Sie sind auf Seite 1von 3

Nama : Ilham Assagaf

Nim : 16313110

Opini tentang peratuan pemerintah berhubungan dengan keberadaan taksi on line

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengatur keberadaan taksi daring (online)


yang kini menjamur di kota-kota besar melalui revisi permenhub 32 tahun 2016 dan 2017. Salah
satu aturan yang diberlakukan adalah dengan menerapkan tarif atas bawah (floor pricing).
Sederhananya, peraturan ini akan memberlakukan tarif termurah sekaligus termahal untuk taksi
online. Uber, Gojek, dan lainnya tidak bisa lagi seketika memberlakukan promo murah seperti
yang sudah-sudah, atau kenaikan harga secara signifikan apabila ada kenaikan permintaan secara
drastis. Pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini dilakukan justru untuk melindungi konsumen
dari harga yang naik-turun. Pemerintah percaya, harga yang stabil akan cenderung lebih
menguntungkan masyarakat. Benarkah demikian?

Dipandang dari berbagai sisi, pemerintah terlihat gagal memahami bangunan sederhana
dari sistem ekonomi dalam kasus taksi online. Harga merupakan sinyal terbaik dalam menjelaskan
kelangkaan suatu sumber daya. Harga yang naik merupakan sinyal dari kelangkaan penawaran
taksi online ketika banyaknya permintaan yang terjadi misalnya pada waktu pulang kantor.
Sebaliknya, harga yang murah terjadi ketika banyaknya armada taksi online di tengah permintaan
yang rendah. Keseimbangan dari sistem permintaan dan penawaran ini kemudian akan
menghasilkan harga ekuilibrium ketika penjual dan pembeli diberikan kebebasan untuk
menentukan pilihan transaksi barang dan jasa.

Ketika pemerintah masuk ke dalam pasar dan menerapkan tarif atas-bawah (price
control) maka harga tidak lagi mengikuti harga ekuilibrium pasar, tetapi mengikuti harga yang
ditetapkan oleh pemerintah. Harga ekuilibrium dihasilkan dari proses pilihan dan ongkos produksi,
maka harga pemerintah hanya mengandalkan proses politik dan pengambilan kebijakan yang
mengabaikan proses supply-demand.

Apabila harga pemerintah menerapkan lebih mahal dari mekanisme yang sebenarnya
terjadi di dalam pasar, maka pengusaha akan memproduksi lebih banyak dibandingkan permintaan
yang ada dalam masyarakat. Akibatnya, kondisi ini akan merugikan konsumen yang harus
membayar harga dari yang seharusnya. Sebagian konsumen terpaksa untuk meninggalkan barang
atau jasa tersebut, karena harga yang tidak lagi sesuai dengan willingness to pay mereka. Di sisi
lain, akan terdapat banyak sumber daya yang terbuang atau terbengkalai karena penawaran tidak
mampu bertemu dengan permintaan.

Apabila harga pemerintah menerapkan lebih murah dari mekanisme yang sebenarnya
terjadi di dalam pasar, maka akibat yang lebih buruk akan terjadi. Permintaan melonjak, tetapi
konsumen tidak dapat menemukan penawaran dari barang ataupun jasa yang dibutuhkan. Yang
akan terjadi adalah kelangkaan, konsumen sulit mendapatkan mobil atau motor sehingga akan
mempersulit mobilitas masyarakat di kota-kota besar di Indonesia.

Dari penjelasan di atas kita bisa memahami bahwa kebijakan pemerintah memberlakukan
tarif atas-bawah akan cenderung menghilangkan keuntungan yang didapat dari harga ekuilibrium
melalui mekanisme pasar. Bahkan, kebijakan ini berpotensi menghasilkan bencana bagi
transportasi di Indonesia karena menghilangkan salah satu akses transportasi yang vital bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Komisi Perlindungan Persaingan Usaha (KPPU) jelas sudah mengindikasikan dampak


negatif dari aturan atas-bawah. Harga yang ditetapkan oleh pemerintah akan berada di atas pasar,
sehingga konsumen diharuskan membayar lebih banyak dari yang seharusnya. Ditambah lagi,
pelaku usaha yang tidak efisien akan ikut terlindungi dengan adanya sistem ini. Artinya sistem
pasar yang seharusnya bisa mengeliminasi pelaku pasar yang efisien dan tidak efisien akan sedikit
terhambat oleh kebijakan ini.

Selain itu, pemerintah juga menetapkan kuota angkutan online yang boleh beroperasi di
setiap wilayah. Lagi-lagi pemerintah terlihat gagal memahami bangunan ekonomi dari angkutan
online ini, bahwa driver bisa memilih kapan saja mereka bisa online. Itu justru menjadi keunggulan
dari bisnis ini. Banyak driver yang punya kerja sampingan, bahkan beberapa driver memutuskan
untuk tidak menghidupkan aplikasinya karena kesibukan. Driver biasanya akan banyak muncul
ketika permintaan sedang tinggi dan sedikit ketika permintaan sedang rendah. Dengan menetapkan
kuota, pemerintah menghalangi kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan, juga
menghalangi kesempatan masyarakat untuk mendapatkan transportasi yang diinginkan. Hal ini
sangat tidak sesuai dengan prinsip aturan yang dikatakan Menteri Perhubungan, yaitu kesetaraan,
keadilan, dan kesamaan berusaha. Boleh saja kita katakan kuota bisa diubah, akan tetapi
masalahnya kuota ini ditentukan oleh proses politik yang berbelit-belit, bukan mekanisme supply-
demand yang sangat responsif terhadap keadaan sebenarnya.
Di luar kebijakan ini, pemerintah seharusnya justru memfokuskan perlindungan konsumen
melalui berbagai pengaduan publik. Taksi online telah memberikan akses yang bermanfaat bagi
transportasi kita, tapi bukan berarti tanpa kelemahan sama sekali. Banyak aduan yang beredar di
sosial media tentang supir-supir taksi online yang nakal, memanfaatkan kelemahan sistem aplikasi
untuk mendapatkan keuntungan yang tak semestinya. Hal ini yang seharusnya pemerintah tangani,
bukannya merusak tatanan mekanisme pasar yang jelas-jelas menguntungkan masyarakat.

Das könnte Ihnen auch gefallen