Sie sind auf Seite 1von 20

TINJAUAN TEORI

ACUTE CORONARY SYNDROM STEMI

A. Konsep Dasar ACS STEMI


1. Definisi
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-
elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard
(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG (Muttaqin, A. 2012).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST
Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard
berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit
kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya
sumbtan aliran darah , ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard
yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita ,
2010).
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari sindrom
koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi
karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2013).

2. Etiologi
Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan,
atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus. Menurunnya suplai
oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:

a. Faktor pembuluh darah


Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung
kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran),
dan arteritis (peradangan arteri). Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi
dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : (i)
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii)
terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke
seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta
dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung
(aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put
(COP)
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal
yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.
Penurunan aliran darah system koronaria – menyebabkan
ketidakseimbangan antara myocardial O2 Supply dan kebutuhan jaringan
terhadap O2. Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan
oksigen tidak mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya
denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas
yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak
dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen
menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
Faktor yang tidak dapat dirubah
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada
usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40
dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat
(Kumar, et al., 2007).
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis
meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini
diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al.,
2007).
3) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
Faktor resiko yang dapat dirubah :
1) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180
mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan
peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240
mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya
resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang
tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin,
A. 2009).
2) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar
50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung
kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar,
et al., 2007).
3) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu
yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti
merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al.,
2007).
4) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua
kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak.
Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita
diabetes mellitus
5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
6) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang
bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture
yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan
plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang
tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga
hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah
20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark
transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut
sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non
infark mengalami dilatasi.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik,
terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi
koroner tergantung:
a. daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b. apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
c. durasi oklusi koroner
d. kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan
yang terkena
e. kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara
tiba-tiba
f. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan


kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian
miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi
secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah
iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami
nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan
iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark
tampak memar dan sianotik akibat terputusnya alioran darah regional kemudian
dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan
disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini,
menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan
pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif
tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun
jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan
jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun,
gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel,
pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume
akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik
ventrikel kiri.

4. Manifestasi klinis
TRIAS INFARK MIOKARD (Wagyu, 2010)
a. Nyeri dalam dan visceral seperti diremas, ditusuk, atau terbakar dan terjadi
pada saat istirahat, lebih berat dan berlangsung lebih lama. Nyeri pada
bagian tengah dada dan/atau epigastrium dan menyebar ke daerah lengan.
Nyeri disertai kelemahan, berkeringat, mual, muntah, sesak nafas, pucat,
dingin, dan ansietas. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami
nyeri yang hebat.
b. Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung
1) Peningkatan troponin.
2) CPK-MB/CPK. Isoenzim ditemukan pada otot jantung meningkat
antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36-48 jam.
3) LDH meningkat dalam 12-24 jam
4) AST/SGOT meningkat dalam 6-12 jam
c. EKG
Kelainan pada lead.
Lead II, III, aVF : infark inferior
Lead V1-V3 : infark anteroseptal
Lead V2-V4 : infark anterior
Lead I, aVL, V5-V6 : infark anterolateral
Lead I, aVL : infark high lateral
Lead I, aVL, V1-V6 : infark anterolateral luas
Lead II,III,aVF, V5-V6: infark inferolateral
Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
5. Pathway
6. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi
infark.
b. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,
dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,
sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan
kongesti vena sistemik.
e. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi
seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan
kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang
selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
f. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru
terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena
adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
g. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama
sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri
ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
h. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
i. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong
pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium
yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade
jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung.
j. Aneurisma ventrikel

Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
l. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak
dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
m. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI.
Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru-paru dan bunyi jantung
S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

7. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan
indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
1) Lead II, III, aVF : Infark inferior
2) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
3) Lead V2-V4 : Infark anterior
4) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
5) Lead I, aVL : Infark high lateral
6) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
7) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
8) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

b. Serum Cardiac Biomarker


Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot
jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein
spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan
aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah
perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian
interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.

1) cTnT dan cTnI


Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)
memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam
otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative
assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat
spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah
individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih
tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai
pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat
selama 7-10 hari setelah STEMI.
2) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya
kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada
STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin
meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular.
Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena
isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan
ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin
didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.

c. Cardiac Imaging
1) Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography
hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak
dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut
dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena
keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI,
deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan
echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti
apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi
echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi
prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi
terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat
mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi
pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan
regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
2) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac
MRI.
3) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri

1. Penatalaksanaan
a. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung
adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan
komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada
STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada
jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang
dicurigai STEMI :
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
2) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
3) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
4) Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat
pasien dengan STEMI.
b. Hospital
1) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.
Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk
untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi
tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini
bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler
paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat
berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan
secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus
sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
2) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300
mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total.
Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah
natrium.
3) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
c. Farmakoterapi
1) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat
diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan
pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan.
2) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis
total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin
adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.
Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg
IV.
3) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan
oral dengan dosis 75-162 mg.
4) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan
supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan
menurunkan insiden ventricular aritmia.
5) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang
berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur
infuse (agen fibrinolitik). PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan
ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek
samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu
efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI
yang berupa memasukkan selang kateter langsung menuju jantung dari
pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon
maupun pemasangan cincin/stent.Walaupun terkesan mudah saja untuk
dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse seperti umumnya), fibrinolitik
menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko
paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien.
Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airways: sumbatan atau penumpukan sekret, wheezing atau crackel.
2) Breathing: sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat, RR, irama, suara
nafas tambahan, ekspansi.
3) Circulation: HR, edema, CRT, akral dingin, output urine menurun
b. Pengkajian sekunder
1) Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias
dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2) Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3) Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
a) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
c) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri
di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi
nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
d) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5
skala (0-5).
e) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri
oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya
lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang
menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat,
amsietas, dan pingsan.
4) Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi
apa yang timbul.
5) Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik
pada keturunannya.
6) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
7) Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
a) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
b) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
c) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
d) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
e) Friksi; dicurigai perikarditis.
f) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
g) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
h) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
8) Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9) Eliminasi : bunyi usus normal atau menurun
10) Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
11) Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
12) Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
13) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
14) Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
15) Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
16) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
a. Tingkat kesadaran
b. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
c. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
d. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
e. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
f. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
g. Warna dan suhu kulit
h. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-
tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
i. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
j. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria (Wilkinson.
2012)

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
oklusi arteri koroner.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan dalam alveoli
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi, penurunan pre load, infark pada otot jantung, dan
kerusakan struktural.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke jaringan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia, efek obat
depresan jantung.
f. ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi berhubungan hepatomegali.
g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi
ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma
DAFTAR PUSTAKA

Fauci, et.al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Kumar, et.al. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi
8. Jakarta : EGC.
Wilkinson, judith. 2012. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis, NANDA,
NIC, NOC 2012-2015. Jakarta: ECG

Das könnte Ihnen auch gefallen