Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DEFINISI
Gagal nafas akut adalah pertukran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida
arteri), dan asidosis (Corwin,2009).
Gagal napas akut adalah memburunya proses pertukaran gas paru yang
mendadak dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan
oksigen yang tidak adekuat (Morton,2011).
Urden, Stacy dan Lough mendefinisikan gagal nafas akut sebagai suatu
keadaan klinis yaitu sistem pulmonal tidak mampu mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat (Chang, 2009).
B. ETIOLOGI
1. Kelainan di luar paru-paru
a. Penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma atau infark selebral
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
b. Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalisservikalis
2) Sindroma guilainbare
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
c. Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi pleura
4) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) Obesitas: sindrom Pickwick
2. Kelainan Intrinsic Paru-Paru
a. Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma, Status asmatikus
3) Fibrosis kistik
b. Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu
batu barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
a) Kardiogenik
b) Nonkardiogenik (ARDS)
5) Atelektasis
6) Pneumoni yang terkonsolidasi
c. Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1) Emboli paru-paru
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala umum: Lelah, berkeringat, sulit tidur dan makan, didapatkan juga
gangguan status mental, sakit kepala, kejang.
2. Gejala kardiovaskular: takikardia dan vasodilatasi perifer.
3. Gangguan pernapasan: takipnea, retraksi otot bantu pernapasan,
hipoventilasi, apnea, suara napas tambahan seperti stridor, mengi, ronki
basah. (Boedi Swidarmoko,2010:264)
4. Gejala klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asedemia yang berat. Tanda
utama dari gagal napas adalah penggunaan otot bantu napas takipnea,
takikardia, menurunya tidal volum, pola napas iregular atau terengah –
engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal (terkait dengan
flail chest).
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu
obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang
anak menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi:
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. Aliran darah pulmonal bertambah
4. ‘Metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka
lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan
terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan
gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya
asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus
terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan
menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal
yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan
bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal
jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan
permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan
bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru.
Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan
oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.
E. PATHWAYS
F. KOMPLIKASI
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator
(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya
kurang dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral. (Alvin Kosasih, 2008:34)
G. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium:
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2
meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
Intervensi:
Intervensi:
1) Kaji status pernafasan
2) Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan
ketidaknyaman dalam pernafasan
3) Catat adanya sianosis
4) Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia
5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
6) Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik
7) Kaji seri foto dada
8) Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)
c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik
Intervensi:
1) Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran
tekanan
2) Observasi tanda dan gejala barotrauma
3) Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang
endotrakeal
4) Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift
5) Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi
6) Berikan sedasi bila perlu
7) Monitor terhadap distensi abdomen
DAFTAR PUSTAKA