Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Teknik - teknik keratoplasti yang digunakan sangat tergantung pada indikasi penyakit
yang mendasarinya, diantaranya adalah teknik Penetrating keratoplasti (tembus) merupakan
teknik keratoplasti yang melibatkan keseluruhan lapisan kornea (full thickness) dan sebagian
lapisan kornea (lamelar) yang digantikan oleh kornea donor yang sehat.(2,4)
Saat ini keratoplasti dapat juga sebagai pilihan terapi pembedahan pada kasus – kasus
infeksi kornea seperti ulkus kornea progresif, kornea yang menipis, perforasi kornea dengan
atau tanpa ulserasi yang dapat mengancam keutuhan bola mata dan infeksi kornea yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan terapi medikamentosa atau pilihan terapi lainnya. (1,2,4)
Pada makalah ini akan menjelaskan klasifikasi, indikasi, komplikasi dan manajemen
keratoplasti pada pasien infeksi kornea.
1
BAB II
ANATOMI KORNEA
Kornea adalah jaringan avaskuler yang transparan sebagai pelindung mata dari
lingkungan luar, ia membentuk seperenam anterior bola mata. Permukaan anterior dilindungi
oleh tear film dan permukaan posterior berhubungan langsung dengan aquos humor.
Permukaan luar berbentuk lensa positif dengan kekuatan refraksi kira-kira 43 Dioptri (D),
dua pertiga dari total kekuatan refraksi mata dan merupakan media refraktif utama dari
mata.(5,6)
Pada orang dewasa ukuran horizontal kornea adalah 11-12 mm dan ukuran vertikal
adalah 9-11 mm. Kelengkungan kornea tidak konstan karena kornea sentral lebih tipis (0,5
mm) dibandingkan dengan kornea perifer (0,7). Kornea lebih datar pada bagian perifer, tapi
pendataran ini tidak simetris. Pendataran lebih luas pada bagian nasal dan superior dibanding
bagian temporal dan inferior. Topografi ini penting dalam pemasangan fitting kontak lens.
(5,6)
Sifat optik dari kornea ditentukan oleh transparansi, kebeningan permukaan, kontur
dan indek refraksi. Transparansi kornea terbentuk dari susunan serat kolagen di stroma, yang
mempunyai diameter serat kolagen yang hampir sama dan jarak antara serat kolagen relatif
homogen. Susunan anatomi ini merupakan faktor yang menentukan pembiasan cahaya saat
melewati kornea. Jika diameter atau jarak anta ra serat kolagen menjadi tidak sama
(heterogen) menyebabkan gangguan pembiasan cahaya dan penurunan transparansi
kornea(5,6)
Kornea terdiri dari lima lapisan secara histologi:
2. Lapisan Bowman
3. Stroma
4. Membran Descemet
5. Endotel
2
Gambar 1. Struktur Kornea()
Epitel
Epitel adalah permukaan anterior kornea dan ditutupi oleh nonkeratin, terdiri dari
epitel squamous bertingkat yang berasal dari lapisan kolumnar basal yang dilekatkan ke
lamina basal oleh hemidesmosom. Sel basal lebarnya 12 mikrometer dan kepadatannya 6000
2
sel/mm . (5,6)
Ketebalan epitel kornea lebih kurang 50 mikrometer dan merupakan 10% dari seluruh
ketebalan kornea. Epitel kornea terdiri dari lima sampai enam lapis, yaitu: (5,6)
Sel epitel basal melekat pada lamina basal oleh hemidesmosom. Perlekatan ini meluas
ke membrana bowman oleh anchoring fibril (kolagen tipe VII) dan berakhir di anchoring
plaque. Anchoring fibril dimembrana bowman membentuk suatu komplek yang mengandung
kolagen tipe I yang melekatkan juga epitel dan membrana bowman ke stroma. (5,6)
3
Lapisan Bowman
Lapisan ini berada dibawah lamina basal dan bagian anterior dari stroma. Merupakan
zona yang aseluler terdiri dari fibril kolagen (tipe I dan IV) dan kumpulan proteoglikan yang
tersebar secara acak,dengan ketebalan 8-14 mikrometer. Fibril kolagen diameternya kira-kira
20-30 mikrometer. Serat kolagen dilapisan ini disintesa dan dieksresikan oleh keratosit
stroma. Fungsi lapisan Bowman ini belum jelas. Beberapa hipotesis menyebutkan untuk
memberikan kelicinan, memelihara keseragaman epitel yang diperlukan untuk kekuatan
refraksi. Tidak dapat beregenerasi jika rusak tapi digantikan oleh jaringan sikatrik. (5,6,7)
Stroma
Stroma terletak ditengah lapisan jaringan penunjang dengan ketebalan lebih kurang
500 mikrometer, merupakan bagian terbesar dengan ketebalannya 90% dari ketebalan kornea.
Kornea mempunyai karakteristik yang kuat, bentuk yang stabil dan transparansi.Hal ini
disebabkan karena anatomi dan sifat biokimia dari stroma. Bentuk yang seragam dan susunan
yang teratur, regenerasi yang terus menerus dan degradasi serat kolagen penting untuk
transparansi kornea. (5,6,7)
Stroma kornea terdiri dari matrix ekstraseluler, keratosit (fibroblast kornea) dan serat
saraf. Matrix ekstraseluler terdiri dari: kolagen dan glikosaminoglikan. Kolagen terdiri dari
lebih 70% dari berat kornea. Kolagen tipe I adalah kolagen utama yang ada di stroma dan
diproduksi oleh keratosit. Selain itu terdapat juga kolagen tipe III, IV dan V dalam jumlah
yang lebih sedikit. (5,6,7)
Kornea mempunyai kira-kira 2,4 juta keratosit (sel stroma) yang menempati kira-kira
5% dari volume stroma. Densitasnya lebih rapat pada anterior (1058 sel/mm 2) dibanding
dibagian posterior (771 sel/mm2). Keratosit terletak antara lamella kornea. Secara
ultrastruktur menyerupai fibrosit. Keratosit adalah sel yang sangat aktif, banyak mengandung
mitokondria, retikulum endoplasmik dan aparatus golgi. Keratosit mempunyai struktur yang
teratur dan distribusinya yang sama pada kornea, semua ini juga diperlukan untuk
transparansi kornea. (5,6,7)
Serat kolagen dapat dilihat melalui transmisi mikroskop elektron. Serat kolagen
mempunyai diameter yang hampir sama yaitu 22,5-35 nm. Jarak antara serat kolagen juga
hampir sama 41,4 tambah kurang 0,5nm. Susunan yang teratur dari serat kolagen penting
dalam menentukan transparansi kornea. Kolagen dibentuk dari 300 lamela. Tiap lamela
merupakan rangkaian paralel pada permukaan kornea dari limbus kelimbus. Pergantian
molekul kolagen dikornea terjadi secara pelan yaitu 2-3 tahun. (5,6,7)
4
Berbagai glycosaminoglican (GAG) ditemukan antara serat kolagen distroma, kecuali
hyaluronan (hyaluronic acid). Semua GAG terikat ke inti protein untuk membentuk
proteoglikan. Proteoglikan yang ditemukan distroma adalah keratan sulfat, dermatan sulfat
dan chondritin sulfat. Persentase GAG distroma 65% adalah keratan sulfat dan 30%
chondroitin / dermatan sulfat. Proteoglikan yang ditemukan distroma lebih banyak dibanding
jaringan tubuh lainnya. GAG mempunyai kemampuan untuk mereabsorpsi dan menahan
banyak cairan (proses hemoestatik). Jika fungsi pompa endotel rusak maka stroma akan
menebal menyebabkan gangguan jarak serat kolagen. Ketidakteraturan jarak antara serat
kolagen menyebabkan pembiasan cahaya menyebar dan kornea berkabut. GAG juga berperan
mengatur fibrillogenesis kolagen. (5,6,7)
Membran descemet
Adalah lapisan yang terletak antara endotel dan posterior dari stroma. Merupakan
lamina basal dari endotel kornea. Ketebalannya akan bertambah sesuai umur , saat baru lahir
tebalnya 3-4 mikrometer dan saat dewasa menjadi 10-12 mikrometer. Membran descemet
banyak mengandung kolagen tipe IV. Bagian anteriornya bergabung dengan kolagen stroma.
Membran ini sangat elastis dan bertahan terhadap aksi enzim proteolitik, seringkali masih
intak walaupun epitel dan stroma rusak. (5,6,7)
Endotel
Endotel kornea terdiri dari lapisan tunggal yang terletak posterior dari membrana
descemet yang terdiri dari sel hexagonal dengan diameter 20 mikrometer, jumlah selnya lebih
kurang 500.000 dan ketebalannya kira-kira 3000 sel/mm2. Jumlah sel berkurang sesuai
dengan proses penuaan , dengan perubahan pada penyebaran dan sel yang menipis, hal ini
disebabkan karena mitosis dari sel endotel tidak ada. (5,6,7)
Sel endotel muda mempunyai nukleus yang besar dan mitokondria yang banyak.
Transport aktif ion pada sel ini penting untuk transfer air dari stroma kornea dan penting
untuk desturgensi dan transparansi stroma. Fungsi endotel adalah sebagai barier permiabilitas
antara aquos humor dan stroma kornea serta sebagai pompa untuk menjaga kornea tetap
dalam keadaan rehidrasi. (5,6,7)
5
BAB III
3.1. Definisi
Keratoplasti atau transplantasi kornea berasal dari kata “kerato”; kornea dan “plasty”;
berhubungan dengan modifikasi pembedahan, yaitu suatu teknik pembedahan pada jaringan
kornea yang rusak dari resipien dan digantikan dengan jaringan kornea yang sehat dari donor.
(9,10)
6
3.3. Indikasi keratoplasti(3,8,11)
1. Indikasi optik
2. Indikasi terapeutik
3. Indikasi tektonik
4. Indikasi kosmetik
7
Tujuan penetrating keratoplasti : (7,9,10)
3. Menyingkirkan infeksi
Graft failure
Bullous keratoplasti
Keratoconus
Keratitis mikrobial
8
Kerugian penetrating keratoplasti(2,4,16)
Penyulit operasi
Komplikasi intraoperatif(2,14,16)
- Kerusakan pada lensa atau iris oleh karena alat trephine, gunting, atau alat
instrumen.
9
- Sentralisasi graft yang jelek terhadap dasar dari host
- Graft rejection
- Glaukoma
- Endophthalmitis
- Keratitis mikrobial
10
diharapkan dapat mengurangi resiko penolakan jaringan kornea donor. Hal ini sangat
cocok untuk penyakit – penyakit kornea yang hanya melibatkan bagian anterior atau
stroma kornea.(2,10,17)
Indikasi Anterior lamellar keratoplasti (ALK):
- Keratoconus
- Trauma.
Gambar 5: anterior lamellar keratoplasti(10)
11
- Teknik prosedur ini lebih sulit dibandingkan penetrating keratoplasti dan
membutuhkan keahlian khusus.
Teknik ini hanya mengambil membrane elastikc posterior dari kornea bersama
– sama dengan sel endotel yang ditransplantasikan. Pada teknik ini harus
12
dipastikan pengambilan lapisan yang sangat tipis untuk ditransplantasikan. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan visual yang lebih bail dan lebih cepat.
Penetrating keratoplasti jarang digunakan sebagai terapi pada ulkus kornea bakteri
yang aktif oleh karena tersedianya antibiotik yang spesifik. Indikasi keratoplasti pada
ulkus kornea meliputi ulkus kornea progresif, keterlibatan kornea yang luas, dan
terbentuknya descemetocele atau perforasi disamping antibiotik maksimal tetap
diberikan. Rata – rata 3 – 6 % kasus membutuhkan terapi keratoplasti pada ulkus
kornea bakteri.
Ulkus herpes
Terapi keratoplasti biasanya dilakukan pada kasus necrotizing herpetic keratitis
yang menyebabkan kornea melting yang luas dan perforasi. Terapi keratoplasti juga
dapat dilakukan pada pasien yang ditemukan perforasi kornea sekunder yang
menyebabkan persisten epithelial defek dengan sedikit atau tidak ada inflamasi stro
mal.
14
4.2. Waktu pembedahan
Waktu yang tepat untuk melakukan keratoplasti ini sangat tergantung pada
etiologi yang mendasarinya. Menurut Nobe et al(25) mendapatkan ± 17% kerjernihan
transplantasi kornea pada pembedahan yang dilakukan dalam 24 jam, 57% dengan
pembedahan dalam 2-6 hari dan 31 % dengan keterlambatan pembedahan 1 minggu – 2
bulan.
Riwayat pasien
Pemeriksaan ophthalmology
Penilaian ini meliputi ; visual acuity, pemeriksaan slit lamp bertujuan untuk
mengevaluasi kedalaman, luasnya keterlibatan kornea,ukurannya. Topikal fluorescein
dan seidel test dilakukan untuk mengevaluasi ukuran perforasi kornea.
Pemeriksaan penunjang
o Terapi antibiotik
15
Donnenfeld et al(25) merekomendasikan topikal setiap jam pada semua kasus
yang akan terapi keratoplasti. Disamping itu juga diberikan Ofloxacin 400 mg
setiap 12 jam dan intravenous vancomycin dan tobromycin sebelum operasi.
o Steroid
Pada ulkus kornea stromal sentralis yang progresif yang tidak ada
menunjukkan perbaikan dapat dilakukan penetrating keratoplasti atau lamelar
keratoplasti. Namun lamelar keratoplasti merupakan teknik pembedahan
sementara pada ulkus kornea yang berguna untuk memberikan penguatan pada
kornea yang menipis dan stroma kornea nekrotik yang telah membentuk
descemetocele. Disamping itu terapi pengobatan tetap dilanjutkan sesuai
penyakit yang mendasarinya dan kemudian dilanjutkan dengan penetrating
keratoplasti.(20,21,22)
16
dan dijahit dengan nylon 10.0 secara interupted. Setelah operasi diberikan
topikal medikamentosa meliputi topikal antibiotik dan okular lubrikan.
Topikal kortikosteroid dapat diberikan kecuali kalau ada kontraindikasi dari
penyakit yang mendasarinya.(21,22,23)
2. Penetrating keratoplasty
17
tergantung pada ukuran perforasinya. Apabila perforasi kornea kecil, ≤ 1mm,
dapat diberikan tissue adhesive dengan soft contact lens sebagai first line of
treatment. Jika gagal, dan perforasi kornea ≥ 1 mm tetapi tidak melibatkan
visual axis dapat dilakukan small peripheral penetrating keratoplasti (PK).
Namun jika ditemukan kasus dengan ulkus marginal / perifer dan perforasi
dapat dilakukan annular penetrating keratoplasti. Apabila terdapat ulkus dan
perforasi yang melibatkan visual axis, dibutuhkan penetrating keratoplasti
yang luas untuk mempertahankan integritas bola mata dan bila memungkinkan
dapat memperbaiki ketajaman penglihatan.
Apabila perforasi kornea yang terlalu luas, agak sulit dilakukan tissue
adhesive karena mudah terjadi kebocoran, sehingga perlu dilakukan patch
graft yang bertujuan untuk memperkecil daerah perforasi kornea sebelum
dilakukan penetrating keratoplasti. Namun pada kasus perforasi kornea yang
luas di daerah perifer, dapat dilakukan partial penetrating keratoplasti,
biasanya Ø 3-4mm. Pada kasus perforasi kornea yang kecil yang kamera okuli
anterior masih terbentuk, daerah tersebut ditutup dan kemudian dijahit dengan
nylon 10.0.
Gambar 7: Diagrammatic approach to the treatment of corneal perforations. The
stippled area in the figures represents the ulcer bed and the black area within
represents the perforation. A. For peripheral perforations 1 mm and less, tissue
adhesive with a soft contact lens is the first line of treatment. B. If tissue adhesive
fails or if the perforation is greater than 1 mm but does not involve the visual axis,
a small peripheral penetrating keratoplasty (PK) may be performed. C. In cases of
marginal ulcerations and perforations, an annular peripheral penetrating
keratoplasty is often necessary. D. In cases of ulcerations and perforations that
involve the visual axis, a large central penetrating keratoplasty may be used to
restore ocular integrity with the possibilty of improving visual functionif the graft
remains clear. (23)
18
4.5. Manajemen post-operatif
1. Terapi Antibiotik
2. Steroid
4.6. Prognosis
Prognosis keratoplasti ini sangat tergantung pada etiologi, ukuran dan lokasi, luas,
kedalaman infeksi kornea yang mendasarinya. Terapi keratoplasti dapat dilakukan pada
pasien infeksi dan akan memberikan prognosa yang lebih baik apabila infeksi kornea
tersebut tidak respon dengan pengobatan yang maksimal atau dengan tindakan
pembedahan lainnya tidak menunjukkan perbaikan.
19
BAB V
KESIMPULAN
2. Keratoplasti yang sering digunakan saat ini ada 2 macam yaitu: penetrating keratoplasty
dan lamelar keratoplasty.
3. Pemilihan jenis keratoplasti yang digunakan disesuaikan dengan indikasi penyakit yang
mendasarinya, ukuran,luas, lokasi dan kedalamannya kornea yang terlibat.
4. Keratoplasti dapat dipertimbangkan sebagai pemilihan terapi bedah pada kornea, apabila
terapi pengobatan maksimal atau tindakan pembedahan lainnya tidak menunjukkan
perbaikan.
5. Pada ulkus perifer dan perforasi kecil dapat dilakukan partial conjunctival flap atau
lamelar ( kerato-patch) keratoplasti
6. Perforasi kornea yang luas disentral dan tidak respon dengan terapi medikamentosa dan
pembedahan lainnya dianjurkan segera melakukan penetrating keratoplasti.
20
DAFTAR PUSTAKA
4. Tan DT, Dart JK, Holland EJ, et al. Corneal transplantation.In: Ophthalmology
3.Lancet.Singapore National Eye Center.2012.378.p,1749-1761.
7. Klyce SD. Corneal physiology. In: The Cornea. Smolin G and Thoft RA.Chap2. Little
Brown Company. Boston. 2005.p.38-55.
8. McNeil JI. Indication and outcomes. In:Cornea.Surgery of the cornea and conjunctiva.
edited by Jay H Krachmer, Mark J.Mannis. Chap 117.Ed2sd .Vol 2. Mosby Elsivier.
2005.p.1413-1421.
9. Ginting AM, Siswoyo D. Keratoaplasty.In: Jakarta Eye Center online.Jakarta.2007.p1-17.
13. Randleman JB, Song cd, et al. Indication for outcomes of penetrating keratoplasty
perfomed by resident surgeons.American Journal of Ophthalmology.Vol
136,No.1.2003.P.68-75.
14. Bradley JC, Scharf BH. Early postoperative complications. In:Cornea. edited by Jay H
Krachmer, Mark J.Mannis. Chap 119.Ed3sd. Mosby Elsivier. 2005.p.1385-1385.
15. Ospina PD. The Complication After Keratoplasty. In: Keratoplasties-Surgical Technique
and Complications.2012.p101-118
16. Mabon M, Boisjoly H. Penetrating keratoplasty. In: In: The Cornea. Smolin G and Thoft
RA. Chap 61.Little Brown Company. Boston. 2005.p.1021-1038.
17. Goosey JD, Sturbaum CW. Lamellar keratoplasty.In: The Cornea. Smolin G and Thoft
RA. Chap 62.Little Brown Company. Boston. 2005.p.1043-1055
18. Bessant DAR,Dart JKG. Lamellar keratoplasty in the management of inflamatory corneal
ulceration and perforation. Eye. No8.19944.p22-28.
19. Anshu A, Price MO, et al. Endotelial keratoplasty; revolution in evolution. In: Major
review. Survey of Ophthalmology.Vol 57.No. 3. May-June.2012.p.236-252.
20. Jhanji V, Young AL, et al. Management of Corneal Perforation.In:Major review. Survey
of Ophthalmology.Vol 56.No. 6. Nov- Dec 2011.p.522- 538
21. Vajpayee RB, Sharma N,et al. Infectious keratitis following keratoplasty.In: Major
review. Survey of Ophthalmology.Vol 52.No. 1. Jan-Feb 2007.p.1-12.
22. Portnoy SL, Insler MS, et al.surgical management of cornal ulceration and perforation. In:
Diagnostic and surgical technique. Survey of Ophthalmology.Vol 34.No 1. July-
August.1998.p.47-58.
23. Donzis PB, Mondino B. Management of non infectious corneal ulcer. In: Diagnostic and
surgical technique. Survey of Ophthalmology.Vol 32.No. 2. Sept-Oct.1987.p.94-109.
24. Ang M, Metha JS, et al. Indication,outcomes and risk factors for failure in tectonic
keratoplasty. Ophthalmology. Vol 119,No.7,July 2012.p.1311-1319
21