; (Nipride, Nitropess)
 Bloker ganglion mis., guanetidin (Ismelin); trimetapan
(Arfonad). ACE inhibitor, mis., kaptopril (Capoten)
 Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
 Siapkan untuk pembedaan bila ada indikasi
2) Diagnosa Keperawatan 2
a) Intervensi Keperawatan:
 Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatiakn
frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit diatas frekuensi
istirahat; peningkatan tekanan darah yang nyata selama
atau sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat
40mm/Hg atau tekan diastolik meningkat 20mm/Hg);
dispnea atau nyeri nada; keletihan dan kelemahan yang
berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
 Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi,
mis., menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir
rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan
perlahan

25
 Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau
perawatan diri bertahap jika dapat ditolenransi. Berikan
bantuan sesuai kebutuhan
3) Diagnosa Keperawatan 3
a) Intervensi Keperawatan:
Mandiri:
 Mempertahankan tirah baring selama fase akut
 Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan
sakit kepala, misalnya; kompres dingin pada dahi, pijat
punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar,
teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan
aktivitas waktu senggang.
 Hilangkan atau minimalkan aktifitas vasokontriksi yang
dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya; mengejan saat
BAB, batuk panjang, membungkuk.
 Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
 Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang
teratur bila terjadi pendarahan hidung atau kompres
hidung telah dilakukan untuk menghentikan pendarahan.
Kolaborasi Berikan sesuai indikasi : analgesik;
antiansietas, misalnya; lorazepam (ativan), diazepam
(valium).

4) Diagnosa Keperawatan 4
a) Intervensi Keperawatan:
Mandiri :
 Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan
 Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
batasi masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.
 Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan
 Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet

26
 Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik
dengan pasien, misalnya penurunan berat badan 0,5 kg per
minggu.
 Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan
harian termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan
lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.
 Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat,
hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi
(mentega, keju, telur, es krim, daging) dan kolesterol
(daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan)

2. Diabetes Militus (DM)


a. Pengkajian Diabetes Militus
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
1) Riwayat kesehatan keluarga

27
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
2) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
3) Pemeriksaan fisik
 Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan,berat badan dan tanda – tanda vital.
 Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
 Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus
dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut
dan kuku.
 Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
 Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
 Sistem gastrointestinal

28
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
 Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
 Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
 Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
o Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula
darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200
mg/dl.
o Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ).
Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata (
++++ ).
o Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

b. Diagnosa Keperawatan

29
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya
obstruksi pembuluh darah.
2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
padaekstrimitas.
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik
jaringan.
4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka.
5) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6) Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan
dengan tingginya kadar gula darah.
7) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
8) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan
dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
10) Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.

c. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
a) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
b) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
c) Kulit sekitar luka teraba hangat.
d) Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah

30
e) Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
a) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
b) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran
darah: Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (
posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki,
hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang
lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan
aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema
c) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
d) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).
2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
a) Berkurangnya oedema sekitar luka.
b) pus dan jaringan berkurang
c) Adanya jaringan granulasi.
d) Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
a) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
b) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka
secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat
sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan
yang mati

31
c) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.
3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik
jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
a) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
b) Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk
mengatasi atau mengurangi nyeri .
c) Pergerakan penderita bertambah luas.
d) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S :
36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR :
18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
b) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
c) Ciptakan lingkungan yang tenang.
d) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
e) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
f) Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat
luka.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka di kaki. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan
aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
a) Pergerakan paien bertambah luas
b) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
( duduk, berdiri, berjalan ).
c) Rasa nyeri berkurang.

32
d) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap
sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
a) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk
menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
b) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas
bawah sesui kemampuan.
c) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
d) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian
analgesik ) dan tenaga fisioterapi
5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a) Berat badan dan tinggi badan ideal.
b) Pasien mematuhi dietnya.
c) Kadar gula darah dalam batas normal.
d) Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
a) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
b) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
c) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
d) Identifikasi perubahan pola makan.
e) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin
dan diet diabetik.
6) Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan
dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
a) Tanda-tanda infeksi tidak ada.

33
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,50C)
c) Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
a) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
b) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga
kebersihan diri selama perawatan.
c) Lakukan perawatan luka secara aseptik.
d) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik,
pengobatan yang ditetapkan.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan
insulin
7) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
a) Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b) Emosi stabil., pasien tenang.
c) Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya..
c) Gunakan komunikasi terapeutik.
d) Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
e) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim
kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin.
f) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien
secara bergantian.
g) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

34
8) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan,
dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar
tentang penyakitnya. Kriteria Hasil :
a) Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
b) Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM
dan gangren
b) Kaji latar belakang pendidikan pasien.
c) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang
mudah dimengerti.
d) Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi
pasien dan libatkan pasien didalamnya.
e) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika
ada / memungkinkan).
9) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu
anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil :
a) Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
Tanpa rasa malu dan rendah diri.
b) Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
a) Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang
berfungsi secara normal.

35
b) Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan
pasien..
c) Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
d) Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
e) Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan kehilangan.
f) Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri
dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.

10) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
a) Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
b) Pasien tenang dan wajah segar.
c) Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
a) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
b) Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
c) Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
d) Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan
teknik relaksasi . Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan
kebutuhan tidur pasien.

3. Kanker
a. Pengkajian Kanker
1) Riwayat keluhan utama
meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara, adanya ulkus,
kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
2) Riwayat kesehatan masa lalu

36
apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
-
4) Riwayat penyakit keluarga
-
5) Pengkajian fisik
meliputi keadaan umum, tingkah laku, BB dan TB, Pengkajian
head to toe
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi
3) Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh
4) Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
5) Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
6) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta
pengobatan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
7) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
intake tidak adekuat.

c. Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
penekanan massa tumor Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria Hasil :
a) Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
b) Nyeri tekan tidak ada
c) Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
 Kaji karakteristik nyeri, skala nyeri, sifat nyeri, lokasi dan
penyebaran.
 Beri posisi yang menyenangkan.
 Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.

37
 Ukur tanda-tanda vital
 Penatalaksanaan pemberian analgetik
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi
lengan/bahu.
Tujuan : Klien dapat beraktivitas
Kriteria Hasil :
a) Klien dapat beraktivitas sehari – hari
b) Peningkatan kekuatan bagi tubuh yang sakit.
Intervensi :
 Latihan rentang gerak pasif sesegera mungkin.
 Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
 Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur.
3) Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.
Tujuan : Kecemasan dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
a) Klien tampak tenang
b) Mau berpartisipasi dalam program terapi
Intervensi :
 Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
 Diskusikan tanda dan gejala depresi.
 Diskusikan tanda dan gejala depresi
 Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau
pemakaian prostetik.
4) Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
Tujuan : Klien dapat menerima keadaan dirinya.
Kriteria Hasil :
a) Klien tidak malu dengan keadaan dirinya
b) Klien dapat menerima efek pembedahan.
Intervensi :
 Diskusikan dengan klien atau orang terdekat respon klien
terhadap penyakitnya.
 Tinjau ulang efek pembedahan

38
 Berikan dukungan emosi klien.
 Anjurkan keluarga klien untuk selalu mendampingi klien.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda – tanda infeksi
b) Luka dapat sembuh dengan sempurna.
Intervensi :
 Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
 Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah prosedur
tindakan.
 Lakukan prosedur invasif secara aseptik dan antiseptik.
 Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
6) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta
pengobatan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
a) Klien tidak menanyakan tentang penyakitnya
b) Klien dapat memahami tentang proses penyakitnya dan
pengobatannya Intervensi :
 Jelaskan tentang proses penyakit, prosedur pembedahan
dan harapan yang akan datang.
 Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi,
makanan dan pemasukan cairan yang adekuat.
 Anjurkan untuk banyak beristirahat dan membatasi
aktifitas yang berat.
 Anjurkan untuk pijatan lembut pada insisi/luka yang
sembuh dengan minyak.
 Dorong pemeriksaan diri sendiri secara teratur.
7) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat

39
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
a) Nafsu makan meningkat
b) Klien tidak lemah - Hb normal (12 – 14 gr/dl)
Intervensi :
 Kaji pola makan klien
 Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering
 Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan mulut dan gigi
 Anjurkan untuk banyak makan sayuran yang berwarna
hijau.
 Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.

4. Stroke
a. Pengkajian Stroke
1) Riwayat kesehatan sekarang
-
2) Riwayat kesehatan dahulu
Berapa lama klien menderita penyakit srtoke, bagaimana
penanganannya, bagaimana cara minum obat apakah teratur atau
tidak, apasaja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya?
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
4) Pola keutuhan dasar
a) Aktivitas/Istirahat
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
ditemukannya kelemahan. Sedangkan pada teoritis
ditemukannya perbedaan dengan teori kasus
yaitu Terjadinya gangguan penglihatan sedangkan pada klien
tidak hal ini dikarenakan karena stroke yang terjadi pada
pasien tidak mengenai pada nervus kranial pada klien dan

40
ditemukan nyeri sedangkan pada pasien tidak hal ini
dikarenakan pada anggota tubuh pasien.
b) Sirkulasi
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
Sama-sama terdapat gejala hipertensi dan sama-sama terjadi
kelemahan otot. Sedangkan pada teoritis ditemukannya
perbedaan dengan teori kasus yaitu Ditemukannya penyakit
jantung sedangkan pada pasien tidak mengalami akan apa
terjadi (penyakit jantung) hal ini dikarenakan tidak ada faktor
penujang yang mengrahkan kepenyakit itu, baik dilihat dari
riwayat kesehatan sekarang,dahulu maupun keluarga.
c) Integritas Ego
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
sama-sama adanya rasa putus asa dari exspresi/ raut wajah
klien. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan
dengan teori kasus yaitu Pada pasien emosinya tidak terkontrol
sedangakan dari tanda dan gejalanya dalam teory tidak, hal ini
dikarenakan pola pikir pasien yang selalu positif ( possitive
thinking ).
d) Eliminasi
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
Sama-sama mengalami pola berkemih inkontenesia urine
sehingga dipasang DC/ kateter. Sedangkan pada teoritis
ditemukannya perbedaan dengan teori kasus Tidak ada
perbedaan.
e) Makanan/Cairan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
Jika dilihat dari tandanya sama-sama sulit menelan hal ini
ditemukan sesuai dengan kondisi pasien. Sedangkan pada
teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Jika
dilihat dari gejalanya tidak sama, hal ini dikarenakan pada
kasus Tn. I kerusakan nervus bukan karena dari TIK.

41
f) Neuronsesori
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
sama-sama terdapatnya kelemahan dan sama-sama ditemukan
Sinkope/pusing. Sedangkan pada teoritis ditemukannya
perbedaan dengan teori kasus yaitu dalam teory didapatkan
penglihatan menurun, sedangkan pada pasien tidak ditemukan
karena pada pasien tidak didapatkannya kerusakan nervus.
g) Nyeri/Kenyamanan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
tidak ada persamaan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya
perbedaan dengan teori kasus yaitu pada teory didapatkan
nyeri sedangkan pada pasien tidak hal ini dikarenakan ambang
nyeri pasien tidak terkaji, atau dengan kata lain tidak
ditemukan nyeri pada diri pasien itu sendiri.
h) Pernapasan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
tidak ada persamaan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya
perbedaan dengan teori kasus yaitu didalam teory didapatkan
pola nafasnya mengalami hambatan, sedangkan pada kasus Tn.
I tidak hal ini dikarenakan pola nafasnya lancar tidak adanya
hambatan dan masih dalam keadaan normal.
i) Keamanan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
sama-sama sulit untuk menelan sesui dengan teory. Sedangkan
pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu
dalam teory didapatkan kerusakan penglihatan, ketidak
mampuan mengenali objek ,warna, sedangakan pada pasien
tidak ditemukan hal ini dikarenakan syaraf kranial/ nervus
masih dalan keadaan normal sehingga tidak ditemukan.
j) Interaksi Sosial
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
sama-sama mempunyai masalah tidak dapat bicara, serta

42
ketidak kemampuan berkomunikasi. Sedangkan pada teoritis
ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu tidak ada.
k) Penyuluhan/Pembelanjaran
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu
sama-sama mempunyai riwayat hipertensi. Sedangkan pada
teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu tidak
ada.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai darah serebral, meningkatnya tekanan
intrakranial, menurunnya oksigenisasi serebral
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
meningkatnya tekanan intracranial
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya
kesadaran, paresis/plegia.
4) Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi
motorik.

c. Intervensi
4) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tiak
adekuatnya suplai darah serebral, meningkatnya tekanan
intracranial, menurunnya oksigenisasi serebral.
Intervensi :
 Observasi status neurologi klien meliputi status mental, pupil,
gerakan mata, fungsi sensorik dan motorik, respon verbal
setiap 1-4 jam untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang
berindikasi adanya gangguan fungsi serebral.
 Monitor tanda-tanda vital setiap 1-4 jam.
 Berikan obat antihipertensi dan pantau pengaruhnya.
 Pertahankan jalan napas dan ventilasi secara adekuat.
Kriteria Evaluasi :

43
a) Mendemonstrasikan perubahan atau memperbaiki status
neurologi
b) Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal
5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
meningkatnya tekanan intracranial
Intervensi :
 Observasi kemampuan klien untuk mempertahankan jalan
nafas yang terbuka.
 Jaga jalan napas yang adekuat dengan memberikan posisi semo
fowles dan penghisapan sekresi.
 Monitor frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman setiap 1-4
jam.
 Auskultasi suara napas setiap 4 jam untuk mennetukan adekuat
tindakan penghisapan sekresi.
Kriteria Evaluasi :
a) Memiliki pertukaran udara dalam paru kanan dan kiri adekuat.
b) Memiliki frekuensi pernapasan antara 12-14 kali/menit.
c) Memiliki nilai gas arteri dalam batas normal
d) Tidak terjadi tanda-tanda hipoksia
6) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya
kesadaran, paresis/plegia.
Intervensi :
 Observasi fungsi motorik klien, sensasi dan reflek pada seluruh
ekstremitas untuk menetapkan kemampuan dan keterbatasan.
 Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik yang meliputi kepala,
bahu, dan sendi panggung pada mattress dengan papan tempat
tidur.
 Berikan footboard dan mattress untuk mecegah penekanan dan
mencegah footdrop dan kerusakan kulit.
 Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional: siku sedikit
fleksi, pergelangan tangan ekstensi, handroll untuk menjaga

44
posisi menggenggam dan untuk mengontrol spasme, lengan
ditinggikan untuk mencegah edema.
7) Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi
motorik.
Intervensi :
 Observasi gag reflek. Kemampuan menelan, adanya praralisis
wajah, fungsi sensorik dan motorik ekstremitas atas klien
untuk menetapkan kemampuan fungsional klien untuk makan.
 Monitor pemasukan dan pengeluaran dan pemasukan diet
untuk menetapkan deficit
 Monitor elektrolit (pemasukan secara peroral yang buruk dan
kurangnya cairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit).
 Berikan cairan IV.
Kriteria Evaluasi :
 Berat badannya lebih kurang 10% dari berat badan ideal.
 Mentoleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan
residu minimal, tidak diare, elektrolit seimbang.
 Menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi

45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
NCD memberi beban signifikan pada ekonomi Indonesia yang
hanya akan meningkat dalam dua dekade mendatang. Ada banyak bukti
tentang tindakan efektif dan biaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat sipil untuk mengatasi beban NCD (World
Economic Forum / WHO, 2011).
Kehilangan tenaga kerja karena NCD akan mengarah pada
pengurangan substansial dalam kapasitas produktif negara yang jauh lebih
besar daripada negara-negara tetangganya di Asia. Sehubungan dengan
skenario di mana intervensi diambil untuk mengurangi prevalensi NCD,
pembangunan ekonomi Indonesia kemungkinan akan secara signifikan
terhambat oleh NCD jika skenario status quo dipertahankan.
Selain itu, hasil yang disajikan di sini kemungkinan besar akan
meremehkan dampak total NCD pada perekonomian Indonesia.

B. Saran
Saran yang didapat salahsatunya yaitu kita harus melakukan
pengkajian secara menyeluruh dan melakukan intervensi mulai dari
preventif, kuratif dan rehabilitatif. kita dapat melakukan intervensi tidak
hanya pada individu namun juga dapat terfokus ke lingkungan
masyarakatnya

46
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K.A.H. (2011). Asuhan keperawatan komunitas: teori & praktik. Jakarta:
EGC.

Barbul A. dan Efron D.T. 2010. Wound Healing. In: F. Charles Brunicardi, Dana
K., Andersen, Timothy R., Billiar, David L., et al., eds. Schwartz’s
Principles of Surgery. 9th ed. New York: McGraw-Hill Book Companies

Bloo, D. dkk. 2015. Economics of Non-Communicable Diseases in Indonesia.


Harvard T.H CHAN. Department of Global Health and Population

Campbell, N.A, J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Alih Bahasa : L.
Rahayu, E.I.M Adil, N Anita, Andri, W.F Wibowo, W. Manalu. Penerbit
Erlangga. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : EGC.

GPAQ. Guidelines for surveillance and population based prevention of


noncommunicable diseases.
http://www.who.int/ncds/surveillance/steps/resources/GPAQ_Analysis_Gu
id e.pdf. Diakses tanggal 14 Desember 2018.

Jhonson & Leny (2010). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika

Kemenkes RI. (2012). Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa


Masyarakat. Jakarta : Kemenkes RI

Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (Eds.). (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes, 5th
Edition. USA: Elsevier.

Murwani, A. (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Yogyakarta: Goshyen


Publishing.

Prabowo, Eko. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuhamedika

Seymour I, Schwartz. 2010. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

47
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G.B. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

World Health Organization. Global status report on noncommunicable diseases


2014. Geneva: World Health Organization; 2014.

48

Das könnte Ihnen auch gefallen