Sie sind auf Seite 1von 9

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 

Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 

PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN


KETAHANAN LUNTUR KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN
LIMBAH TEH HIJAU

A.Ign. Kristijanto1 dan Hartati Soetjipto1


Prodi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga

(email :gus_ign111@yahoo.co.id))

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah : 1) Menentukan pengaruh jenis fiksatif terhadap ketuaan warna kain mori hasil
pewarnaan limbah teh hijau ditelaah dengan metoda pencitraan RGB, 2) Menentukan ketahanan luntur kain mori
hasil pewarnaan limbah teh hijau antar berbagai fiksatif terhadap pencucian, 3) Menentukan ketahanan luntur
kain mori hasil pewarnaan limbah teh hijau antar berbagai fiksatif terhadap penyetrikaan
Data ketuaan warna kain mori dianalisis dengan. Metoda Pengolahan Citra Digital RGB dengan menggunakan
rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), 3 perlakuan dan 9 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah
jenis fiksatif, yaitu : tawas (Tw) 5%, kapur (K) 2,5%, dan tunjung (Tu) 2% dan sebagai kelompok adalah waktu
pemrosesan kain. Sedangkan data ketahanan luntur kain mori dianalisis dengan menggunakan rancangan Dwi
Ragam dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), 3 perlakuan dan 9 ulangan. Sebagai
perlakuan dan kelompok sama dengan pada ketuaan warna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fiksatif tunjung pada kain mori menghasilkan warna yang paling gelap (tua)
diikuti kapur kemudian tawas. Jenis fiksatif tunjung dan tawas menunjukkan ketahanan luntur kain mori terhadap
pencucian, sebaliknya fiksatif kapur menunjukkan kelunturan. Jenis fiksatif kapur dan tawas menunjukkan
ketahanaqn luntur kain mori terhadap panas penyetrikaan, sebaliknya fiksatif tunjung menunjukkan kelunturan
terutama pada rona merah.

Kata-kata kunci: limbah teh, fiksatif, pewarna alami, mori, metode RGB

Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan


PENDAHULUAN yaitu limbah teh, berupa ampas daun-daun teh
Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia dalam jumlah besar dari pusat-pusat produksi
yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi minuman berbahan dasar teh. Sampai sejauh ini,
penyebaran, teknologi maupun pemanfaatan limbah teh masih sangat sederhana
desainnya.Semula batik hanya dikenal di yaitu sebagai pupuk kompos serta campuran
lingkungan keraton di Jawa dan dibuat dengan makanan ternak. Oleh karena itu, perlu dilakukan
sistem tulis sedangkan pewarna yang digunakan penelitian untuk lebih memaksimalkan potensi
berasal dari alam baik tumbuh – tumbuhan limbah teh yaitu sebagai pewarna alami.
maupun binatang (Atikasari,2005). Bahan
pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah Limbah teh berpotensi untuk memberikan warna
terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses yang dapat dijadikan sebagai pewarna batik tulis.
pemanasan, penyimpanan, atau Secara visualisasi, warna dari limbah teh sendiri
pemrosesan.Beberapa pigmen alami yang banyak adalah cokelat kehijau- hijauan dan secara
terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil, kimiawi dapat dikategorikan sebagai pigmen
karotenoid, tanin, dan antosianin. Umumnya, warna dari golongan tanin. Tanin dapat dijumpai
pigmen - pigmen ini bersifat tidak cukup stabil pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di
terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi
(Kwartiningsih dkk.,2009). maupun tingkat rendah dengan kadar dan
kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber
386 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-
bakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman Piranti yang digunakan antara lain : neraca
Industri (HTI) seperti akasia (Acacia sp.), Ohaus, gelas ukur, baskom, kain penyaring,
ekaliptus (Eucalyptus sp.), pinus (Pinus sp), teh pengaduk, panci stainless steel, kompor,
(Camellia sinensis) dan sebagainya thermometer, setrika listrik, kipas angin (alat
(Risnasari,2002). pengering listrik), pemindai (Scanner) Microtek
3880, program MatLab 65.
Kelebihan zat warna alami adalah beban
pencemaran yang relatif rendah dan tidak 2. Ekstraksi limbah teh (Kusriniati, 2007)
beracun, sedangkan kekurangan zat warna alam
Sebanyak 500 gram limbah teh yang telah
adalah belum mempunyai standar warna,
dikering anginkan ditambah 2,5 liter air,
ketahanan luntur rendah, proses untuk
kemudian direbus sampai volume menjadi ⅓
mendapatkan masih sulit, proses pewarnaan
bagian lalu didiamkan selama 1 malam.
rumit dan koleksi warna terbatas. Ketahanan
Selanjutnya disaring dan ekstrak limbah the siap
luntur warna merupakan unsur yang sangat
digunakan untuk mencelup kain mori
menentukan mutu suatu pakaian atau bahan
berwarna.Warna yang baik pada bahan tekstil
3. Pemasakan kain mori (proses mordanting)
nantinya menjadi tidak diminati konsumen jika
(Kusriniati, 2007)
bahan tekstil tersebut pudar warnanya
Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi
(Kusriniati, 2007). Penggunaan larutan fiksatif
soda abu 2 gram per 2 liter air. Larutan
dalam proses pewarnaan kain akan membuat
dipanaskan hingga suhu mencapai 60°C,lalu kain
warna menjadi tidak mudah pudar
mori direndam dan dibolak – balik selama 5
(Ruwana,2008), sehingga dari itu perlu diketahui
menit. Selanjutnya kain mori diangkat dan
sejauh mana pengaruh fiksatif terhadap ketuaan
dibilas ulang dengan air dingin sampai bersih,
dan ketahanan luntur warna limbah teh hijau
kemudian dikering anginkan.
pada kain batik dengan menggunakan metode
pengolahan citra digital Red Green Blue (RGB)
4. Pewarnaan kain (Kusriniati, 2007)
(Arham, 2004).
Kain mori yang sudah dimordanting dicelup ke
dalam larutan limbah teh sambil dibolak-balik
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
selama 3 menit. Selanjutnya kain mori yang
penelitian ini bertujuan untuk menentukan
sudah dicelup lalu dikering anginkan di tempat
pengaruh fiksasi terhadap ketuaan warna dan
yang teduh tanpa terkena sinar matahari
ketahanan luntur warna kain mori dengan
langsung. Proses pencelupan dilakukan sebanyak
menggunakan pewarna alami limbah teh hijau
5 kali.
terhadap pencucian dan panas penyetrikaan
berdasarkan metoda pengolahan citra digital
5. Fiksasi (Kusriniati, 2007)
RGB.
Kain mori yang telah diwarnai, kemudian
direndam dalam larutan tunjung 2%, larutan
BAHAN DAN METODE
kapur 2,5%, dan larutan tawas 5% selama 5
menit. Setelah itu kain mori dikering anginkan
1.Bahan Piranti
sampai kering dan siap dilanjutkan untuk
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
pengujian selanjutnya.
adalah limbah teh hijau yang diperoleh dari
PT.Coca Cola Ungaran, dan kain mori.
6. Pengujian ketuaan warna (Kusriniati, 2007)
Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan
Kain mori yang telah melewati proses pewarnaan
adalah tunjung (FeSO4), tawas (KAl2(SO4)2),
dan fiksasi dipindai dengan menggunakan piranti
kapur tohor (Ca(OH)2), asam asetat (CH3COOH)
pemindai. Data gambar yang diperoleh diberi
0,014%, soda abu (Na2CO3), sabun netral, dan
kode sesuai dengan perlakuan yang diberikan
akuades.
untuk masing – masing sampel kain. Selanjutnya
387 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
data gambar dianalisa dengan program Matlab Rataan ketuaan warna (±SE) kain mori dengan
dan diperoleh data RGB (Red / Green / Blue) dan pewarnaan limbah teh hijau antar ketiga jenis
Grey. fiksatif yang diekspresikan dengan nilai RGB dan
Grey berkisar antara 0,3711 ± 0,0159 sampai
7. Pengujian ketahanan luntur terhadap dengan 0,7414 ± 0,0210. Nilai RGB dan Grey
pencucian dan panas penyetrikaan (Atikasari, kecil menunjukkan warna kain mori tua atau
2005) gelap, sebaliknya apabila nilai RGB dan Grey
Kain mori dibuat berukuran 5 x 10 cm kemudian besar menunjukkan kain mori berwarna muda
dicuci menggunakan larutan sabun sebanyak 5 atau terang (Tabel 1).
kali. Setelah itu kain dibilas sebanyak 2 kali Dari Tabel 1 terlihat bahwa rataan
dengan air bersuhu 40°C, lalu diasamkan dengan ketuaan warna kain mori antar ketiga jenis
asam asetat 0,014% selama 1 menit. Selanjutnya fiksatif menunjukkan kain mori dengan fiksatif
kain dibilas kembali dengan air dingin dan tawas mempunyai warna paling terang, diikuti
dikeringkan. Setelah kain kering, maka di atas oleh kapur dan selanjutnya fiksatif tunjung
potongan kain diletakkan selembar kain putih memberikan warna paling gelap (paling tua)
selanjutnya permukaan kain disetrika selama 10 (Gambar 1).
detik, lalu kain yang telah disetrika dipindai
dengan menggunakan pemindai.

Untuk perlakuan penyetrikaan sama dengan


pencucian. Data gambar yang diperoleh diberi
kode sesuai dengan perlakuan yang diberikan
untuk masing – masing sampel kain. Selanjutnya
data gambar dianalisa dengan program Matlab
dan diperoleh data RGB (Red / Green / Blue).

8. Analisis data
Data ketuaan warna kain mori dianalisis dengan
menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan
Acak Kelompok) dengan 3 perlakuan dan 9 kali Gambar 1. Diagram Batang Rataan Ketuaan
ulangan. Sebagai perlakuan adalah 3 jenis Warna Kain Mori Hasil
fiksatif yaitu tawas 5 %, kapur 2,5 % dan tunjung Pewarnaan Limbah Teh Hijau
2 % sedangkan sebagai kelompok adalah waktu antar Berbagai Jenis Fiksatif
proses kain. Data ketahanan luntur warna kain Keterangan: R = Red / merah, G = Green /
mori (terhadap pencucian dan penyetrikaan) Hijau, B = Blue / Biru dan Gr =
dianalisis dengan Analisa Dwi Ragam dan Grey / Abu – abu. Keterangan ini
Rancangan Dasar RAK juga dengan 3 perlakuan berlaku juga untuk Gambar 2
dan 9 kali ulangan. Semua data hasil percobaan dan 3.
dianalisis dengan menggunakan Analisa Sidik
Ragam dan Uji F pada taraf nyata 5 % sedangkan Dari Gambar 1, terlihat bahwa kain mori
untuk menguji beda antar perlakuan dilakukan dengan fiksatif tunjung memberikan warna yang
Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat paling tua yaitu coklat kehijauan karena dalam
kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie,1980). pencelupan terjadi reaksi antara tannin (asam
tannat atau asam galotannat) dalam limbah teh
hijau dengan logam Fe 2+ dari fiksatif tunjung
HASIL DAN DISKUSI
yang menghasilkan garam kompleks (ferro
1. Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap tanat). Garam kompleks tersebut terbentuk
ketuaan warna kain mori dengan karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara
pewarnaan limbah teh hijau

388 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
ion logam dengan ion non logam (Taofik dkk.,
2010).

Selanjutnya untuk kain mori dengan fiksatif


kapur menunjukkan warna kuning lebih tua dari
pada tawas dan warna tersebut terjadi karena
adanya reaksi ionik antara tannin (asam tannat
atau asam galotannat) dengan ion Ca 2+ pada
kapur tohor yang menghasilkan endapan kuning.

Demikian pula halnya dengan kain mori dengan Gambar 2. Diagram Batang Rataan
fiksatif tawas yang menunjukkan warna paling Ketahanan Luntur Warna Kain Mori Hasil
muda dari pada dua fiksatif lain. Sama halnya Pewarnaan Limbah Teh Hijau Terhadap
dengan fiksatif kapur maka terjadi reaksi ionik Pencucian
antara tannin (asam tannat atau asam galotannat)
dengan ion Al 3+ pada tawas. Berbeda dengan Adanya ketahanan luntur yang kuat pada kain
tunjung, kedua reaksi terakhir ini (kapur dan mori dengan fiksatif tunjung dan tawas terhadap
tawas) tidak menghasilkan garam kompleks, pencucian berkaitan dengan
tetapi senyawa berikatan ionik. Lebih jelasnya terjadinyaikatantanin limbah teh yang mampu
ausokrom dalam tanin akan dapat berikatan lebih masuk ke dalam serat kain mori secara
baik dengan molekul – molekul serat kain maksimum dan berikatan kuat dengan serat kain
apabila didukung dengan adanya garam – garam mori (Sulasminingsih, 2006).Sebaliknya untuk
kompleks. Ausokrom tersebut merupakan gugus fiksatif kapur, (menurut Asri (2005) dalam
zat warna yang bersifat mengikat warna dengan Atikasari, 2005) zat warna tidak mampu masuk
serat kain serta dapat berikatan dengan jenis ke dalam serat secara maksimum dikarenakan
garam (Gitopadmojo (1978) dalam Ruwana, putusnya ikatan antara serat kain dengan
2008). Karena reaksi fiksatif kapur dan tawas ausokrom sehingga daya serap serat kain hilang
tersebut tidak menghasilkan garam maka ikatan dan menyebabkan sisa zat warna hanya melekat
antara serat kain dan tanin (asam tanat atau pada permukaan serat kain saja.
galotanat) kurang kuat.
Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap
Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketahanan luntur warna kain mori dengan
ketahanan luntur warna kain mori dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap panas
pewarnaan limbah teh hijau terhadap penyetrikaan
pencucian
Rataan ketahanan luntur warna (±SE) kain mori
Rataan ketahanan luntur warna (±SE) kain mori dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap
dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap panas penyetrikaanyang diekspresikan dengan
pencucian antar ketiga jenis fiksatif mempunyai nilai RGB dan Grey berkisar antara 0,4902 ±
nilai RGB dan Grey antara 0,4532 ± 0,0656 0,0676 sampai dengan 0,6781 ± 0,0568 (Tabel
sampai dengan 0,7138 ± 0,0224 (Tabel 2). 3).

Dari Tabel 2 terlihat bahwa kain mori dengan Dari Tabel 3 terlihat bahwa ketahanan luntur
fiksatif tunjung dan tawas tidak luntur terhadap warna kain mori terhadap panas penyetrikaan
perlakuan pencucian sebaliknya fiksatif kapur menunjukkan kain mori dengan fiksatif tawas,
menunjukkan adanya kelunturan. Atau dengan kapur, dan tunjung tidak luntur setelah disetrika,
kata lain, kain mori dengan fiksatif tunjung dan kecuali untuk nilai Red dengan fiksatif tunjung
tawas memiliki ketahanan luntur yang lebih yang luntur setelah diberi perlakuan panas
tinggi daripada fiksatif kapur (Gambar 2). penyetrikaan (Gambar 3).

389 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
Asha K. Padmasari atas bantuannya dalam
penelitian, dan Dr.Suryasatria Trihandaru, M.Sc
Nat. atas bantuannya menganalisis data ketuaan
warna dan kelunturan dengan metode pencitraan
RGB.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Arham, Z., 2004. Evaluasi Mutu Jeruk
Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Dengan
Gambar 3. Diagram Batang Rataan Pengolahan Citra Digital dan Jaringan
Ketahanan Luntur Warna Kain Syaraf Tiruan. [Diunduh tanggal 16
Mori Hasil Pewarnaan Limbah Teh Februari 2010]
Hijau Terhadap Panas [2] Asih, P., 2008. Perbandingan Kualitas Kain
Penyetrikaan Batik Sutra dengan Berbagai macam proses
Fiksasi.Universitas Widya Mataram
Dari Gambar 3 terlihat hanya rona merah (Red) Yogyakarta. Yogyakarta
dengan fiksatif tunjung mengalami kelunturan [3] Atikasari, A., 2005.Kualitas Tahan Luntur
setelah diberi perlakuan panas penyetrikaan. Warna Batik Cap Di Griya Batik Larissa
Kelunturan rona merah (Red) tersebut Pekalongan.Universitas Negeri Semarang,
dipengaruhi karena adanya pengaruh pemanasan. Semarang
Sedangkan dengan fiksatif tawas, kapur dan [4] Kusriniati, D., 2007. Pemanfaatan Daun
tunjung dengan rona hijau (Green), biru (Blue) Sengon (Albizia falcataria) Sebagai
dan abu – abu (Grey) tidak luntur. Hal ini terjadi Pewarna Kain Sutera Menggunakan
karena tanin (asam tanat atau asam galotanat) Mordan Tawas Dengan Konsentrasi Yang
limbah teh dalam serat kain mori tahan terhadap Berbeda Pada Busana Camisol. Universitas
suhu tinggi. Menurut Khayati (1997, dalam Negeri Semarang. Semarang
Atikasari, 2005) serat mori tahan terhadap suhu [5] Kwartiningsih.,D.A Setyawardhani, A.
tinggi dan merupakan kain tahan panas setrika. Wiyatno, dan A.Triyono.2009. Zat Pewarna
Oleh karena itu zat warna tanin pada serat kain Alami Tekstil Dari Kulit Buah Manggis.
mori tidak luntur setelah disetrika. Universitas Negeri Semarang. Semarang
[6] Risnasari, 2002.Pemanfaatan Tanin
KESIMPULAN Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Universitas
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat Negeri Semarang. Semarang
disimpulkan : [7] Ruwana, I., 2008.Pengaruh Zat Fiksasi
Terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada
1. Fiksatif tunjung pada kain mori Proses Pencelupan Kain Kapas Dengan
menghasilkan warna yang paling gelap, Menggunakan Zat Warna Dari Limbah
diikuti kapur, dan tawas menghasilkan Kayu Jati (Tectona grandis).Universitas
warna paling terang. Negeri Semarang. Semarang
2. Kain mori dengan fiksatif tunjung dan tawas [8] Steel, R.G.D. dan J.H.Torrie.1980.Prinsip
tidak luntur terhadap pencucian, sedangkan Dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
fiksatif kapur menunjukkan kelunturan. Biometrik. Gramedia, Jakarta.
3. Kain mori dengan fiksatif kapur dan tawas [9] Sulasminingsih, 2006. Studi Komparasi
tidak luntur terhadap panas penyetrikaan, Kualitas Kain Kapas Pada Pencelupan
sedangkan dengan fiksatif tunjung Ekstrak Kulit Kayu Pohon Mahoni Dengan
menunjukkan adanya kelunturan untuk rona Mordan Tawas Dan Garam
merah (Red). Diazo.Universitas Negeri Semarang.
Semarang
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih pada saudara
390 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
[10] Taofik., E. Yulianti, A. Barizi, dan E.K
Hayati. 2010. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Aktif Ekstrak Air Daun Paitan
(Thitonia diversifolia) Sebagai Bahan
Insektisida Botani Untuk Pengendalian
Hama Tungau Eriophyidae. Universitas
Maulana Malik Ibrahim. Malang

391 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
Lampiran :

Tabel 1. Rataan Ketuaan Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan LimbahTeh Hijau
antar Berbagai Jenis Fiksatif

Jenis Fiksatif

Tu 2 % Ka 2,5 % Tw 5 %

Red (R) 0,4083 ± 0,0161 0,6715 ± 0,0067 0,7414 ± 0,0210


w = 0,0196 (a) (b) (c)
Green (G) 0,3874 ± 0,0159 0,5422 ± 0,0198 0,6689 ± 0,0074
w = 0,0240 (a) (b) (c)
Blue (B) 0,3711 ± 0,0159 0,4434 ± 0,0097 0,5537 ± 0,0030
w = 0,0156 (a) (b) (c)
Grey (Gr) 0,3906 ± 0,0164 0,5749 ± 0,0058 0,6593 ± 0,0233
w = 0,0197 (a) (b) (c)
Keterangan :*W = BNJ 5 %
*Tu = tunjung; Ka = kapur; Tw= tawas;
*Angka-angka yang disertai oleh huruf yang sama menunjukkan antarperlakuan tidak
berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna. Keterangan ini berlaku juga untuk
Tabel 2 dan 3.

Tabel 2.Rataan Ketahanan Luntur Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah
Teh Hijau Terhadap Pencucian

Jenis Fiksatif
Tu 2% Tw 5 % Ka 2,5 %
Red (R) 0,6093 ± 0,0757 0,6253 ± 0,0562 0,7138 ± 0,0224
W = 0,0693 (a) (a) (b)
Green (G) 0,5278 ± 0,0662 0,5425 ± 0,0781 0,6533 ± 0,0173
W = 0,0662 (a) (a) (b)
Blue (B) 0,4532 ± 0,0656 0,4577 ± 0,0793 0,5814 ± 0,0224
W = 0,0637 (a) (a) (b)
Grey (Gr) 0,5486 ± 0,0921 0,5553 ± 0,0777 0,6585 ± 0,0196
W = 0,0692 (a) (a) (b)

392 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
 

Tabel 3.Rataan Ketahanan Luntur Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah
Teh HijauTerhadapPanas Penyetrikaan

Jenis Fiksatif
Tw 5 % Ka 2,5 % Tu 2 %
Red (R) 0,5997 ± 0,0422 0,6263 ± 0,0168 0,6781 ± 0,0568
W = 0,0421 (a) (a) (b)
Green (G) 0,5658 ± 0,0593 0,5675 ±0,0132 0,5587 ± 0,0628
W = 0,0506 (a) (a) (a)
Blue (B) 0,5042 ± 0,0819 0,4930 ± 0,0231 0,4902 ± 0,0676
W = 0,0647 (a) (a) (a)
Grey (Gr) 0,5684 ± 0,0648 0,5769 ± 0,0160 0,5880 ± 0,0763
W = 0,0569 (a) (a) (a)

393 

 
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 
 
Nama Penanya : Dian Yudha Risdianto
Instansi : LAPAN Watukosek
Pertanyaan :
1. Jenis limbah apa, ada bahan kimianya ?
2. Apakah limbah teh tersebut perlu bahan tambahan lain (Bahan Kimia ) saat digunakan untuk
membatik ?
Jawaban :
1. Teh hasil dari pabrik, limbah padatan
2. Tidak ada, hanya ada dibahan penguncinya saja

394 

Das könnte Ihnen auch gefallen